PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
SISWA KELAS IX SMP N 2 MERANGIN Eza Risky Nandri
Pendidikan Matematika STKIP YPM Bangko
Abstract
This study aims to describe mathematical problem solving skills using the Two Stay Two Stray type cooperative learning model better than using conventional learning. The type of research used is a quantitative approach to the experimental method by connecting two variables, namely the cooperative learning model type Two Stay Two Stray as the independent variable and mathematical problem solving ability as the dependent variable. Posttes only control design research design. The population of this study were all students of class IX of SMP Negeri 2 Merangin as many as three classes consisting of 72 students. The sampling technique uses simple random sampling. Data collection techniques through tests of mathematical problem solving abilities in the form of essay questions on the material of the Roots and Forms of Roots. The data analysis technique used to test hypotheses is the t-test. From the analysis of the final test data mathematical problem solving abilities in the experimental class students obtained an average value of 34.04, while the control class students obtained an average value of 31.292. Based on the test requirements, the data analysis is normally distributed and homogeneous variance, then using a hypothesis test with the t-test obtained, and. Because it is accepted and rejected. Conclusions from the research on mathematical problem solving abilities using the two stay two stray model are better than the mathematical problem solving abilities using conventional learning of class IX students of SMP N 2 Merangin 2015/2016 academic year.
Keywords: Two Stay Two Stray, Mathematical Problem Solving Ability PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan siswa yang mempunyai semangat untuk terus belajar, penuh rasa ingin tahu dan keinginan untuk menambah ilmu.
Salah satu pendidikan yang mampu mengembangkan peserta didik adalah pelajaran matematika. Pelajaran matematika
perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, sistematis, kritis dan kreatif serta mampu bekerja sama.
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah yakni agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Tujuan tersebut mengindikasikan bahwa siswa diharuskan memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP N 2 Merangin pada pembelajaran matematika masih rendah. Terlihat bahwa sebagian besar siswa-siswi masih menganggap pelajaran matematika itu sulit dan menganggap bahwa pelajaran matematika
itu membosankan karena selalu berhubungan dengan rumus dan hitung menghitung. Selain itu, siswa juga kurang memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan atau dijelaskan oleh guru, banyak siswa yang tidak aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa malas bertanya tentang apa yang diajarkan oleh guru, dan siswa kurang memahami konsep dalam matematika sehingga sulit untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis ketika proses pembelajaran berlangsung, yang mengakibatkan siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan oleh guru. Hal ini disebabkan oleh pendekatan pembelajaran yang diterapkan kurang menunjang siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpukan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah. Oleh karena itu peneliti membatasi indikator kemampuan pemecahan masalah matematis, antara lain adalah mengidentifikasikan unsur – unsur yang diketahui, yang ditanyakan dari masalah, menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah serta penggunaan rumus, dan menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal.
Kemampuan pemecahan masalah akan diperoleh bila dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya sehingga dapat merangsang terciptanya partisipasi siswa. Artinya salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yaitu memilih model pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan pada diri siswa.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru dituntut untuk profesional. Seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Guru hendaknya menggunakan dan memilih berbagai model mengajar yang dapat membuat siswa aktif serta bisa menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa bekerja sama dengan baik. Salah satu kerjasama yang baik melalui model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas kerja sama antar siswa serta prestasi belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif yang ditawarkan adalah tipe Two Stay Two Stray. Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang dikembangkan oleh Spencer karena model pembelajaran ini lebih berorientasi kepada keaktifan siswa untuk memecahkan suatu masalah secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan pembelajaran berkelompok yang memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk berdiskusi, dan membagi peran diantara anggota, 2 orang anggota kelompok berperan sebagai tamu untuk mencari informasi pembahasan materidari kelompok lain, sedangkan 2 orang anggota yang lain bertugas menjadi tuan rumah untuk membagikan informasi pembahasan materi kepada tamu dari kelompok lain. Dengan begitu siswa dapat saling bekerja sama, berdiskusi, dan saling bersosialisasi dengan baik.
