ANALISIS PENGARUH RASIO ROA, ROE, NOM, BOPO DAN
FDR TERHADAP JUMLAH PENGELUARAN ZAKAT PADA
BANK UMUM SYARIAH PERIODE (2012-2016)
SKRIPSIDiajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Annisaul Khoeriyah
NIM: 11140810000136
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS PENGARUH RASIO ROA, ROE, NOM, BOPO DAN
FDR TERHADAP JUMLAH PENGELUARAN ZAKAT PADA
BANK UMUM SYARIAH PERIODE (2012-2016)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Annisaul Khoeriyah NIM: 11140810000136 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II `
Dr. Desmadi Saharuddin, M.A. Amalia, SE, MSM NIP: 19720711 200501 1 007 NIP: 19740821 200901 2 005
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
1439 H/2018.
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin, 11 September 2017 telah dilakukan Ujian Komprehenshif atas mahasiswa:
1. Nama : Annisaul Khoeriyah
2. NIM : 11140810000136
3. Jurusan : Manajemen/MIPS
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Rasio ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR Terhadap Jumlah Pengeluaran Zakat Pada Bank Umum Syariah Periode (2012-2016)
Setelah menemui dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dan Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 September 2017
1. Aini Masruroh., SEI, MM ( )
NIP. Penguji I
2. Rahmat Gunawan, SE., M.Si ( )
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, 25 April 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa:
1. Nama : Annisaul Khoeriyah
2. NIM : 11140810000136
3. Jurusan : Manajemen/MIPS
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Rasio ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR Terhadap Jumlah Pengeluaran Zakat Pada Bank Umum Syariah Periode (2012-2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan skripsi ini di terima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 April 2018
1. Titi Dewi Warninda, SE., Msi ( ) NIP. 19690528 2008012010 Ketua
2. Dr. Desmadi Saharuddin, M.A ( ) NIP. 19720711 200501 1 007 Sekretaris
3. Dr. Desmadi Saharuddin, M.A ( ) NIP. 19720711 200501 1 007 Pembimbing I
4. Amalia, SE, MSM ( ) NIP. 19740821 200901 2 005 Pembimbing II
5. Dr. Hj Pudji Astuti, SE., MM ( ) NIP. 0311065804 Penguji Ahli
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang Bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Annisaul Khoeriyah
Nomor Induk Mahasiswa : 11140810000136
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen/MIPS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa menyebutkan pemiik karya.
4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 24 Januari 2018
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Annisaul Khoeriyah
Tempat/Tanggal Lahir : Pamekasan, 13 November 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemanggisan Pulo II RT.004/RW.009 No.14
Kelurahan Palmerah, Kecamatan Palmerah, Jakarta
Barat
No Telp : 087705667441
Riwayat Pendidikan : CCIT FT-UI, Depok (2013-2014)
MAN 22, Jakarta Barat (2010-2013)
MTS Al Mardliyyah, Jawa Timur (2007-2010)
MI Nurul Huda, Jakarta Barat (2002-2007)
Data Orang Tua
Nama
Ayah : Solehoddin
Ibu : Kholisah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta/Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Kemanggisan Pulo II RT.004/RW.009 No.14
ANALISIS PENGARUH RASIO ROA, ROE, NOM, BOPO DAN
FDR TERHADAP JUMLAH PENGELUARAN ZAKAT PADA
BANK UMUM SYARIAH PERIODE (2012-2016)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh return on assets (ROA), return on equity (ROE), net operating margin (NOM), biaya operasional (BOPO), dan financing to deposit ratio (FDR) terhadap jumlah pengeluaran zakat secara parsial maupun simultan pada Bank Umum Syariah periode 2012-2016. Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia selama 5 tahun (2012-2016). Penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Setelah diseleksi, populasi sasaran berjumlah 7 bank,
diantaranya yaitu Mandiri Syariah, BRI Syariah, Muamalat, BNI Syariah, Mega Syariah, Victoria Syariah, BCA Syariah. Metode analisis yang digunakan adalah regresi data panel. Model yang terpilih adalah Fixed Effect, kemudian diuji dengan uji t dan uji f dengan tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel return on assets (ROA), net
operating margin (NOM), biaya operasional (BOPO), dan financing to deposit ratio (FDR) memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah pengeluaran zakat
secara parsial. Sedangkan return on equity (ROE) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah pengeluaran zakat secara parsial. Secara simultan diperoleh bahwa return on assets (ROA), return on equity (ROE), net operating
margin (NOM), biaya operasional (BOPO), dan financing to deposit ratio (FDR)
secara bersama-sama mempengaruhi jumlah pengeluaran zakat. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap jumlah pengeluaran zakat sebesar 96.61% dan sisanya 3.39% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini seperti CAR, NPF, dll.
Kata Kunci: Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Operating
Margin (NOM), Biaya Operasional (BOPO), Financing To Deposit Ratio (FDR)
ANALYSIS OF INFLUENCE OF ROA, ROE, NOM, BOPO, AND
FDR AGAINST THE AMONT OF ZAKAH EXPENDITURE IN
SHARIA COMMERCIAL BANKS PERIOD (2012-2016)
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of return on assets (ROA), return on equity (ROE), net operating margin (NOM), operating costs (BOPO), and financing to deposit ratio (FDR) on the amount of zakah expenditures partially or simultaneously at Sharia commercial banks period 2012-2016. The population in this study is the Islamic Banks operating in Indonesia for 5 years (2012-2016). This study used purposive sampling method. After being selected, the target population amounted to 7 banks, are Mandiri Syariah, BRI Syariah, Muamalat, BNI Syariah, Mega Syariah, Victoria Syariah, BCA Syariah. The analytical method used is the balanced panel. The selected model is Fixed Effect Model, tested with the t test and f test with significance level 5%.
The results showed that the variable return on assets (ROA), net operating margin (NOM), operational cost (BOPO), and financing to deposit ratio (FDR) have significant influence on the amount of partial expenditure of zakat. Simultaneously, return on assets (ROA), return on equity (ROE), net operating margin (NOM), operational cost (BOPO), and financing to deposit ratio (FDR) together affect the amount of zakah expenditure.The predictive ability of the five variables to the amount of zakat expenditure is 96.61% and the remaining 3.39% is influenced by other variables not included in this research model such as CAR, NPF, etc.
Key words: Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Operating Margin (NOM), Operating Costs (BOPO), Financing To Deposit Ratio (FDR) and Zakah.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR Terhadap
Jumlah Pengeluaran Zakat Pada Bank Umum Syariah Periode (2012-2016)”.
Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kekuasaan Allah SWT yang telah memberikan ridha dan rahmat-Nya kepada penulis. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen dan Ibu Ela Patriana, MM selaku Sekretaris Program Studi Manajemen.
3. Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, MA selaku Dosen Pembimbing I atas ketersediaan waktu, tenaga dan segala ilmu yang diberikan untuk membimbing penulis.
