• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siti Afifah Nur Fajriah, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siti Afifah Nur Fajriah, 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 SISDIKNAS, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sekolah sebagai suatu wadah yang berperan dalam penyampaian ilmu pengetahuan pada umumnya, dan permasalahan pendidikan pada khususnya.Sekolah memiliki andil yang sangat besar dalam ketercapaian tujuan pendidikan. Berbagai macam upaya bagi masalah pendidikan secara umum telah diciptakan dan bahkan direalisasikan, salah satu contohnya yaitu perbaikan kurikulum yang terus mengalami perubahan. Dalam hal ini guru memiliki kewajiban untuk berlangsungnya efektivitas dan efisiensipembelajaran sebagai bagian dari pendidikan itu sendiri. Seperti yang dikemukaka oleh Sumarmi (2012:3).

Ada tiga faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan yaitu: (1) perangkat keras (hardware) yang meliputi ruang belajar, peralatan praktik, laboratorium, dan perpustakaan; (2) perangkat lunak (software) yang meliputi kuriklum,program pembelajaran, manajemen sekolah, sistem pembelajaran, dan lan-lain; (3) perangkat pikir (brainware) yaitu guru, kepala sekolah, peserta didik, dan orang-orang yang terkait dalam proses tersebut.

Pembelajaran merupakan proses mendidik yang paling mendasar bagi para guru, untuk mencapai tujuan yang akan dicapai, terutama dalam hal transfer (memberikan pengetahuan) kepada peserta didik. Tahapan ini tertuang dalam program pembelajaran yang disusun oleh guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 (tentang Standar Proses) dinyatakan: “Perencanaan proses pembelajaran meliputi

(2)

silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar”.

Berdasar pada standar kompetensi dan kompetensi dasar jenjang sekolah menengah atas (SMA) pelajaran geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek, dan proses pembentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungannya, serta interaksi manusia dengan lokasi tempat tinggalnya. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya (interelasi dan interdependensi).

Maryani (2006:30) menyatakan saat ini, di persekolahan ilmu geografi seringkali dianggap tidak menarik untuk dipelajari. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor (1) pelajaran geografi seringkali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah yaitu menghafal nama-nama tempat, sungai dan gunung, atau sejumlah fakta lainnya; (2) Ilmu geografi seringkali dikaitkan ilmu yang hanya pembuatan peta; (3) Geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan manusia di permukaan bumi; (4) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal; kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media konkrit dan teknologi mutakhir; (5) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang saat ini.

Untuk itu diperlukan adanya guru yang kompeten. Karena dengan terbentuknya kompetensi guru, maka dapat mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional yang mengacu pada PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang terurai ke dalam empat komponen, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Selanjutnya, setelah terbentuk adanya empat komponen kompetensi guru dalam diri pendidik (guru). Diharapkan muncul adanya guru-guru profesional yang ahli dalam bidangnya. Salah satunya yaitu pelajaran geografi diajarkan oleh guru yang berlatar belakang geografi. Sehingga pada saat memberikan materi

(3)

hakikat geografi berdasarpada SK dan KD yang berlaku. Guru tersebut mampu membangun dan mengembangkan pemahaman konsep geografi peserta didik. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah. Sedangkan yang terjadi di persekolahan berbeda, kendati pun Kurikulum Nasional mengalami perubahan dan pergantian dari masa ke masa. Kegiatan belajar mengajar geografi tetap diberlakukan secara konvensional berdasar pada hafalan (rote learning). Padahal tuntutan dari Undang-undang Sisdiknas beracuan pada belajar kognitif yang lebih menekankan proses dibandingkan hasil. Rendahnya pemahaman tersebut menurut Sumarmi (2012: 5), disebabkan oleh:

(1) banyak peserta didik mampu menghapal dengan baik terhadap konsep-konsep Geografi, baik konkret maupun konsep-konsep abstrak yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahami maknanya. (2) sebagian besar peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan di masyarakat. Padahal, mereka sebetulnya sangat membutuhkan pemahaman konsep-konsep yang berhubungan dengan pekerjaan dan yang diperlukan masyarakat pada umumnya, di mana mereka akan hidup dan bekerja.

Pasya (2006: 95-96) mengatakan “pemahaman geografi dimulai dari yang konkrit secara bertahap akan menuju kepada hal yang abstrak.” Hal ini selaras dengan pernyataan Ningrum (2009: 59) “Penguasaan konsep-konsep yang terkandung di dalam suatu materi pembelajaran oleh peserta didik sangat penting bahkan merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki peserta didik”.

