commit to user
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA
DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS
C0805034
JURUSAN DESAIN INTERIOR
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA
DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
Disusun oleh
YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS
C0805034
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk di Uji di Hadapan Dewan Penguji
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19771027 20011 2 002 NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Desain Interior
commit to user
iii
PENGESAHAN
Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Kamis, Tanggal 30 Juli 2010
Penguji
Jabatan Nama Ttd.
1. Ketua Sidang Mulyadi, S. Sn, M. Ds..
NIP. 19730702 200212 1 001
2. Sekretaris Drs. Soepriyatmono, M. Sn
NIP. 19560117 198811 1 001
3. Penguji I Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds
NIP. 19771027 20011 2 002
4. Penguji II Anung B Studyanto, S.Sn, MT
NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Ketua Jurusan Desain Interior
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Yunita Eka Wahyuningtyas
NIM : C 0805034
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain
Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Dengan Pendekatan Eklektik” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi
tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.
Surakarta, September 2010
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
MOTTO
“Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat Karena tetap dalam keadaan bergerak, anda menciptakan kemajuan.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
1. Mama & Papa, atas semua
perjuangannya hingga penulis berhasil
meraih gelar sarjana.
2. Adik-adikku Rivo dan Reza yang selalu
memberiku semangat.
3. Seto Satrio, untuk segala macam
bantuan, motivasi, dukungan dan
semangat yang selalu diberikan kepada
penulis.
4. Keluarga besar penulis, atas doa dan
dukungannya.
5. Teman-teman interior, khususnya
angkatan 2005. Semoga selau terjalin
persahabatan ini.
6. Sahabat-sahabat penulis, atas doa dan
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat
bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir
dengan judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Dengan Pendekatan Eklektik”. Dalam meyelesaikan Tugas Akhir ini tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Iik Endang S.W, S.Sn, M.Ds, selaku Pembimbing I, yang telah
membimbing penulis sejak penyusunan Kolokium hingga Tugas Akhir dan
selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingan dan
waktunya
4. Bapak Anung B. Studyanto, S.Sn, M.T, selaku Pembimbing II, yang telah
memberi masukan, kemudahan dan bimbingan selama Tugas Akhir.
5. Bapak Drs. IF. Bambang Sulistyono, Sk, MT, selaku Pembimbing
Akademik penulis. Terima kasih atas waktu dan bimbingannya.
commit to user
viii
7. Bapak Drs. Soepriyatmono, M.Sn, selaku Sekretaris Sidang Tugas Akhir
penulis.
8. Seluruh dosen Jurusan Desain Interior FSSR UNS, atas segala ilmu dan
bimbingan yang telah diberikan.
9. Kedua orangtua serta kedua adik penulis, yang telah senantiasa tulus
memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta perjuangannya untukku.
10.Seto Satrio, atas segala perjuangan, bantuan, ilmu, perhatian, waktu, kasih
sayang dan semuanya, terima kasih banyak.
11.Teman-teman seperjuangan di interior, Dinar, Citra, Charlie, Ima, Defi,
Upie, Ajar, Putro, Bolod, Upret, Tika, Gabug, Jalu, Bima, Koyok, Dafi,
Bangun, Kezit, Kresna, Gepeng, Giring, Budi dan semua teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya
selama ini dan bantuan selama proses TA. Semoga persahabatan ini sampai
kakek-nenek.
12.Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu penulis selama penyusunan Tugas Akhir.
Tiada sesuatu apapun yang dapat penulis persembahkan selain do’a
semoga Allah SWT memberi imbalan sesuai dengan jasa dan keikhlasan
amalnya, Amin. Penulis menyadari Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,
segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang
terbuka, sehingga karya ini akan lebih sempurna.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
commit to user
ix
ABSTRAKSI
Yunita Eka Wahyuningtyas. C0805034. 2010. Desain Interior Gedung
Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana
menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...
B. Batasan Masalah...
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan...
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater………..
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan………….
3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)………
commit to user
xi
b. Panggung dan Perlengkapannya………....
c. Pengertian Auditorium………..
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem………
1. Pencahayaan...
2. Penghawaan...
3. Akustik...
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup…………
b. Standarisasi akustik unsur ruang………...
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa…………
1. Sejarah Seni Pertunjukan...
2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional………
3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya……… 4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan…..
5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta……….
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta……….
1. Letak, Luas dan Batas………....
2. Keadaan Sosial Budaya………..
3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta………
4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta di Bidang Pariwisata……….. 5. Arah Pengembangan Kota Surakarta……….
F. Tinjauan Konsep Eklektik………...
BAB III TINJAUAN LAPANGAN
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari……...
commit to user
xii
B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta………
1. Sejarah Singkat……….
2. Lokasi………
3. Aktivitas dan Fasilitas………..
4. Organisasi Ruang………...
5. Status Badan Usaha………
6. Aktivitas dan Fasilitas……….
12.Sistem Organisasi Ruang………
commit to user
4. Aspek Dekorasi dan Warna………..
a. Elemen Dekorasi...
b. Warna...
BAB V KEPUTUSAN DESAIN
A. KESIMPULAN...
1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa di Surakarta...
2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan
Seni Tradisional Jawa di Surakarta……….. 3. Zoning dan Grouping...
4. Tema dan Warna...
5. Elemen Pembentuk Ruang...
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Akustik dinding panggung Gambar 2. Contoh plafon area penonton Gambar 3. Contoh desain area penonton Gambar 4. Contoh area penonton
Gambar 5. Contoh dinding area penonton Gambar 6. Contoh lantai area penonton Gambar 7. Peta Kota Solo
Gambar 8. Peta Surakarta
Gambar 9. Pencahayaan buatan pada area panggung Gambar 10. Penggunaan AC split dan box speaker Gambar 11. Furniture pada lobby
Gambar 12. Furniture ruang penonton
Gambar 13. Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi
Gambar 14. Ruang kantor pengelola Gambar 15. Ruang pengiring gamelan
Gambar 16. Suasana saat pementasan wayang orang Gambar 17. Pementasan wayang orang Sriwedari Gambar 18. Sky Light pada lobby
Gambar 19. Ruang penonton Gambar 20. Panggung Gambar 21. Ruang pengiring
Gambar 22. Kipas angin pada ceiling Gambar 23. Jendela pada lobby
Gambar 24. Sound System pada samping panggung Gambar 25. Mixer untuk pengeras bunyi
Gambar 26. Ruang kostum Gambar 27. Kursi penonton Gambar 28. Furniture pada lobby Gambar 29. Warna pada dinding Gambar 30. Relief pada dinding lobby Gambar 31. Kolom pada lobby
Gambar 32. Tabung pemadam kebakaran Gambar 33. Peta Lokasi
Gambar 34. Sirkulasi Gambar 35. Zoning Terpilih Gambar 36. Grouping Terpilih Gambar 37. Sofa R.Tunggu
Gambar 38. Perspektif lesehan cafe Gambar 39. Perspektif R.pamer
Gambar 40. Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca Gambar 41. Perspektif interior stage
Gambar 42. Contoh gambar berupa gunungan Gambar 43. Zoning Terpilih
Gambar 44. Grouping Terpilih
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Tabel 2. Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Tabel 3. Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang
Sriwedari
Tabel 4. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Tabel 5. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Tabel 6. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Tabel 7. Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI Tabel 8. Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa
Tabel 9. Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Tabel 10. Rencana besaran ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Tabel 11. Sistem Organisasi Ruang
Tabel 12. Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai Tabel 13. Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding Tabel 14. Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit Tabel 15. Elemen Pembentuk Ruang
Tabel 16. Interior Sistem
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari
Bagan 2. Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 3. Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 4. Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Bagan 5. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 6. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 7. Struktur Organisasi
Bagan 8. Langkah Kerja Perencanaan Bagan 9. Pola Pemikiran
Bagan 10.Struktur Organisasi Bagan 11. Hubungan antar ruang Bagan 12. Sirkulasi Pengelola Bagan 13. Sirkulasi Karyawan Bagan 14. Sirkulasi Pengunjung Bagan 15. Sirkulasi Seniman
commit to user
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep
1
Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0805034
2
Dosen Pembimbing I
3 Dosen Pembimbing II
eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku
– buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seni pertunjukan tradisional saat ini mulai terdesak oleh seni budaya modern
yang lebih disukai oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan kemasan seni
pertunjukan modern lebih menarik jika dibandingkan dengan seni pertunjukan
tradisional, sehingga sebagian masyarakat khususnya kaum muda lebih menyukai
seni budaya modern. Seni pertunjukan tradisional merupakan tinggalan leluhur nenek
moyang, memiliki nilai-nilai kehidupan manusia yang menarik untuk dilihat dan
dihayati sebagai kesenian tradisional daerah. Namun, seiring dengan pesatnya
kemajuan teknologi dan sejenisnya yang dengan mudah dapat mengakses seni budaya
modern, kesenian tradisional semakin terdesak keberadaannya, dan tidak mustahil
akan hilang jika tidak ada upaya menghidupkannya kembali.
Selain surga bagi wisata kuliner, sebagai kota budaya kota Solo tentu saja juga
memiliki beragam stok wisata budaya. Salah satu wisata budaya di kota Solo yang
dapat dinikmati setiap malam adalah pertunjukan kesenian wayang orang.
Masyarakat tinggal mengunjungi gedung wayang orang yang berada di komplek
Taman Hiburan Rakyat Solo.
Kondisi wayang orang legendaris Sriwedari di Kota Solo kini semakin
memprihatinkan. Bukan hanya penonton yang nyaris tidak pernah memadati
commit to user
Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa pun tak tampak lagi. Padahal kota Solo
merupakan kota budaya, sehingga adanya gedung wayang orang menjadi salah satu
ikon budaya Solo. Bahkan, tak ditemukan lagi kesan gebyar kebesarannya, seperti
pada masa jayanya sekitar tahun 1970-an. Tata lampu, teknik pemanggungan, dan
penampilan pemain kurang mencerminkan sebagai pelakon wayang profesional yang
menjadi kegandrungan penonton, seperti layaknya dulu. Setiap malam wayang orang
Sriwedari memang masih terus pentas, ada atau tidak ada penonton. Namun,
kesannya hanya sekadar menunjukkan bahwa wayang orang masih ada.
Kebutuhan masyarakat Solo akan sarana rekreasi yang bersifat mengenal
kebudayaan Jawa merupakan suatu harapan bagi semua masyarakat, sehingga tercipta
sarana rekreatif namun tetap ada unsur edukatif. Banyak alternatif cara dalam usaha
mewujudkannya diantaranya seperti pembangunan sebuah sarana kebudayaan Jawa.
Contohnya sebuah gedung pertunjukan seni tradisional jawa yang dapat menjadi daya
tarik tersendiri bagi daerah Surakarta yang merupakan aset tujuan pariwisata bagi
wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan salah satu alternatif yang
sangat baik. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa merupakan suatu pusat bagi
masyarakat Surakarta mengingat salah satu bentuk seni tradisional jawa yang
menyajikan salah satu pertunjukan seni yaitu cerita wayang berdasarkan pada cerita
Ramayana atau Mahabarata yang mengandung filosofi dan tertanam pada jiwa bangsa
Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dalam usaha mewujudkannya karena
masyarakat sekarang tidak terlalu tertarik untuk kembali mengenal kebudayaan tempo
commit to user
Untuk itu bagaimana caranya membuat masyarakat tertarik untuk datang
mengunjunginya.
Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh gedung pertunjukan seni
tradisional jawa ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu
karya desain. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini juga dilengkapi dengan
fasilitas penunjang lain sebagai pemenuh kebutuhan para pengunjung diantaranya
ruang pertunjukan dengan penataan akustik dan tata lampu yang baik sehingga
berbeda dari gedung pertunjukan seni yang selama ini ada di Surakarta. Kenyamanan
penonton dan pengunjung juga menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung
pertunjukan seni tradisional jawa. Adanya fasilitas souvenir shop yang menjual
miniatur atau replika tokoh pewayangan dan juga cafe yang nenghadirkan suasana
tradisional yang menghadirkan karakter-karakter tradisional pada display ruang
maupun pelayanan café itu sendiri. Sebuah persembahan yang berguna bagi
masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini
dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan
kebudayaan Jawa yang semakin dilupakan. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang
bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa
ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk
mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah
masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Dengan adanya gedung
pertunjukan seni tradisional jawa ini tidak menuntup kemungkinan bagi para
commit to user
riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional jawa
untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .
B. Batasan Masalah
1. Pembahasan diutamakan dalam lingkup disiplin interior
2. Perencanaan ditekankan pada masalah interior dalam gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa dengan mempertimbangkan tuntutan dan persyaratan aktivitas
dan pelaku aktivitasnya dapat diwadahi, dan rekreatif sebagai salah satu upaya
menarik pengunjung, serta edukatif dengan menciptakan gedung pertunjukan
seni tradisional Jawa sebagai bangunan dan lingkungan yang berbeda dengan
yang ada disekitarnya.
3. Fasilitas utama ruangan yang terdapat dalam gedung pertunjukan seni tradisional
Jawa ditekankan pada:
a. Ruang utama pertunjukan (auditorium)
b. Ruang Pendukung
- Hall / Lobby
- Cafe
- Ruang Pamer
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para
commit to user
kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan
tradisional.
2. Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik
(perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan
wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan
Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan.
3. Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo
pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya
dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional
Jawa.
D. Tujuan
Tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah:
1. Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan
tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi
para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan
kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan
tradisional.
2. Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik
(perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan
yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan
fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan
commit to user
2. Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa
yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang
sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton
pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
E. Sasaran
1. Sasaran desain
Adapun dari sasaran desain adalah pemenuhan kebutuhan fungsional dari
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa itu sendiri, antara lain kebutuhan akan
sarana gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi
interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang tanpa mengabaikan segi estetis
sehingga diharapkan pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan nyaman,
sehingga tujuan dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa tersebut dapat
terpenuhi secara maksimal.
2. Sasaran pengunjung
Seluruh pengunjung gedung pertunjukan seni tradisional Jawa baik dari
kalangan umum (wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik), pengunjung
umum maupun akademisi baik dari kalangan pelajar , pakar seni, pengamat seni dan
lain sebagainya.
F. Manfaat
commit to user
1. Mahasiswa, khususnya desain interior adalah untuk menambah wawasan tentang
perancangan gedung pertunjukan untuk melestarikan seni pertunjukan tradisional
Jawa dan ikut berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya
budaya tradisional Jawa dalam bentuk perancangan interior.
2. Masyarakat, adalah banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa digali
(eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini, dan
kedepan nantinya dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan
sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat
semakin mencintai kebudayaannya sendiri
3. Pelaku seni, sebagai sarana riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni
pertunjukan tradisional Jawa untuk mendapatkan referensi sebagai
penyempurnaan seni yang sudah ada .
4. Pemerintah, adalah memberi masukan suatu perancangan gedung pertunjukan
yang didalamnya mencakup beberapa unsur kebudayaan menjadi satu rangkaian
sarana hiburan dengan tujuan untuk mengangkat kembali kejayaan seni
tradisional Jawa yang makin ditinggalkan.
G. Metodologi
Metodologi yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan sehingga
mencapai hasil sesuai dengan tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa adalah :
commit to user
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang
akurat, maka metode yang digunakan :
a. Metode Observasi
Yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi
pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku,
koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan
dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan
permasalahan.
b. Metode Analisis
Menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang
kemudian dianalisis. Diharapkan tinjauan tersebut akan mengilhami berbagai
karya desain dan alternatif – alternatif yang matang.
H. Sistematika Pembahasan
1. BAB I (PENDAHULUAN)
Pendahuluan mencakup latar belakang masalah yang meliputi peranan dan
keberadaan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa, pembahasan dan perumusan
masalah, sasaran, tujuan dan manfaat serta metodologi yang meliputi metode dan
sistematika pembahasan.
2. BAB II (LANDASAN TEORI)
Mengemukakan tentang landasan teori tentang proyek desain interior
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang meliputi tentang persyaratan ruang
commit to user
mencakup pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang,
sistem interior, sistem keamanan, dll serta merupakan hasil studi observasi di
lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai
bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain
interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.
3. BAB III (TINJAUAN LAPANGAN)
Merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas
pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan
pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa.
4. BAB IV (PROGRAM DAN IDE GAGASAN)
Perancangan yang diperoleh dari kajian teori dan hasil observasi lapangan
yang merupakan titik tolak dasar konsep perencanaan dan perancangan interior
ruang utama pertunjukan dan ruang pendukung lainnya pada gedung pertunjukan
seni tradisional Jawa.
5. BAB V (KESIMPULAN)
Merupakan kesimpulan dari proses analisis sekaligus merupakan konsep
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Judul
Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai
berikut:
Interior : Ruang dalam suatu bangunan
(Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195)
Desain Interior : Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang
interior dalam bangunan.
(Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46)
Seni pertunjukan : Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam
berbagai ruang.
(Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai,
Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23)
Eklektik : Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior
sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari
beragam selera gaya.
(http:okezone.com)
Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di
Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan,
commit to user
kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam
suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk
melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain
interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater
Kata “teater” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan.
Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “theatron” yang berarti “tempat
pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari
itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan
manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media
utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya
(seni). Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi
ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa.
Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut :
a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain)
b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa)
c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran)
d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik)
e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata
rias)
Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk
commit to user
ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater
paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :
Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua,
muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap
dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui.
Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta
menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan
dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak
lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk
mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang
sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan.
Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan
wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya
berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya
berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau
setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat
pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain
dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau
terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada.
Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa
penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang
terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu,
penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan
commit to user
Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan
teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat
dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan. (Yuni
Kristanti, 2008, Hal: 29-31)
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan
Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang
senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu
pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan
seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis
dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi:
Akting area atau panggung
Auditorium atau ruang penonton
Auxilary working storage atau penunjang
Storage space atau ruang pengadaan/gudang
Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling
mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan/ aktivitasyang
berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai
hubungan berantai dalam proses interaksi.
Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan
menjadi tiga bagian sebgai berikut:
a. Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk
menampung penonton.
b. Ruang penunjang, berupa reception (bagian penerimaan) yang terdiri
commit to user
c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap,
daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja,
ruang latihan, dan sebagainya.
Adapun kebutuhan ruang pertunjukan secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari:
Raung persiapan (Auxilary working storage), ruang yang
berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk
daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi
suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat
mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima
penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang
ditujukan ke panggung.
Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang
pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga
digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil.
Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang
dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini
terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton
melihat pertunjukan telah berlangsung.
b. Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari:
Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula
commit to user
Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto
pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk
menunjukkan arah keluar dan masuk.
Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan
merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai,
duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu
pertunjukan dimulai.
Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu
ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung
menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan
auditori yang memadai.
Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada
pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian
pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui
penonton.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Pembagian Jenis
- Proscenium dan apron
- Pit atau orchestra
commit to user
Perangkat ruang
pendukung
a. Gudang
b. Ruang untuk alat dekor
c. Ruang untuk gladi
Storage, scenary space
Tabel. 1.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Sumber : skripsi Yuni Kristansi. 2008. Perancanga n dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa
UNS
3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)
a. Interior Panggung
Panggung (stage) adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi
utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji
untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi
panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung
permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan
dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini
umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi.
Menurut Christina E. Mediastika, Ph.D dalam bukunya “Akustika
Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton,
panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1) Panggung Proscenium
Bentuk dan peletakan panggung yang disebut proscenium adalah
peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji
dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada
panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah
tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan
commit to user
disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model
sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti
misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik. (Christina
E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94)
2) Panggung Terbuka
Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua
auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung
terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari
panggung proscenium yang memiliki sebagian area panggung menjorok
ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk
menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat
peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada
panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung
terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang
beratap.
3) Panggung Arena
Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah
penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di
samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini
biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi.
Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan
baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton
pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.
commit to user
Bentuk panggung extended adalah pengembangan dari bentuk
proscenium yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian
pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping,
sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk
panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari
beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula
dilengkapi denagn sajian lawak/komedi. Masing-masing bagian sajian
tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga
persiapan set (dekorasi) masing-masing panggung tidak saling
mengganggu.
b. Panggung dan Perlengkapannya
Perlengkapan panggung sebagai berikut :
1) Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan
panggung yang diperlukan untuk orkes.
2) Apron atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang
paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok
ke auditorium.
3) Pelengkung proscenium, yaitu lubang proscenium yang
memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya
disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak
perlu dilihat penonton.
4) Layar asbestos, yaitu layar dibelakang proscenium yang tahan api
commit to user
tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang
panggung.
5) Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting
dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat
panggung beum dibuka.
6) Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar
dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar
utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang
hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak.
7) Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu
dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik
kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium.
8) Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih
yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun
secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara
diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara
vertical.
9) Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil
dan sempit. Digunakan oleh teater – teater lama pada kereta – kereta
Teater Keliling abad 19.
10) Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas
panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih
besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan
commit to user
11) Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga
untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini
tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat (slink) pada sistem
bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau
diturunkan menurut kebutuhan.
12) Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet
letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan
memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan
keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya.
13) Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan
yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul
keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja
mulai dari batang gantungan menuju ke para – para masuk kebiji
kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan.
14) Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya
dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar
belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman
yang luar biasa.
15) Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah
permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet
tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau
kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan
termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan
commit to user a. Pengertian Auditorium
Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium
(tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya
penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas
yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan
jenisnya menjadi:
a. AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan
aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat
besar. Kriteria waktu dengung 0 – 1 detik, idealnya 0,5detik.
b. AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium
dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari.
Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi
auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung
aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal
1,5detik.
c. AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak
dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun
sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran
produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian
interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap
kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem
geser (sliding), sistem gulung (rolling) dan sistem bongkar pasang
(knockdown).
commit to user C. Tinjauan Khusus Interior Sistem
1. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior.
Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan
berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta
suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan
antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan
penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan.
Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki
fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan
pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah
menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu
sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi
semakin meningkat.
a. Macam-macam Sumber Cahaya
1) Sumber Cahaya Alami (Natural Lighting)
Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan
yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari. Sifat dari
sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit
hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi
dari adanya sistem pencahayaan alami adalah:
Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari
Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik
commit to user
Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu
pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami
dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus
menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan
buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi
menjadi 2 yaitu :
Sistem pencahayaan alami langsung (direct lighting)
Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa
adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam
ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain
seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur
estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk
masuknya cahaya matahari.
Sistem pencahayaan alami tak langsung (indirect ligthting)
Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan
tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari.
Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda
pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam
ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar
matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda
lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari
pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur
estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut.
commit to user
Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan,
seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya. Sifat
dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada
waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu
ruangan / bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan:
Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau
pencahayaan siang hari.
Digunakan bersama dengan natural light untuk mereduksi terang
gelapsumber cahaya langit.
Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan
kebutuhan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain,
cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer,
intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh
suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari,
intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan
waktu.
b. Fungsi Pencahayaan
Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat ruangan
tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami
fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya.
Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu general lighting (sumber
commit to user
dan decorative/a ccent lighting (dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek).
Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) General Lighting
General lighting atau kadang disebut ambience lighting
merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di
seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan
utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang.
Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang
memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh
bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang
di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di
setiap sudut-sudut ruang yang dinyalakan bersamaan sehingga
menghasilkan pencahayaan merata.
Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke
segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung
(indirect light/lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya
sendiri tersembunyi). Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan
bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata,
baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar.
General lighting juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang
tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan
mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di
tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang
commit to user
2) Task Lighting
Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk
mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti
membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan
untuk task lighting sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat
diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien, task lighting
sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan.
Menurut hokum kebalikan kuadrat (inverse square la w) dari ilmuoptika
dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi
terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu
empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang
sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga
segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama
mengenai panas dan silaunya lampu.
Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit
pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang.
3) Decorative/accent lighting
Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi
estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada
ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi
dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang
disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih
banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau
commit to user
daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang
telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik
atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan
dengan tema ruang yang ada.
c. Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan
Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada
daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung.
1) Fungsi Penerangan Panggung
Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan
adegan yang dipertunjukkkan.
Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap
pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang,
Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung
Untuk membentuk efek – efek pada panggung.
2) Area Pencahayaan Panggung
Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu :
Lighting The Actor
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain/
pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu
jenis Follow Spot Light, Reflector Spot Light, dan Profile Spot Light.
Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan
diletakkan di lantai.
commit to user
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi/
memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung
biasa digunakan lampu jenis Fresnel Spot Light, Fresnel Down
Light, Border Light, dan Striplight. Letak lampu tersebut ada yang
digantung, atau ditanam pada lantai.
Lighting The Background & Effect
Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung/ latar
belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung
biasa digunakan lampu jenis Striplight, Fresnel Light, Border Light,
Fan Light, dan Rotary Light. Tata letaknya ada yang digantung,
diletakkan pada lantai atau dengan stand.
3) Jenis Lampu Panggung
Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan
di panggung diantaranya :
“Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung
dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat
diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi
(500-1500 watt).
“Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir
panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak
menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah
panggung.
“House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit –
commit to user
Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control
cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut
dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 99-101)
2. Penghawaan
Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk
kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi,
penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang
disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada
dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman. Dilihat dari cara
kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu :
Ventilasi alamiah
Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan
aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada
faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang
bergerak, orientasi wadah kegiatan.
Ventilasi buatan
Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin
dan lain sebagainya.
Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan
yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik
yang tidak baik.
Standart kenyamanan ruang :
- Temperatur udara : 180-250 C
commit to user
- Pergerakan udara : 0,1-0,5 m/detik
Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner (AC) yang macamnya terdiri dari :
- Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana
sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak.
- Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang,
sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang.
- Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan
keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke
ruang-ruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser. (Pamudji
Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85)
3. Akustik
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang
auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang
dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di
dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:
Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton,
baik ruang penonton lantai satu maupun balkon.
Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan,
toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dan lain-lain.
Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali
udara, gudang peralatan, dan lain-lain.
Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk
commit to user
hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara
mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan
dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang
servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau
cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung,
peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium.
Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung
ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E.
Mediastika, Ph.D, 2005: 93)
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup
Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai
permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah
persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium :
1) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian
auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh.
2) Energi bunyi harus didistribusikan secara merata (terdifusi) dalam
ruang.
3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium
untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai
penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain.
4) Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang
berkepanjangan (long delayed) reflection, gaung, pemusatan bunyi,
commit to user
5) Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus
dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian
ruang.
Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung
pertunjukan adalah sebagai berikut :
1) Kekerasan yang cukup
Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn
auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan
sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam
sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh
penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya,
maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga
gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah
gedung pertunjukan.
Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain
menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi
lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila
pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas
untuk ruang – runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung
pertunjukan yang terbuka.
2) Difusi bunyi
Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara
commit to user
bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat
digunakan cara sebagai berikut ini :
- Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur (langit –
langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan) harus banyak
digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi
dalam ruang.
- Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan
yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk
ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan
bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian
meningkatkan faktor difusi di dalam ruang.
- Penggunaan akustik diffuser (penyebar akustik) dalam ruangan
relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang
tersebut.
3) Pengendalian dengung
Dengung dalam sebuah ruangan disebabkan karena
pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup
banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula
factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan
tersebut. Pengendalian dengung dapat dilakukan dengan
memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
commit to user
- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka
semakin rendah RT (waktu dengung dalam detik).
4) Cacat akustik
Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium
adalah :
a) Gema
Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema
merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan
cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang
minimum sebesar 1/25-1/10 detik terjadi antara bunyi pantul
denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang
sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung
pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan
dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan
balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding.
Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur
permukaan pemantul dalam ruang potensial yang
menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu :
- Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul
yang menyebabkan cacat bunyi.
- Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar.
- Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu
tanda pemantulan yang singkat (Leslei L. Doelle & Lea
commit to user
b) Gaung
Gaung terdiri dari gema – gema kecil yang berurutan
dengan cepat dan dapat dicermati dengan indera pendengar kita.
Misalnya bunyi tepuk tangan atau bunyi ledakan kecil, dengan
melakukan eliminasi permukaan pemantulan yang sejajar atau
berhadap – hadapan serta melakukan pemasangan bahan
penyerap bunyi pada dinding pemantul, dapat mengurangi dan
menghilangkan gaung.
c) Pemusatan bunyi
Pemusatan bunyi disebabkan karena pemantulan bunyi
terhadap permukaan cekung, sehingga mengakibatkan
munculnya suatu lokasi khusus di daerah penonton yang disebut
sebagai hot spot, yang pada lokasi tersebut mempunyai
intensitas cukup tinggi. Bila tidak dihindari penggunaan ruang
cekung dan tidak terputus, maka pemusatan bunyi diatasi
dengan mengarahkan titik hot spot ke atas penonton atau
menggunakan lapisan penyerap bunyi di sepanjang permukaan
lengkung tersebut serta penggunaan system pengeras suara yang
tepat agar dapat mengeliminasi cacat akustik tersebut.
d) Ruang Gandeng
Ruang gandeng biasanya sering terjadi pada dengung
dengan penataan ruang yang mengakiatkan beberapa ruang
dapat terhubung langsung dengan ruang pertunjukan, misalnya