4. Ibu Amalia, MSM selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, arahan dan nasihat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah dengan sabar dan ikhlas memberikan segala ilmu yang dimiliki.
6. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas segala bantuannya. 7. Kedua orang tua penulis tercinta, terimakasih atas segala kasih
sayang, doa dan bimbingannya.
9. Muhammad Naufal Ali yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman UIN yang telah menyemangati dan banyak memberikan motivasi serta do’a.
11. Teman-teman CCIT FTUI yang telah berjuang bersama menyelesaikan proyek TA, terimakasih atas pengalaman dan ilmunya.
12. KKN 117 2016 yang selalu bersama-sama selama 1 bulan di Desa Rabak, terimakasih atas kebersamaan dan keceriannya.
13. Seluruh sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semangat dan doa yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini memberikan manfaat dan wawasan kepada semua pihak yang membaca. Atas segala kontribusi, doa dan kebaikan kalian semua saya ucapkan terima kasih banyak, semoga Allah SWT memberikan keberkahan bagi kalian.
Jakarta, Januari 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GRAFIK... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1. Tujuan penelitian ... 7
2. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Bank Syariah ... 10
1. Prinsip Bank Syariah... 10
2. Perkembangan Bank Syariah 2012-2016 ... 12
3. Tujuan Bank Syariah ... 20
4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah... 22
5. Analisis Rasio Keuangan Bank Syariah ... 24
B. Zakat ... 30
3. Zakat Perusahaan ... 36
C. Hubungan Operasional Antar Variabel ... 40
D. Penelitian Terdahulu ... 44
E. Kerangka Pemikiran ... 48
F. Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN ... 51
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51
B. Metode Penentuan Sampel ... 52
C. Metode Pengumpulan Data... 53
D. Metode Analisis Data ... 54
E. Definisi Operasional Variabel ... 64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
B. Analisis Dekriptif ... 76
C. Analisis dan Pembahasan ... 77
D. Interpretasi Data ... 87 BAB V PENUTUP ... 92 A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 101
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perkembangan Perbankan Syariah 2012-2016 ... 13
Tabel 2. 2 Perbedaan Mendasar Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 23
Tabel 2. 3 Kumpulan Hasil Penelitian Terdahulu ... 44
Tabel 3. 1 Populasi Penelitian ... 53
Tabel 4. 1 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 76
Tabel 4. 2 Hasil Uji Chow ... 77
Tabel 4. 3 Hasil Uji Hausman ... 78
Tabel 4. 4 Hasil Uji Multikolineritas ... 80
Tabel 4. 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 81
Tabel 4. 6 Hasil Uji Autokorelasi ... 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini jumlah bank umum syariah di Indonesia sudah berjumlah 12
bank, naik dari tahun-tahun sebelumnya sehingga menunjukkan potensi
perbankan syariah di Indonesia sangat positif (Sumber:www.ojk.go.id).
Dengan meningkatnya jumlah bank syariah yang beroperasi di Indonesia.
Maka jumlah wajib zakat perusahaan akan terus meningkat. Ditinjau dari
segi bahasa, dalam Mu’jam Wasith disebutkan bahwa kata zakat
merupakan kata dasar (mashdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan
seseorang itu zaka, berarti orang itu baik (Qardhawi: 2007).
Pada perkembangannya, sebuah organisasi seperti perusahaan kini
juga dapat dikenakan atau berinisiatif untuk melakukan zakat. Beberapa
perusahaan di Indonesia sebenarnya sudah mulai mempraktikan zakat
perusahaan, jika diperhatikan zakat perusahaan ini dilaksanakan baik oleh
perusahaan yang berbasis syariah maupun perusahaan berbasis
konvensional. Lembaga perbankan syariah memang diharuskan baik dari
segi agama Islam maupun dari segi yuridis di Indonesia untuk
mengeluarkan zakat sebesar yang sudah ditentukan. Dalam hal ini zakat
total laba yang perusahaan hasilkan. UU. No. 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat menyebutkan dalam pasal 1 ayat (2) bahwa zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Dalam UU No. 38/1999 Pasal 11 Ayat 2 Poin b dinyatakan bahwa
“Perdagangan dan perusahaan merupakan harta yang dikenai zakatnya”. Secara yuridis Undang-Undang tersebut menjadi landasan bagi lembaga
perbankan syariah untuk membayar zakat. Pasal tersebut menandakan
bahwa sebuah badan usaha seperti perusahaan juga dapat menjalankan
inisiatif berzakat bagi perusahaanya. Namun sayangnya, implementasi zakat
perusahaan itu sendiri belum optimal dijalankan secara konsisten,
khususnya di sektor perbankan syariah di Indonesia (Rahmawati, 2017).
Secara eksplisit terlihat bahwa eksistensi syariah dalam organisasi
Bank Syariah ini merupakan konsekuensi logis penggunaan metafora
“amanah” dalam memandang sebuah organisasi. Dalam metafora amanah ini ada tiga bagian penting yang harus diperhatikan yaitu: pemberi amanah,
penerima amanah dan amanah itu sendiri. Pemberi amanah dalam hal ini
adalah Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta, sehingga dalam semua aktifitas
bisnisnya bank syariah (sebagai penerima amanah) dengan kesadaran diri
(self-conscioursness) selalu berorientasi kepada nilai-nilai dan keinginan
dari sang pemberi amanah (the will of God). Dalam bentuk yang lebih
operasional, metafora “amanah” bisa diturunkan menjadi metafora “zakat” atau realitas organisasi yang dimetaforakan dengan zakat (a zakat
methsphorarised organisational reality). Dengan orientasi zakat ini,
perusahaan berusaha untuk mencapai “angka” pembayaran zakat yang
tinggi, dengan demikian laba bersih (net profit) tidak lagi menjadi ukuran
kinerja (performance) perusahaan, tetapi sebaliknya zakat menjadi ukuran
kinerja perusahaan (Sari: 2014).
Orientasi pada zakat (zakat oriented) ini bukan berarti perusahaan
merupakan mencari laba dari sisi ekonomis, tetapi pencapaian laba yang
maksimal adalah sasaran antara dan pencapaian zakat adalah tujuan
akhirnya (ultimate goal). Untuk mengetahui perhitungan dana zakat dan
kinerja perusahaan diperlukan adanya laporan keuangan secara umum yang
sudah berlaku. Laporan keuangan ini disampaikan perusahaan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui perhitungan harta yang dikenakan zakat,
laba yang dikenakan zakat dan jumlah aset yang harus dizakati. Laporan
keuangan menyajikan hal-hal penting dari pribadi perusahaan yang berupa
laba, tetapi dari laba dan kekayaan bersih yang diperolehnya dialokasikan
sebagai zakat. Zakat yang dibayarkan mencerminkan kepedulian perusahaan
kepada kesejahteraan pemilik saham karena dikenakan dari laba dan
kekayaan perusahaan (Muammar: 2010).
