• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA SURABAYA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH

DI KOTA SURABAYA

Puspita Suci Arianto Puspita_suchie@yahoo.com

Yazid Yud Padmono

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

Local tax is determined by the local government regulation and its revenue is used for the local development. The local tax consists of province tax and city tax. In order to optimize the local tax revenue, some factors are needed to be considered such as the number of population, inflation and GDP. The number of population is one of the subjected tax since they are using public service provided by the government. Inflation is the average price increases of good and service. The Gross Domestic Products (GDP) is an indicator to find out the economics’ condition of a particular area. The purpose of this research is to find out (1) the influence of the number of population to the local tax revenue, (2) the influence of inflation to the local tax revenue, and (3) the influence of GDP to the local tax revenue in Surabaya.The research result shows that: (1) The number of population has positive influence to the local tax revenue, (2) Inflation has negative influence to the local tax revenue and (3) GDP has positive influence to the local tax revenue in Surabaya. The determination coefficient test result shows that local tax can be explained by all three factors.

Keywords: Local Tax, The number of Population, Inflation, and Gross Domestic Products

ABSTRAK

Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan yang hasilnya digunakan untuk pembangunan daerah. Pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah tersebut, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, Inflasi dan PDRB. Jumlah penduduk yang merupakan subjek pajak yang menggunakan pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Inflasi yang merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa. Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah, (2) Pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak daerah, dan (3) Pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak daerah kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah, (2) inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah dan (3) PDRB berpengaruh secara positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya. Hasil uji koefisien determinasi juga menunjukkan bahwa Pajak daerah dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut.

Kata-kata kunci: Pajak Daerah, Jumlah Penduduk, Inflasi, dan Produk Domestik Regional Bruto

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perumusan dan pengembangan Negara. Pelaksanaan pembangunan harus merata diseluruh Tanah Air dan ini tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah yang merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah khususnya merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhan daerahnya.

Menurut undang-undang No. 12 tahun 2008, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah, pemerintah harus dapat cepat mengidentifikasi sektor-sektor potensial sebagai motor penggerak pembangunan daerah, terutama melalui upaya pengembangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya merupakan daerah yang berkembang pesat. Dalam usaha menopang eksistensi otonomi daerah yang maju, sejahtera, mandiri, dan berkeadilan, kota Surabaya dihadapkan pada suatu tantangan untuk mempersiapkan strategi dalam perencanaan pembangunan yang akan diambil. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu tolak ukur pelaksanaan otonomi daerah. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai dengan PAD, maka akan semakin tinggi kualitas otonominya (Pesik,2013). Hal itu membuat pemerintah kota Surabaya melakukan berbagai upaya agar dapat meningkatkan penerimaan PAD dari segala sektor. Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah Kota Surabaya mencapai lebih dari 2,2 triliyun dimana 81 persen dari nilai tersebut berasal dari pendapatan pajak daerah. Sedangkan komponen PAD terkecil berasal dari pendapatan Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yaitu hanya sebesar 4 persen dari total PAD. Sebagai penerimaan PAD terbesar, Pajak daerah mempunyai ketertarikan yang erat dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian ikut mendorong penerimaan pajak daerah. Berbagai jenis penerimaan pajak daerah di kota Surabaya disesuaikan dengan Perda Kota Surabaya No.4 tahun 2011 yang merupakan ketetapan yang harus ditaati dalam melakukan pemungutan pajak daerah.

Tak bisa dipungkiri, bahwa penerimaan pajak daerah di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah julah penduduk, Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ketiga faktor tersebut selalu berfluktuasi tiap tahunnya dan dapat digunakan sebagai peramalan penerimaan pajak daerah. Jumlah penduduk yang merupakan subjek pajak adalah syarat untuk melakukan pemungutan pajak, dimana penduduk adalah yang menikmati pelayanan publik yang diberikan pemerintah.

Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk kota Surabaya diperkirakan lebih dari 2,7 juta jiwa dan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 8 ribu jiwa per km2. Angka ini membuat Kota Surabaya merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan wilayah lain di Jawa Timur. Perkembangan jumlah penduduk tersebut merupakan pertambahan alami melalui kelahiran, maupun pertambahan penduduk akibat arus migrasi.

