• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:849) pengaruh dapat diartikan sebagai berikut:

“Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.”

Maka dari definisi pengaruh di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan sesuatu kekuatan atau daya yang dapat menyebabkan sesuatu yang lain terbentuk atau berubah.

2.2. Biaya

2.2.1. Pengertian Biaya

Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) yang ditulis ulang oleh Masiyah Kholmi dan Yuningsih dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya (2003:11), menyebutkan definisi biaya sebagai berikut:

“Pengurangan pada aktiva netto sebagai akibat digunakannya jasa-jasa ekonomi untuk menciptakan penghasilan.”

Sedangkan pengertian biaya menurut Hansen dan Mowen dalam bukunya Management Accounting (2004:40) adalah sebagai berikut:

“Biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diharapkan member manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.”

Dari definisi-definisi di atas, terdapat beberapa unsure yang tersirat dalam definisi biaya, yaitu:

1. Pengorbanan sumber ekonomi guna mencapai tujuan yang diharapkan serta dapat diukur dengan satuan moneter (satuan uang).

(2)

2. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh barang dan jasa dalam usaha untuk mendapatkan keuntungan (manfaat) baik pada saat ini maupun di masa yang akan dating.

3. Sebagai penggunaan atas aktiva bersih untuk memperoleh penghasilan.

2.2.2. Penggolongan Biaya

Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep:

“different costs for different purposes”.

Menurut Mulyadi (2000:14-17), biaya dapat digolongkan menurut: 1. Obyek pengeluaran.

2. Fungsi pokok dalam perusahaan.

3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.

4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. 5. Jangka waktu manfaatnya.

Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaran

Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran dalam Perusahaan Kertas adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga, biaya zat warna.

(3)

Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan

Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

1. Biaya produksi. 2. Biaya pemasaran.

3. Biaya administrasi dan umum.

Biaya produksi. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan peralatan, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. Menurut obyek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula dengan istilah biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik sering pula disebut dengan istilah biaya konversi (conversion cost), yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi.

Biaya pemasaran. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian-bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran, biaya contoh (sample).

Biaya administrasi dan umum. Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan Bagian Keuangan, Akuntansi, Personalia dan Bagian Hubungan Masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya fotokopi.

Jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum sering pula disebut dengan istilah biaya komersial (commercial expenses).

(4)

Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan:

1. Biaya langsung (direct cost).

2. Biaya tidak langsung (indirect cost).

Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua: biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menjadi dua golongan: biaya langsung departemen dan biaya tidak langsung departemen.

Biaya langsung. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai, Biaya produksi langsung terdiri dari: biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga kerja yang bekerja dalam Depatemen Pemeliharaan merupakan biaya langsung departemen bagi Departemen Pemeliharaan dan biaya depresiasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut, merupakan biaya langsung bagi departemen tersebut.

Biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B, dan C merupakan biaya tidak langsung bagi baik produk A, B, maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan hanya karena perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut, melainkan karena memproduksi ketiga jenis produk tersebut. Jika perusahaan hanya

(5)

menghasilkan satu macam produk (misalnya perusahaan semen, pupuk urea, gula) maka semua biaya merupakan biaya langsung dalam hubungannya dengan produk. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk sering disebut dengan istilah biaya overhead pabrik. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contohnya adalah biaya yang terjadi di Departemen Pembangkit Tenaga Listrik. Biaya ini dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan, baik untuk penerangan maupun untuk menggerakkan mesin dan peralatan yang mengkonsumsi listrik. Bagi departemen pemakai listrik, biaya listrik yang diterima dari alokasi biaya Departemen Pembangkit Tenaga Listrik merupakan biaya tidak langsung departemen.

Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan

Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi:

1. Biaya variabel. 2. Biaya semi variabel. 3. Biaya semi tetap. 4. Biaya tetap

Biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.

Biaya semi variabel. Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.

(6)

Biaya semi tetap. Biaya semi tetap adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

Biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. Contoh biaya tetap adalah gaji direktur produksi.

Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya

Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.

Pengeluaran modal (capital expenditures). Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, dan pengeluaran untuk riset dan pengembangan suatu produk. Karena pengeluaran untuk keperluan tersebut biasanya melibatkan jumlah yang besar dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, maka pada saat pengeluaran tersebut dilakukan, pengorbanan tersebut diperlakukan sebagai pengeluaran modal dan dicatat sebagai harga pokok aktiva (misalnya sebagai harga pokok aktiva tetap atau beban yang ditangguhkan). Periode akuntansi yang menikmati manfaat pengeluaran modal tersebut dibebani sebagian pengeluaran modal tersebut berupa biaya depresiasi, biaya amortisasi, atau biaya deplesi.

Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures). Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran

(7)

biaya tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain adalah biaya iklan, biaya

telex, dan biaya tenaga kerja.

2.3. Mutu

2.3.1. Pengertian Mutu

Menurut Suyadi Prawirosentono (2004:6) definisi mutu adalah sebagai berikut:

“Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan.”

Sedangkan menurut Atkinson, Banker, Kaplar dan Young (2001:4):

“Quality refers to how well the products operating characteristic conform to

what the organization promises customer.”

2.3.2. Dimensi Mutu

Sifat khas mutu suatu produk yang “andal” harus mempunyai multi dimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung agar mudah dicari konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi di samping itu pun harus ada ukuran yang bersifat kualitatif. Jadi, terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat spesifikasinya. Ada delapan dimensi mutu menurut M. N. Nasution (2004:4-5):

1. Performa (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

2. Features, merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi

(8)

3. Kehandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.

4. Konformasi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.

5. Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.

6. Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.

7. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subyektif yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.

8. Mutu yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Mutu produk dipengaruhi oleh berbagai hal berikut: 1. Bentuk rancangan dari suatu barang atau jasa (designing). 2. Bahan baku yang digunakan (raw material).

3. Cara atau proses pembuatannya yaitu teknologi yang digunakan untuk membuat barang tersebut (technology).

4. Cara menjualnya atau cara mengirimnya ke konsumen termasuk cara mengemasnya. Dalam hal ini cara melayani konsumen (packaging and

delivering).

5. Digunakan atau dipakainya barang atau jasa tersebut oleh konsumen (using). Beberapa faktor penentu mutu produk menurut Suyadi Prawirosentono (2004:17-21) adalah sebagai berikut:

(9)

1. Mutu dan bentuk barang

Dalam kehidupan kita ternyata terdapat berbagai jenis barang yang mutunya dipengaruhi oleh bentuknya, walau pun memang untuk barang-barang tertentu bentuknya tidak pernah berbeda dan tidak pernah berubah serta tidak ada hubungannya dengan mutu barang tersebut.

2. Mutu dan jenis bahan naku yang digunakan

Mutu suatu barang banyak dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan untuk membuat barang bersangkutan. Di dunia bisnis, memang terdapat ragam bahan baku yang dibedakan satu sama lain dari jenis dan mutunya. 3. Proses pembuatannya

Proses pengolahan dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi mempengaruhi pula mutu produk yang dihasilkan.

4. Cara pengangkutan dan pembungkusan

Pengaruh dari cara pengangkutan atau cara distribusi yang kurang baik atau terdapat pembungkus yang rusak, sehingga barang yang diterima di tingkat pengecer, kondisi fisik atau sifat dari produknya telah berubah. 5. Perkembangan teknologi dan cara pelayanan

Walaupun mutu barang baik, tetapi tidak laku di pasar, sebabnya bias berbagai hal, antara lain sebagai berikut:

a. Barang tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang ada.

b. Pelayanan menjual yang jelek.

c. After sales service (jasa pelayanan purna jual) juga mempengaruhi

mutu keseluruhan barang, artinya produk-produk tanpa pelayanan purna jual dapat dianggap produk yang tidak bermutu secara umum dan dihindari konsumen.

(10)

2.3.4. Aplikasi Konsep Mutu Berdasarkan Pandangan Tradisional dan Modern Gaspersz (2005:14-15), membagi sistem mutu modern menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Mutu desain

Yaitu sistem mutu yang mengacu pada aktivitas yang menjamin bahwa produk baru, atau produk yang dimodifikasi, didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara ekonomis layak untuk diproduksi atau dikerjakan. Dengan demikian, mutu desain adalah mutu yang direncanakan.

2. Mutu konformasi

Yaitu sistem mutu yang mengacu pada pembuatan produk atau pemberian jasa pelayanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian, mutu konformasi menunjukkan tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk.

3. Mutu pemasaran

Yaitu sistem mutu yang berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam menggunakan produk itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan dan pelayanan purna jual.

