• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lili (Lilium L.) merupakan tanaman hias yang dibudidayakan untuk produksi umbi, bunga potong, tanaman pot dan taman (Straathof 1994). Tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi dengan berbagai keunggulan, di antaranya aroma, warna maupun corak bunga. Corak dan warna bunga yang bervariasi serta aroma bunga yang wangi menjadikan bunga lili menjadi salah satu bunga yang banyak digemari masyarakat. Bunga lili putih digunakan sebagai lambang kesucian, keabadian serta kelimpahan rejeki, sehingga bunga ini banyak digunakan untuk acara keagamaan dan pernikahan. Di Cina, umbi lili (Lilium

speciosum var. gloriosoides ) dimanfaatkan sebagai obat (Chang et al. 2000).

Kebutuhan bunga potong lili di Indonesia cukup tinggi, namun ketersediaan benih masih terbatas. Indonesia mengalami peningkatan impor lili dari tahun ke tahun. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 menyatakan bahwa impor benih lili pada tahun 2008 sebanyak 1.273.550 umbi, tahun 2009 sebanyak 2.201.500 umbi dan tahun 2010 sebanyak 2.992.390 umbi.

Benih lili secara keseluruhan masih impor dari negara lain. Di sisi lain, umbi impor ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya pembudidayaannya harus memiliki ijin dari negara pengekspor, tanaman lili kurang adaptif serta hambatan hama dan penyakit tanaman. Hambatan ini akan mempengaruhi biaya produksi yang akan berdampak pada nilai jual bunga. Harga jual bunga dan umbi menjadi lebih mahal sehingga kalah bersaing dalam industri florikultura di Indonesia. Hambatan lain dalam budidaya lili ialah penyakit layu dan busuk umbi yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. lilii (fol). Cendawan ini termasuk cendawan tular tanah dan berpengaruh terhadap produksi umbi serta bunga lili yang terserang (Lim et al. 2003). Usaha untuk mencegah kerusakan akibat patogen ini umumnya dilakukan dengan cara kimia melalui disinfektan pada umbi lili dan media tanam. Namun, cara ini kurang efektif dan kurang ramah lingkungan karena dapat menyebabkan polusi , kerusakan lingkungan dan peningkatan biaya produksi (Straathof 1994).

Peluang usaha florikultura yang cukup bagus, terutama tanaman lili di Indonesia menjadi alasan perlunya usaha untuk mengatasi hambatan dalam pembudidayaannya. Upaya yang dapat dilakukan antara lain perbaikan teknologi perbanyakan lili dan penggunaan varietas lili yang tahan terhadap penyakit. Pendekatan yang dilakukan yaitu melalui teknik kultur jaringan dan pemuliaan mutasi.

Perbanyakan lili secara in vitro ini diharapkan dapat meningkatkan multiplikasi, mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak, bebas virus serta patogen. Teknologi kultur in vitro telah banyak dilakukan antara lain kultur menggunakan eksplan sisik umbi (Pekkapelkonen 2005; Kumar et al. 2008) , umbi (Tan Nhut et al. 2010; Rice et al. 2011), bagian mata tunas, ujung tunas, bunga, batang, embrio, petal, akar dan daun (Kumar et al. 2008; Lingfei et al. 2009). Perbanyakan lili juga dikembangkan melalui embrio somatik dari daun (Lan et al. 2009; Bakshaie et al. 2010). Sisik umbi merupakan eksplan yang

(2)

paling produktif diantara eksplan lain yang digunakan (Kumar et al. 2008). Namun hasil - hasil penelitian tersebut belum sepenuhnya mencapai produk yang maksimal, sehingga masih perlu dilakukan pengembangan metode yang efektif.

Keragaman tanaman lili umumnya diperoleh melalui hibridisasi interspesifik. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, dari awal persilangan hingga seleksi. Kelemahan lain metode ini yaitu adanya hambatan sebelum dan sesudah fertilisasi (Lim et al.2003). Pendekatan yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan sebelum fertilisasi antara lain metode pemotongan putik (cut style technique), grafted style methode, perlakuan zat pengatur tumbuh, dan polinasi secara in vitro. Hambatan setelah fertilisasi dilakukan dengan embrio rescue, kultur embrio, kultur ovul dan ovary slice culture ( van Tuyl et al. 2002; Wang et al. 2009). Pengembangan poliploidisasi lili, kultur mikrospora, transformasi gen serta penggunaan colchisin dan oryzalin untuk mendapatkan tanaman lili tetraploid (van Tuyl et al. 1996). Namun demikian pendekatan yang dilakukan tersebut masih terbatas pada jenis lili tertentu. Dengan demikian perlu pendekatan dan pengembangan metode dalam pemuliaan lili, salah satunya melalui pemuliaan mutasi.

