• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik)."

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA

DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Eklektik)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS

C0805034

JURUSAN DESAIN INTERIOR

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA

DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Eklektik)

Disusun oleh

YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS

C0805034

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk di Uji di Hadapan Dewan Penguji

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19771027 20011 2 002 NIP. 19710816 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir

Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 30 Juli 2010

Penguji

Jabatan Nama Ttd.

1. Ketua Sidang Mulyadi, S. Sn, M. Ds..

NIP. 19730702 200212 1 001

2. Sekretaris Drs. Soepriyatmono, M. Sn

NIP. 19560117 198811 1 001

3. Penguji I Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds

NIP. 19771027 20011 2 002

4. Penguji II Anung B Studyanto, S.Sn, MT

NIP. 19710816 200501 1 001

Mengetahui :

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Ketua Jurusan Desain Interior

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yunita Eka Wahyuningtyas

NIM : C 0805034

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain

Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Dengan Pendekatan Eklektik” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi

tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.

Surakarta, September 2010

Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

“Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat Karena tetap dalam keadaan bergerak, anda menciptakan kemajuan.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

1. Mama & Papa, atas semua

perjuangannya hingga penulis berhasil

meraih gelar sarjana.

2. Adik-adikku Rivo dan Reza yang selalu

memberiku semangat.

3. Seto Satrio, untuk segala macam

bantuan, motivasi, dukungan dan

semangat yang selalu diberikan kepada

penulis.

4. Keluarga besar penulis, atas doa dan

dukungannya.

5. Teman-teman interior, khususnya

angkatan 2005. Semoga selau terjalin

persahabatan ini.

6. Sahabat-sahabat penulis, atas doa dan

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat

bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir

dengan judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa

Dengan Pendekatan Eklektik”. Dalam meyelesaikan Tugas Akhir ini tidak

sedikit hambatan yang penulis hadapi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada

kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Iik Endang S.W, S.Sn, M.Ds, selaku Pembimbing I, yang telah

membimbing penulis sejak penyusunan Kolokium hingga Tugas Akhir dan

selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingan dan

waktunya

4. Bapak Anung B. Studyanto, S.Sn, M.T, selaku Pembimbing II, yang telah

memberi masukan, kemudahan dan bimbingan selama Tugas Akhir.

5. Bapak Drs. IF. Bambang Sulistyono, Sk, MT, selaku Pembimbing

Akademik penulis. Terima kasih atas waktu dan bimbingannya.

(8)

commit to user

viii

7. Bapak Drs. Soepriyatmono, M.Sn, selaku Sekretaris Sidang Tugas Akhir

penulis.

8. Seluruh dosen Jurusan Desain Interior FSSR UNS, atas segala ilmu dan

bimbingan yang telah diberikan.

9. Kedua orangtua serta kedua adik penulis, yang telah senantiasa tulus

memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta perjuangannya untukku.

10.Seto Satrio, atas segala perjuangan, bantuan, ilmu, perhatian, waktu, kasih

sayang dan semuanya, terima kasih banyak.

11.Teman-teman seperjuangan di interior, Dinar, Citra, Charlie, Ima, Defi,

Upie, Ajar, Putro, Bolod, Upret, Tika, Gabug, Jalu, Bima, Koyok, Dafi,

Bangun, Kezit, Kresna, Gepeng, Giring, Budi dan semua teman-teman yang

tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya

selama ini dan bantuan selama proses TA. Semoga persahabatan ini sampai

kakek-nenek.

12.Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

membantu penulis selama penyusunan Tugas Akhir.

Tiada sesuatu apapun yang dapat penulis persembahkan selain do’a

semoga Allah SWT memberi imbalan sesuai dengan jasa dan keikhlasan

amalnya, Amin. Penulis menyadari Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,

segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang

terbuka, sehingga karya ini akan lebih sempurna.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

(9)

commit to user

ix

ABSTRAKSI

Yunita Eka Wahyuningtyas. C0805034. 2010. Desain Interior Gedung

Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana

menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.

(10)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...

B. Batasan Masalah...

B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan...

1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater………..

2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan………….