Model ini dapat menciptakan suatu situasi dimana setiap anggota kelompok dimungkinkan meraih tujuan belajar, baik secara individu maupun secara berkelompok. Model pembelajaran ini siswa akan terlibat aktif ketika proses pembelajaran dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi diantara siswa. Siswa memiliki rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya, baik itu dalam bertanya, menjawab pertanyaan ataupun mengomentari pendapat temannya yang lain selama proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematis yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional pada materi perpangkatan dan bentuk akar siswa kelas IX semester ganjil SMP N 2 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016.
KAJIAN TEORI
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay Two Stray. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). model Two Stay Two Stray merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar memecahkan masalah bersama anggota kelompoknya, kemudian dua siswa dari kelompok tersebut bertukar informasi ke dua anggota kelompok lain yang tingga. Struktur Two Stay Two Stray yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.
Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray menurut Dewi (2008:95) yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Adapun Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two stray menurut lie (dalam Dewi, 2008:97) adalah sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang seperti biasa
2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meningalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kolompok masing-masing dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja siswa.
Pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja siswa tersebut.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal 5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian
penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Two Stay Two Stray menurut Dewi (2008:99):
1. Kelebihan dari Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut :
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan d. Diharapkan siswa akan berani
mengungkapkan pendapat nya e. Menambah kekompakan dan rasa
percaya diri siswa
f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
2. Kekurangan dari model Two Stray Two Stray adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok c. Bagi guru, membutuhkan
banyak persiapan (materi, dana dan tenaga )
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional sering digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar disini guru lebih berperan aktif, lebih banyak melakukan aktifitas dibandingkan dengan siswa-siswanya. Guru telah mengolah dan mempersiapkan bahan pelajaran untuk mengajar secara tuntas lal menyampaikan kepada siswa, kemudian guru memberikan contoh soal dan latihan kepada siswa.
Menurut Musdika, dkk (2012:137) menyatakan “metode pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode ceramah”. pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di
kelas. Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa.
Menurut Musdika, dkk (2012:141) pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yaitu: a. Kelebihan dari pembelajaran
konvensional adalah:
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain 2. Menyampaikan informasi dengan
cepat
3. Membangkitkan minat akan informasi
4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan 5. Mudah digunakan dalam proses
belajar mengajar.
b. Kelemahan dari pembelajaran konvensional adalah:
1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
3. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis 4. Pendekatan tersebut mengasumsikan
bahwa cara belajar siswa itu sama dan bersifat pribadi
5. Kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses 6. Pemantauan melalui onservasidan
intervansi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung 7. Para siswa tidak mengetahui apa
tujuan mereka belajar pada hari itu 8. Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas
9. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Dengan demikian pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang diberikan dengan metode ceramah, dimana embelajaran ini berorientasi pada guru ( teacher oriented), hampIr seluruh pembelajaran itu
dikendalikan oleh guru meliputi apersepsi, motivasi, memperkenalkan materi, menyampaikan materi didepan kelas secara langsung, pemberian beberapa contoh soal dan latihan kepada siswa, kemudian memberikan kesimpulan atau ringkasan serta beberapa buah soal yang harus dikerjakan dirumah.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Pemecahan masalah secara sederhana adalah usaha atau proses menemukan solusi dari masalah yang melibatkan dua hal, yaitu memahami masalah dan konteksnya secara mental dan kemudian secara aktif melakukan manipulasi untuk mencoba model pemecahan masalah. Polya (dalam Fauzan, 2012:19) mengatakan bahwa: Pemecahan masalah adalah salah satu aspek berfikir tingkat tinggi, sebagai proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut. selain itu, pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki.