Pemuliaan mutasi dilakukan untuk memperbaiki salah satu karakter tanaman dan meningkatkan keragaman genetik tanaman lili, sehingga dapat memberikan manfaat dan hasil yang lebih baik. Pemuliaan mutasi juga memegang peranan penting dalam pengembangan tanaman hias, khususnya menghasilkan mutan dengan warna dan bentuk bunga yang baru serta mendapatkan tanaman tahan terhadap penyakit. Varietas yang telah dilepas melalui mutagenesis hingga tahun 2005 sebanyak 2.335 dan 552 diantaranya tanaman hias (Barakat et al. 2010). Hasil penelitian melalui induksi mutasi pada tanaman hias antara lain perubahan morfologi dan warna bunga pada Chrysanthemum morifolium (Lamseejan et al. 2000), (Datta et al. 2005, Barakat et al. 2010), mutan novelty pada petunia (Berenschot et al. 2008), bunga matahari tahan terhadap imidazolinone ( Sala et al. 2008), perubahan warna dan ukuran petal pada anyelir (Aisyah et al. 2009), perubahan morfologi bunga dan mutasi klorofil pada curcuma alismatifolia (Abdullah et al. 2009).

Upaya untuk mendapatkan kultivar tahan dapat diperoleh melalui pemuliaan mutasi dan seleksi in vitro planlet lili dengan menggunakan agen seleksi yang tepat. Agen seleksi untuk ketahanan lili terhadap Fusarium oxysporum f.sp lilii (Fol) adalah fusaric acid (FA). FA merupakan salah satu senyawa toksik yang dihasilkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. FA ini memiliki peran dalam patogenesis, ketidak sensitifan tanaman terhadap toksin ini akan meningkatkan ketahanan terhadap patogen. Löffler dan Morris (1992) telah berhasil mengembangkan dan menghasilkan tanaman jagung tahan terhadap

Helminthosporium, dan beberapa tanaman tahan Fusarium dengan menggunakan

FA sebagai agen seleksi secara in vitro.

Dalam penelitian ini, dilakukan kombinasi teknik kultur jaringan dan induksi mutasi untuk mendapatkan tanaman lili tahan terhadap Fusarium

(3)

1.2 Tujuan Penelitian

Mendapatkan tanaman lili yang tahan terhadap Fusarium oxysporum f.sp.

lilii (Fol) melalui induksi mutasi secara in vitro.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan teknologi perbanyakan lili secara in vitro melalui induksi kalus lili dari tangkai sari bunga dan regenerasinya.

2. Mendapatkan dosis iradiasi sinar Gamma dan konsentrasi mutagen kimia yang optimum serta putatif mutan.

3. Mendapatkan keragaman morfologi tanaman hasil iradiasi sinar Gamma dan induksi mutagen kimia serta mendapatkan populasi planlet hasil mutasi. 4. Mendapatkan planlet lili tahan fusaric acid hasil seleksi in vitro menggunakan

media seleksi yang mengandung fusaric acid.

5. Mendapatkan kandungan saponin umbi lili hasil induksi mutasi dengan TLC

(Thin Layer Chromatography). 1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknologi perbanyakan lili secara in vitro melalui induksi kalus dari tangkai sari bunga dan regenerasinya dapat diperoleh pada media dasar MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D, TDZ dan NAA.

2. Dosis iradiasi sinar Gamma dan konsentrasi mutagen kimia EMS yang optimum dapat diperoleh untuk menginduksi keragaman genetik lili.

3. Keragaman morfologi dapat diperoleh pada planlet lili hasil induksi mutasi. 4. Mutan lili hasil induksi mutasi dapat diperoleh dengan seleksi in vitro pada

media seleksi yang mengandung fusaric acid.

