OVERVIEW
DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT
ADIKTIF
Struktur Organisasi Badan POM
Struktur Organisasi
DITWAS NAPZA
Direktur Pengawasan NAPZA Subdirektorat Pengawasan Psikotropika Subdirektorat Pengawasan Prekursor Subdirektorat Pengawasan Rokok Seksi Inspeksi Narkotika Seksi Inspeksi Psikotropika Seksi Pengaturan dan Sertifikasi Psikotropika Seksi Inspeksi Prekursor Seksi Pengaturan dan Sertifikasi Prekursor Seksi Pengawasan Produk Rokok Seksi Pengawasan Iklan dan Promosi Rokok Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional Seksi Tata Operasional Subdirektorat Pengawasan Narkotika Seksi Pengaturan dan Sertifikasi NarkotikaTugas
Pokok
Penyiapan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan NAPZA.
2. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan NAPZA. 3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan NAPZA.
4. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengawasan NAPZA.
Fungsi
TUPOKSI DITWAS NAPZA
NAPZA
Narkotika Obat-Obat Tertentu Prekursor Farmasi Produk Tembakau PsikotropikaKomoditi Yang Diawasi DITWAS NAPZA
SURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN POM NO. HK.04.1.35.01.15.0063 TAHUN 2015
PENUGASAN KEPADA DITWAS NAPZA UNTUK MELAKUKAN PENGAWASAN
OBAT-OBAT TERTENTU (OOT) YANG SERING DISALAHGUNAKAN
Tramadol Trihexyphenidyl
Amitripthyline Haloperidol
Chlorpromazine
DEFINISI
NARKOTIKA:
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
(Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) PSIKOTROPIKA:
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
(Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika)
PREKURSOR FARMASI:
Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan narkotika dan psikotropika, termasuk produk antara, produk ruahan dan obat yang mengandung Efedrin, Pseudoefedrin, Norefedrin, Ergotamin, Ergometrin dan Kalium Permanganat
(Permenkes 3/2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotorpika dan Prekursor Farmasi) OBAT-OBAT TERTENTU :
Obat-obat yang bekerja pada sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosisi terapi dapat menyebabkan ketergantunga dan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan Haloperidol
(Perka Badan POM No.7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang sering disalahgunakan)
• TANAMAN PAPAVER, • OPIUM • HEROIN/PUTAW • KOKAIN/ CRACK • GANJA /MARIHUANA/ CANNABIS • 65 s/d 114 (NPS
misal, Metilon, Tanaman Khat)
(114) •
PETIDIN
• MORFIN
• FENTANIL
• METADON
• dll
(91)
• KODEIN
• ETILMORFINA
• BUPRENORFIN
• dll
(15)
I
II
III
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
(UU Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika)
PMK No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
• Dalam jumlah terbatas dapat untuk pengembangan IPTEK, reagensia diagnostik dan reagensia lab. • Dilarang untuk pengobatan
• Potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan
• Dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi
• Berkhasiat untuk pengobatan sebagai pilihan terakhir • IPTEK • Potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
• Berkhasiat untuk pengobatan • Banyak digunakan untuk
terapi • IPTEK
• Potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
Dipindahkan sebagai narkotika golongan I Dipindahkan sebagian sebagai narkotika golongan I
I
(0)II
•METILFENIDAT
•SEKOBARBITAL
•AMINEPTINA
(3)III
•AMOBARBITAL
•FLUNITRAZEPAM
•DLL
(8)IV
•ALPRAZOLAM •DIAZEPAM •BROMAZEPAM •LORAZEPAM •KLORDIAZEPOKSIDA •NITRAZEPAM •ZOLPIDEM •FENAZEPAM (62)PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
(UU Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika)
• Berkhasiat untuk pengobatan • Potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Berkhasiat untuk pengobatan • Potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan
Dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut UU No. 35 tentang Narkotika
Tabel I
1. Acetic Anhydride
2. N-Acetylanthranilic Acid.
3. Ephedrine.
4. Ergometrine.
5. Ergotamine.
6. Isosafrole.
7. Lysergic Acid.
8.
3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.
9. Norephedrine.
10. 1-Phenyl-2-Propanone.
11. Piperonal.
12. Potassium Permanganat
13. Pseudoephedrine.
14. Safrole.
Tabel II
1. Acetone.
2. Anthranilic Acid.
3. Ethyl Ether.
4. Hydrochloric Acid.
5. Methyl Ethyl Ketone.
6. Phenylacetic Acid.
7. Piperidine.
8. Sulphuric Acid.
9. Toluene.
•UU Nomor 35 tahun 2009 Tentang
Narkotika
•PP No. 44 tahun 2010 Tentang Prekursor
9
PENGGOLONGAN PREKURSOR
Bahan baku Prekursor Farmasi (Prekursor yang
digunakan untuk bahan baku obat) yang diawasi oleh Badan POM
NASIONAL
Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 yang diamandemen oleh Protokol 1972
Yellow List
UU No. 8 Thn 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika, 1961 beserta Protokol yang mengubahnya
Convention of Psychotropic Subtances, 1971
Green List
UU No.8 Thn 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika, 1971
United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances, 1988
Red List UU No.7 Thn 1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988
INTERNASIONAL
DASAR HUKUM PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA,
PREKURSOR DAN OBAT-OBAT TERTENTU
1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Tahun 1949 No 419)
2. UU No. 5/1997 tentang Psikotropika
3. UU No. 35/2009 tentang Narkotika
4. UU No. 36/2009 tentang Kesehatan
5. PP No 1 Tahun 1980 tentang Ketentuan Penanaman Papaver, koka, dan Ganja
6. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan
7. PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
8. PP No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
9. PP No. 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 35/2009 tentang Narkotika
10. Per Men Kes Nomor 167/KAB/B.VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
11. Per Men Kes Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas permenkes Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi.
12. Per Men Kes Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Permenkes Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
13. Per Men Kes Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Diminati
14. Per Men Kes No 10 Tahun 2013 Tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
15. Per Men Kes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik
16. Per Men Kes No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
17. Per Men Kes No. 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
18. Per Men Kes No. 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
19. Per Men Kes No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
20. Per Men Kes No. 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika
21. Per Men Kes No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
DASAR HUKUM PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA,
PREKURSOR DAN OBAT-OBAT TERTENTU
23. Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik
24. Per Ka Badan POM No. 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi
25. Per Ka Badan POM No. 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan.
13
DASAR HUKUM PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA,
PREKURSOR DAN OBAT-OBAT TERTENTU
PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR
• Menjamin mutu, manfaat dan keamanan dari narkotika, psikotropika, dan
prekursor termasuk obat mengandung prekursor
• Mencegah kebocoran dan penyimpangan (diversi) narkotika, psikotropika, dan
prekursor termasuk obat mengandung prekursor yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
jalur legal ke ilegal atau sebaliknya.
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor termasuk obat mengandung prekursor
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
TUJUAN PENGAWASAN
IMPOR
PRODUKSI
PENYALURAN
PENYERAHAN
PENGGUNAAN
PENGAWASAN SECARA KOMPREHENSIF
PENGAWASAN
IMPORTIR INDUSTRI PBF APT/RS/PKM/LAPAS/RUTAN dr/KLINIK SPI
AHP
PELAPORAN BERKALA
Penggunaan dalam pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Penggunaan ilegal
SKISISTEM MONITORING DAN EVALUASI
E-NAPZA
PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU
(ROKOK)
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG PERDAGANGAN BARANG KENA CUKAI YANG PELUNASAN CUKAINYA DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI ATAU PEMBUBUHAN TANDA PELUNASAN CUKAI LAINNYA
UU 36/2009 KESEHATAN
PP 109/2012 PENGAMANAN BAHAN YG MENGANDUNG ZAT ADIKTIF BERUPA PRODUK TEMBAKAU BAGI KESEHATAN
PERMENKES 28/2013 PENCANTUMAN PERINGATAN KESEHATAN & INFORMASI KESEHATAN PD KEMASAN PRODUK TEMBAKAU
PERKA BPOM 41/2013 PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU YG BEREDAR, PENCANTUMAN PERINGATAN KESEHATAN DLM IKLAN DAN KEMASAN PRODUK TEMBAKAU, DAN PROMOSI
KEPMENPERINDAG 62/MPP/Kep/2/2004 PEDOMAN CARA UJI KANDUNGAN KADAR NIKOTIN DAN TAR ROKOK
KEPUTUSAN KA BPOM NO HK.04.1.35.06.14.4167 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU
➢Media cetak
➢Media teknologi informasi ➢Media penyiaran
➢Media luar ruang
Amanah PP 109/2012 kepada Badan POM
• Kebenaran Kandungan Kadar Nikotin
dan Tar
• Pencantuman Peringatan Kesehatan dan
Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau
• Pencantuman Peringatan
Kesehatan pada Iklan Produk Tembakau
• Persyaratan Iklan lainnya
BADANPOM
Sanksi
Administratif
Pasal 60, PP 109/2012
a. Teguran Lisan b. Teguran Tertulis c. Penarikan Produkd. Rekomendasi Penghentian Sementara Kegiatan e. Rekomendasi Penindakan Kepada Instansi Terkait
Tindak lanjut dalam penerapan sanksi d dan e, dalam 30 hari harus dilaksanakan oleh instansi penerima rekomendasi (masih tahap pembahasan dengan Kementerian Perindustrian,
BADAN
POM
Sanksi
Pidana
Pasal 199, UU No. 36 tahun 2009
Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak
mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
Program WAS
ROKOK
Balai
Besar/Balai
POM
Hasil Was
Nasional
Koordinasi
Lintas Sektor
Kemandirian
Balai
Persepsi
- SOP
- IK
Pengawasan Produk Tembakau (Rokok)
oleh BB/BPOM
PERKUATAN PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU OLEH BPOM
MELALUI:
PEMANTAPAN REGULASI DAN STANDAR TERKAIT PENGAWASA N PRODUK TEMBAKAU PENGUATAN SISTEM, SARANA DAN PRASARANA LABORATORI UM PENGUJI ROKOK PENGUATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PRODUK TEMBAKAU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENGAWASAN IKLAN DAN PRODUK TEMBAKAU PENGUATAN KERJASAMA LINTAS SEKTORPEMANTAPAN REGULASI DAN STANDAR TERKAIT
PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU
PENGUATAN SISTEM, SARANA DAN PRASARANA
LABORATORIUM PENGUJI ROKOK
2
2
1
1. Laboratorium Pengujian Rokok PPOMN
2. Laboratorium Pengujian Rokok BBPOM Surabaya 3. Laboratorium Pengujian Rokok
BBPOM Semarang
PENGUATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PRODUK
TEMBAKAU
3
Belitung,18-22 Mei 2014
Denpasar, 3-6 Maret 2014
SOSIALISASI PP 109/2012 DAN PERKUATAN BALAI/BALAI BESAR POMPELATIHAN PENGAWAS IKLAN
DAN PRODUK TEMBAKAU FORUM KOORDINASI INSPEKTUR NAPZA
MASKOT RIKO (REMAJA INDONESIA ANTI ROKOK)
Riko dibuat dalam 3 (tiga) macam bentuk yakni karakter animasi dua dimensi (2D), karakter animasi tiga dimensi (3D), dan kostum maskot. Tokoh Riko dalam bentuk kostum maskot, diluncurkan pertama kali pada saat kegiatan pameran Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan POM Tahun 2015 yang digelar di Hotel Bidakara Jakarta pada tanggal 16-17 Maret 2015. Tokoh Riko diharapkan akan menjadi “Fiction Endorser” bagi remaja Indonesia untuk menghindari perilaku negatif merokok dan membantu Badan POM dalam mengawasi peredaran rokok di masyarakat
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
KAMPANYE ANTI ROKOK
PROGRAM KIE & PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
PENYEBARAN INFORMASI BAHAYA MEROKOK
1
2
3
Kegiatan Penyebaran Informasi Tentang Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Kepada Masyarakat oleh Direktorat Pengawasan NAPZA - Badan POM RI kerjasama dengan Balai Besar POM di 1) Yogyakarta 2) Semarang dan 3) Surabaya dihadiri oleh pejabat daerah setempat masing-masing Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
PENGUATAN KERJASAMA LINTAS SEKTOR
5
1
2
1. Rapat koordinasi tingkat menteri Kepala Badan POM, Dr. Roy A. Sparringa, M.App. Sc dengan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Bapak Dr. H.R Agung Laksono.
2. Kepala Badan POM, Dr. Roy A. Sparringa, M.App. Sc bersama dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ibu Puan Maharani pada acara audiensi Badan POM.