Dalam National Geography Standards(1994. P.18)Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments. Its subject matter is earth’s surface and the processes that shape it, the relationships between people and evironments, and the connections between people and places.

Untuk mempelajari geografi diperlukan pemahaman konsep geografi. Hal ini berarti memahami pengertian istilah-istilah yang digunakan disiplin ilmu geografi. Karena geografi merupakan integrasi disiplin ilmu dari dimensi fisik (alam) dan manusia (sosial). Dengan mempelajari geografi peserta didik dan guru melihat makna dalam pengaturan berbagai hal dalam ruang; melihat hubungan

(4)

antara orang-orang, tempat dan lingkungan; dan keterkaitan dari terapan/aplikasi spasial (ruang dan tempat) dengan ekologi (manusia/interaksi lingkungan) perspektif untuk situasi kehidupan. Maryani (2010: 6) menyatakan “Geografi senantiasa mengembangkan asas, konsep, metode dan pendekatan untuk mengembangkan teori-teori yang relevan dengan kebutuhan manusia sehingga memiliki nilai praktis, bukan hanya membuat manusia semakin cerdas memilih ruang tetapi juga mengembangkan mata pencaharian secara profesional. Image manusia tentang ruang dan bagaimana manusia memanfaatkan ruang sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang dianutnya, semua itu ditransformasikan melalui pendidikan”.

Cher (2013: 20) mengatakan banyak peserta didik berpendapat bahwa pengetahuan itu setara dengan pengertian. Mereka berpikir bahwa bila mereka mengetahui banyak hal, mereka menjadi pintar dan mengerti segalanya. Namun peserta didik yang mengaku mengetahui banyak hal, tidak selalu mendapatkan hasil yang lebih baik dalam tugas dan ujian, dibanding peserta didik yang memahami apa yang telah mereka pelajari. Pada ranah pemahaman konsep, peserta didik tidak hanya sekedar menginggat informasi terkait pembelajaran, sementara itu pembelajaran geografi di kelas X SMAN 1 Kasokandel masih bersifat hafalan (rote learning). Salah satunya terlihat pada saat memahami konsep geografi. Banyak istilah-istilah baru yang sulit dipahami oleh peserta didik. sehingga apabila dilakukan tes pada akhir pembelajaran rata-rata nilai mereka bagus tapi pada saat dilakukan UTS/UAS (Ulangan Tengah Semester/Ujian Akhir Semester) nilai peserta didik, sebagian masih ada yang di bawah standar KKM. begitupun pada saat peserta didik mengikuti UN (Ujian Nasional). Karena soal tentang hakikat geografi yang didalamnya mengupas konsep geografi selalu muncul padasaat UN.

Kekhawatiran guru pun muncul terutama pada saat transisi kurikulum seperti saat ini (peralihan dari KTSP ke Kurikulum 2013). Pada tahun pelajaran 2013/2014 SMAN 1 Kasokandel masih menggunakan KTSP, untuk penjurusan program studi dilakukan pada kelas XI, yaitu program IPS dan IPA.Peserta didik yang naik ke kelas XI IPA sesuai dengan acuan pada KTSP tidak diberikan pelajaran geografi sehingga pengetahuan tentang geografi seolah-olah menjadi

(5)

berhenti dan selesai padahal informasi tentang geografi tidak bisa lepas begitu saja, apalagi bila melihat kondisi geografis negara Indonesia. Diharapkan keberlangsungan pembelajaran geografi dapat melecut pemahaman konsep geografi peserta didik.

Hal itu jelas dibutuhkan suatu metode sehingga kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi bermakna yang dapat menyimpan informasi geografi lebih lama dalam memori tiap peserta didik, setidaknya ada beberapa konsep dalam pembelajaran geografi yang dapat membentuk pola pikir peserta didik. Jika melihat kondisi peserta didik saat ini, pada umumnya peserta didik kurang memiliki rasa percaya diri (self confidence) akan kemampuan dalam dirinya. Salah satu buktinya, yaitu saat mengikuti UTS/UAS. Ada sebagian peserta didik yang langsung mengisikan jawaban yang diperoleh dari temannya walaupun temannya juga dapat dari temannya, tanpa disensor terlebih dahulu. Jelas hasil yang dicapai tidak akan optimal, meskipun bisa jadi jawaban yang mereka dapatkan benar tapi pada prinsipnya tidak menambah pengetahuan dan pemahaman geografi. Karena target peserta didik bukan bisa atau paham, tapi hasil berupa nilai yang diperoleh secara praktis. Seharusnya kemampuan dalam diri peserta didiklah yang paling penting dan berharga. Bukan berpatok pada nilai yang mereka hasilkan secara instan.