Bank umum syariah sebagai lembaga keuangan yang bergerak di
bidang jasa keuangan syariah sudah seharusnya mengeluarkan zakat yang
sesuai dengan aturan islam dan aturan perundangan-undangan sehingga
tujuan kemaslahatan dan keberkahan dapat dicapai. Apalagi menurut UU
demikian bank syariah sebagai lembaga bisnis tentunya akan
mempertimbangkan kondisi kinerja keuangan dalam melakukan kebijakan
apapun termasuk mengeluarkan zakat (Sari: 2014).
Return On Asset (ROA) merupakan ukuran kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan, sehingga ROA sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis.
ROA adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank menghasilkan laba
bersih bagi semua investor dari modal yang diinvestasikan dalam keseluran
aktiva (Muhammad: 2005).
Return Of Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendri. Rasio ini
menunjukan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai
buku para pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik,
artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya
(Kasmir dan Jakfar: 2009).
Net Operating Margin (NOM) merupakan rasio utama Rentabilitas
pada bank syariah untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam
menghasilkan laba. Net Operating Margin juga dapat diartikan rasio
rentabilitas untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam
menghasilkan laba melalui perbandingan pendapatan operasional dan beban
operasional dengan rata-rata aktiva produktif (Nur’aini: 2013).
Biaya Opersional (BOPO) merupakan rasio biaya operasional yang
melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya: 2009). Variabel ini
diharapkan memiliki hubungan positif dengan margin bank. Rendahnya
BOPO mencerminkan kualitas manajemen yang tinggi pada bank. Semakin
rendah rasio ini semakin bagus karena bank menghasilkan banyak
pendapatan operasional dari pengelolaan aktivanya dengan biaya
operasional yang rendah (Antonio: 2009).
Financing Deposito To Ratio (FDR), yaitu seberapa jauh pemberian
kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk
segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya
yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi
rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana
yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar
(Dendawijaya: 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Muammar (2010) di Indonesia
menunjukkan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan Return On
Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) berpengaruh terhadap zakat
secara simultan. Sedangkan secara parsial bahwa Return On Asset (ROA)
berpengaruh terhadap zakat, kecuali Return On Equity (ROE) tidak
berpengaruh terhadap zakat secara parsial. Dan penelitian yang dilakukan
oleh Mohammed B. Yusoff (2011) di Malaysia menunjukkan bahwa
Dalam penelitian ini akan dibahas kinerja perusahaan dari sisi
profitabilitas yaitu Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net
Operating Margin (NOM), Biaya Operasional (BOPO) dan dari sisi
likuiditas yaitu Financing to Deposit Ratio (FDR) dalam mengukur jumlah
pengeluaran zakat. Sehingga implikasi manajemen yang diharapkan adalah
perusahaan secara kesadaran sendiri dapat mengambil sebuah kesimpulan
bahwa apabila perusahaan berorientasi pada zakat sebenarnya berorientasi
pada kinerja perusahaan secara keseluruhan, sebab untuk meningkatkan
jumlah pengeluaran zakat perusahaan harus terlebih dahulu meningkatkan
kinerja perusahaannya.
Alasan peneliti mengambil obyek penelitian pada Bank Umum
Syariah adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang Bank Umum Syariah
dalam mengeluarkan zakat dari hasil keuntungan bersih yang diperolehnya
dari tahun ke tahun, apakah mengalami kenaikan ataupun sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan menganalisa tentang seberapa jumlah pengeluaran
zakat yang dipengaruhi oleh rasio profitabilias. Oleh sebab itu, peneliti
mengambil judul penelitian “Analisis Pengaruh Rasio ROA, ROE, NOM,
BOPO dan FDR Terhadap Jumlah Pengeluaran Zakat Pada Bank Umum Syariah Periode (2012-2016)” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh ROA secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah?
2. Apakah terdapat pengaruh ROE secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah?
3. Apakah terdapat pengaruh NOM secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah?
4. Apakah terdapat pengaruh BOPO secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah?
5. Apakah terdapat pengaruh FDR secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah?
6. Apakah terdapat pengaruh ROA, ROE, NOM, BOPO, dan FDR secara
simultan terhadap jumlah pengeluaran zakat pada Bank Umum
Syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Agar penelitian ini dapat dicapai hasil seperti apa yang
diharapkan dapat terlaksana baik dan terarah. Adapun tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
b. Untuk menganalisis pengaruh ROE secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah.
c. Untuk menganalisis pengaruh NOM secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah.
d. Untuk menganalisis pengaruh BOPO secara parsial terhadap
jumlah pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah.
e. Untuk menganalisis pengaruh FDR secara parsial terhadap jumlah
pengeluaran zakat pada Bank Umum Syariah.
f. Untuk menganalisis pengaruh ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR
secara simultan terhadap jumlah pengeluaran zakat pada Bank
Umum Syariah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Bagi Lembaga Keuangan Syariah
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan atau masukan yang bermanfaat untuk mengelola
dana pengeluaran zakat perusahaaannya.
2. Manfaat Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
akademisi sebagai bahan untuk mengembangkan penelitian terkait
dengan pengaruh rasio ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR
3. Manfaat Bagi Masyarakat Umum
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam mengetahui jumlah zakat yang dikeluarkan oleh perushaan
yang berdasarkan persentase keuntungan perusahaan itu sendiri.
4. Manfaat Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan serta pengetahuan dalam hal
analisis rasio ROA, ROE, NOM, BOPO dan FDR dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank Syariah
1. Prinsip Bank Syariah
Semua hukum yang ditentukan oleh Allah Swt. memiliki maksud
dan tujuan bagi kemaslahatan manusia. Maqashid syariah merupakan
ilmu terapan dalam melakukan ijtihad [upaya] guna melahirkan
pendapat yang tidak bertentangan dengan syariat [hukum] untuk
mewujudkan kebaikan dan membentengi keburukan. Maqashid syariah
mencakup pemeliharan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
(Ikatan Bankir Indonesia, 2014:5).
Menurut Abdul Wahab al-Khallaf, pengetahuan maqasid al syariah
sangat penting untuk memahami redaksi Al-Qur’an dan sunah Rasul,
menyelesaikan dalil yang bertentangan, dan menetapkan hukum yang
tidak tertampung dalam Al-Quran dan hadits dalam kajian kebahasaan.
Metode istinbat [usaha membuat keputusan hukum syarak], seperti
qiyas [menyamankan suatu hukum terhadap perkara yang baru yang
belum ada sebelumnya], istihsan [kecenderungan pada sesuatu karena
dianggap lebih baik], dan maslahah al-mursalah [untuk kemaslahatan]
adalah metode pengembangan hukum islam berdasarkan maqashid
al-syariah. Misalnya qiyas dapat diterapkan akibat logika hukumnya,
memabukkan dan merusak akal sehingga setiap yang memabukkan
adalah haram (Ikatan Bankir Indonesia, 2014:6).
