• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BIJI SRIKAYA DAN DAUN SIRSAK TERHADAP MORTALITAS Spodoptera litura di LABORATORIUM I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BIJI SRIKAYA DAN DAUN SIRSAK TERHADAP MORTALITAS Spodoptera litura di LABORATORIUM I. PENDAHULUAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BIJI SRIKAYA DAN DAUN SIRSAK TERHADAP MORTALITAS Spodoptera litura di LABORATORIUM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan hama ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman kedelai. Spodoptera litura merupakan hama yang bersifat polifagus yang juga menyerang tanaman tembakau, kapas, kubis, dan kacang hijau. Serangan Spodoptera litura dapat menimbulkan kerusakan sebesar 20-40% pada tanaman kedelai ( Anonymous, 1992) sedangkan pada komoditi kubis serangan ulat grayak dapat menyebabkan penurunan produksi lebih kurang 70% ( Anonymous, 2003).

Pengendalian Spodoptera litura dapat dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian secara terpadu merupakan langkah pengendalian dengan mengikutsertakan beberapa komponen pengendalian, termasuk komponen biologi yaitu predator, parasitoid dan patogen serta pemanfaatan Pestisida Nabati. Pemanfaatan Pestisida nabati untuk mengatasi serangan Spodoptera litura merupakan alternatif pengendalian selain penggunaan insektisida kimia. Penggunaan pestisida sintetis yang berlebihan dan tidak tepat telah menyebabkan dampak negatif baik terhadap serangga dan juga terhadap lingkungan, misalnya timbulnya resistensi hama, resurgensi hama, punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya serta kontaminasi pada lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang dihasilkan. Hal ini tentu saja akan merugikan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha untuk menghindari dampak tersebut, saat ini sudah banyak dilakukan usaha secara global untuk mencari pestisida baru yang lebih aman dan ramah lingkungan. Sejalan dengan perundang-undangan yang ada, dimana sistem Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), maka peranan pestisida yang selektif

(2)

sangat diperlukan. Bahkan dibutuhkan pestisida organik yang bersumber dari bahan-bahan tanaman yang mengandung pestisida. Salah satu jenis pestisida yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah biji srikaya dan daun sirsak yang memiliki potensi sebagai sumber pestisida (pestisida nabati).

Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik diantaranya: Merusak perkembangan telur, larva dan pupa, Menghambat pergantian kulit, Mengganggu komunikasi serangga, Penolak makan, Menghambat reproduksi serangga betina, Mengurangi nafsu makan, dan Memblokir kemampuan makan serangga. Penggunaaan bahan tumbuhan sebagai pestisida dalam sejarah pengendalian hama merupakan salah satu teknik pengendalian yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh petani tradisional dibanyak Negara termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang kaya akan keanekaragaan tumbuhan. Dari berbagai jenis tumbuhan yang ada di Indonesia banyak diantaranya yang berpotensi sebagai pestisida nabati karena mengandung bahan aktif untuk pestisida (Sudarmo S, 2005)

Melihat Potensi kerugian yang diakibatkan oleh Spodoptera litura perlu dilakukan pengujian pengaruh biji srikaya dan daun sirsak terhadap mortalitas Spodoptera litura.

1.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas kombinasi pestisida nabati biji srikaya dan daun sirsak untuk mengendalikan hama Spodoptera litura.

1.3. Hipotesa

Kombinasi Pestisida biji srikaya dan daun sirsak dapat sinergis dan menghasilkan mortalitas yang lebih tinggi.

1.4. Manfaat

Dari penelitian ini diperoleh pengetahuan tentang kombinasi pestisida nabati untuk mengendalikan hama Spodoptera litura.

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Spodoptera litura

Menurut Kalshoven (1981) S. litura dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insekta Bangsa : Lepidoptera Suku : Noctuidae Marga : Spodoptera

Jenis : Spodoptera litura (F.)

2.2. Kerusakan Tanaman Akibat Serangan Larva S. Litura

Spodoptera litura hidup dalam kisaran inang yang luas dan bersifat polifagus. Karena itu hama ini dapat menimbulkan kerusakan serius. Menurut Sudarmo (1993) kerusakan yang ditimbulkan pada stadium larva berupa kerusakan pada daun tanaman inang sehingga daun menjadi berlubang-lubang. Larva instar 1 dan 2 memakan seluruh permukaan daun, kecuali epidermis permukaan atas tulang daun. Larva instar 3-5 makan seluruh bagian helai daun muda tetapi tidak makan tulang daun yang tua.