Santrock (2007: 351) mengatakan pemahaman konseptual adalah aspek kunci dari pembelajaran. Salah satu tujuan pengajaran yang penting adalah membantu murid memahami konsep utama dalam suatu subjek, bukan sekedar mengingat fakta yang terpisah-pisah. Dalam banyak kasus, pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu peserta didik mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi mereka contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep. Konsep adalah bagian utama dari pemikiran.

Bila dikaitkan dengan pemahaman konsep pada pelajaran geografi, maka terdapat 10 konsep esensial geografi yang harus diketahui oleh masing-masing peserta didik. Diantaranya yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi dan interdependensi, diferensiasi area, dan keterkaitan keruangan. Hal ini dalam KTSP tertuang pada standar kompetensi (SK), 1. menafsirkan konsep, pendekatan, prinsip dan aspek geografi; dan

(6)

kompetensi dasar (KD) 1.1 menjelaskan konsep geografi (pada KTSP). Sedangkan pada kurikulum 2013 terdapat kompetensi inti (KI), 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah; dan kompetensi dasar (KD), 3.1 memahami pengetahuan dasar geografi dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Metode pembelajaran yang ditawarkan oleh genius learning Methodadalah suatu sistem yang terancang dengan proses yang sangat efisien meliputi diri peserta didik, guru, proses pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Dalam Genius Learning. guru menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses pembelajaran, sebagai subjek pendidikan bukan hanya objek semata. Kedua proses ini memang diusahakan untuk bisa dicapai secara bersamaan. Untuk itulah genius learning dirancang, yakni untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses belajar. Gunawan (2012: 96) menyatakan “Satu cara yang efektif untuk membantu peserta didik mempelajari dan mengingat materi pelajaran yang banyak adalah dengan mengatur informasi ke dalam satu konsep atau tema. Dengan melakukan hal ini, peserta didik dapat melihat gambaran besar dari apa yang sedang ia pelajari dan mampu memahami materi secara lebih mendalam. Dengan demikian peserta didik akan lebih mengingat kembali, fakta, data, informasi, pikiran, gambar, ingatan, perasaan, dan emosi yang berhubungan dengan konsep tersebut”.

Rose and Nicholl (2009: 95) menyatakan “menanamkan informasi pada memori menetap mensyaratkan untuk menyelidiki implikasi dan signifikansi-makna seutuhnya-dengan secara seksama mengeksplorasi bahan subjek yang bersangkutan. Ada perbedaan besar antara mengetahui dan memahami benar-benar sesuatu. Semata mengubah fakta ke dalam makna pribadinya adalah unsur pokok dalam proses belajar”. Genius Learning method merupakan bagian dari

(7)

Accelerated Learning (cara belajar dipercepat), beragam nama lainnya yaitu Quantum learning, Quantum Teaching, Super Learning, Efficient and Effective Learning. Meier (2012: 36) menyatakan “Praktisi A.L menginginkan agar pembelajar mengalami kegembiraan belajar sebab mereka tahu betapa pentingnya itu. “Kegembiraan” bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Namun “kegembiraan ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna pemahaman, nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik. Itu adalah kegembiraan melahirkan sesuatu yang baru. Dan kegembiraan ini jauh lebih penting untuk pembelajaran daripada segala teknik atau metode atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan”. Menurut Jensen (2011: 250) cara pemahaman pada otak itu lebih melalui diskriminasi pola ketimbang melalui fakta tunggal atau daftar tunggal. Tahap-tahap awal dari pengolahan umumnya paralel dan bukannya serial, dan tahap-tahap tersebut menonjolkan hasil analisis dari pencocokan pola dan bukannya mendeteksi hal-hal yang menonjol (features). Dalam mengidentifikasi sebuah objek, misalnya, dengan mengumpulkan informasi – sering dalam waktu kurang dari satu detik – berdasarkan ukuran, warna, bentuk, tekstur permukaan, bobot bau dan gerakan”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memaknai arti dari “pemahaman” dalam pembelajaran, peserta didik harus mulai terbiasa dengan penerimaan diri, harga diri, dan kepercayaan diri, tujuan dan penetapan tujuan.