Bank syariah merupakan Islamic Financial Institution dan lebih
dari sekadar bank [beyond banking] yang berlandaskan Al-Qur’an dan
hadits [tuntunan Rasulullah Muhammad saw.] yang mengacu pada
prinsip muamalah, yakni sesuatu itu boleh dilakukan, kecuali jika ada
larangannya dalam Al-Qur’an dan hadits yang mengatur hubungan
antarmanusia terkait ekonomi, sosial, dan politik (Ikatan Bankir
Indonesia, 2014:7).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah dinyatakan bahwa bank syariah menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan mengacu pada fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang, dalam hal ini Dewan
Syariah Nasional [DSN] dan di bawah Majelis Ulama Indonesia
[MUI].
Bank syariah pun menjalankan fungsi penghimpunan dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Organisasinya dilengkapi Dewan
Pengawas Syariah [DPS] guna menjamin bahwa operasionalnya tidak
menyimpang dari kaidah syariah (UU No 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah).
Penempatan dana di bank syariah bersifat investasi sehingga
bisnis bisa menguntungkan atau mengalami kerugian sebagai
konsekuensi investasi. Yang bisa dipastikan hanya porsi bagi hasil
[nisbah] antara bank dengan nasabah dalam bentuk persentase.
Sedangkan penempatan dana di bank konvensional selama ini kurang
mengandung risiko karena perolehan berupa bunga yang relatif pasti
dan tetap. Prinsip investasi yang berlaku di bank syariah dapat
menciptakan harmonisasi perbedaan kepentingan antara penyimpan
dana yang ingin mendapatkan return tinggi, pemegang saham yang
berharap spread besar untuk mengoptimalkan interest difference agar
bank memperoleh keuntungan besar, serta keinginan pemakai dana
dengan tuntutan tingkat bunga rendah (Ikatan Bankir Indonesia, 2014:
7).
2. Perkembangan Bank Syariah 2012-2016
Jumlah penduduk yang besar dengan mayoritas beragama Islam
menjadikan perbankan syariah Indonesia memiliki potensi besar untuk
berkembang. Namun, secara faktual pangsa pasar perbankan syariah di
Indonesia masih kecil. Pada tahun 2012-2016 pertumbuhan perbankan
syariah mengalami perlambatan yang disebabkan antara lain karena
kondisi perekonomian, adanya proses konsolidasi internal, kendala dari
faktor internal perbankan syariah lainnya seperti kapasitas SDM,
jaringan kantor, dan infrastruktur lainnya (Sumber: OJK,2016). Kondisi
perbankan syariah tersebut dapat dilihat pada data OJK sebagaimana
Tabel 2.1
Perkembangan Perbankan Syariah 2012-2016
Keterangan 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Bank (Kantor Pusat) 193 197 197 197 200
BUS 11 11 12 12 12 UUS 24 23 22 22 21 BPRS 158 163 163 163 166 Jaringan Kantor (KC, KCP, KK) 2663 2990 2910 2727 2654 BUS 1745 1869 1990 1998 2151 UUS 517 590 320 311 332 BPRS 401 402 439 446 453 Jumlah SDM 31,578 42,591 49,411 51.027 60.019 Total Aset 199,71 248,11 278,90 304,00 365,6 Pertumbuhan Aset 34,04% 24,24% 12,41% 9,00% 20,28% Pertumbuhan Pembiayaan 43,41% 24,82% 8,35% 7,06% 16,41% Pertumbuhan DPK 28,03% 24,43% 18,53% 6,37% 20,84% Sumber:OJK, 2016
Dari data di atas dapat dilihat, meskipun pertumbuhan jumlah bank,
jumlah kantor, dan jumlah SDM perbankan syariah cenderung
mengalami kenaikan, terutama pada BUS dan bank perkreditan rakyat
syariah (BPRS), namun pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak
ketiga (DPK) yang pada kurun waktu tahun tahun 2012 sampai dengan
dan jumlah jaringan kantor yang terdirri dari kantor cabang dan cabang
pembantu yang jumlahnya cenderung menurun sejak tahun 2014.
Menurut Rahardjo, banyak faktor yang menyebabkan pertumbuhan
UUS kurang maksimal, beberapa di antaranya adalah kurangnya fitur
produk, banyaknya kebijakan kantor pusat UUS yang kurang kondusif,
operasional UUS tidak efisien, sinergi dengan induk jauh dari harapan,
dan hubungan kerja kurang saling mendukung. Melihat kondisi UUS
tersebut dan sebagai implementasi dari amanah UU perbankan Syariah,
pilihan melakukan spin-off menjadi BUS patut dipertimbangkan dan
harus dipersiapkan oleh bank umum konvensional secara lebih dini.
Spin-off UUS diharapkan akan membawa pengelolaan usaha syariah
menjadi lebih fokus dan mandiri (Rustam, 2015).
Pasal 68 UU Perbankan Syariah dan PBI tentang UUS secara tegas
telah menentukan wajib spin-off UUS dari bank umum konvensional
sebagai induknya paling lambat pada Juli 2023. UUS sebagai bagian
tidak terpisahkan dari perseroan induknya dalam menjalankan
kegiatannya selain tunduk pada UU Perbankan Syariah juga tunduk
pada UU Perseroan Terbatas. Oleh karenanya secara umum
pelaksanaan spin-off UUS juga mengacu pada ketentuan tentang
pengalihan yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas.
UU Perseroan Terbatas mengenal pengalihan secara murni dan
tidak murni. Lebih lanjut UU Perseroan Terbatas menentukan bahwa
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi harus
berkonsultasi dengan para kreditur. Apabila kreditur berkeberatan
dengan rencana tersebut, rencana tersebut harus disampaikan dalam
RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian belum
tercapai, maka pemisahan tidak dapat dilaksanakan (Ginting,
2007:149).
Ketentuan Pasal 68 UU Perbankan Syariah PBI tentang UUS juga
mengatur persyaratan spin-off, baik persyaratan yang bersifat
mandatory maupun voluntary. Persyaratan mandatory UUS
sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) PBI tentang UUS meliputi
nilai aset telah mencapai 50% dari aset bank umum konvensional
induknya atau paling lama 15 tahun sejak berlakuknya UU Perbankan
Syariah, yaitu pada 2023. Sedangkan persyaratan voluntary spin-off
adalah spin-off UUS dapat dilakukan sebelum kondisi pada ketentuan
Pasal 40 ayat (1) terpenuhi sepanjang memenuhi persyaratan dalam PBI
yang mengatur tentang UUS (Pasal 40 ayat (2) PBI tentang UUS).