3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)………

(11)

commit to user

xi

b. Panggung dan Perlengkapannya………....

c. Pengertian Auditorium………..

C. Tinjauan Khusus Interior Sistem………

1. Pencahayaan...

2. Penghawaan...

3. Akustik...

a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup…………

b. Standarisasi akustik unsur ruang………...

D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa…………

1. Sejarah Seni Pertunjukan...

2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional………

3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya……… 4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan…..

5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta……….

E. Tinjauan Umum Kota Surakarta……….

1. Letak, Luas dan Batas………....

2. Keadaan Sosial Budaya………..

3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta………

4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta di Bidang Pariwisata……….. 5. Arah Pengembangan Kota Surakarta……….

F. Tinjauan Konsep Eklektik………...

BAB III TINJAUAN LAPANGAN

A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari……...

(12)

commit to user

xii

B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta………

1. Sejarah Singkat……….

2. Lokasi………

3. Aktivitas dan Fasilitas………..

4. Organisasi Ruang………...

5. Status Badan Usaha………

6. Aktivitas dan Fasilitas……….

12.Sistem Organisasi Ruang………

(13)

commit to user

4. Aspek Dekorasi dan Warna………..

a. Elemen Dekorasi...

b. Warna...

BAB V KEPUTUSAN DESAIN

A. KESIMPULAN...

1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa di Surakarta...

2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan

Seni Tradisional Jawa di Surakarta……….. 3. Zoning dan Grouping...

4. Tema dan Warna...

5. Elemen Pembentuk Ruang...

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Akustik dinding panggung Gambar 2. Contoh plafon area penonton Gambar 3. Contoh desain area penonton Gambar 4. Contoh area penonton

Gambar 5. Contoh dinding area penonton Gambar 6. Contoh lantai area penonton Gambar 7. Peta Kota Solo

Gambar 8. Peta Surakarta

Gambar 9. Pencahayaan buatan pada area panggung Gambar 10. Penggunaan AC split dan box speaker Gambar 11. Furniture pada lobby

Gambar 12. Furniture ruang penonton

Gambar 13. Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi

Gambar 14. Ruang kantor pengelola Gambar 15. Ruang pengiring gamelan

Gambar 16. Suasana saat pementasan wayang orang Gambar 17. Pementasan wayang orang Sriwedari Gambar 18. Sky Light pada lobby

Gambar 19. Ruang penonton Gambar 20. Panggung Gambar 21. Ruang pengiring

Gambar 22. Kipas angin pada ceiling Gambar 23. Jendela pada lobby

Gambar 24. Sound System pada samping panggung Gambar 25. Mixer untuk pengeras bunyi

Gambar 26. Ruang kostum Gambar 27. Kursi penonton Gambar 28. Furniture pada lobby Gambar 29. Warna pada dinding Gambar 30. Relief pada dinding lobby Gambar 31. Kolom pada lobby

Gambar 32. Tabung pemadam kebakaran Gambar 33. Peta Lokasi

Gambar 34. Sirkulasi Gambar 35. Zoning Terpilih Gambar 36. Grouping Terpilih Gambar 37. Sofa R.Tunggu

Gambar 38. Perspektif lesehan cafe Gambar 39. Perspektif R.pamer

Gambar 40. Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca Gambar 41. Perspektif interior stage

Gambar 42. Contoh gambar berupa gunungan Gambar 43. Zoning Terpilih

Gambar 44. Grouping Terpilih

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Tabel 2. Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Tabel 3. Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang

Sriwedari

Tabel 4. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 5. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 6. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 7. Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI Tabel 8. Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa

Tabel 9. Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa

Tabel 10. Rencana besaran ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa

Tabel 11. Sistem Organisasi Ruang

Tabel 12. Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai Tabel 13. Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding Tabel 14. Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit Tabel 15. Elemen Pembentuk Ruang

Tabel 16. Interior Sistem

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari

Bagan 2. Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 3. Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 4. Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Bagan 5. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 6. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 7. Struktur Organisasi

Bagan 8. Langkah Kerja Perencanaan Bagan 9. Pola Pemikiran

Bagan 10.Struktur Organisasi Bagan 11. Hubungan antar ruang Bagan 12. Sirkulasi Pengelola Bagan 13. Sirkulasi Karyawan Bagan 14. Sirkulasi Pengunjung Bagan 15. Sirkulasi Seniman

(16)

commit to user

(17)

DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep

1

Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0805034

2

Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku

– buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.