Ketika jumlah penduduk naik, maka akan semakin banyak permintaakan akan barang publik sehingga pemerintah akan terus mengoptimalkan untuk memberikan barang-barang

(3)

publik tersebut tetapi dengan jasa timbal balik dari masyarakat yang berupa pungutan pajak yang bersifat memaksa.

Sebagai indikator perekonomian yang terkait dengan kondisi pasar, nilai inflasi berfluktuasi dengan pengaruh dari berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat, kondisi banyaknya barang yang beredar, dan sebagainya. Inflasi di Kota Surabaya bukanlah yang tertinggi di Jawa Timur maupun yang terendah. Inflasi merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa secara umum terus menerus dalam persen. Dengan meningkatnya inflasi maka akan menaikan tarif pajak pada barang atau jasa yang bersangkutan.

Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) merupakan indikator duntuk melihat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, dengan meningkatnya PDRB maka akan secara langsung berakibat pada kenaikan sektor-sektor pembentuk PDRB yang artinya ketika sektor-sektor itu naik, maka akan ada kenaikan terhadap penerimaan pajak daerah. Meningkatnya pertumbuhan PDRB Kota Surabaya yang terus mengalami kenaikan memberikan tanda bahwa kota Surabaya merupakan kota yang sedang berkembang.

Penelitian sebelumnya telah banyak mengangkat tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Prawironegoro (2011) mengatakan bahwa jumlah wajib pajak, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah. tetapi jumlah inflasi tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini mengiindikasikan bahwa meskipun barang dan jasa naik, tidak berpengaruh akan kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak.

Hariyuda (2009) mengatakan bahwa pajak daerah harus diidentifikasi potensi sektor yang mempengaruhinya yang diharapkan dapat mengoptimalkan sumbangsih sektor ini untuk pembiayaan pembangunan didaerah, dalam perspektif otonomi daerah yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan pembangunan bagi daerah daerah yang digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan daerahnya.

Berdasarkan latar belakang diatas,masalah yang akan dirumuskan adalah Apakah jumlah penduduk , Inflasi dan PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah ?

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah yaitu jumlah penduduk, laju inflasi dan tingkat PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya.

TINJAUAN TEORITIS

Sumber-Sumber Pendapatan Daerah

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Tiap-tiap daerah di Indonesia

mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Adapun yang menjadi sumber-sumber pendapatan daerah menurut SAP No 71 tahun 2010 adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber -sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana alokasi Khusus.

3. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

.

(4)

Pendapatan Asli daerah

Definisi pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari

sumber-sumber pendapatan asli daerah. Adapun Sumber-Sumber pendapatan asli daerah menurut UU No.12 tahun 2008 yaitu:

1. Hasil pajak daerah

Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik.

2. Hasil retribusi daerah

Pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.

Pajak Daerah

1. Pengertian pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Siahaan:2009).

2. Jenis dan tarif pajak daerah

Jenis pajak daerah kabupaten/kota yang diatur menurut Peraturan daerah Kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 adalah :

a. Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas semua pelayanan hotel. Tarif pajak hotel adalah sebesar 10% dan rumah kos sebesar 5%.

b. Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas semua pelayanan restoran. Tarif pajak restoran adalah sebesar 10%

c. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Tarif pajak hiburan yaitu: 1) tontonan film sebesar 10%

2) pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 20% 3) kontes kecantikan sebesar 35%

4) kontes binaraga dan sejenisnya sebesar 10% 5) pameran sebesar 10%

6) diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya sebesar 50% 7) sirkus, akrobat dan sulap sebesar 10%

(5)

9) pacuan kuda dan kendaraan bermotor sebesar 20% 10) permainan ketangkasan sebesar 10%.

11) panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa sebesar 50%; 12) pusat kebugaran (fitnes center) sebesar 10% dan 13) pertandingan olah raga sebesar 15%.

d. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Tarif pajak reklame sebesar 25%.

e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut:

1) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain :

a) Golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 3 %; b) Selain golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam yakni untuk

golongan rumah tangga sebesar 8 % dan golongan selain rumah tangga sebesar 5%.

2) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

f. Pajak Parkir

Pajak parkir adalah pajak atas setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir yaitu:

1) tarif sewa parkir tetap dan parkir khusus dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran;

2) tarif sewa Parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran;

3) tarif sewa Parkir Vallet atau parkir yang memberikan pelayanan sejenis dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran;

4) Penyelenggara tempat parkir yang tidak memungut sewa parkir dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir.

g. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Tarif pajak Air tanah adalah sebesar 20%.

h. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Tarif pajak burung walet adalah sebesar 10%. Produk Domestik Bruto Regional (PDRB)

1. Definisi

Menurut Badan Pusat Statistik (2012:24) definisi Produk Domestik Regional Bruto adalah sebagai berikut:

a. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun).

b. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

(6)

c. Apabila ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stok dan ekspor netto.

2. Metode pendekatan

Pengukuran besaran PDRB dapat dihitung dengan menggunakan empat metode yang dipakai yaitu :

a. Pendekatan dari segi produksi (production approach)

Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapat nilai tambah bruto (gross value added) atau disingkat menjadi NTB, dengan cara mengurangkan nilai output dengan biaya antara (intermediete consumption). Perhitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor pertanian, industri, gas, air minum, pertambangan dan sebagainya.

b. Pendekatan dari segi pendapatan (income approach)

Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan dengan secara langsung menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi berupa upah/gaji, bunga neto, sewa tanah dan keuntungan, sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor.

c. Pendekatan dari segi pengeluaran (expenditure approach)

Pendekatan dengan cara ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit produksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi, pembentukan modal (investasi) dan ekspor.

Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut: PDRB = C + I + G + (X-M)

Dimana :

C = pengeluaran konsumsi rumah tangga. I = pembentukan Modal tetap

G = pengeluaran Konsumsi pemerintah X = Nilai Ekspor.

M = nilai Impor.

d. Metode alokasi (allocation approach)

Kadang-kadang data yang tersedia tidak memungkinkan menggunakan ketiga metode di atas, sehingga terpaksa menggunakan metode alokasi ini. Metode alokasi ini merupakan metode tidak langsung, sedang yang lain merupakan metode langsung. Dengan menggunakan metode langsung akan dapat menghasilkan angka-angka yang bisa menggambarkan karakteristik yang lebih mendekati kenyataan dibandingkan angka-angka yang diperoleh secara tidak langsung.

3. Struktur Pembentuk PDRB

PDRB disajikan dalam 3 bentuk yaitu : a. PDRB Menurut lapangan usaha.

Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masing-masing sektor dalam memberikan andilnya pada PDRB. Karena itu unit-unit produksi dikelompokkan kedalam sektor-sektor sebagai berikut:

1) Pertanian.

2) Pertambangan dan Penggalian. 3) Industri dan Pengolahan. 4) Listrik, Gas dan Air bersih. 5) Konstruksi.

6) Perdagangan, Hotel dan Restoran. 7) Pengangkutan dan Komunikasi.

(7)

9) Jasa-jasa.

b. PDRB menurut faktor-faktor produksi.

Penyajian dalam bentuk ini memberikan gambaran tentang peranan masing-masing faktor produksi dalam memberikan andil pada PDRB. Karena itu disajikan balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor pproduksi yaitu dalam bentuk upah/gaji, sewa tanah dan keuntungan.

c. PDRB menurut jenis penggunaan.

Komponen PDRB menurut jenis penggunaan yaitu: 1) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

2) Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit 3) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah.

4) Pembentukan Modal Tetap Bruto 5) Perubahan Inventori.

6) Transaksi Eksternal.

4. Penyajian Atas Dasar Harga Konstan

Salah satu kegunaan dari Produk Domestik Regional Bruto ialah untuk melihat perkembangan riil produk domestik dari tahun ke tahun. Karena adanya inflasi, maka daya beli uang akan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan itu apakah kenaikan PDRB benar-benar naik atau tidak, maka faktor inflasi ini terlebih dahulu harus dieliminir. Setelah PDRB yang riil yang besarnya hanya di pengaruhi oleh jumlah produksinya saja.

Untuk merubah angka atas dasar harga berlaku menjadi angka konstan, ada 3 metode dasar yang digunakan yaitu :

a. Revaluasi, diperoleh dengan menilai produksi pada tahun yang bersangkutan dengan memakai harga pada tahun dasar.

b. Ekstrapolasi, diperoleh dengan mengekstrapolasi nilai tambah tahun dasar dengan menggunakan indeks kuantum dari barang-barang yang bersangkutan yang diproduksi.

c. Deflasi, diperoleh dengan mendeflate nilai tambah atas dasar harga yang berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang bersangkutan.