Pasal 3 ayat (3) PBI tentang UUS menentukan bahwa dalam
memberikan izin pembentukan UUS, BI selain mempertimbangkan
komitmen bank umum konvensional dalam membentuk UUS dan
analisis kelayakan pembentukan UUS, analisis kemampuan permodalan
bank umum konvensional juga mempertimbangkan analisis pemenuhan
aspek hukum terhadap pemidahan UUS menjadai BUS. Dengan
konvensional induk seharusnya memperoleh prediksi penilaian layak
untuk paling lambat pada 2023 melakukan spin-off. Artinya bank umum
konvensional yang mengajukan pembentukan UUS menyadari bahwa
UUS terbentuk bersifat sementara dan dikemudian hari (paling lambat
2023) harus siap menjadi BUS atau dicabut izin UUS-nya dan wajib
menyelesaikan kewajiban sebagai UUS paling lambat 1 (satu) tahun
sejak tangggal pencabutan izin UUS, sesuai ketentuan Pasal 43 ayat (1)
dan ayat (2) PBI tentang UUS.
Terkait dengan persyaratan permodalan UUS yang akan melakukan
spin-off minimal harus memiliki modal Rp500 miliar (Pasal 45 PBI
tentang UUS) dan modal tersebut wajib ditingkatkan secara bertahap
menjadi paling kurang Rp 1 triliun paling lambat 10 tahun setelah izin
usaha BUS diberikan. Sedangkan modal bank umum konvensional
induk minimal Rp2.5 triliun sesuai ketentuan batas maksimum
penyertaan modal (untuk BUKU II maksimal penyertaan 20 persen dari
modal).
Wajib spin-off bagi seluruh UUS paling lambat pada tahun 2023,
membutuhkan kesiapan pelaku usaha perbankan dalam memenuhi
persyaratan ketentuan spin-off. Menurut Asbisindo, beberapa kendala
seperti keterbatasan permodalan menjadi alasan bagi Asbisindo
mengusulkan agar Pemerintah mempertimbangkan kembali
pemberlakuan itu menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pelaksanaan
kurangnya komitmen dari bank umum konvensional sebagai induk
UUS untuk men-spin-off UUS. Data OJK menunjukan dari tahun 2008
sampai dengan 2016 baru 5 UUS yang telah spin-off. Kedua: sebagian
bank umum konvensional dari UUS belum memiliki road-map yang
jelas. Ketiga: permodalan beberapa bank umum konvensional induk
UUS masih terbatas.
Mengacu pada potensi besar yang dimiliki Indonesia untuk
mengembangkan perbankan syariah, pembentukan BUS melalui
spin-off UUS merupakan peluang atau kesempatan untuk mengembangkan
dan memperkuat praktik perbankan syariah. Namun, harus pula
disikapi, kemungkinan spin-off tidak berjalan secara mulus dikarenakan
faktor-faktor penyebab sebagai berikut (Rongiyati, 2015):
a. Rendahnya sinkronisasi (alignment) kebijakan dan
pelaksanaan strategi bank induk (yang fokus pada bisnis
konvensional) dengan UUS.
b. Brand awareness dan top of mind masyarakat rendah sebagai
akibat belum dilakukannya program komunikasi yang
memadai.
c. Kebutuhan SDM baik di kantor pusat (UUS) maupun kantor
cabang syariah belum terpenuhi, karena rendahnya alignment
dan mis-match prioritas induk dan UUS.
d. Optimalisasi penggunaan kewenangan limit pembiayaan yang
Bila melihat kemungkinan munculnya faktor-faktor tersebut di atas,
maka ada beberapa alasan mengapa startegi perlu dipertimbangkan
dalam rencana spin-off UUS tersebut, yaitu:
a. Memanfaatkan momentum konsolidasi perbankan nasional
yang sedang berlangsung. Dalam kondisi konsolidasi,
ketentuan permodalan masih relatif longgar, dan kalaupun jalur
akusisi yang diambil, bank yang tersedia untuk diamil alih
masih relatif banyak dengan harga reasonable.
b. Pangsa pasar dan pencapaian kinerja BUS lebih baik dari UUS
secara umum karena penetapan strategi BUS yang lebih mudah
dibanding UUS, karena jumlah stakeholder terbatas. BUS juga
memilki independensi yang tinggi dalam penentuan target dan
pengembangan kapasitas operasional.
c. BUS memiliki kemudahan melakukan cost efficiency, proses
migrasi sistem atau SDM, dan kemudahan pengukuran kinerja
bagi bank dan karyawan.
d. Dukungan BI juga cukup besar bagi BUS, dalam upaya bank
sentral mendorong pencapaian target market share dan
mendukung implementasi arsitektur perbankan syariah
nasional (Rongiyati, 2015).
Pertumbuhan UUS yang agak lambat dan kurang maksimal
disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah kurangnya fitur produk,
operasional UUS tidak efisien, sinergi dengan induk jauh dari harapan,
dan hubungan kerja kurang saling mendukung. Melihat kondisi UUS
tersebut dan sebagai implementasi UU Perbankan Syariah, pilihan
melakukan spin-off menjadi BUS perlu dipertimbangkan dan harus
dipersiapkan oleh bank umum konvensional secara lebih dini. Spin-off
UUS diharapkan akan membawa pengelolaan usaha syariah ini menjadi
lebih fokus dan mandiri. Pengelolaan bisnis syariah memerlukan
keseriusan untuk mengelola usaha secara lebih independen dan
strategis. Dengan spin-off, diharapkan manajemen bank umum
konvensional bisa lebih fokus pada kompetensi utamanya, begitu juga
sebaliknya dengan BUS. Banyak BUS hasil spin-off merasakan
akselerasi pengembangan usaha syariah lebih mudah dilakukan melalui
BUS hasil pemisahan.
Spin-off akan memudahkan UUS berkompetisi, fleksibel dalam
pengambilan keputusan bisnis ke depan, dan mendorong berjalannya
praktik terbaik. Meski demikian, harus diakui ada beberapa pendapat,
yang tidak sependapat dengan kewajiban spin-off dengan argumentasi
pelaksanaan spin-off memerlukan persyaratan yang lebih banyak,
kesiapan SDM, infrastruktur yang masih rendah, dan sinergi dengan
bank induk lebih sulit dilakukan. Namun, sengan spirit UU Perbankan
Syariah, kewajiban untuk spin-off harus segera direncanakan dan
dituangkan dalam rencana bisnsi UUS secara lebih serius (Rustam,
Dengan telah ditetapkannya wajib spin-off pada 2023 maka
keberadaan rencana bisnis bagi UUS sangat penting untuk melihat
seberapa serius sebuh bank umum konvensional yang telah membka
UUS memiliki niat untuk bisa menuangkan rencana bisnisnya secara
sistematis dalam uapayanya untuk men-spin-off UUS-nya menjadi
BUS. Pennyusunan sebuah rencana bisnis bagi sebuah UUS diperlukan
untuk memudahkan UUS mencapai tujuan usaha yang berpedoman
pada visi dan misi yang telah ditetapkan dengan memerhatikan faktor
eksternal dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen
resiko, dan asas perbankan yang sehat. Karena itu, regulator nantinya
diharapkan dapat menilai sejauh mana rencana bisnin UUS ini disusun
secara matang, realistis, dan komprehensif sehingga lbih mencerminkan
kompleksitas usaha serta dapat menjadi arah kebijakan dan
pengembangan UUS (Rongiyati, 2015).