5. Kandungan saponin lili dapat diperoleh dengan menggunakan TLC scanner.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pembudidayaan lili di Indonesia masih mengalami kendala diantaranya ketergantungan benih lili dari negara lain serta adanya penyakit utama lili yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. lilii. Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap tingginya biaya produksi terutama untuk penyediaan benih dan pengendalian penyakit tanaman. Penyakit tanaman akan berdampak terhadap produksi umbi dan kualitas bunga yang dihasilkan. Pengendalian penyakit secara kimia yang umum dilakukan pada tanaman lili juga berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan.

Perbaikan teknologi perbanyakan lili secara in vitro dan peningkatan keragaman melalui induksi mutasi diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan teknologi perbanyakan lili secara in vitro, dapat mengatasi permasalahan benih impor. Teknik ini dapat menghasilkan benih lili dalam jumlah yang banyak baik berbentuk umbi maupun planlet. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan benih juga lebih cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif pada umumnya. Benih yang dihasilkan seragam dan dapat diproduksi secara masal. Dengan demikian kebutuhan lili yang meningkat hingga saat ini dapat dipenuhi dari dalam negeri dan mengurangi jumlah benih yang harus diimpor.

(4)

Pemuliaan mutasi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik lili serta dapat memperbaiki karakter ketahanan terhadap penyakit. Tanaman lili tahan terhadap cendawan Fusarium yang dihasilkan akan dapat menekan biaya produksi terutama untuk fungisida. Tanaman lili yang tahan penyakit juga akan meningkatkan produksi umbi dan kualitas bunga yang dihasilkan. Keragaman genetik lili hasil induksi mutasi dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan untuk menghasilkan lili yang berkualitas, unggul dan sesuai keinginan konsumen dan pasar.

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini ialah

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Mendapatkan materi genetik yang dapat digunakan langsung untuk perakitan varietas unggul.

3. Mendapatkan teknologi perbanyakan lili terutama untuk pengadaan benih. 4. Mendapatkan teknologi mengendalikan Fusarium secara ramah lingkungan. 5. Memperkuat industri lili berbasis sumber daya nasional.

6. Mengurangi impor dan membuka peluang ekspor.

1.6 Kebaruan

Penelitian tentang perbanyakan lili telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti secara intensif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu perbanyakan lili secara konvensional dengan umbi, perbanyakan secara in

vitro dengan menggunakan berbagai macam eksplan diantaranya jaringan

reseptakel bunga (Tan Nhut et al. 2001), sisik umbi (Lian et al. 2002; Han et al. 2004; Chen et al. 2011, anter bunga lili (Tzeng et al. 2009), dan bulblet (Lian et

al. 2003; Tan Nhut et al. 2006). Perbanyakan juga dilakukan melalui somatik

embriogenesis menggunakan eksplan daun (Lan et al. 2009).

Penelitian - penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, belum memanfaatkan tangkai sari bunga sebagai eksplan untuk perbanyakan lili. Pada penelitian ini dilakukan perbanyakan lili secara in vitro menggunakan tangkai sari bunga sebagai eksplan. Penelitian ini dilakukan untuk menambah kajian terutama pemanfaatan bagian- bagian tanaman lili yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai materi perbanyakan guna mendukung penyediaan benih secara masal dan seragam.

Aspek kebaruan lain dalam penelitian ini ialah penggunaan gula pasir pada media pembentukan umbi dan regenerasinya. Sumber karbon yang umum digunakan dalam perbanyakan lili secara in vitro pada penelitian - penelitian sebelumnya yaitu sukrosa (Rice et al. 2011; Bakhshaie et al. 2010; Ishimori et al. 2009; Lingfei et al. 2009; Kumar et al. 2008). Penggunaan gula pasir pada media perbanyakan lili ini diharapkan dapat berkontribusi dalam penghematan biaya produksi. Manfaat lain ialah kemudahan masyarakat dalam memperoleh gula pasir sebagai bahan untuk media perbanyakan lili, bila dibandingkan sukrosa yang harus diimpor dan perlu waktu dalam pengirimannya. Dengan demikian memudahkan masyarakat dalam ikut serta membudidayakan lili.