(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni pertunjukan tradisional saat ini mulai terdesak oleh seni budaya modern

yang lebih disukai oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan kemasan seni

pertunjukan modern lebih menarik jika dibandingkan dengan seni pertunjukan

tradisional, sehingga sebagian masyarakat khususnya kaum muda lebih menyukai

seni budaya modern. Seni pertunjukan tradisional merupakan tinggalan leluhur nenek

moyang, memiliki nilai-nilai kehidupan manusia yang menarik untuk dilihat dan

dihayati sebagai kesenian tradisional daerah. Namun, seiring dengan pesatnya

kemajuan teknologi dan sejenisnya yang dengan mudah dapat mengakses seni budaya

modern, kesenian tradisional semakin terdesak keberadaannya, dan tidak mustahil

akan hilang jika tidak ada upaya menghidupkannya kembali.

Selain surga bagi wisata kuliner, sebagai kota budaya kota Solo tentu saja juga

memiliki beragam stok wisata budaya. Salah satu wisata budaya di kota Solo yang

dapat dinikmati setiap malam adalah pertunjukan kesenian wayang orang.

Masyarakat tinggal mengunjungi gedung wayang orang yang berada di komplek

Taman Hiburan Rakyat Solo.

Kondisi wayang orang legendaris Sriwedari di Kota Solo kini semakin

memprihatinkan. Bukan hanya penonton yang nyaris tidak pernah memadati

(19)

commit to user

Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa pun tak tampak lagi. Padahal kota Solo

merupakan kota budaya, sehingga adanya gedung wayang orang menjadi salah satu

ikon budaya Solo. Bahkan, tak ditemukan lagi kesan gebyar kebesarannya, seperti

pada masa jayanya sekitar tahun 1970-an. Tata lampu, teknik pemanggungan, dan

penampilan pemain kurang mencerminkan sebagai pelakon wayang profesional yang

menjadi kegandrungan penonton, seperti layaknya dulu. Setiap malam wayang orang

Sriwedari memang masih terus pentas, ada atau tidak ada penonton. Namun,

kesannya hanya sekadar menunjukkan bahwa wayang orang masih ada.

Kebutuhan masyarakat Solo akan sarana rekreasi yang bersifat mengenal

kebudayaan Jawa merupakan suatu harapan bagi semua masyarakat, sehingga tercipta

sarana rekreatif namun tetap ada unsur edukatif. Banyak alternatif cara dalam usaha

mewujudkannya diantaranya seperti pembangunan sebuah sarana kebudayaan Jawa.

Contohnya sebuah gedung pertunjukan seni tradisional jawa yang dapat menjadi daya

tarik tersendiri bagi daerah Surakarta yang merupakan aset tujuan pariwisata bagi

wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan salah satu alternatif yang

sangat baik. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa merupakan suatu pusat bagi

masyarakat Surakarta mengingat salah satu bentuk seni tradisional jawa yang

menyajikan salah satu pertunjukan seni yaitu cerita wayang berdasarkan pada cerita

Ramayana atau Mahabarata yang mengandung filosofi dan tertanam pada jiwa bangsa

Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dalam usaha mewujudkannya karena

masyarakat sekarang tidak terlalu tertarik untuk kembali mengenal kebudayaan tempo

(20)

commit to user

Untuk itu bagaimana caranya membuat masyarakat tertarik untuk datang

mengunjunginya.

Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh gedung pertunjukan seni

tradisional jawa ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu

karya desain. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini juga dilengkapi dengan

fasilitas penunjang lain sebagai pemenuh kebutuhan para pengunjung diantaranya

ruang pertunjukan dengan penataan akustik dan tata lampu yang baik sehingga

berbeda dari gedung pertunjukan seni yang selama ini ada di Surakarta. Kenyamanan

penonton dan pengunjung juga menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung

pertunjukan seni tradisional jawa. Adanya fasilitas souvenir shop yang menjual

miniatur atau replika tokoh pewayangan dan juga cafe yang nenghadirkan suasana

tradisional yang menghadirkan karakter-karakter tradisional pada display ruang

maupun pelayanan café itu sendiri. Sebuah persembahan yang berguna bagi

masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini

dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan

kebudayaan Jawa yang semakin dilupakan. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang

bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa

ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk

mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah

masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Dengan adanya gedung

pertunjukan seni tradisional jawa ini tidak menuntup kemungkinan bagi para

(21)

commit to user

riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional jawa

untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .

B. Batasan Masalah

1. Pembahasan diutamakan dalam lingkup disiplin interior

2. Perencanaan ditekankan pada masalah interior dalam gedung pertunjukan seni

tradisional Jawa dengan mempertimbangkan tuntutan dan persyaratan aktivitas

dan pelaku aktivitasnya dapat diwadahi, dan rekreatif sebagai salah satu upaya

menarik pengunjung, serta edukatif dengan menciptakan gedung pertunjukan

seni tradisional Jawa sebagai bangunan dan lingkungan yang berbeda dengan

yang ada disekitarnya.

3. Fasilitas utama ruangan yang terdapat dalam gedung pertunjukan seni tradisional

Jawa ditekankan pada:

a. Ruang utama pertunjukan (auditorium)

b. Ruang Pendukung

- Hall / Lobby

- Cafe

- Ruang Pamer

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para

(22)

commit to user

kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan

tradisional.

2. Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik

(perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan

wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan

Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan.

3. Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo

pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya

dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional

Jawa.

D. Tujuan

Tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah:

1. Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan

tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi

para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan

kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan

tradisional.

2. Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik

(perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan

yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan

fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan

(23)

commit to user

2. Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa

yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang

sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton

pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

E. Sasaran

1. Sasaran desain

Adapun dari sasaran desain adalah pemenuhan kebutuhan fungsional dari

gedung pertunjukan seni tradisional Jawa itu sendiri, antara lain kebutuhan akan

sarana gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi

interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang tanpa mengabaikan segi estetis

sehingga diharapkan pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan nyaman,

sehingga tujuan dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa tersebut dapat

terpenuhi secara maksimal.

2. Sasaran pengunjung

Seluruh pengunjung gedung pertunjukan seni tradisional Jawa baik dari

kalangan umum (wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik), pengunjung

umum maupun akademisi baik dari kalangan pelajar , pakar seni, pengamat seni dan

lain sebagainya.

F. Manfaat

(24)

commit to user

1. Mahasiswa, khususnya desain interior adalah untuk menambah wawasan tentang

perancangan gedung pertunjukan untuk melestarikan seni pertunjukan tradisional

Jawa dan ikut berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya

budaya tradisional Jawa dalam bentuk perancangan interior.

2. Masyarakat, adalah banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa digali

(eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini, dan

kedepan nantinya dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan

sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat

semakin mencintai kebudayaannya sendiri

3. Pelaku seni, sebagai sarana riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni

pertunjukan tradisional Jawa untuk mendapatkan referensi sebagai

penyempurnaan seni yang sudah ada .

4. Pemerintah, adalah memberi masukan suatu perancangan gedung pertunjukan

yang didalamnya mencakup beberapa unsur kebudayaan menjadi satu rangkaian

sarana hiburan dengan tujuan untuk mengangkat kembali kejayaan seni

tradisional Jawa yang makin ditinggalkan.

G. Metodologi

Metodologi yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan sehingga

mencapai hasil sesuai dengan tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni

tradisional Jawa adalah :

(25)

commit to user

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang

akurat, maka metode yang digunakan :

a. Metode Observasi

Yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi

pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku,

koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan

dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan

permasalahan.

b. Metode Analisis

Menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang

kemudian dianalisis. Diharapkan tinjauan tersebut akan mengilhami berbagai

karya desain dan alternatif – alternatif yang matang.