3. Tujuan Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah
riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini.
Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa belakangan ini para
ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan
cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan
membangun model teori ekonomi yang bebas dan pengujiannya
Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa
disebut dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan syariah
didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi keuangan
maupun non keuangan (QS. Al- Baqarah 2 : 275). Dalam sistem bunga,
bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan
kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga (Zainul Arifin,
2006: 39-40).
a. Falsafah Operasional Bank Syariah
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari
keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang
dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari
(Muhammad, 2005:2).
1) Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya (Muhammad, 2005) :
a) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka
secara pasti keberhasilan usaha (QS. Luqman, ayat :34).
b) Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk
pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan
terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat
gandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya
karena berjalannya waktu (QS. Ali-Imron, ayat : 130).
barang ribawi dengan imbalan lainnya dengan memperoleh
kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim).
d) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan
tambahan dimuka atas hutang yang bukan atas prakarsa
yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab
Riba).
2) Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan
mengacu pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaansyariah harus
dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau
transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dan
barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip
ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan
mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus
barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit,
spekulasi, dan inflasi.
4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Terdapat beberapa perbedaan mendasar pada bank syariah dan
Tabel 2. 2 Perbedaan Mendasar Bank Syariah dan Bank Konvensional
No. Aspek Bank Syariah Bank Konvensional
1. Landasan Operasional
Berdasarkan prinsip syariah Islam Uang adalah alat
tukar, bukan sebagai komoditi
Bunga dalam berbagai bentuknya dilarang
Menggunakan
prinsip bagi hasil dari keuntungan atas transaksi real. Tidak berdasarkan syariah Islam Uang sebagai komoditi yang dipertahankan Bunga sebagai instrumen imbalan terhadap pemilik uang besar bunga ditetapkan di muka 2. Fungsi dan Peran Bank Lembaga intermediary Agen investasi/manajer investasi Investor
Penyedia jasa lalu lintas pembayaran Pengelola dana kebajikan Zis Hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan Lembaga intermediary Penghimpun dana dari masyarakat dan meminjamkan kembali kepada masyarakat dalam bntuk kredit dengan imbalan bunga Hubungan dengan
nasabah adalah debitur dan kreditur
3. Risiko Usaha Dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran
Tidak mengenal kemungkinan terjadi selisih negaive
Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank Kemungkinan terjadi selisih negatif antara bungan dengan beban bunga
4. Sistem Pengawasan Adanya DPS untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah
Aspek moralitas sering kali terlanggar karena tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari
operasional
Sumber: Rajagukguk, 2005
5. Analisis Rasio Keuangan Bank Syariah
Analisis rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan
angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi
satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara
satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau
antar komponen yang ada diantara laporan keuangan. Kemudian angka
yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode
maupun beberapa periode (Kasmir, 2012:104).
Rasio keuangan bank syariah maupun bank konvensional dapat
dikelompokan ke dalam empat kategori, yaitu; rasio likuiditas, rasio
efisiensi, rasio leverage, dan rasio probabilitas (Manahan, 2013:40).
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, baik kewajiban kepada
pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun didalam
perusahaan (likuiditas perusahaan). Atau dengan kata lain, rasio
likuiditas merupakan yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk membayar utang-utang (kewajiban) jangka pendeknya yang
jatuh tempo, atau rasio untuk mengetahui kamampuan perusahaan
dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada ditagih
(Kasmir, 2012:110).
2. Rasio Leverage (Leverage Ratio)
Dalam hal ini leverage ratio (rasio solvabilitas) digunakan
untuk menjelaskan penggunaan hutang untuk membiayai sebagian
dari pada aktiva korporasi. Pembiayaan dengan hutang mempunyai
pengaruh bagi korporasi karena hutang mempunyai beban yang
bersifat tetap. Kegagalan korporasi dalam membayar bunga atas
hutang dapat menyebabkan kesulitan keuangan yang dapa berakhir
dengan kebangkrutan korporasi. Tetapi penggunaan hutang juga
memberikan subsidi pajak atas bunga yang dapat menguntungkan
pemegang saham. Oleh karena itu penggunaan hutang harus
menyeimbangkan antara keuntungan dan kerugiannya (Manahan,
3. Rasio Efisiensi (Efficiency Ratio)
Rasio efisiensi dipergunakan untuk mengukur seberapa efisien
korporasi dalam penggunaan aktivanya. Rasio ini semuanya
mempergunakan perbandingan antara tingkat penjualan dengan
investasi dalam beberapa aktiva. Asumsi yang diambil adalah
menggunakan hubungan antara penjualan dengan berbagai aktiva
tersebut (Kasmir, 2012:110).
4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham tertantu (Hanafi dan Halim, 2012:81).
Pengukuran tingkat ptofitabilitas dapat dilakukan dengan
membandingkan tingkat Return on Invrestment [ROI] yang
diharapkan dengan tingkat return yang diminta para investor dalam
pasar modal. Jika return yang diharapkan lebih besar dari pada
return yang diminta, maka investasi tersebut dikatakan sebagai
menguntungkan (Manahan, 2013:43)
a. Return On Asset (ROA)
ROA merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan, sehingga ROA sering disebut sebagai rentabikitas
ekonomis. ROA adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank
diinvestasikan dalam keseluran aktiva (Muhammad, 2005:259).
Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan. Rasio ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ROA = Laba Bersih Sebelum Pajak x 100%
Total Aktiva
b. Return On Equity (ROE)
ROE didefinisikan merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendri. Rasio ini
menunjukan daya untuk menghasilkan laba atas investasi
berdasarkan nilai buku para pemegang saham. Semakin tinggi rasio
ini maka semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin
kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir dan Jakfar, 2009:48).
Rasio ini dapat merumuskan sebagai berikut:
ROE = Laba Bersih Setelah Pajak x 100%
Total Modal
c. Net Operating Margin (NOM)
Net Operating Margin merupakan rasio utama Rentabilitas
dalam menghasilkan laba. Net Operating Margin juga dapat
diartikan rasio rentabilitas untuk mengetahui kemampuan aktiva
produktif dalam menghasilkan laba melalui perbandingan
pendapatan operasional dan beban operasional dengan rata-rata
aktiva produktif (Nur’aini, 2013:101).
NOM = (PD − DBH) – BO × 100%
Rata-rata Aktiva Produktif
d. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang
mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan
dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai
angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan
terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional
adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasi (Dendawijaya, 2005:41). Semakin rendah BOPO
berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan
Besarnya nilai BOPO dapat dihitung dengan rumus berikut
(Harmono, 2011:120).