2.3. Daur hidup S. litura

Sebagai anggota ordo lepidoptera, S. Litura mempunyai tipe metamorfosis sempurna dengan stadia perkembangan telur, larva, pupa dan imago. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produksi telur dapat mencapai 3000 butir per induk betina yang tersusun atas 11 kelompok dengan rerata 350 butir telur per kelompok ( Arifin, 1992).

Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok (Untung,1990). Jumlah telur setiap kelompok antara 30-100 butir. Telur tersebut ditutupi dengan bulu-bulu berwarna coklat keemasan (Jauharlina, 1999). Diameter telur 0,3mm sedangkan lama stadia telur berkisarn antara 3-4 hari (Kalshoven, 1981).

Larva S. litura yang baru keluar memiliki panjang tubuh 2mm. Ciri khas larva S. litura adalah terdapat 2 buah bintik hitam berbentuk bulan sabit pada tiap ruas abdomen terutama ruas ke-4 dan ke-10 yang dibatasi oleh

(4)

garis-garis lateral dan dorsal berwarna kuning yang membujur sepanjang badan (Arifin, 1992). Lama stadium larva 18-33 hari (Kalshoven, 1981). Sebelum telur menetas, larva yang baru keluar dari telur tidak segera meninggalkan kelompoknya tetapi tetap berkelompok (Indrayani, et, al 1990). Pada stadium larva terdiri dari enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari dengan rerata 14 hari.

Menjelang masa prepupa, larva membentuk jalinan benang untuk melindungi diri dari pada masa pupa. Masa prepupa merupakan stadium larva berhenti makan dan tidak aktif bergerak yang dicirikan dengan pemendekan tubuh larva. Panjang prepupa 1,4-1,9 cm dengan rerata 1,68 cm dan lebarnya 3,5-4mm dengan rerata 3,7 mm. Masa prepupa berkisar antara 1-2 hari (Mardiningsih, 1993).

Pupa S.litura berwarna merah gelap dengan panjang 15-20mm dan bentuknya meruncing ke ujung dan tumpul pada bagian kepala (Mardiningsih dan Barriyah, 1995). Pupa terbentuk di dalam rongga-rongga tanah di dekat permukaan tanah (Arifin, 1992). Masa pupa di dalam tanah berlangsung 12-16 hari (Indrayani, et al, 1990).

Imago muncul pada sore hari dan malam hari. Pada pagi hari, serangga jantan biasanya terbang di atas tanaman, sedangkan serangga betina diam pada tanaman sambil melepaskan feromon.

Perkembangan dari telur sampai imago berlangsung selama ± 35 hari. Faktor density dependent (bertautan padat) yaitu faktor penghambat laju populasi hama ini adalah sifatnya yang kanibal. Sedangkan populasi telur dan larva instar muda dapat tertekan oleh curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi yang mana membuat larva mudah terserang jamur. Musim kering dapat berpengaruh pada tanah dalam menghambat perkembangan pupa ( Kalshoven, 1981).

2.4. Srikaya

Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasanya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman

(5)

bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Rukmana, 1994).

Biji srikaya mengandung bahan aktif asetogenin dan squamosin untuk sasaran hama ulat maupun hama penghisap polong. Cara kerja pestisida nabati ini sangat unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal, dengan merusak perkembangan telur, larva dan pupa, penolak makan, mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi serangga betina dll. Keunggulannya adalah biaya yang murah karena mudah didapat, relatif aman bagi lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak menimbulkan kekebalan pada hama, kompatible bila digabungkan dengan cara pengendalian lain dan yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida. Sedangkan kelemahannya adalah daya kerja relatif lambat, tidak membunuh langsung ke jasad sasaran, tidak tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, tidak tahan disimpan dan penyemprotan dilakukan secara berluang-ulang (Anonim, 2014)

2.5. Sirsak

Biji sirsak (Annona muricata) merupakan pestisida bahan alam yang menjanjikan untuk dikembangkan. Biji sirsak mengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji, daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Sudarmo, S. 2005)

(6)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya timbangan, ember, blender, gelas ukur, erlenmeyer dan saringan.

3.2.2. Bahan  Biji srikaya  Daun sirsak  Metanol 3.3. Persiapan Penelitian 3.3.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dicuci sampai bersih kemudian

dikeringanginkan. Alat yang terbuat dari kaca disemprot dengan alkohol 70%, disumbat dengan kapas dan dibungkus dengan kertas kemudian disterilkan

dalam Autoclave pada suhu 121 0C tekanan 15 atm selama 45 menit.

3.3.1 Pembuatan Pestisida Nabati A. Pembuatan larutan serbuk biji srikaya

Bahan: Biji srikaya, Aquades

Alat: Timbangan, Ember, Blender dan saringan Cara kerja:

1. Siapkan biji srikaya yang sudah dikering anginkan 2. Timbang sebanyak 200 gram

3. Tumbuk hingga halus

4. Rendam serbuk biji srikaya tersebut selama semalam dalam 1 liter aquades

(7)

5. Diamkan rendaman serbuk biji srikaya tersebut selama 24 jam 6. Saring hasil rendaman serbuk biji srikaya untuk memperoleh

suspensi sesuai dosis.

B. Pembuatan Larutan daun sirsak Bahan: Daun sirsak, Aquades

Alat: Timbangan, Ember, Blender dan saringan Cara kerja:

1. Siapkan daun sirsak yang telah dikering anginkan 2. Timbang sebanyak 200gram

3. Tumbuk daun sirsak hingga halus

4. Rendam daun sirsak tersebut selama semalam dalam 1 liter aquades

5. Diamkan rendaman daun sirsak tersebut selama 24 jam

6. Saring hasil rendaman daun sirsak untuk memperoleh suspensi sesuai dosis

C. Larutan Campuran (Biji srikaya dan daun sirsak)

Bahan: Serbuk Biji Mimba (SBM), Biji mahoni, Aquades Alat: Timbangan, Ember, Blender dan saringan

Cara kerja:

1. Siapkan serbuk biji srikaya, kemudian timbang sebanyak 100 gram 2. Siapkan daun sirsak yang telah ditumbuk, kemudian timbang

sebanyak 100gram

3. Campurkan serbuk biji srikaya dan daun sirsak dengan 1 liter aquades

4. Diamkan rendaham tersebut selama 24 jam.

5. Saring hasil rendaman serbuk biji srikaya dan daun sirsak untuk memperoleh suspensi sesuai dosis.

(8)

3.3.2. Pemeliharaan Larva Spodoptera litura

Larva Spodoptera litura instar 2 diperoleh dari koleksi Balai Tanaman Serat dan Tembakau (Balittas) Karangploso Malang. Larva tersebut dipelihara dengan diberi pakan daun jarak hingga proses perlakuan.

3.3.3. Penyedia pakan

Untuk memenuhi kebutuhan pakan dari larva Spodoptera litura selama perlakuan pakan yang digunakan adalah daun jarak yang dipotong 2cm x 2cm dan 5cm x 5cm dan diberikan secukupnya.

3.4. Metode Penelitian 3.4.1. Metode Pencelupan Daun

Yang dimaksud metode pencelupan daun adalah mencelupkan pakan (daun) serangga ke dalam larutan pestisida nabati selama 10 detik. Daun yang telah mengandung residu pestisida nabati tersebut diberikan ke serangga uji sebagai makanan, dengan demikian bahan aktif pestisida nabati masuk ke dalam tubuh serangga uji melalui oral (dimakan).

3.4.2. Metode Pencelupan Serangga

Yang dimaksud metode pencelupan serangga adalah mencelupkan serangga uji ke dalam larutan pestisida nabati selama 10 detik, serangga kemudian ditiriskan di atas tissue kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan untuk diamati mortalitasnya.

3.4.3.Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dimana masing-masing perlakuan diulang 7 kali.

Po: Kontrol

P1: Perlakuan biji srikaya 200g/1 liter air P2: Perlakuan daun sirsak 200g/1 liter air

(9)

3.4.4. Parameter Pengamatan

A. Persentase Moratlitas Spodoptera litura

Pengamatan dilakukan setiap hari setelah aplikasi. Persentase kematian dihitung dengan menggunkan rumus:

Dimana:

P adalah persentase kematian X adalah jumlah larva yang mati Y adalah jumlah larva yang diamati

Apabila terdapat kematian larva S.litura pada control maka persentase kematian terkoreksi dihitung berdasarkan rumus Abbot (dalam Busvine, 1971) jika kematian larva pada control tidak lebih dari 20%.

P adalah persentase kematian terkoreksi Spodoptera litura ‘P adalah mortalitas larva pada perlakuan konsentrasi C adalah kematian pada kontrol

(10)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Persentase Mortalitas Spodoptera litura pada Perlakuan Celup Ulat Menurut Sudarmo, S (2005) bahwa untuk pengujian pestisida nabati dilaboratorium bisa dilakukan dengan beberapa metode diantaranya (1). Metode residu pada pakan (celup pakan) (2). Metode efek kontak (celup serangga) (3). Metode pencampuran makanan dan (4). Pengujian efek sistemik. Pada pengujian ini dilakukan 2 metode yaitu metode residu pada pakan (celup pakan) dan metode efek kontak (celup serangga).

Perlakuan larutan ekstrak biji srikya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), dan larutan ekstrak biji srikaya + daun sirsak (P3) terdapat perbedaan yang sangat nyata pada persentase mortalitas larva Spodoptera litura terhadap perlakuan kontrol (P0). Hal ini dapat dilihat pada pengamatan 1 hingga pengamatan ke 4 Hari Setelah Aplikasi (HSA) (Tabel 1).

Tabel. 1. Persentase Mortalitas Larva Spodoptera litura Pada Berbagai Perlakuan

Rerataan Mortalitas S.litura pada Hari Setelah Aplikasi Perlakuan 1 2 3 4 P0 0a 2,85a 0 0a P1 11,43 b 28,57b 42,86b 57,14b P2 14,28b 34,28b 45,71b 62,85b P3 31,43 c 45,71c 48,57b 68,57b

Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P=0,05)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan celup ulat dari jenis bahan berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan larutan ekstrak biji srikaya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), larutan ekstrak biji srikaya + daun sirsak (P3) dapat mengakibatkan kematian pada larva Spodoptera litura.

Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa persentase mortalitas larva semakin meningkat dari 0 % sampai 68,57%. Pada perlakuan larutan kombinasi ekstrak biji srikaya + daun sirsak (P3) dapat menyebabkan mortalitas yang lebih tinggi dari perlakuan yang lain, hal ini diduga karena ada 2 bahan aktif dari biji srikaya dan daun sirsak yang bekerja bersama-sama

(11)

mempengaruhi fisiologis Spodoptera litura. Menurut Prijono (1993), larva yang teracuni oleh senyawa alkaloid pada konsentrasi tinggi dapat hidup sampai 13 hari tanpa ganti kulit dan akhirnya mati sebelum berkepompong. tetapi pada perlakuan larutan biji srikaya, larutan daun sirsak dan kombinasi larutan biji srikaya dan daun sirsak tidak berbeda nyata, akan tetapi angka kematian S. litura berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

6.2. Persentase Mortalitas Spodoptera litura pada Perlakuan Celup Pakan

Perlakuan larutan ekstrak biji srikaya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), dan larutan ekstrak biji srikaya dan daun sirsak (P3) terdapat perbedaan yang sangat nyata pada persentase mortalitas larva Spodoptera litura terhadap perlakuan kontrol (P0). Hal ini dapat dilihat pada pengamatan 1 hingga pengamatan ke 5 Hari Setelah Aplikasi (HSA) (Tabel 2).

Tabel. 2. Persentase Mortalitas Larva Spodoptera litura Pada Berbagai Perlakuan

Rerataan Mortalitas S.litura pada Hari Setelah Aplikasi Perlakuan 1 2 3 4 5 P0 0a 0a 0a 0a 2,86a P1 2,85a 5,7a 20b 40b 45,71b P2 2,85a 5,6a 22,85b 40b 54,28b P3 2,86a 5,7a 22,85b 42,85b 67,57b

Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P=0,05)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan celup pakan dari jenis bahan berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan larutan ekstrak biji srikaya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), larutan ekstrak biji srikaya +daun sirsak (P3) dapat mengakibatkan kematian pada larva Spodoptera litura.

Pada tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa persentase mortalitas larva semakin meningkat dari 0% sampai dengan 67%, sama dengan perlakuan dengan metode celup ulat diatas bahwa kombinasi larutan ekstrak biji srikaya

(12)

+ daun sirsak dapat menyebabkan mortilitas yang lebih tinggi dari pada perlakuan yang lain.

Dari dua metode yang digunakan dalam pengujian ini yaitu celup ulat dan celup pakan mortalitas larva yang dihasilkan tidak berbeda jauh, pada metode celup pakan mortalitas di akhir pengamatan sebesar 67,57 % terjadi pada hari ke-5 pengamatan sedangkan pada metode celup ulat mortlitas di akhir pengamatan sebesar 68, 57% dan terjadi pada hari ke-4 pengamatan. Biji srikaya mengandung bahan aktif asetogenin dan squamosin untuk sasaran hama ulat maupun hama penghisap polong. Cara kerja pestisida nabati ini sangat unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal, dengan merusak perkembangan telur, larva dan pupa, penolak makan, mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi serangga betina. Sedangkan Biji sirsak (Annona muricata) merupakan pestisida bahan alam yang menjanjikan untuk dikembangkan. Biji sirsak mengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant), dan Buah mentah, biji, daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut.

(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

1. Perlakuan larutan ekstrak biji srikaya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), dan larutan ekstrak biji srikaya+ daun sirsak (P3) terdapat perbedaan yang sangat nyata pada persentase mortalitas larva Spodoptera litura terhadap perlakuan kontrol (P0) baik pada metode celup ulat maupun celup pakan.

2. Perlakuan larutan ekstrak biji srikaya (P1), larutan ekstrak daun sirsak (P2), dan larutan ekstrak biji srikaya +daun sirsak (P3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

3. Persentase mortalitas tertinggi pada metode celup ulat sebesar 68,57% yang terjadi pada hari ke 4 setelah aplikasi pada perlakuan larutan ekstrak biji srikaya+daun sirsak (P3), sedangkan pada metode celup pakan mortalitas tertinggi yaitu 67, 57% yang terjadi pada hari ke 5 setelah aplikasi pada larutan ekstrak biji srikaya+ daun sirsak (P3).

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di sekala rumah kaca atupun lapang mengingat sifat pestisida nabati yang mudah terurai dan menguap.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 214.Biji mahoni, Biji Srikaya. Pestisida Nabati ramah lingkungan. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/857/. Diakses 1 Januari 2015.

 Arifin, M. 1992. Bioekologi, Serangan dan pengendalian Hama Pemakan Daun Kedelai. Dalam Risalah lokakarya PHT Tanaman Kedelai.

 Anonymous. 2003. Puluhan Hektar Kubis Diserang Ulat. Suara merdeka edisi 2 juni 2003.

 Anonymous. 1992. Risalah Lokakarya Tanaman Kedelai. Departemen  Indriyani. I.G.A.A, Subiyakto dan A.A.A Ghotama. 1990. Prospek NPV

untuk Pengendalian Ulat Buah Kapas Helicoverpa armigera dan Ulat grayak S. litura. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

 Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P.A van Der Laan. P.T. Ictiar baru-Van Hoeve. Jakarta. 701. hal.

 Mardiningsih, Tri. L dan Barriyah Barimbing. 1995. Biologi S.litura F. Pada Tanaman Kemiri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tantangan Entomologi pada Abad XXI. Perhimbunan Entomologi Indonesia. Balai Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 96-102 hal.

 Prijono .1994. Prijono;o D. 1994.' TeknikPemanfaatan·

Insektisida·ProyekBcitanis .. Petnbilllgunan, Penelitian Pertlmian: NasionaI Fakultas Pertaniati LPB. ···Balihort Lembang.Bogor: 40 halaman·

 Rukmana, R 1994. Bayam. Kanisius, Yogyakarta.

 Riswanto Sinaga.2009. Uji efektivitas pestisida nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Tembakau.

 Sudarmo, S. 2005. Pestisida nabati dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

(15)

Oleh: Bayu Aji Nugroho

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pemanfaatan air untuk rumah tangga, irigasi, dan listrik dari kawasan hutan, serta menghitung nilai ekonomi air

Tidak berbeda jauh dengan sistem kompresi uap pada umumnya, pada dalam sistem refrigerasi cascade seperti pada gambar 2.10 terdapat lima komponen utama, yaitu kompresor, kondensor,

Lehenik eta behin, panel pagea konfiguratu aurretik, bertan itsatsi beharreko edukia sortu beharra dugu. Orain azalduko dugu prozedura, orain arte burututiko nahasiena

Hasil analisis dapat mengetahui sebaran air baik secara temporal maupun spasial jumlah dari air permukaan dalam suatu DAS, yang pada gilirannya harus disesuaikan penyebarannya agar

Medan Helvetia. Maka penulis menyusun penelitian ini dengan judul “ Respom Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan

dengan debitur untuk melakukan penjualan obyek jaminan hak tanggungan, kesepa-katan antara kreditur dengan debitur ini adalah kesepakat yang disepakati setelah

Konsep adalah elemen dari kognisi yang membantu menyederhanakan dan meringkas informasi ( Wangmuba, 2009). Pemahaman konsep tidak hanya sekedar mengingat tetapi individu

Untuk soal nomor 1 sampai dengan nomor 7, pilihlah pasangan kata paling tepat pada alternatif jawaban (A, B, C, D, E) yang memiliki jenis hubungan setara dengan pasangan