Dalam menyelesaikan masalah siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil dalam memilih dan mengindentifikasi kondisi dan konsep yang relavan, mencari generalisasi, merumuskan
rencana penyelesaian dan
mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Schoenfeld (dalam Fauzan, 2012:15) menyatakan bahwa “pemecahan masalah merupakan sarana untuk mengembangkan kemampuan berfikir.” Kemampuan memecahakan masalah seyogyanya merupakan hasil utama dari suatu proses pebelajaran matematika. Dalam kondisi ini pemecahan masalah dikatakan sebagai target belajar. Siswa harus mampu memecahkan masalah matematika yang terkait dengan dunia nyata, masalah yang terdapat didalam buku teks atau yang diberikan oleh guru. Untuk itu perlu
dirancang masalah yang dapat membantu siswa untuk dapat membantu siswa untuk membuat hubungan anatara matematika dengan kehidupan mereka, dan dengan mata pelajaran lainnya.
Menurut Anderson (dalam Fauzan, 2012:13) mengemukakan bahwa: Kemampuan pemecahan masalah matematika berkaitan dengan proses kognitif peserta didik, yang bertalian dengan kemampuan analisis evaluasi dan kreasi. Kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi menentukan seseorang berfikir ke arah lebih tinggi. Proses berfikir ini melibatkan kemampuan membedakan, mengorganisasikan, atribusi, pengecekan, pengkritikan, penyimpulan, perencanaan dan produksi.
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh oleh siswa melalui pemecehan masalah matematis, seperti yang diungkapkan oleh Fauzan (2012:12): 1. Siswa akan belajar bahwa ada banyak
cara untuk menyelesaikan suatu soal (berfikir divergen) dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal.
2. Siswa terlatih untuk melakukan eksplorasi, berfikir komprehensif, dan bernalar secara logis.
3. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi, dan membentuk nilai-nilai social melalui kerja kelompok.
Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis adalah tantangan dalam materi, tugas, atau soal yang masalahnya tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diektahui.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka metode penelitian yang digunakan penulis tergolong kedalam penelitian kuantitatif eksperimen. Penelitian ini direncanakan dan diteliti untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada hubungannya dengan hipotesis.
Menurut Sugiyono (2011;14) menyatakan Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Menurut Eryani, dkk (2013;8) menyatakan Metode penelitian eksperimen (experimental Research) merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk
menilai pengaruh suatu
perlakuan/tindakan/treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain.
Jenis desain eksperimen yang digunakan adalah posttes only kontrol design. Desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok yang diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah (O1). Menurut Sugiyono (2011;112),
“Dalam penelitian yang sesungguhnya, pengaruh treatment dianalisis dengan uji beda, pakai statistik t-test, misalnya kalau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan”.
PEMBAHASAN Deskripsi Data
Deskripsi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh dari tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh setelah melaksanakan proses belajar mengajar pada materi perpangkatan
dan bentuk akar melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematis berupa 4 item soal uraian. Pelaksanaan tes kemampuan pemecalahan masalah diikuti oleh 25 siswa di kelas eksperimen dan 24 siswa di kelas kontrol. Deskripsi data tes kemampuan pemecahan masalah yang diberikan pada kelas sampel disajikan sesuai dengan rubrik penskoran tes kemampuan pemecahan masalah dengan rentang skor total 1-40.
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada kedua kelas sampel dilakukan perhitungan rata-rata (𝑋̅ ), simpangan baku (S), skor tertinggi (Xmax)
dan skor terendah (Xmin) untuk melihat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas ekperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis kelas sampel
Kelas N 𝒙̅ S Xmax Xmin
Eksp. 25 34,04 3,576 40 28 Ktrl 24 31,292 3,014 38 27 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memiliki rata-rata 34,04 lebih besar dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional yaitu 31,292. Simpangan baku kelas eksperimen yaitu 3,576 lebih besar dari simpangan baku kelas kontrol yaitu 3,014. Variansi kelas eksperimen yaitu S2 =12,788 lebih besar dari kelas kontrol yaitu S2= 9,084. Nilai maksimum hasil tesakhir kelas eksperimen adalah 40 dan nilai minimumnya adalah 28, sedangkan nilai maksimum hasil tes akhir kelas kontrol adalah 38 dan nilai minimumnya adalah 27. Artinya hasil akhir
kemampuan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen lebih tinggi dari pada hasil akhir kemampuan pemecahan masalah matematis kelas Kontrol.