(5)

Kebaruan lainnya dalam penelitian ini ialah peningkatan keragaman lili melalui pemuliaan mutasi. Penelitian pemuliaan lili yang umum dilakukan sebelumnya yaitu pemuliaan interspesifik (Lim et al. 2008; Gonzales et al. 2008; Zhou et al. 2008; van Tuyl 2009; Chung et al. 2009 ; van Tuyl dan Arens 2011; van Tuyl 2012), dan ploidisasi (Xie et al. 2010; Khan et al. 2010; Khan et al. 2009). Pemuliaan mutasi dengan sinar Gamma dan EMS ini dilakukan agar dapat memberikan alternatif cara untuk meningkatkan keragaman lili. Klon - klon lili hasil induksi mutasi diharapkan dapat menambah keragaman serta dapat digunakan sebagai tetua persilangan maupun plasma nutfah.

Dalam penelitian ini juga dilakukan seleksi in vitro dan pengujian kandungan saponin untuk mendapatkan waktu seleksi yang lebih cepat dan hubungan kandungan saponin dengan ketahanan terhadap penyakit. Seleksi in

vitro dengan media yang mengandung fusaric acid menghasilkan 36 klon tahan.

Penelitian seleksi in vitro dengan fusaric acid sebelumnya (Lim 2003; Straathof 1994; Loffler dan Mouris 1992) dilakukan secara terpisah, tetapi dalam penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan dari awal persiapan materi pemuliaan hingga seleksi in vitro untuk mendapatkan metode yang mudah, cepat dan bermanfaat.

(6)

Induksi Keragaman Planlet lili dan Seleksi in vitro

Gambar 1.1 Bagan alur tahapan penelitian

Keluaran Umum

a.Media optimum pembentukan kalus. b.Media regenerasi kalus menjadi planlet. Tahap 1. Produksi kalus dan planlet lili melalui optimasi

media kultur

a. Induksi kalus dan multiplikasi kalus. b. Regenerasi kalus menjadi planlet.

a.Dosis iradiasi sinar Gamma.

b.Konsentrasi

mutagen kimia EMS. c.Tanaman regeneran mutan putatif

Tahap 2. Induksi Mutasi dengan sinar Gamma dan mutagen kimia pada kalus.

a.Aplikasi iradiasi sinar Gamma b.Aplikasi mutagen kimia (EMS). c.Regenerasi mutan putatif .

Tahap 3. Pembentukan populasi tanaman mutan putatif generasi MV1, MV2 dan MV3.

Pembentukan generasi MV1, MV2, dan MV3 pada media

perbanyakan bulblet.

a.Planlet lili hasil mutasi generasi MV1, MV2 dan

MV3.

b.Bulblet lili

Tahap 4. Seleksi in vitro planlet hasil iradiasi. Seleksi mutan secara in vitro dengan menggunakan fusaric acid

Planlet lili mutan tahan fusaric acid.

Tahap 5. Pengujian kadar saponin planlet hasil induksi mutasi

Pengujian kadar saponin planlet lili hasil induksi EMS dan sinar Gamma.

Kadar saponin planlet lili

Tahap 6. Analisis Isoenzim mutan

Analisis mutan dengan empat macam enzim Esterase,

Peroksidase, Acid phosphatase dan Aspartate aminotransferase

Keragaman berbasis isoenzim

Gambar

Gambar 1.1 Bagan alur tahapan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

a) Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat. b) Mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK

Sedangkan perannya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam

Marwan dan Bona menyatakan bahwa terdapat kelebihan dari Index Card Match yaitu menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang

Ch3cooh merupakan asam lemah yang sedikit menghasilkan ion yang ada dalam larutannya (terionisasi sebagian) sehingga ketika diencerkan pHnya berubah dari 3 menjadi 4.. Nh4Oh

Konsentrasi optimal dari pemberian insektisida permetrin pada daya tetas telur Argulus japonicus terdapat pada perlakuan E konsentrasi 1 ppm dengan daya tetas Argulus

Berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga (1) racun perut, yaitu insektisida yang bekerja melalui sistem pencernaan (stomach poison), dan merupakan

Dari pendapat tersebut, dapat di simpulkan bahwa dalam memilih media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya guru harus memperhatikan kriteria-kriteria yang

yang sangat besar seperti: (1) pengembangan kompetensi guru (matematika) dalam pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat merefleksikan pada