Inflasi

Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung pada tinggi atau rendahnya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

(8)

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah.

Jumlah penduduk merupakan pasar yang potensial bagi hasil produksi dan jasa. Rahdina (2008), menguji jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan penelitian tersebut dapat ditarik hipotesis yaitu:

H1 : Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah. Pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah.

Dalam penelitian prawironegoro (2011) mengatakan bahwa laju inflasi tidak berpengaruh secara signifikan jika dihitung menggunakan t-hitung terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga hipotesis untuk menguji pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah yaitu:

H2 : Laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah. Pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak daerah.

Dengan meningkatnya PDRB akan semakin tinggi pula ekonomi daerah tersebut dan bisa membayar pajak dengan tertib juga memungkinkan daerah untuk menarik pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hariyuda (2009) menyimpulkan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :

H3 : PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah. Model Penelitian

Model penelitian untuk penelitian ini adalah:

Gambar 1 Model Penelitian Metode Penelitian

Jenis Penelitian dan Gambaran dari Objek Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan 1 variabel Dependen yakni pajak daerah dan 3 variabel Independen yakni jumlah penduduk, Laju Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adapun sebagai objek penelitian ini adalah Kota Surabaya dan tempat penelitian adalah Badan Pusat Statistik yang merupakan organisasi sektor publik atau lembaga/instansi pemerintah yang berlokasi di Jl. Kendangsari Industri 43-44.

Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah realisasi penerimaan pajak daerah, jumlah penduduk, laju Inflas dan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan kota Surabaya dari tahun 2003-2012.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Jumlah Penduduk

Inflasi PDRB

Penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya

(9)

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yakni metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang berupa sumber tertulis buku, direktori, dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu Data Realisasi penerimaan pajak daerah, jumlah penduduk, Laju Inflasi, PDRB atas dasar harga konstan kota Surabaya selama tahun 2003-2012 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu satu variabel terikat (dependen), dua variabel bebas (independen). Dalam penelitian ini definisi operasional variabel yakni:

a. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah yang merupakan salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli daerah (PAD). Ketika pemerintah menginginkan peningkatan penerimaan pajak daerah, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya harus pula diupayakan peningkatan penerimaannya. Variabel Pajak Daerah diukur menggunakan jutaan rupiah. Karena data yang tersedia menggunakan data tahunan maka data dibagi menjadi data triwulanan menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Insukindro (dalam Hariyuda, 2009:47) yaitu:

PDkt = ¼PDt [1-(k-2,5)(1-B)¼] Dimana:

PDkt = data triwulanan ke k tahun t PDt= data tahun t

B= Operasi kelambanan (Backward lag operation)

Kemudian dari rumus diatas dapat dijabarkan untuk memecah data menjadi triwulanan adalah: PDt1 = ¼ {PDt – (PDt – PDt-1)} PDt2 = ¼ {PDt – (PDt – PDt-1)} PDt3 = ¼ {PDt + (PDt – PDt-1)} PDt4 = ¼ {PDt + (PDt – PDt-1)} Dimana :

PDt = Pajak Daerah periode / tahun t PDt-1 = Pajak Daerah periode / tahun t – 1 PDt1 = Pajak Daerah triwulan pertama tahun t PDt2 = Pajak Daerah triwulan kedua tahun t PDt3 = Pajak Daerah triwulan ketiga tahun t PDt4 = Pajak Daerah triwulan keempat tahun t b. Variabel Independen

a. Jumlah penduduk

Penduduk dianggap sebagai pemacu pembangunan. Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Variabel jumlah penduduk diukur dengan satuan jiwa per tahun dan data yang tersedia menggunakan data tahunan, maka data menjadi triwulanan dengan rumus:

JPt1 = ¼ {JPt – (JPt – JPt-1)} JPt2 = ¼ {JPt – (JPt – JPt-1)}

(10)

JPt3 = ¼ {JPt + (JPt – JPt-1)} JPt4 = ¼ {JPt + (JPt – JPt-1)} Dimana :

JPt = Jumlah Penduduk periode / tahun t JPt-1 = Jumlah Penduduk periode / tahun t – 1 JPt1 = Jumlah Penduduk triwulan pertama tahun t JPt2 = Jumlah Penduduk triwulan kedua tahun t JPt3 = Jumlah Penduduk triwulan ketiga tahun t JPt4 = Jumlah Penduduk triwulan keempat tahun t b. Laju inflasi

Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi dan diukur dalam satuan persen. Data yang tersedia menggunakan data bulanan maka data akan diambil data pertumbuhan inflasi triwulanan dengan rumus: Ptr =

P = Perkembangan Inflasi per Triwulan Ib1 = Inflasi bulan 1

Ib2= Inflasi bulan 2 Ib3 = Inflasi bulan 3

c. Produk Domestik Regional Bruto

Jumlah nilai tambah yang diperoleh karena penerimaan dari berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000 dan dihitung menurut harga konstan. Variabel PDRB diukur dengan satuan jutaan rupiah per tahun dan data yang tersedia menggunakan data tahunan, maka data dibagi menjadi data triwulanan yaitu:

PDRBt1 = ¼ {PDRBt – (PDRBt – PDRBt-1)} PDRBt2 = ¼ {PDRBt – (PDRBt – PDRBt-1)} PDRBt3 = ¼ {PDRBt + (PDRBt – PDRBt-1)} PDRBt4 = ¼ {PDRBt + (PDRBt – PDRBt-1)} Dimana : PDRBt = PDRB periode / tahun t PDRBt-1 = PPDRB periode / tahun t – 1 PDRBt1 = PDRB triwulan pertama tahun t PDRBt2 = PDRB triwulan kedua tahun t PDRBt3 = PDRB triwulan ketiga tahun t PDRBt4 = PDRB triwulan keempat tahun t Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda (Multiple Linier Regression Method) dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang ideal dan dapat diunggulkan, yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya (Gujarati, 2012). Persamaan Regresi dinyatakan sebagai berikut :

(11)

PD= α - b1P - b2LI +b3PDRB+ e Dimana:

PD= Penerimaan pajak daerah (dalam ribuan rupiah) α = Intercept persamaan Regresi

P= Jumlah penduduk (orang) LI= Laju inflasi (persen)

PDRB= Produk Domestik Regional Bruto (dalam jutaan rupiah) b = koefisien regresi untuk masing-masing variabel Independen e = koefisien eror

Uji Goodness of fit

Analisis dilakukan melalui pendekatan analisis kuantitatif yaitu dengan model regresi dengan metode kuadarat terkecil biasa (OLS). Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan pada penelitian ini.

a. Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Santoso, 2012). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai adjusted R Square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

b. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Uji statistik t ini digunakan untuk memperoleh keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Dari hasil uji normal probably plot dan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan jika data tidak berdistribusi normal. Namun setelah melalui proses Transformasi data, variabel pajak daerah, Jumlah penduduk, Inflasi dan PDRB berdistribusi normal dikarenakan nilai Asymp sig 2-tailed menunjukkan angka diatas 0,05.

Uji Multikolineritas

Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula harga koefisien VIF

hitung pada Collinearity Statistic lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel independen (tidak terjadi

multikolinieritas).

(12)

Uji Autokorelasi

Adapun kriteria yang digunakan untuk menyatakan ada tidaknya autokorelasi dengan Uji

Durbin-Watson, yaitu jika pengujian diperoleh nilai Durbin-Watson di antara -2 sampai 2,

maka dindikasikan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan tabel Model Summary tampak bahwa

nilai statistik Durbin-Watson = 0,772 (terletak di antara -2 dan 2). Jadi dapat disimpulkan

data tersebut tidak mengandung/bebas dari unsur autokorelasi.

Uji Heterokesdatisitas

Uji heterokesdatisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot dan uji gletser. Hasil dari uji glestser menunjukkan bahwa signifikansi dari ketika variabel independen lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengiindikasikan adanya heterokesdatisitas.