(11)

Gambar 2.1

Hubungan Ketiga Sistem Mutu Modern

Sumber: M.N.Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, 2004

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga sistem mutu (mutu desain, mutu konformasi dan mutu pemasaran dan pelayanan purna jual) memiliki suatu hubungan, yaitu sebagai proses dalam membuat suatu produk bermutu. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa mutu desain sangat erat kaitannya dengan tahap perencanaan spesifikasi produk, dimana permintaan pasar merupakan tujuan awal penciptaan produk. Mutu konformasi merupakan tahapan selanjutnya setelah tahapan desain, yaitu mutu dapat dilihat dalam proses produksi, yaitu apakah spesifikasi awal sesuai atau tidak dengan hasil produksi. Dan tahapan terakhir adalah mutu pemasaran dan pelayanan purna jual, sangat berhubungan erat dengan proses pemasaran dan

Desain produk Mutu desain

Mutu konfirmasi

Mutu pemasaran dan pelayanan purna jual Produksi

Permintaan pasar

Sertifikasi produk

Pemasaran dan pelayanan purna jual

Produk dalam masa pemakaian

(12)

pemakaian produk oleh konsumen, dimana mutu diukur oleh baik tidaknya upaya pemasaran produk serta tingkat kepuasan konsumen setelah produk dikirim kepada mereka.

Pandangan tradisonal dan modern tentang mutu menurut Vincent Gaspersz (2005:16) adalah sebagai berikut:

Pandangan tradisonal:

1. Memandang mutu sebagai isu teknis.

2. Usaha perbaikan mutu dikoordinasikan oleh manajer mutu. 3. Memfokuskan mutu pada fungsi atau departemen produksi. 4. Produktivitas dan mutu merupakan sasaran yang bertentangan.

5. Mutu didefinisikan sebagai konformasi (conformance) terhadap spesifikasi atau standar. Membandingkan produk terhadap spesifikasi. 6. Mutu diukur melalui derajat non konformasi (non conformance),

menggunakan ukuran-ukuran kuantitas internal.

7. Mutu dicapai melalui inspeksi secara intensif terhadap produk.

8. Beberapa kerusakan atau cacat diizinkan, jika produk telah memenuhi standar kualitas minimum.

9. Mutu adalah fungsi terpisah dan berfokus pada evaluasi produksi. 10.Pekerja dipersalahkan apabila menghasilkan mutu yang jelek.

11.Hubungan dengan pemasok bersifat jangka pendek dan berorientasi pada biaya.

Pandangan modern:

1. Memandang mutu sebagai isu bisnis.

2. Usaha perbaikan mutu diarahkan oleh manajemen puncak. 3. Mutu mencakup semua fungsi atau departemen dalam organisasi.

4. Produktivitas dan mutu merupakan sasaran yang bersesuaian, karena hasil-hasil produktivitas dicapai melalui peningkatan atau perbaikan mutu.

(13)

5. Mutu secara tepat didefinisikan sebagai persyaratan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Membandingkan produk terhadap kompetisi dan terhadap produk terbaik di pasar.

6. Mutu diukur melalui perbaikan proses/produk dan kepuasan pengguna produk secara terus-menerus, dengan menggunakan ukuran-ukuran mutu berdasarkan pelanggan.

7. Mutu ditentukan melalui desain produk dan dicapai melalui teknik pengendalian yang efektif, serta memberikan kepuasan selama masa pakai produk.

8. Cacat atau kerusakan dicegah sejak awal melalui teknik pengendalian proses yang efektif.

9. Mutu adalah bagian dari setiap fungsi dalam semua tahap dari siklus hidup produk.

10.Manajemen bertanggungjawab untuk mutu.

11.Hubungan dengan pemasok bersifat jangka panjang dan berorientasi pada mutu.

2.3.5. Sumber Mutu

Ada lima sumber mutu yang biasa dijumpai menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:34), yaitu:

1. Program, kebijakan dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.

2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail.

3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke pasar.

(14)

4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik, pekerja yang terlatih baik dan penemuan penyimpangan secara cepat.

5. Manajemen vendor yang menekankan mutu sebagai sasaran utama.

2.3.6. Standar Mutu

Menurut pendekatan mutu total, standar yang masuk akal adalah standar cacat nihil (zero defect). Standar ini mensyaratkan bahwa produk dan jasa yang diproduksi dan dikirim kepada pelanggan adalah yang sesuai dengan nilai sasaran.