BOPO = Biaya Operasional x 100%
Pendapatan Operasional
e. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Dalam kamus Bank Indonesia FDR merupakan rasio
pembiayaan terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang diterima oleh
bank. FDR sering dianalogikan dengan LDR, rasio yang
digunakan Bank Konvensional. Loan to Deposit Ratio (LDR)
merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang
diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan
modal sendiri yang digunakan (Kasmir, 2012:319). Dengan kata
lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah
digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi
rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini
disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai
FDR = Pembiayaan × 100%
Dana Pihak Ketiga
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzzaki kepada
mustahik adalah bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal
distribusi harta. Zakat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan oleh para
muzakki. Dalam hal ini, negara wajib memaksa siapa pun yang
termasuk muzakki untuk membayarkan zakatnya. Allah Swt. Berfirman:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS
Al-Taubah:103).
Dengan adanya kegiatan yang bersifat memaksa ini, maka akan
orang-orang kaya kepada orang-orang miskin. Dari harta zakat tersebut
kemudian dibagikan kepada golongan tertentu, yakni delapan ashnaf
seperti yang telah disebutkan dalam Al-quran (Sholahuddin, 2007:221).
Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jihad fisabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalnanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Taubah:60)
Jadi zakat merupakan ibadah yang berperan dan berdampak
ekonomi, yakni berperan sebagai instrumen distribusi kekayaan di
antara manusia (Sholahuddin, 2007:222).
Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan
subur. Makna lain kata zaka, sebagaimana digunakan dalam Alquran
adalah “suci dari dosa”. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah.
Jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, menurut ajaran Islam,
suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang
punya). Jika dirumuskan, zakat adalah bagian dari harta yang wajib
diberikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat kepada
orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu (Djuanda, 2006:14).
Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah yang mengandung
dimensi vertikal dan horizontal sekaligus. Bagi mereka yang
berpendapat bahwa zakat mengandung dimensi vertikal dan horizontal
sekaligus, maka zakat bukanlah syariat yang final dan kaku. Oleh sebab
itu, masih ada peluang ijtihad didalamnya. Namun bagi mereka yang
berpendapat bahwa zakat adalah ibadah yang berdemensi vertikal
semata, maka zakat merupakan ibadah yang telah final dan tidak ada
peluang ijtihad didalamnya (Rodoni, 2009:222).
Pada pasa1 1 ayat (2) Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat disebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya (Rodoni, 2009:223).
2. Hukum dan Syarat Wajib Zakat
Allah mewajibkan zakat kepada setiap Muslim (lelaki dan
perempuan) atasya hartanya yang telah mencapai nishab. Zakat
merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayarkan
hak orang lain. Selain itu, zakat merupakan mediator dalam mensucikan
instrumen sosial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
fakir dan miskin.
Zakat pertama kali diwajibkan, tidak ditentukan kadar dan
jumlahnya, tetapi hanya diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan fakir
dan miskin. Namun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah,
diberlakukanlah beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi
dalam zakat (Said Sa’ad, 2007:118-119).
a. Islam
Intelektual Muslim sepakat bahwa zakat merupakan rukun Islam
dan hanya diwajibkan untuk umat Islam. Hal tersebut berlandaskan
kepada hadits Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman yang
dirawayatkan oleh Al-Bukhari. Zakat tidak diwajibkan kepada
selain Muslim karena zakat merupakan kewajiban harta dalam
Islam yang diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada fakir,
miskin, ibnu sabil, dan yang membutuhkan lainnya. Zakat
merupakan salah satu bentuk syiar Islam. Malikiyah menambahkan,
Islam hanya merupakan syarat sahnya zakat dan bukan merupakan
syarat wajib zakat. Zakat tidak diwajibkan kepada selain Muslim
karena zakat merupakan bentuk ibadah. Namun bagi non-Muslim
bisa diwajibkan pajak sebagai pengganti zakat dalam kerangka
b. Sempuranya Ahliyah
Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas harta
anak kecil dan orang gila. Namun Hanafiyah berpendapat zakat
tidak wajib atas harta mereka kecuali hasil pertanian dan
perkebunan. Perbedaan itu muncul dari karakteristik dasar zakat itu
sendiri. Sebagian berpendapat bahwa zakat merupakan ibadah
mahdah dan sama halnya dengan shalat ataupun puasa. Karena itu,
zakat hanya diwajibkan kepada orang baligh dan berakal. Sebab
taklif (kewajiban) ibadah tidak sempurna kecuali dengan baligh dan
berakal. Rasulullah Saw Bersabda, “Qalam diangkat oleh Allah
dalam tiga perkara: anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga
bangun, dan orang gila sampai ia sadar.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud). Pendapat kedua mengatakan bahwa zakat
merupakan kewajiban atas harta yang berhubungan dengan harta
seorang tanpa memandang pemiliknya; baik mempunyai ahliyyah
(kecapakan) maupun tidak, dan tidak ada perbedaan bagi orang gila
ataupun cerdas. Menurut sebagian besar ulama, pendapat ini
merupakan pendapat yang utama. Pendapat ini berdasarkan nash
Al-Qur’an dan hadits yang mewajibkan zakat atas harta orang kaya secara mutlak, tidak ada pengecualian bagi anak kecil dan orang
gila. Hal tersebut berdasarkan ayat di atas dan hadits Mu’adz bin Jabal.
c. Sempurnanya Kepemilikan
Kepemilikan muzakki (orang yang wajib zakat) atas harta yang
dizakatkan merupakan kepemilikan yang sempuran. Dalam arti,
harta tersebut tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain. Dalam
hal ini, pemilik merupakan kepemilikan tunggal dan mempunyai
kekuasaan penuh untuk melakukan transaksi atas harta tersebut.
d. Berkembang
Harta yang merupakan objek zakat harus berkembang. Artinya,
harta tersebt mendatangkan income atau tambahan kepada
pemiliknya, seperti hasil pertanian, perkebunan, hewan ternak dan
lain sebagainya. Rasulullah Saw tidak mewajibkan zakat atas
barang yang tidak berkembang (harta yang tidak menambah
kekayaan pemiliknya). Beliau bersabda, “Tidak ada kewajiban bagi
Muslim atas kedua dan hambanya sebuah zakat”. e. Nishab
Harta yang wajib dizakati harus sampai pada kadar tertentu yang
disebut dengan nishab. Harta yang dimiliki oleh seorag Muslim
tidak wajib zakat kecuali telah mencapai nishab yang telah
ditentukan, seperti unta harus mencapai 5 ekor, kambing 40 ekor,
dan lain sebagainya. Hikmah dari penentuan nishab adalah untuk
menunjukan bahwa zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang
membutuhkan. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada zakat kecuali bagi orang-orang yang kaya.”
f. Haul
Harta zakat yang telah mencapai nishab harus dalam kepemilikan
ahlinya sampai waktu 12 bulan Qamariyah kecuali hasil pertanian,
perkebunan, barang tambang, madu dan sejenisnya. Harta-harta
tersebut tidak disyaratkan adanya haul. Ibnu Qudamah menjelaskan
bahwa tendensi disyaratkannya haul ketika harta tersebut berpotensi
dalam produktivitas (Said Sa’ad, 2007:220-121).