Peran guru sebagai fasilitator dan katalisator. Selama proses pembelajaran untuk membantu pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran geografi yaitu guru memiliki peran dalam memfasilitasi proses pembelajaran di kelas, karena pada dasarnya geografi tidak hanya dapat dipahami melalui buku semata. Selanjutnya pada saat proses pembelajaran, sebaiknya guru tidak langsung memvonis KD dalam SK ini sulit dan KD dalam SK itu mudah. Sehingga dalam memberikan materi dan soal-soal pembelajaran guru cenderung mengikuti apa yang tertera dalam buku paket atau pun LKS yang disediakan oleh penerbit karena pada prinsipnya guru sebagai katalisator guru dapat membantu peserta didik dalam menemukan kekuatan dan kelebihan yang mereka milik. Dengan demikian,

(8)

permasalahan tentang rendah atau kurangnya rasa percaya diri peserta didik dalam menjawab UTS/UAS/UN dikarenakan pada proses pembelajaran peserta didik tidak menemukan relevansi dengan kehidupan nyatanya. Peserta didik hanya berpikir sekolah itu untuk menyeleseikan UTS/UAS/UN. Maka diperlukanlah metode pembelajaran yang dapat mengasah pemahaman konsep, metode yang tidak hanya melihat peserta didik sebagai objek dari pendidikan yang berlaku di sekolah tapi peserta didik sebagai subjek pendidikan (student oriented). Untuk itu maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh Genius Learning Method Terhadap Pemahaman Konsep (Studi Quasi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Geografi di Kelas X SMAN 1 Kasokandel Kabupaten Majalengka)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh penggunaan Genius Learning Method terhadap pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran geografi?” Permasalahan tersebut dijabarkan dalam pernyataan:

1. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Genius Learning Method teknik rotasi refleksi sebelum dan setelahpembelajaran pada kelas eksperimen pertama?

2. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Genius Learning Method teknik operan kertas ide sebelum dan setelah pembelajaran pada kelas eksperimen kedua?

3. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Expository Learning Method sebelum dan setelah pembelajaran pada kelas kontrol?

4. Bagaimana perbedaanpemahaman konsep geografi peserta didik antara kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Rotasi Refleksi dan kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Operan Kertas Ide?

(9)

5. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik pada kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Rotasi Refleksi dan kelas yang menggunakan Expository Learning Method?

6. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik antara kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Operan Kertas Ide dan kelas yang menggunakan Expository Learning Method?

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Genius Learning Method teknik rotasi refleksi sebelum dan setelah pembelajaran.

2. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Genius Learning Method teknik operan kertas ide sebelum dan setelah pembelajaran.

3. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik di kelas yang menggunakan Expository Learning Method sebelum dan setelah pembelajaran.

4. Mengkaji perbedaanpemahaman konsep geografi peserta didik antara kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Rotasi Refleksi dan kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Operan Kertas Ide.

5. Mengkajipemahaman konsep geografi peserta didik pada kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Rotasi Refleksi dan kelas yang menggunakan Expository Learning Method.

6. Mengkaji perbedaan pemahaman konsep geografi peserta didik antara kelas yang menggunakan Genius Learning Method Teknik Operan Kertas Ide dan kelas yang menggunakan Expository Learning Method.

(10)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi guru tentang penerapan pemahaman konsep Genius Learning Method teknik rotasi refleksi dan teknik operan kertas ide sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran.

2. Sebagai informasi bagi guru mengenai perbedaan pemahaman konseppeserta didik sebelum dan setelah pembelajaran, dilihat dari nilai tes, tugas (LKS)maupun hasil observasi antara kelas eksperimen pertama yang menerapkan Genius Learning Method teknik rotasi refleksi dan kelas eksperimen kedua yang menerapkan Genius Learning Method teknik operan kertas ide.

3. Sebagai informasi bagi guru mengenai perbedaan pemahaman konseppeserta didik sebelum dan setelah pembelajaran, baik dari nilai tes, tugas (LKS) maupun hasil obsevasi antara kelas eksperimen pertama yang menerapkan Genius Learning Method teknik rotasi refleksi dan kelas kontrol yang menerapkan Expository Learning Method.

4. Sebagai informasi bagi guru mengenai perbedaan pemahaman konseppeserta didik sebelum dan setelah pembelajaran, baik dari nilai tes, tugas (LKS) maupun hasil obsevasi antara kelas eksperimen kedua yang menerapkan Genius Learning Method teknik operan kertas ide dan kelas kontrol yang menerapkan Expository Learning Method.

5. Memberikan pengalaman baru bagi peserta didik dengan Genius Learning Methoddan diharapkan dapat memberikan kesadaran akan adanya perbedaan pemahaman konsep geografi yang dimiliki peserta didik.

Referensi

Dokumen terkait

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Jika setelah berakhirnya perjanjian kerja ke-2 ternyata PIHAK KEDUA tidak diajukan untuk pengangkatan sebagai karyawan tetap oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja kontrak

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Proses risk assessment dilakukan berdasarkan NIST 800-30 yang menjelaskan tentang sepuluh langkah risk assesment , penentuan risiko berdasarkan ISO 29110 tentang cara

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata