• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anissa Yanuarina Putri, Cindy Rianti Priadi, Gabriel S.B. Andari. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anissa Yanuarina Putri, Cindy Rianti Priadi, Gabriel S.B. Andari. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat Gedung Perkantoran Terhadap Potensi

Daur Ulang Limbah Padat Kertas dan Plastik

(Studi Kasus: Gedung Pusri, Jakarta Barat)

Anissa Yanuarina Putri, Cindy Rianti Priadi, Gabriel S.B. Andari

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

E-mail: anissayanuarina14@yahoo.com

Abstrak

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat jumlah timbulan sampah pada tahun 2011 telah mencapai sekitar 6.595 ton/hari. Komposisi sampah gedung perkantoran dengan timbulan kertas dan plastik yang cukup tinggi memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikelola dengan baik sehingga dapat mereduksi sampah yang akan diangkut menuju TPA. Gedung Pusri belum menerapkan sistem pengelolaan sampahnya secara terpadu. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu sistem pengelolaan sampah yang dapat memaksimalkan potensi daur ulang dari sampah-sampah kertas dan plastik yang dihasilkan gedung tersebut. Hasil sampling menunjukkan bahwa rata-rata timbulan sebesar 0,21 kg/orang/hari dengan komposisi sampah kertas sebesar 24–36% dan sampah plastik sebesar 9-10%. Analisa hasil sampling menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang dihasilkan di gedung sebagai sumber timbulan sampah dapat lebih memaksimalkan potensi daur ulang jika dibandingkan dengan melakukan pengelolaan terhadap sampah yang telah berada di TPS. Rata-rata jumlah sampah kertas yang dihasilkan di gedung tercatat 5,51 kg/hari lebih banyak, nilai ekonomi yang diperoleh terhitung Rp. 12.378/hari lebih tinggi, dan kadar air yang terukur 4,45 % lebih kering jika dibandingkan dengan sampah yang berada di TPS. Analisis benefit cost yang dilakukan menghasilkan nilai NPV > 0, B/C rasio > 1, serta periode pengembalian selama 4,6 tahun.

Kata kunci : limbah padat perkantoran; potensi daur ulang; rata-rata timbulan; timbulan limbah padat

STUDY OF SOLID WASTE MANAGEMENT IN OFFICE BUILDING FOR RECYCLING PAPER AND PLASTIC WASTE

(Case Study: Pusri Building, West Jakarta) Abstract

Cleansing Office DKI Jakarta recorded the amount of waste in 2011 has reached approximately 6,595 tons/day. Paper and plastic waste generated from office building indicates high potential to be well-managed and therefore reducing the waste transported to landfill. Pusri building has not implemented an integrated waste management system. Therefore, it is necessary to have a waste management system that maximizes the recycling potential of paper and plastic waste produced. Sampling results indicate that the average generation of 0.21 kg/person/day with a composition of 24-36% paper waste and plastic waste by 9-10%. Analysis of sampling results indicate that the management of the waste produced in the building as the waste generator can further maximize the recycling potential when compared to managing the waste that is in transfer station. The average amount of paper waste generated in the building recorded 5.51 kg/day more, the economic value gained Rp. 12,378/day higher, and the water content measured 4.45% drier compared the waste that was in transfer station. Benefit cost analysis resulting NPV > 0, B/C ratio > 1, and payback period of 4.6 years.

(2)

1. Pendahuluan

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat jumlah timbulan sampah pada tahun 2011 telah mencapai sekitar 6.594,72 ton/hari. Dari sumber yang sama, disebutkan pula bahwa pemukiman merupakan daerah penghasil sampah terbanyak yaitu 52,97%, diikuti sampah dari kawasan perkantoran sebesar 27,35% (2005). Data tersebut dapat memberikan gambaran bahwa sampah dari gedung perkantoran di DKI Jakarta merupakan salah satu penyumbang potensial dalam menambah beban timbulan sampah yang ada di DKI Jakarta. Anggreni[1] pada penelitiannya mengungkapkan komposisi sampah kertas di beberapa kantor di DKI Jakarta tercatat memiliki jumlah yang cukup tinggi, seperti di gedung BPPT yang mencapai hampir 50% dan di gedung Pertamina Pusat yang mencapai 28%. Selain sampah kertas, komposisi sampah plastik juga terukur cukup signifikan, yaitu mencapai 5 – 13% dari total timbulan sampah yang dihasilkan. Sampah-sampah tersebut memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dikelola dengan baik sejak dihasilkan di sumber sehingga dapat mereduksi timbulan sampah yang akan diangkut menuju TPA. Namun, sebagian besar gedung perkantoran belum menerapkan sistem pengelolaan sampahnya secara terpadu.

Di kawasan perkantoran, pengelolaan sampah dapat dilakukan di berbagai tahap. Pengelolaan dapat dilakukan di gedung kantor sebagai sumber penghasil sampah, dilakukan setelah sampah-sampah dibuang ke tempat penampungan sementara (TPS), maupun dikelola di tempat pemrosesan akhir (TPA). Seringkali terjadi pengurangan sampah yang dilakukan oleh petugas kebersihan pada tahap pengumpulan sehingga tidak seluruh sampah akan dibuang ke TPS. Pengurangan sampah tersebut akan mengurangi jumlah dan potensi daur ulang sampah jika pengelolaan dilakukan di TPS pada saat sampah gedung diturunkan. Di sisi lain, jika pengelolaan sampah dilakukan terhadap sampah gedung, yaitu terhadap jumlah total sampah yang dihasilkan (tanpa pengurangan sejumlah sampah oleh petugas kebersihan), maka jumlah dan potensi daur ulang sampahnya pun akan memberikan hasil yang berbeda.

Sampah-sampah plastik dan kertas yang akan dimanfaatkan oleh petugas kebersihan tersebut dapat menimbulkan masalah lain seperti dalam hal penyimpanan. Beberapa gedung kantor umumnya tidak mengizinkan adanya sampah yang disimpan karena akan mengganggu nilai estetika dan kenyamanan. Oleh sebab itu, penyimpanan seringkali dilakukan di tempat-tempat yang tidak sesuai bahkan di tempat-tempat-tempat-tempat dengan resiko terbakar yang cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.

(3)

Gedung Pusri sebagai salah satu gedung perkantoran di wilayah DKI Jakarta telah melakukan upaya pengelolaan sampah, namun pengelolaan yang dilakukan belum cukup baik sehingga timbulan sampah yang dihasilkan tidak sepenuhnya dimanfaatkan. Sampah-sampah yang dapat di daur ulang selama ini langsung dibuang menuju TPS sekitar tanpa mempertimbangkan potensi daur ulangnya. Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai kuantitas (meliputi laju timbulan dan komposisi), kualitas (kadar air), serta nilai ekonomi dari limbah padat yang diperoleh di kedua lokasi pengelolaan, yaitu pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan di gedung sebagai sumber timbulan serta pengelolaan terhadap sampah-sampah yang telah berada di TPS, sehingga dapat ditentukan lokasi pengelolaan yang lebih memaksimalkan potensi daur ulang dari sampah-sampah tersebut.

2. Tinjauan Teoritis

Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen yang terdapat dalam buangan padat dan distribusinya. Biasanya dinyatakan dalam persen berat (%). Saat melakukan pewadahan, sebelumnya perlu diketahui komposisi timbulan yang dihasilkan oleh suatu gedung perkantoran agar pewadahan yang diterapkan dapat disesuaikan dengan sampah-sampah yang dihasilkan. Berdasarkan studi literatur, tipikal komposisi limbah padat secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat perbedaan jumlah komponen sampah dari beberapa negara dengan tingkat pendapatan yang berbeda pula. Komposisi sampah di Indonesia secara umum akan mendekati komposisi sampah negara berpendapatan sedang.

Komposisi limbah padat perkantoran akan sangat beragam dan tidak bisa dipastikan. Namun pada umumnya, komposisi timbulan yang dihasilkan dari area perkantoran terdiri dari limbah padat organik (mudah terurai) dan limbah padat anorganik (tidak mudah terurai). Material organik yang ada pada sampah organik dapat berasal dari sampah makanan, berbagai jenis kertas dan plastik, kardus, tekstil, karet, kayu, dan sampah taman. Sementara material anorganik di area perkantoran biasanya terdiri dari kaca, barang pecah belah, kaleng, alumunium, logam, dan debu. Jika kedua jenis limbah padat ini tidak dipisahkan saat dibuang, maka sampah ini disebut sebagai commingled commercial solid waste (campuran limbah padat komersial) (Tchobanoglous et al., 1993)[2].

(4)

Tabel 1. Tipikal Distribusi Komponen Sampah Perkotaan pada Beberapa Negara Komponen Negara Berpendapatan Rendah Negara Berpendapatan Sedang Negara Berpendapatan Tinggi Organi k Sampah Makanan 40 – 85 20 – 65 6 – 30 Kertas 1 – 10 8 – 30 20 – 45 Kardus 5 – 15 Plastik 1 – 5 2 – 6 2 – 8 Tekstil 1 – 5 2 – 10 2 – 6 Karet 1 – 5 1 – 4 0 – 2 Kulit 0 – 2 Sampah taman 1 – 5 1 – 10 10 – 20 Kayu 1 – 4 Material organik – – – Anorgani k Kaca 1 – 10 1 – 10 4 – 12 Kaleng 1 – 5 1 – 5 2 – 8 Alumunium 0 – 1 Logam lain 1 – 4 Kotoran, debu 1 – 40 1 – 30 0 – 10

Sumber: Tchobanoglous et al., (1993)

Sampah kertas dan koran bekas dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan produk daur ulang. Kertas akan dipisahkan berdasarkan jenisnya seperti kertas karton, HVS, buku, koran, dan majalah. Masing-masing jenis kertas memiliki harga yang berbeda-beda sesuai dengan berat, kualitas, dan jenis kertas bekas tersebut. Kertas tanpa kontaminan akan berharga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kertas yang terkena kontaminan. Kontaminan dapat berupa kertas tissue, Post-it ™, penjepit kertas, dan sisa makanan. Kontaminan tersebut akan mengakibatkan kerusakan mesin pendaur ulang hingga mengganggu proses pembuatan produk daur ulang. Saat ini harga jual kertas bekas bernilai sekitar Rp. 700 - 4000/kg bergantung pada jenis dan kondisinya (Bank sampah Mentari, Depok).

Sementara untuk sampah plastik, sebagian besar sampah plastik di area perkantoran biasanya berupa kemasan pembungkus makanan, botol dan gelas plastik, kresek, dan plastik lainnya (Anggreni, 2012). Pihak pendaur ulang plastik menginginkan kualitas plastik yang telah dipisah sesuai dengan jenisnya (1-7), tidak memiliki kelembaban yang terlalu tinggi, dan telah disatukan sesuai dengan ukuran dan berat yang serupa. Jika penggolongan plastik tidak

(5)

dilakukan dengan benar dan masih terdapat banyak kontaminan, maka kedua hal tersebut akan mengurangi harga jual plastik tersebut. Harga plastik di pasaran berkisar antara Rp.1000 – Rp.8000 tiap kg tergantung jenis dan kondisi plastik yang akan dijual.

Gambar 1 dibawah ini menggambarkan komposisi timbulan limbah padat di TPS dari tiga gedung kantor yang berbeda. Dapat terlihat timbulan kertas yang cukup variatif dari ketiga gedung tersebut. pada gedung Kwarnas dan Pertamina Pusat, timbulan kertas hanya mencapai 23-28% dari total timbulan limbah padat. Sementara di gedung BPPT timbulan sampah kertas hampir mencapai 50%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Joint Research Centre (2011) [3], sampah kertas yang umumnya dihasilkan di perkantoran akan mencapai 60 – 80% dari jumlah total limbah padat yang dihasilkan. Perbedaan timbulan sampah kertas yang cukup signifikan ini mengindikasikan adanya kemungkinan penyimpanan sampah-sampah tertentu yang dilakukan oleh petugas kebersihan sehingga menyebabkan rendahnya jumlah timbulan kertas yang terukur di TPS.

Gambar 1. Diagram Perbandingan Komposisi Timbulan Limbah Padat

Sumber : Anggreni, 2012

Penyimpanan sampah umumnya diatur oleh pihak pengelola kebersihan gedung. Sampah yang dihasilkan setiap harinya akan langsung dikumpulkan untuk dibuang dan tidak diperbolehkan menginap. Di beberapa gedung kantor, petugas kebersihan selaku pihak pelaksana yang berurusan langsung dengan timbulan sampah seringkali memanfaaatkan sampah-sampah tersebut untuk dijual ke lapak sekitar. Komposisi sampah perkantoran yang sebagian besar terdiri dari sampah kertas memang masih memiliki nilai jual di pasaran. Hal inilah yang dimanfaatkan

(6)

oleh sebagian besar petugas kebersihan sebagai sumber penghasilan tambahan. Sampah-sampah kertas yang dihasilkan akan disimpan oleh petugas kebersihan di beberapa lantai sehingga pada akhirnya mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPS. Langkah ini merupakan salah satu cara reduksi timbulan sampah, yaitu dengan memperbanyak jumlah sampah yang di daur ulang. Namun pengelolaan sampah ini belum secara formal dilakukan bersama dengan pihak gedung, melainkan hanya dilakukan di kalangan petugas kebersihan.

Pengelolaan sampah melalui pemilahan telah diatur melalui Peraturan Pemerintah RI no.81 tahun 2012[4] yang mengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas: sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun; sampah yang mudah terurai; sampah yang dapat digunakan kembali; sampah yang dapat didaur ulang; dan sampah lainnya. Peraturan lain mengenai pemilahan diatur melalui SNI 19-2454-2002[5] yang membedakan jenis sampah menjadi sampah organik, sampah anorganik, dan sampah bahan berbahaya dan beracun.

3. Metode Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kuantitas, kualitas, serta nilai ekonomi dari limbah padat yang diperoleh di kedua lokasi pengelolaan, yaitu pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan di gedung sebagai sumber timbulan serta pengelolaan terhadap sampah-sampah yang telah berada di TPS, sehingga dapat ditentukan lokasi pengelolaan yang dapat lebih memaksimalkan potensi daur ulang sampah-sampah tersebut.

Gedung Pusri telah memiliki sistem pengelolaan limbah padat yang selama ini diterapkan. Secara umum, sampah yang dihasilkan dari ruang kerja karyawan, ruang rapat,

lobby, dapur dan toilet akan digabung menjadi satu pada suatu wadah pengumpul. Seluruh

sampah yang dihasilkan dari tiap lantai merupakan sampah yang dihasilkan oleh gedung sebagai sumber timbulan. Ketika sampah dipindahkan ke TPS, akan terjadi perbedaan jumlah timbulan akibat dilakukannya penyimpanan sampah-sampah dengan jenis tertentu oleh beberapa petugas kebersihan. Sampah-sampah yang disimpan ini mengakibatkan turunnya jumlah timbulan sampah rata-rata yang terukur di TPS.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sementara variabel-variabel yang diamati adalah sebagai berikut:

(7)

 Variabel bebas: jumlah karyawan, komposisi sampah, kandungan air, jumlah sampah yang dapat di daur ulang, harga jual pasaran sampah-sampah daur ulang

Variabel terikat: laju timbulan limbah padat, lokasi sumber pengukuran timbulan limbah

padat (gedung Pusri sebagai sumber penghasil dan TPS)

Berdasarkan SNI 19-3964-1994[6] mengenai Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, pengambilan dan pengukuran timbulan dan sampel sampah dilakukan selama 8 hari berturut-turut untuk masing-masing lokasi. Delapan hari pertama dilakukan untuk mengukur timbulan dan komposisi sampah eksisting, yaitu setelah seluruh sampah diturunkan ke TPS. Lalu delapan hari berikutnya kembali dilakukan sampling untuk mengukur timbulan dan komposisi sampah yang sebenarnya dihasilkan di gedung sebagai sumber penghasil sampah. Sementara analisa kandungan air dilakukan sesuai dengan standar ISO287 mengenai perhitungan kadar kandungan air dengan metode kering, yaitu dengan menggunakan oven bertemperatur 105°C ± 2°C selama 1-2 jam.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Analisis Timbulan Limbah Padat

Gambar 2 dan Gambar 3 dibawah ini merupakan timbulan yang terukur di masing-masing lokasi:

(1) 27 Februari – 8 Maret 2013

(1) 29 Januari – 7 Februari 2013

Gambar 2. Grafik Timbulan Limbah Padat Gambar 3. Grafik Timbulan Limbah Padat

di Gedung Pusri di TPS

Dengan rata-rata timbulan sebesar 54 kg/hari, timbulan di TPS terukur lebih banyak jika dibandingkan dengan rata-rata timbulan limbah padat di gedung yaitu sebesar 52,12 kg/hari. Hal

(8)

ini disebabkan oleh adanya sumber sampah lain selain sampah gedung yang juga membuang sampahnya ke TPS. Sumber-sumber tersebut antara lain berasal dari sampah taman dan area parkir, serta sampah dari pos keamanan gedung yang berada di dekat TPS. Dari total sampah yang dihasilkan, maka dapat diketahui timbulan sampah yang dihasilkan oleh tiap karyawan yaitu sebesar 0,21 kg/orang/hari. Gambar 4 berikut memperlihatkan perbandingan jumlah limbah padat daur ulang yang didapat di lapangan.

Gambar 4. Grafik Perbandingan Jumlah Limbah Padat Daur Ulang

Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah limbah padat daur ulang di antara dua lokasi pengukuran. Pada hari kelima terlihat selisih yang cukup tinggi antara sampah daur ulang yang terukur di gedung dan di TPS. Timbulan sampah daur ulang yang dihasilkan pada hari itu mencapai nilai tertinggi, begitu juga dengan jumlah pengurangan sampahnya. Hal ini dapat terjadi karena pada hari tersebut timbulan sampah kertas dengan jenis HVS merupakan timbulan yang paling banyak dihasilkan yaitu mencapai 6,95 kg. Kertas jenis ini merupakan salah satu sampah daur ulang yang memiliki nilai jual yang cukup baik sehingga angka pengurangan yang diakibatkan dari disimpannya sampah-sampah tersebut oleh petugas kebersihan pun menjadi semakin tinggi.

Rata-rata jumlah limbah padat daur ulang yang dihasilkan di TPS adalah 18,82 kg/hari sementara jumlah limbah padat daur ulang yang dihasilkan di gedung adalah sebanyak 23,81 kg/hari. Limbah padat yang terukur di gedung selalu memiliki angka yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah yang terukur di TPS. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

1 2 3 4 5 6 7 8 Gedung 25,70 17,93 22,36 19,38 32,18 23,15 26,22 23,54 TPS 20,80 16,90 14,66 17,58 18,75 22,18 17,17 22,51 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 Ju m la h (k g) Hari ke- (kg/hari)

(9)

sejumlah sampah yang tidak dibuang ke TPS. Selisih rata-rata jumlah sampah yang dapat di daur ulang adalah sebesar 4,99 kg/hari. Selisih ini terjadi karena masih terdapat beberapa petugas kebersihan di beberapa lantai yang menyimpan sampahnya sehingga tidak dibuang ke TPS. Dengan demikian jumlah sampah yang diukur di TPS akan menjadi lebih sedikit. Jika pengelolaan sampah dilakukan di TPS, jumlah sampah daur ulang menjadi 4,99 kg lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan pengelolaan sampah saat sampah-sampah tersebut dihasilkan di gedung. Pengelolaan sampah melalui pewadahan akan lebih memaksimalkan potensi daur ulang jika mulai diterapkan pada tahap awal, yaitu pada saat sampah mulai dihasilkan di sumber. Dengan melakukan pemilahan di sumber, diharapkan semua sampah daur ulang yang dihasilkan di gedung sebanyak 23,81 kg/hari dapat seluruhnya dimanfaatkan untuk didaur ulang.

4.2. Analisis Komposisi Limbah Padat

Komposisi sampah rata-rata yang dihasilkan oleh kedua lokasi pengukuran tersaji pada Tabel 2 dan Tabel 3, sementara diagram persentase komposisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 dibawah ini. Limbah padat yang diukur berasal dari delapan lantai yang ada di gedung Pusri pada saat penurunan sampah.

Gambar 5. Diagram Komposisi Limbah Padat Gambar 6. Diagram Komposisi Limbah Padat Gedung Pusri (27 Februari – 8 Maret 2013) TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

Dari diagram diatas terlihat bahwa komposisi limbah padat terbesar di kedua lokasi pengukuran adalah sampah yang tidak dapat di daur ulang. Sampah tersebut sebagian besar merupakan sampah organik yang berasal dari sisa makanan kotak dari kegiatan rapat yang rutin

(10)

dilaksanakan. Tiap lantai memiliki ruang rapat masing-masing dan selalu menyediakan makan siang berupa nasi box. Sementara itu, lantai 8 yang memiliki ruang rapat utama dengan kapasitas hingga 50 orang juga berkontribusi dalam besarnya timbulan sampah organik yang terukur. Saat

sampling dilakukan, sangat sering didapati sisa makanan dalam nasi box yang dibuang begitu

saja. Hal-hal inilah yang menyebebkan tingginya angka timbulan sampah organik yang terukur di kedua lokasi pengukuran.

Tabel 2. Komposisi Limbah Padat Rata-Rata Tabel 3. Komposisi Limbah Padat Rata-Rata Di Gedung Pusri (27 Februari – 8 Maret 2013) di TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

(11)

Menempati urutan terbesar kedua adalah timbulan sampah kertas. Terlihat perbedaan jumlah timbulan yang cukup signifikan diantara kedua lokasi pengukuran. Saat melakukan pengukuran timbulan di TPS, komposisi sampah hanya berkisar 24% (gambar 4) dari total timbulan sampah. Namun ternyata jika pengukuran timbulan dilakukan terhadap sampah yang sebenarnya dihasilkan di gedung akan terjadi peningkatan jumlah hingga mencapai 36%. Sampah kertas yang dihasilkan sebagian besar berjenis dupleks dan HVS. Timbulan dupleks sebagian besar dihasilkan dari nasi box yang disediakan di setiap rapat sementara sampah kertas jenis HVS dihasilkan dari kegiatan surat-menyurat, administrasi, pelaporan, pembuatan proposal, fotokopi, dan lainnya. Sampah kertas yang dihasilkan sebagian besar masih berupa lembaran, sementara sisanya berupa sampah kertas yang telah di serut sebagai hasil dari mesin shredder. Selain HVS, terdapat jenis kertas lain yang memiliki jumlah timbulan yang cukup banyak yaitu kertas campuran. Kertas campuran adalah semua jenis kertas selain kertas HVS. Kertas dengan jenis ini akan dihargai lebih murah oleh lapak jika dibandingkan dengan kertas HVS.

Sampah plastik juga menjadi salah satu timbulan yang cukup besar, yaitu mencapai 9 – 10 % dari total timbulan sampah yang dihasilkan. Sebagian besar sampah plastik berupa plastik bening PP (PolyPropylene) dan PE (PolyEthylene), kantong plastik kresek LDPE (Low Density

Polyethylene), dan botol air mineral PETE/PET (Polyethylene Terephthalate).

Perbandingan jumlah timbulan sampah kertas dan plastik dari kedua lokasi pengukuran diperlihatkan pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7. Grafik Perbandingan Jumlah Komposisi Limbah Padat di Gedung (27 Februari – 8 Maret 2013) dan TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

Kertas Plastik Kaca Logam

Gedung 18,52 4,87 0,21 0,21 TPS 13,01 5,20 0,24 0,38 0 5 10 15 20 Ju m la h (k g) Komposisi (kg/hari)

(12)

Jumlah timbulan terlihat cukup signifikan pada timbulan sampah kertas. Dari rata-rata selisih yang didapat, terhitung sampah kertas yang dihasilkan di gedung 5,51 kg lebih banyak daripada sampah yang terukur di TPS. Hal ini mengindikasikan disimpannya beberapa jenis kertas tertentu oleh petugas kebersihan. Sampah-sampah tersebut disimpan di tempat-tempat penyimpanan sementara seperti di gudang maupun wadah-wadah lain hingga jumlahnya mencukupi untuk dijual ke lapak sekitar. Berbeda halnya dengan sampah plastik, kaca, dan logam yang justru memiliki jumlah yang lebih besar di TPS. Walaupun tidak terlalu jauh berbeda, namun hal ini mungkin terjadi karena sampah yang dibuang ke TPS tidak hanya sampah yang dihasilkan di gedung, tetapi juga sampah-sampah yang berasal dari taman dan area parkir. Untuk sampah kertas, Gambar 8 berikut ini memperlihatkan pendetailan mengenai jenis-jenis kertas dan selisihnya.

Gambar 8. Grafik Perbandingan Timbulan Berbagai Jenis Sampah Kertas di Gedung (27 Februari – 8 Maret 2013) dan TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa selisih paling besar adalah untuk sampah jenis putihan (HVS). Sampah kertas jenis ini memang yang paling banyak dihasilkan di gedung Pusri sekaligus menjadi limbah yang paling umum dijual ke lapak sebagai bahan kertas daur ulang. Harga jual yang cukup tinggi untuk jenis kertas ini juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak petugas kebersihan yang menyimpannya untuk dijual ke lapak. Jenis lainnya yang

Putihan Kertas

campuran Kardus

Koran bersih

Koran

kotor Majalah Boncos Dupleks Tetra pak

Gedung 5,52 1,62 1,59 1,17 0,06 0,22 0,44 7,80 0,10 TPS 2,66 1,56 1,25 0,00 0,34 0,00 0,58 6,55 0,06 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 Jumlah (kg) Komposisi (kg/hari)

(13)

memiliki selisih yang cukup besar adalah koran bersih dan dupleks. Koran yang rutin dihasilkan di beberapa lantai akan disimpan untuk dijual. Sementara koran kotor yang masih terdapat di TPS berasal dari lantai-lantai yang sama sekali tidak menyimpan sampah apapun, sehingga koran dibuang bersamaan dengan sampah lainnya.