Pengujian Hipotesis
Untuk dapat mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka dilakukan analisis terhadap data tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Untuk dapat menganalisis data yang diperoleh sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi terhadap kedua kelas sampel.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2.Uji Normalitas Sampel
Kelas 𝑫𝒎𝒂𝒙 𝑫(𝜶, 𝒏) Keterangan IX B 0,091 0,269 Normal IX C 0,076 0,264 Normal
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa kelas eksperimen (IX C) dan kelas kontrol (IX B) keduanya berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua data sampel mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Hasil dari perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Uji Homogenitas Sampel
Kelas 𝑭𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝑭𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 Keterangan
IX B
1,408 2,01 Homogen IX C
Berdasarkan Tabel 16. dapat dilihat bahwa kelas IX B dan IX C bervarians Homogen.
Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas kedua data pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan dilanjutkan uji homogenitas pada kedua kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh kesimpulan bahwa data bervarians homogen. Karena kedua data pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan bervarians homogen maka untuk menjawab hipotesis menggunakan rumus uji-t.
Hasil perhitungan uji-t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,955, kemudian dikonsultasikan dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05
dengan𝑑𝑘 = 𝑛1+ 𝑛 2– 2 = 25 + 24 – 2 =
47 diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,67945. Dengan
kriteria pengujian Terima H0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan Tolak 𝐻0 jika thitung>ttabel. Karena nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔>𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 2,995 > 1,67945 berarti 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima maka
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan pembelajaran konvensional siswa kelas IX SMP N 2 Merangin tahun pelajaran 2015/2016.
Pembahasan
Berdasarkan hasil dari analisis data tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematis dari kedua kelas sampel diketahui bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen (IX C) lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata kelas kontrol (IX B). Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen yaitu 34,04 dan kelas kontrol yaitu 31,292. Hal ini berarti bahwa nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan pembelajaran konvensional siswa kelas IX SMP N 2 Merangin tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini tidak terlepas dari model pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
Hal ini disebabkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. siswa lebih aktif memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berbagi pendapat dengan temanya, merespon, dan saling membantu satu sama lain. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sedangkan pada model pembelajaran konvensional, siswa mempelajari materi pembelajaran yang dijelaskan oleh guru, kemudian guru memberikan contoh soal, dan dengan cara siswa haya mendengarkan apa yang dijelaskan guru, maka siswa sulit untuk memhami materi yang dipeljari, sehingga tujuan pembelajaran sulit dicapai.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian Maya Angelina (2014) dengan judul penelitian “ Pengaruh Model Pembelajaran Kkooperati Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SDN Nagarawangi Tasikmalaya Tahun ajaran 2013/2014”, menunjukan bahwa peningkatan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian yang telah dilakukan peneliti ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas IX SMP N 2 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016.
Berdasarkan penjelasan di atas, penggunaan model pembelajaran kooperati tipe Two Stay Two Stray dalam proses pembelajaran matematika dapat menciptakan pembelajaran yang efektif
serta dapat membangkitkan minat siswa dalam belajar yang akhirnya dapat mempengaruhi tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperati tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (𝑥̅ = 34,04) lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas kontrol (𝑥̅ = 31,292).
Berdasarkan perhitungan statistik dengan rumus t-tes polled varians diperoleh
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,955, dan dikonsultasikan
dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 iperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,67945. Karena nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔> 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 2,995 > 1,67945 berarti 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Hal ini
berarti kemampuan pemecahan masalah matematis yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas IX semester ganjil SMP N 2 Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Ratna. 2008. Model dan Strategi Pembelajaran Aktif. Jakarta: Pustaka Media
Dimyati dan Mudijono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka cipta Eriyani, Elfa, dkk. 2013. Panduan
Penyusunan Skripsi. Bangko: STKIP YPM Bangko
Musdika, Djamarah, dkk. 2012. Model Pembelajaran Yang Efektif. Jakarta: Pustaka Media
Riduwan, 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.