H. Sistematika Pembahasan

1. BAB I (PENDAHULUAN)

Pendahuluan mencakup latar belakang masalah yang meliputi peranan dan

keberadaan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa, pembahasan dan perumusan

masalah, sasaran, tujuan dan manfaat serta metodologi yang meliputi metode dan

sistematika pembahasan.

2. BAB II (LANDASAN TEORI)

Mengemukakan tentang landasan teori tentang proyek desain interior

gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang meliputi tentang persyaratan ruang

(26)

commit to user

mencakup pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang,

sistem interior, sistem keamanan, dll serta merupakan hasil studi observasi di

lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai

bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain

interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.

3. BAB III (TINJAUAN LAPANGAN)

Merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas

pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan

pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni

tradisional Jawa.

4. BAB IV (PROGRAM DAN IDE GAGASAN)

Perancangan yang diperoleh dari kajian teori dan hasil observasi lapangan

yang merupakan titik tolak dasar konsep perencanaan dan perancangan interior

ruang utama pertunjukan dan ruang pendukung lainnya pada gedung pertunjukan

seni tradisional Jawa.

5. BAB V (KESIMPULAN)

Merupakan kesimpulan dari proses analisis sekaligus merupakan konsep

(27)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Judul

Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai

berikut:

Interior : Ruang dalam suatu bangunan

(Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195)

Desain Interior : Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang

interior dalam bangunan.

(Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46)

Seni pertunjukan : Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas

dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam

berbagai ruang.

(Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai,

Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23)

Eklektik : Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior

sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari

beragam selera gaya.

(http:okezone.com)

Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di

Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan,

(28)

commit to user

kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas

dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam

suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk

melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain

interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.

B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan

1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater

Kata “teater” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan.

Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “theatron” yang berarti “tempat

pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari

itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan

manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media

utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya

(seni). Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi

ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa.

Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut :

a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain)

b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa)

c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran)

d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik)

e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata

rias)

Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk

(29)

commit to user

ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater

paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :

Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua,

muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap

dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui.

Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta

menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan

dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak

lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk

mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang

sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan.

Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan

wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya

berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya

berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau

setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat

pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain

dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau

terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada.

Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa

penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang

terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu,

penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan

(30)

commit to user

Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan

teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat

dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan. (Yuni

Kristanti, 2008, Hal: 29-31)

2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan

Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang

senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu

pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan

seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis

dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi:

Akting area atau panggung

Auditorium atau ruang penonton

Auxilary working storage atau penunjang

Storage space atau ruang pengadaan/gudang

Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling

mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan/ aktivitasyang

berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai

hubungan berantai dalam proses interaksi.

Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan

menjadi tiga bagian sebgai berikut:

a. Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk

menampung penonton.

b. Ruang penunjang, berupa reception (bagian penerimaan) yang terdiri

(31)

commit to user

c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap,

daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja,

ruang latihan, dan sebagainya.

Adapun kebutuhan ruang pertunjukan secara umum dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari:

Raung persiapan (Auxilary working storage), ruang yang

berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk

daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi

suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat

mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima

penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang

ditujukan ke panggung.

Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang

pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga

digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil.

Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang

dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini

terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton

melihat pertunjukan telah berlangsung.

b. Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari:

Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula

(32)

commit to user

Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto

pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk

menunjukkan arah keluar dan masuk.

Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan

merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai,

duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu

pertunjukan dimulai.

Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu

ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung

menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan

auditori yang memadai.

Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada

pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian

pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui

penonton.

Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi

Pembagian Jenis

- Proscenium dan apron

- Pit atau orchestra

(33)

commit to user

Perangkat ruang

pendukung

a. Gudang

b. Ruang untuk alat dekor

c. Ruang untuk gladi

Storage, scenary space

Tabel. 1.

Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi

Sumber : skripsi Yuni Kristansi. 2008. Perancanga n dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa

UNS

3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)

a. Interior Panggung

Panggung (stage) adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi

utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji

untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi

panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung

permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan

dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini

umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi.