Uji Hipotesis

Persamaan regresi digunakan untuk menjawab hipotesis 1,2 dan 3 serta untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah:

Tabel 1

Hasil Analisis Regresi Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 21,930 ,227 96,545 ,000 Jumlah Penduduk 1,153E-005 ,000 ,170 3,036 ,004 ,981 1,020 Inflasi_1 -,101 ,105 -,054 -,960 ,343 ,976 1,025 PDRB 1,748E-007 ,000 ,907 16,279 ,000 ,985 1,015

a. Dependent Variable: Pajak_Daerah

Berdasarkan hasil dari pengolahan data di tabel Coefficients diatas, maka dapat dibuat model regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 21,930 + 1,153E-005 X1 - 0,101 X2 + 1,748E-007

Nilai masing-masing koefisien regresi variabel independen dari model regresi linier berganda tersebut memberikan gambaran bahwa variabel jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah, yang artinya ketika jumlah penduduk dan PDRB naik, maka penerimaan pajak daerah juga akan naik. sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah. Artinya ketika inflasi ini naik secara terus menerus maka pajak daerah akan mengalami penurunan dalam hal penerimaannya. Uji Goodness Of Fit

Koefisien Determinasi

Tabel 2

Hasil pengukuran koefisien determinasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,943a ,890 ,881 ,25193 ,772

a. Predictors: (Constant), PDRB, Jumlah Penduduk, Inflasi_1 b. Dependent Variable: Pajak_Daerah

Besarnya Adjusted R Square berdasarkan hasil analisis diatas diperoleh sebesar 0,881 atau 88,1%, artinya Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh 12actor12e Jumlah Penduduk, Inflasi

(13)

dan PDRB. Sedangkan sisanya yaitu 11,9% dijelaskan oleh 13actor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Uji t

Pengujian dilakukan untuk menjawab hipotesis 1,2, dan 3. Pada tabel 3 disajikan hasil dari uji t Tabel 3 Uji t-hitung Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 21,930 ,227 96,545 ,000 Jumlah Penduduk 1,153E-005 ,000 ,170 3,036 ,004 ,981 1,020 Inflasi_1 -,101 ,105 -,054 -,960 ,343 ,976 1,025 PDRB 1,748E-007 ,000 ,907 16,279 ,000 ,985 1,015

a. Dependent Variable: Pajak_Daerah

Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat secara lengkap sebagai berikut:

1) Variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan, dikarenakan nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05.

Menurut penelitian Hariyuda (2009) jumlah penduduk mempunyai elastisitas positif dengan penerimaan pajak daerah. karena syarat untuk memungut pajak diantaranya adalah harus adanya subjek pajak. Dengan naiknya jumlah penduduk, maka akan semakin banyak penduduk yang menikmati jasa pelayanan yang diberikan pemerintah yang bersumber dari pajak daerah. Dan juga semakin banyak pemerintah harus mengeluarkan barang-barang publik karena semakin banyak permintaan akan barang publik akibat peningkatan jumlah penduduk.

Sebagai subjek pajak, maka penduduk akan mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk membayar pungutan pajak dan akan semakin banyak pajak daerah yang diterima oleh pemerintah kota Surabaya. Hal ini akan membuat pemerintah melakukan pengoptimalan akan penerimaan pajak daerah dengan meningkatkan tarif pajak yang berlaku.

2) Variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah dikarenakan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa hipotesis 2 diterima.

Prawironegoro (2011) mengatakan bahwa Ketika harga barang naik atau turun secara terus menerus, pengeluaran masyarakat akan bertambah dikarenakan kondisi perekonomian yang berakibat buruk.

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh secara signifikan yang artinya ketika inflasi itu naik secara terus menerus, masyarakat akan tetap membayar pajak daerah dikarenakan pajak dapat bersifat memaksa, meskipun pendapatan mereka berkurang akibat kkenaikan harga barang dan jasa sehingga ketika inflasi ini naik atau turun tidak berakibat pada penerimaan pajak daerah kota Surabaya. 3) Variabel PDRB mepunyai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga dapat dirumuskan bahwa

variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.

hal ini berarti bahwa PDRB yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat perekonomian di suatu daerah juga berperan dalam penerimaan pajak daerah, Sektor-sektor pembentuk PDRB juga telah dikenakan pajak yang sesuai dengan tarif yang telah

(14)

di tetapkan. Dengan kata lain, sektor-sektor tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurrohman (2010) yang mengatakan bahwa PDRB berpengaruh positiif dan signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat PDRB berarti bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. dan bila pertumbuhan ekonomi meningkat maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat dan akan semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel pertumbuhan penduduk, Inflasi dan PDRB terhadap penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya pada tahun 2003-2012 dengan model Regresi Linier Berganda.

Berdasarkan uraian dari pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, diperoleh simpulan antara lain :

1. variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah. ini terkait dengan jumlah penduduk sebagai subjek pajak akan mengeluarkan penghasilannya untuk membayar pungutan pajak atas jasa timbal balik terhadap pelayanan yang diberrikan pemerintah.

2. variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan dan juga berpengaruh negatif terhadap Pajak Daerah. ketika harga barang naik atau turun, tidak mengurangi kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak.

3. variabel PDRB mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika sektor-sektor pembentuk PDRB naik, maka penerimaan pajak daerah pun akan naik.

Saran

Berdasarkan hasil analisa data diatas dan kesimpulan yang telah dibuat, maka saran-saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Surabaya diharapkan perlu menambah jenis obyek Pajak Daerah sehingga dapat meningkatkan penerimaan untuk pos Pajak Daerah Kota Surabaya. Namun upaya untuk meningkatkan Pajak Daerah perlu dilakukan dengan bijaksana, agar tidak semakin membebani masyarakat.

2. PDRB sebagai salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah seharusnya dapat ditingkatkan atau dipertahankan. Dengan meningkatnya PDRB maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi daerah tersebut sehingga kesejahteraan rakyat akan meningkat sehingga rakyat akan lebih tertib untuk membayar pajak.

3. Secara umum, hasil uraian di bab-bab sebelumnya masih kurang, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menambah variabel-variabel yang diduga berpotensi berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah sehingga dapat diupayakan penerimaan pajak daerah yang terus naik dengan menggunakan metode dan analisa data yang lebih baik.

Keterbatasan

Keterbatasan utama dalam penelitian ini yaitu (1) belum tergambarnya efisiensi pengelolaan pajak daerah yang dilakukan pemerintah kota Surabaya, (2) keterbatasan variabel independen yang hanya berisi jumlah penduduk, inflasi dan PDRB, diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menambah variabel lain yang diduga ikut mempengaruhi penerimaan pajak daerah. sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah (3) jumlah sampel yang terbatas, kepada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian menjadi beberapa

(15)

kota di provinsi sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah antar kota di Jawa Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya 2007-2011. Surabaya.

Ghozali. I. 2006. Statistik Non Parametric. Edisi 4. Badan Penerbitan Universitas Dipenogoro. Semarang.

Gujarati, Damodar. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Buku 2. Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.

Hariyuda, R. 2009. Analisis pengaruh pertumbuhan penduduk, Pertumbuhan usaha, Pertumbuhan PDRB dan Tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak Daerah (studi kasus di kota kediri). Skripsi. Program Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.

Nurrohman, A. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di kota surakarta (tahun 1994-2007). Skripsi. Program Sarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.

Peraturan Daerah kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 tentang pajak daerah.

Pesik, V. P. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame. Jurnal EMBA 1 (3): 804-812.

Prawironegoro, A.W. 2011.Determinan Penerimaan Pajak Daerah di Kota Surabaya. Skripsi. Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Surabaya.

Rahdina, D.P. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di kota Depok Pada Era Otonomi Daerah. Skripsi. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. . Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Sabatini, R. dan E.Y. Purwanti. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel di kota Semarang. Diponegoro Journal of Economics 2(1) : 1-7. Santoso. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Siahaan,M. 2009 . Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Standart Akuntansi Pemerintahan. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010. Fokusmedia. Bandung.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Tahap 3 adalah kegiatan kultivasi mikroalga skala outdoor , pemanenan dengan teknik bio-flokulasi pada hasil kiltivasi skala outdoor dan indoor serta ekstraksi

• When you work with classes, much of your time is spent talking about making the class “do things.” Instead of naming your functions after what the function does, instead name it

Pengukuran terhadap perubahan berat tubuh mencit setiap kelompok memperlihatkan kenaikan rerata berat tubuh pada seluruh kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok

Sebelum dilakukan modifikasi pada sistem pengendalian, pergeseran stopper harus dilakukan secara manual dan harus dilakukan pengujian dengan benda kerja untuk memastikan

Efisiensi SDM Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dapat dipilah menjadi dua, yaitu efisiensi jangka pendek yang berupa jumlah SDM dan komposisinya dilihat dari

teknologi yang paling populer sekarang ini adalah internet karena dengan adanya internet banyak informasi berharga yang dapat kita ambil dengan mudah, internet merupakan salah

Bagi pihak sekolah, baik para guru dan terapis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada ibu-ibu yang memiliki anak autis untuk dapat mengetahui

[r]