Lalu pengukuran kadar air sampah kertas berjenis HVS juga dilakukan terhadap kedua lokasi pengukuran yang tersaji pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut ini:

Tabel 4. Kadar Air Sampah Kertas HVS dari Tabel 5. Kadar Air Sampah Kertas HVS Gedung Pusri (27 Februari – 8 Maret 2013) dari TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

Kadar air yang diperoleh dari sampah kertas di TPS terukur hampir dua kali lebih besar jika dibandingkan kadar air yang dihitung pada sampah kertas yang dihasilkan dari gedung yaitu hanya sebesar 5,43%. Kondisi sampah-sampah kertas yang diukur di TPS memang sudah kotor dan basah akibat tercampur dengan sampah-sampah lain yang dihasilkan di gedung seperti sampah dapur dan sampah kamar mandi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap penjual lapak di sekitar gedung Pusri, kadar air yang terkandung dalam sampah kertas akan menambah berat sampah saat ditimbang. Sehingga berat kertas yang ditimbang tidak bisa langsung dihargai sebagaimana angka yang terukur pada timbangan. Jika demikian, harga kertas yang dijual akan berharga lebih murah jika dibandingkan dengan sampah kertas dalam kondisi kering.

4.3. Nilai Ekonomi Limbah Padat Daur Ulang

Sampah-sampah yang dihasilkan di gedung Pusri sebagian besar adalah sampah-sampah yang dapat di daur ulang dan masih memiliki nilai ekonomis. Dengan mempertimbangkan

(14)

timbulan sampah di gedung Pusri, maka nilai ekonomi yang dapat diperoleh diperlihatkan pada Tabel 6 dan Tabel 7 seperti sebagai berikut:

Tabel 6. Nilai Ekonomi yang Diperoleh Dari Tabel 7. Nilai Ekonomi yang Diperoleh Dari Penjualan Sampah Daur Ulang dari Penjualan Sampah Daur Ulang dari

Gedung Pusri (27 Februari – 8 Maret 2013) TPS (29 Januari – 7 Februari 2013)

Nilai jual sampah yang dihasilkan di gedung terpaut Rp.12.378/hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai jual sampah yang dihasilkan di TPS. Terlihat harga jual yang cukup jauh berbeda jika penjualan kertas dilakukan terhadap sampah kertas yang basah, yaitu hanya Rp.400/kg. Namun jika pengelolaan dilakukan sebelum sampah-sampah tersebut dibuang ke TPA, potensi daur ulang akan dapat lebih dimaksimalkan. Selain karena jumlah yang diperoleh menjadi lebih banyak, kualitas dari sampah kertas tersebut dapat menjadi lebih baik. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomi yang diperoleh dari penjualan sampah ke lapak-lapak. Pengelolaan sampah di sumber melalui pewadahan yang tepat akan dapat mengurangi timbulan seluruh sampah daur ulang sehingga tidak ada lagi sampah daur ulang yang dibuang ke TPS seperti diagram alir yang diperlihatkan pada Gambar 9.

4.4. Analisis Benefit Cost

Diagram cash flow dalam penambahan sistem pengelolaan sampah di gedung Pusri dapat digambarkan pada Gambar 10.

(15)

Gambar 9. Diagram Alir Pengelolaan Sampah Melalui Pewadahan

Gambar 10. Diagram Cash Flow Penambahan Sistem Pengelolaan Sampah di Gedung Pusri

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan beberapa metode, didapat hasil perhitungan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 8 sebagai berikut:

(16)

Tabel 8. Hasil Perhitungan Analisis Benefit Cost

Metode Hasil Keterangan

NPV Rp. 2.081.397 Nilai NPV > 0, maka proyek layak B/C Ratio 1,15 Nilai B/C > 1, maka proyek layak Payback Period 4,6 tahun

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengambilan sampel timbulan dan komposisi limbah padat maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Laju timbulan limbah padat gedung Pusri adalah sebesar 0,21 kg/orang/hari 2. Perbedaan yang diperoleh dari masing-masing lokasi pengumpulan antara lain:

o Rata-rata harian timbulan sampah kertas yang dapat didaur ulang dari limbah padat di gedung (sumber) 5,51 kg lebih banyak jika dibandingkan dengan limbah padat TPS. o Rata-rata harian timbulan sampah plastik yang dapat didaur ulang dari limbah padat

gedung (sumber) 0,33 kg lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah padat TPS. o Persentase komposisi limbah padat kertas dapat menjadi 12% lebih banyak diperoleh jika

pengelolaan sampah dilakukan terhadap sampah yang dihasilkan di sumber.

o Kadar air kertas HVS dari limbah padat gedung (sumber) 4,45% lebih kering jika dibandingkan dengan limbah padat TPS.

3. Nilai ekonomi yang didapat melalui penjualan sampah daur ulang yang diperoleh dari gedung (sumber) akan bernilai Rp.12.378/hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penjualan sampah di TPS.

4. Pengelolaan sampah yang dilakukan terhadap sampah-sampah yang dihasilkan di gedung (sumber) dapat lebih memaksimalkan potensi daur ulang jika dibandingkan dengan melakukan pengelolaan sampah terhadap sampah yang berada di TPS.

5. Pengelolaan sampah melalui pemilahan atau pewadahan yang sesuai dapat memaksimalkan potensi daur ulang limbah padat yang dihasilkan.

(17)

6. Saran

1. Perlunya diterapkan pengelolaan limbah padat melalui pemilahan sejak sampah dihasilkan di sumber sehingga dapat memaksimalkan potensi daur ulang dari sampah-sampah yang dihasilkan.

2. Memanfaatkan TPS sebagai tempat penyimpanan sampah-sampah daur ulang seperti sampah kertas dan sampah plastik.

3. Studi lebih lanjut mengenai jenis dan lokasi pewadahan yang dapat memaksimalkan potensi sampah daur ulang yang di hasilkan dari gedung Pusri.

7. Daftar Referensi

1. Anggreni, M. W. Pengelolaan Limbah Padat Sebagai Bagian Penerapan Konsep Green

Building (Studi Kasus: Kantor Pusat PT. Pertamina, Jakarta). 2012. Skripsi S1 Universitas

Indonesia.

2. Tchobanoglous G., Theisen H., dan Vigil S. (1993). Integrated Solid Waste Management. New York: McGraw-Hill Inc.

3. Villanueva A., Eder P. (2011). JRC Scientific and Technical Reports: End-of-waste criteria

for waste paper. Luxemburg: Publications Office of the European Union

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

5. Standar Nasional Indonesia Nomor 19-2454. (2002). Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.

6. Standar Nasional Indonesia Nomor 19-3964. (1994). Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.

7. Charuvichaipong C., Sajor E. (2006). Promoting waste separation for recycling and local

governance in Thailand. Elsevier Science. Habitat International 30 579–594

8. Pires, Ana., Martinho, Graca., Chang, Ni-Bin. (2011). Solid Waste Management in European

Countries: A Review of System Analysis Techniques. Elsevier

9. Silalahi, Jansen Oloan (2003). Kajian Kelayakan Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu

(18)

10. Tai, Jun, et al. (2011). Municipal Solid Waste Source-Separated Collection in China: A

ComparativeAanalysis. Shanghai: Elsevier Ltd.

11. Weng, Yu-Chi., Fujiwara, Takeshi. Examining the effectiveness of municipal solid waste

management systems: An Integrated Cost-Benefit Analysis Perspective with a Financial Cost Modeling in Taiwan. Taiwan: Elsevier Ltd.

12. Zhuang, Ying, et al. (2007). Source separation of household waste: A case study in China. China: Elsevier Ltd.

Referensi

Dokumen terkait

penulis dapat menyelesaikan laporan akhir dengan judul “ Pengaruh Modal Kerja dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Tekstil dan Garment Yang Terdaftar Di

Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return On Investment (ROI) atau Return On Total Assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (

Temuan hasil penelitian adalah materi yang diberikan kepada siswa di DotoDo berupa modul Rubank Elementary Methode Saxophone, dan langkah belajar saxophone

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tapioka dan tepung gandum pada pembuatan kerupuk ikan teri nasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar

Dalam hal ini, likuiditas saham diproksikan dengan besarnya aktivitas volume perdagangan atau trading volume activity (TVA) saham di sekitar kejadian pengumuman

Tulislah terlebih dahulu kode sampel secara berurutan dari kiri ke kanan.. Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke

Hasil Dokumentasi Foto Kuliah Pakar 3 profesi keperawatan, kebidanan dan Gizi dengan Kompetensi Interprofessional Education (Nilai, Peran dan tanggung jawab, Komunikasi Interprofesi

Taraf signifikan 0,000 yang < 0,05,yang berarti bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu pendekatan saintifik melalui model Pembelajaran