Menurut Christina E. Mediastika, Ph.D dalam bukunya “Akustika

Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton,

panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis:

1) Panggung Proscenium

Bentuk dan peletakan panggung yang disebut proscenium adalah

peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji

dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada

panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah

tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan

(34)

commit to user

disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model

sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti

misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik. (Christina

E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94)

2) Panggung Terbuka

Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua

auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung

terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari

panggung proscenium yang memiliki sebagian area panggung menjorok

ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk

menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat

peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada

panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung

terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang

beratap.

3) Panggung Arena

Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah

penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di

samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini

biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi.

Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan

baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton

pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.

(35)

commit to user

Bentuk panggung extended adalah pengembangan dari bentuk

proscenium yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian

pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping,

sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk

panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari

beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula

dilengkapi denagn sajian lawak/komedi. Masing-masing bagian sajian

tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga

persiapan set (dekorasi) masing-masing panggung tidak saling

mengganggu.

b. Panggung dan Perlengkapannya

Perlengkapan panggung sebagai berikut :

1) Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan

panggung yang diperlukan untuk orkes.

2) Apron atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang

paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok

ke auditorium.

3) Pelengkung proscenium, yaitu lubang proscenium yang

memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya

disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak

perlu dilihat penonton.

4) Layar asbestos, yaitu layar dibelakang proscenium yang tahan api

(36)

commit to user

tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang

panggung.

5) Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting

dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat

panggung beum dibuka.

6) Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar

dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar

utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang

hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak.

7) Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu

dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik

kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium.

8) Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih

yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun

secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara

diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara

vertical.

9) Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil

dan sempit. Digunakan oleh teater – teater lama pada kereta – kereta

Teater Keliling abad 19.

10) Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas

panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih

besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan

(37)

commit to user

11) Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga

untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini

tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat (slink) pada sistem

bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau

diturunkan menurut kebutuhan.

12) Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet

letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan

memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan

keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya.

13) Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan

yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul

keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja

mulai dari batang gantungan menuju ke para – para masuk kebiji

kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan.

14) Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya

dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar

belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman

yang luar biasa.

15) Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah

permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet

tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau

kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan

termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan

(38)

commit to user a. Pengertian Auditorium

Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium

(tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya

penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas

yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan

jenisnya menjadi:

a. AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan

aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat

besar. Kriteria waktu dengung 0 – 1 detik, idealnya 0,5detik.

b. AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium

dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari.

Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi

auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung

aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal

1,5detik.

c. AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak

dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun

sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran

produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian

interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap

kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem

geser (sliding), sistem gulung (rolling) dan sistem bongkar pasang

(knockdown).

(39)

commit to user C. Tinjauan Khusus Interior Sistem

1. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior.

Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan

berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta

suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan

antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan

penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan.

Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki

fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan

pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah

menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu

sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi

semakin meningkat.

a. Macam-macam Sumber Cahaya

1) Sumber Cahaya Alami (Natural Lighting)

Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan

yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari. Sifat dari

sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit

hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi

dari adanya sistem pencahayaan alami adalah:

Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari

Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik

(40)

commit to user

Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu

pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami

dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus

menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan

buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi

menjadi 2 yaitu :

Sistem pencahayaan alami langsung (direct lighting)

Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa

adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam

ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain

seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur

estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk

masuknya cahaya matahari.

Sistem pencahayaan alami tak langsung (indirect ligthting)

Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan

tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari.

Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda

pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam

ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar

matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda

lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari

pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur

estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut.

(41)

commit to user

Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan,

seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya. Sifat

dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada

waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu

ruangan / bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan:

Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau

pencahayaan siang hari.

Digunakan bersama dengan natural light untuk mereduksi terang

gelapsumber cahaya langit.

Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan

kebutuhan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain,

cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer,

intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh

suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari,

intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan

waktu.

b. Fungsi Pencahayaan

Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat ruangan

tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami

fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya.

Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu general lighting (sumber

(42)

commit to user

dan decorative/a ccent lighting (dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek).

Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) General Lighting

General lighting atau kadang disebut ambience lighting

merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di

seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan

utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang.

Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang

memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh

bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang

di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di

setiap sudut-sudut ruang yang dinyalakan bersamaan sehingga

menghasilkan pencahayaan merata.

Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke

segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung

(indirect light/lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya

sendiri tersembunyi). Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan

bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata,

baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar.

General lighting juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang

tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan

mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di

tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang

(43)

commit to user

2) Task Lighting

Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk

mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti

membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan

untuk task lighting sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat

diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien, task lighting

sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan.

Menurut hokum kebalikan kuadrat (inverse square la w) dari ilmuoptika

dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi

terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu

empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang

sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga

segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama

mengenai panas dan silaunya lampu.

Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit

pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang.

3) Decorative/accent lighting

Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi

estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada

ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi

dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang

disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih

banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau

(44)

commit to user

daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang

telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik

atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan

dengan tema ruang yang ada.

c. Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan

Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada

daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung.

1) Fungsi Penerangan Panggung

Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan

adegan yang dipertunjukkkan.

Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap

pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang,

Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung

Untuk membentuk efek – efek pada panggung.

2) Area Pencahayaan Panggung

Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu :

Lighting The Actor

Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain/

pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu

jenis Follow Spot Light, Reflector Spot Light, dan Profile Spot Light.

Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan

diletakkan di lantai.

(45)

commit to user

Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi/

memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung

biasa digunakan lampu jenis Fresnel Spot Light, Fresnel Down

Light, Border Light, dan Striplight. Letak lampu tersebut ada yang

digantung, atau ditanam pada lantai.

Lighting The Background & Effect

Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung/ latar

belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung

biasa digunakan lampu jenis Striplight, Fresnel Light, Border Light,

Fan Light, dan Rotary Light. Tata letaknya ada yang digantung,

diletakkan pada lantai atau dengan stand.

3) Jenis Lampu Panggung

Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan

di panggung diantaranya :

“Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung

dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat

diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi

(500-1500 watt).

“Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir

panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak

menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah

panggung.

“House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit –

(46)

commit to user

Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control

cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut

dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 99-101)

2. Penghawaan

Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk

kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi,

penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang

disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada

dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman. Dilihat dari cara

kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu :

Ventilasi alamiah

Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan

aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada

faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang

bergerak, orientasi wadah kegiatan.

Ventilasi buatan

Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin

dan lain sebagainya.

Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan

yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik

yang tidak baik.

Standart kenyamanan ruang :

- Temperatur udara : 180-250 C

(47)

commit to user

- Pergerakan udara : 0,1-0,5 m/detik

Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner (AC) yang macamnya terdiri dari :

- Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana

sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak.

- Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang,

sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang.

- Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan

keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke

ruang-ruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser. (Pamudji

Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85)

3. Akustik

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang

auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang

dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di

dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:

Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton,

baik ruang penonton lantai satu maupun balkon.

Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan,

toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dan lain-lain.

Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali

udara, gudang peralatan, dan lain-lain.

Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk

(48)

commit to user

hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara

mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan

dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang

servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau

cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung,

peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium.

Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung

ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E.

Mediastika, Ph.D, 2005: 93)

a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup

Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai

permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah

persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium :

1) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian

auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh.

2) Energi bunyi harus didistribusikan secara merata (terdifusi) dalam

ruang.

3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium

untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai

penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain.

4) Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang

berkepanjangan (long delayed) reflection, gaung, pemusatan bunyi,

(49)

commit to user

5) Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus

dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian

ruang.

Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung

pertunjukan adalah sebagai berikut :

1) Kekerasan yang cukup

Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn

auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan

sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam

sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh

penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya,

maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga

gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah

gedung pertunjukan.

Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain

menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi

lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila

pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas

untuk ruang – runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung

pertunjukan yang terbuka.