3. Zakat Perusahaan
Zakat ini adalah zakat yang didasarkan atas prinsip keadilan serta
hasil ijtihad para ahli fikih. Oleh sebab itu, zakat ini agak sulit
ditemukan pada kitab fikih klasik. Kewajiban zakat perusahaan hanya
ditunjukan kepada perusahaan yang dimiliki (setidaknya mayoritas)
oleh muslim. Sehingga zakat ini tidak ditunjukan pada harta perusahaan
yang tidak memiliki oleh muslim (Syafei, 2008).
Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan kepada
kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan
ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan
Hal tersebut dikuatkan oleh keputusan seminar 1 zakat di Kuwait,
tanggal 3 April 1984 tentang zakat perusahaan sebagai berikut (Syafei:
2008).
Zakat perusahaan harus dikeluarkan jika syarat berikut terpenuhi.
(Manaf). (Syafei: 2008)
a. Kepemilikan dikuasai oleh muslim/muslimin.
b. Bidang usaha harus halal.
c. Aset perusahaan dapat dilihat.
d. Aset peusahaan dapat berkembang.
e. Minimal kekayaan perusahaan setara dengan 85 gram emas.
Sedangkan syarat teknisinya adalah sebagai berikut (Syafei, 2008):
a. Adanya peraturan yang mengaruskan pembayaran zakat perusahaan
tersebut.
b. Anggaran dasar perusahaan memuat hal tersebut.
c. RUPS mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan hal itu.
d. Kerelaan para pemegang saham menyerahkan pengeluaran zakat
sahamnya kepada dewan direksi perusahaan.
Idealnya perusahaan yang bersangkutan itulah yang membayar
zakat jika memenuhi kondisi yang disebutkan di atas. Jika tidak, maka
perusahaan harus menghitung seluruh zakat kekayaannya kemudian
memasukkan ke dalam anggaran tahunan sebagai catatan yang
Perhitungan zakat perusahaan ada 3 (tiga) pendapat yaitu sebagai
berikut. (Syafei: 2008)
a. Kekayaan zakat perusahaan yang dikenakan zakat adalah kekayaan
perusahaan yang digunakan untuk memperoleh laba. Pendapat ini
dikemukakan oleh Qardhawi, dan zkat dikenakan pada harta lancar
bersih perusahaan. Secara sederhana: (kas/setara kas + investasi
jangka pendek + persediaan + piutang dagang bersih) – (liabilitas
jangka pendek). Perhitungan cara ini efektif sederhana dan dapat
diterapkan bila transaksi usaha perdagangan juga sederhana.
Seperti pada perdagangan yang dimiliki usahanya oleh
perseorangan di mana untuk menjalankan usaha adalah dari modal
sendiri dan utang jangka pendek.
b. Kekayaan yang dikenakan zakat adalah pertumbuhan modal bersih.
Pendapat ini dikemukakan oleh El Badawi dan Sultan. Secara
sederhana: (aset lancar bersih + utang jangka pendek yang
digunakan untuk keperluan jangka panjang – utang jangka panjang
yang digunakan untuk pembiayaan harta lancar). Metode ini
diusulkan oleh El Badawi dan Sultan untuk mengatasi kelemahan
pada metode pertama. Hal ini disebabkan transaksi perusahaan
makin kompleks, di mana sumber pandanaan tidak lagi hanya
modal dan utang jangka pendek tetapi juga utang jangka panjang.
Agar sesuai dengan konsep zakat yaitu tidak dikenakan atas aset
El Badawi mengusulkan konsep pertumbuhan modal bersih
(growing capital); modal kerja bersih pada akhir tahun + utang
jangka pendek yang digunakan untuk mendanai aset jangka
panjang, melunasi utang jangka panjang atau mengurangi saham –
utang jangka panjang untuk mendanai aset lancar.
c. Kekayaan yang dikenakan zakat adalah kekayaan bersih
perusahaan. Pendapat ini dikemukakan oleh Lembaga Fatwa Arab
Saudi. Secara sederhana: (modal disetor + saldo laba + laba tahun
berjalan – aset tetap bersih + investasi perusahaan atau entitas
lainnya – kerugian tahun berjalan).
Di luar ketiga metode di atas, AAOIFI sendiri melalui FAS
(Financial Accounting Standard) No.9 memberikan 2 (dua) alternatif
metode, yaitu sebagai berikut.
a. Pendekatan Aset Bersih (Net Assets Method)
= Kas dan Setara kas + Piutang Bersih + Aset yang Dapat
Dipergunakan (sebesar nilai pasar) – (Liabilitas Lancar + Modal
Investasi Tak Terbatas _ Ekuitas Minoritas + Ekuitas yang dimiliki
Pemerintah + Ekuitas yang dimiliki Dana Abadi + Ekuitas yang
dimiliki Lembaga Sosial + Ekuitas yang dimiliki Lembaga Nirlaba
di luar yang dimiliki individu).
b. Pendekatan Dana Investasi (Invested Fund Method)
= Modal Disetor + Cadangan + Provisi yang tidak mengurangi aset
dipenuhi dalam 1 tahun sejak tanggal posisi keuangan – (Aset
Tetap Bersih + Investasi yang bukan untuk dipergunakan +
Akumulasi Rugi).
Metode apa pun boleh digunakan walaupun yang paling sederhana
untuk digunakan adalah pendapat Qardhawi. Sedangkan nisab zakat
adalah 85 gram emas dan cukup haul (1 tahun qamariyah) dengan besar
zakat 2,5%. Jika perusahaan menggunakan tahun masehi, maka besar
zakat adalah 2,575% (standar AAOIFI) (Sri Nurhayati, 2015:298-300).
C. Hubungan Operasional Antar Variabel
1. Hubungan Return On Asset (ROA) terhadap zakat
Return On Asset (ROA) merupakan ukuran kemampuan
perusahaan dalam mengahsilkan laba dengan semua aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan, sehingga ROA sering disebut sebagai
rentabilitas ekonomis. ROA adalah rasio menunjukkan kemampuan
bank menghasilkan laba bersih bagi semua invenstor dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva. Semakin tinggi ROA maka
semamkin tinggi kemampuan perusahaan untuk mengasilkan
keuntungan (Muhammad, 2005:259).
Bukti empiris dari penelitian Jayanti, dkk (2015) apabila
perusahaan dengan kinerja yang diukur ROA telah berjalan efektif
maka pengelolaa total aset yang dimiliki telah optimal sehingga akan
secara jelas dapat memberikan dampak terhadap penyaluran zakat