2) Difusi bunyi

Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara

(50)

commit to user

bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat

digunakan cara sebagai berikut ini :

- Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur (langit –

langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan) harus banyak

digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi

dalam ruang.

- Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan

yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk

ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan

bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian

meningkatkan faktor difusi di dalam ruang.

- Penggunaan akustik diffuser (penyebar akustik) dalam ruangan

relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang

tersebut.

3) Pengendalian dengung

Dengung dalam sebuah ruangan disebabkan karena

pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup

banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula

factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan

tersebut. Pengendalian dengung dapat dilakukan dengan

memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

(51)

commit to user

- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka

semakin rendah RT (waktu dengung dalam detik).

4) Cacat akustik

Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium

adalah :

a) Gema

Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema

merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan

cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang

minimum sebesar 1/25-1/10 detik terjadi antara bunyi pantul

denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang

sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung

pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan

dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan

balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding.

Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur

permukaan pemantul dalam ruang potensial yang

menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu :

- Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul

yang menyebabkan cacat bunyi.

- Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar.

- Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu

tanda pemantulan yang singkat (Leslei L. Doelle & Lea

(52)

commit to user

b) Gaung

Gaung terdiri dari gema – gema kecil yang berurutan

dengan cepat dan dapat dicermati dengan indera pendengar kita.

Misalnya bunyi tepuk tangan atau bunyi ledakan kecil, dengan

melakukan eliminasi permukaan pemantulan yang sejajar atau

berhadap – hadapan serta melakukan pemasangan bahan

penyerap bunyi pada dinding pemantul, dapat mengurangi dan

menghilangkan gaung.

c) Pemusatan bunyi

Pemusatan bunyi disebabkan karena pemantulan bunyi

terhadap permukaan cekung, sehingga mengakibatkan

munculnya suatu lokasi khusus di daerah penonton yang disebut

sebagai hot spot, yang pada lokasi tersebut mempunyai

intensitas cukup tinggi. Bila tidak dihindari penggunaan ruang

cekung dan tidak terputus, maka pemusatan bunyi diatasi

dengan mengarahkan titik hot spot ke atas penonton atau

menggunakan lapisan penyerap bunyi di sepanjang permukaan

lengkung tersebut serta penggunaan system pengeras suara yang

tepat agar dapat mengeliminasi cacat akustik tersebut.

d) Ruang Gandeng

Ruang gandeng biasanya sering terjadi pada dengung

dengan penataan ruang yang mengakiatkan beberapa ruang

dapat terhubung langsung dengan ruang pertunjukan, misalnya

Gambar

Tabel. 1.  Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Tabel. 6 Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Tabel. 7 Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI
   - membeli tiket table - Counter locket
+2

Referensi

Dokumen terkait

Solo Art Theatre , sebagai wadah pertunjukan seni teater dan seni budaya tradisional yang berarti adalah sebuah tempat atau bangunan yang dapat menampung kegiatan

Proyek “ Gedung Pertunjukan Teater Tradisional Jawa di Surabaya ” ini diharapkan menjadi media bagi seniman muda Indonesia yang kini berjuang untuk menjaga kelestarian

Tari tradisional M elayu m erupakan sa lah satu kesenian yang m asih banyak dim inati oleh pelaku seni, hal tersebut dibuktikan denga n banyaknya sanggar -sanggar

Diagram hubungan kelompok ruang Galeri Seni Pertunjukan Jawa di Surakarta ...62.

Surakarta sudah memiliki fasilitas yang mewadahi aktivitas

Perancangan Pusat Kesenian di Surabaya dengan memberikan fasilitas yang dapat mewadahi untuk pertunjukan berbagai macam cabang kesenian, serta rekreasi seni dan budaya di

Desain Interior Museum Pawon Tradisional Jawa di Surakarta Dengan Pendekatan Modern Evokatif merupakan perancangan sebuah bangunan yang berbentuk museum sebagai

Abstrak — Taman Seni dan Pusat Pelatihan Kebudayaan Tradisional Jawa Timur di Kediri ini merupakan sebuah fasilitas yang mewadahi kegiatan pertunjukan serta