Standar mutu perusahaan dapat diukur berdasarkan dua ukuran, yaitu: 1. Standar fisik

Untuk lini manajer dan personel operasi, pengukuran fisik terhadap mutu seperti jumlah unit cacat, persentase kegagalan eksternal, kesalahan control, kesalahan penagihan dan ukuran-ukuran fisik lainnya mungkin dapat lebih berarti untuk pengukuran fisik, standar mutunya adalah cacat nihil atau kesalahan. Tujuannya adalah agar setiap orang melakukan pekerjaannya dengan benar sejak pertama.

2. Standar interim

Bagi sebagian perusahaan, standar cacat nihil (zero defect) merupakan tujuan jangka panjang, karena memperbaiki mutu sampai tingkat cacat nihil dapat memakan waktu, maka standar perbaikan tahunan harus dikembangkan. Standar mutu interim ini mengekspresikan tujuan-tujuan mutu untuk tahun tersebut.

2.4. Biaya Mutu

2.4.1. Pengertian Biaya Mutu

Menurut Horngren, Foster dan Datar (2003:677), biaya mutu dapat didefinisikan sebagai biaya-biaya yang timbul untuk mencegah terjadinya mutu yang

(15)

rendah, atau biaya-biaya yang timbul karena terjadinya mutu yang rendah. Biaya mutu meliputi biaya-biaya yang terjadi di perusahaan secara keseluruhan.

2.4.2. Alasan Penetapan Biaya Mutu

Audit biaya mutu produk adalah kegiatan untuk mengidentifikasi semua biaya yang timbul berkaitan dengan upaya mengubah produk bermutu buruk menjadi produk bermutu baik.Biaya-biaya tersebut kemudian diadministrasikan dalam kartu skoring biaya mutu (quality cost score card). Banyak perusahaan yang tidak mengkalkulasi biaya-biaya yang timbul, khususnya bila mereka akan memperbaiki mutu produk yang mereka jual. Oleh karena itu, kiranya perlu dikemukakan di sini tentang kategori biaya yang berkaitan dengan upaya memperbaiki atau menjaga mutu produk, termasuk biaya reparasi atau mengganti (replace) dari produk yang rusak dan dikembalikan kepada pembeli. Dalam hal ini kita perlu melaksanakan apa yang disebut dengan kategori biaya mutu (quality cost categories).

2.4.3. Pengelompokkan Biaya Mutu

Pengelompokkan biaya mutu menurut Suyadi Prawirosentono (2004:24-18) adalah sebagai berikut:

a. Biaya kegagalan eksternal, bila diindikasikan biaya tersebut terjadi karena faktor luar organisasi perusahaan, misalnya akibat ulah konsumen.

b. Biaya kegagalan internal, bila diindikasikan biaya tersebut terjadi di lingkup perusahaan sebelum produk dikirimkan ke konsumen.

c. Biaya penelaahan, adalah biaya yang dikeluarkan untuk menelaah atau mengamati sehingga ditemukan kondisi bahan dan produk yang cacat atau rusak.

d. Biaya pencegahan, adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk upaya mencegah terjadinya kerusakan produk (failure atau defect). Artinya biaya

(16)

pencegahan adalah biaya untuk meminimumkan biaya penelaahan (appraisal

cost) dan failure cost.

1. Biaya kegagalan eksternal

Biaya kegagalan eksternal terdiri atas berikut ini:

a. Biaya keluhan konsumen (the cost of complaint, investigation and

adjustment). Biaya ini dikeluarkan sehubungan dengan adanya

keluhan konsumen atas produk yang dibeli, sehingga perlu biaya untuk meneliti kerusakan produk dan kemudian memperbaikinya.

b. Biaya penggantian (the cost of return, replace or allowance). Biaya ini dikeluarkan untuk mengganti biaya yang rusak dengan barang yang baru, meliputi biaya pengiriman kembali dan biaya kompensasi kepada konsumen berupa allowance (tunjangan kerugian karena tidak puas menggunakan produk yang rusak).

c. Biaya jaminan (warranty expenses) yaitu biaya yang dikeluarkan karena terjadi keluhan selama masa garansi, misalnya biaya perbaikan dan atau biaya sewa ganti selama barang yang rusak sedang diperbaiki. Yang dimaksud terakhir adalah selama mesin rusak sedang diperbaiki, diberi pinjam mesin yang sama atau produksi berjalan terus. Atau selama TV sedang diperbaiki, konsumen diberi pinjam TV agar konsumen tetap dapat menikmatinya.

d. Ganti rugi (liability), yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan karena konsumen mengalami kecelakaan (bahkan sampai tingkat kematian). Biaya ini termasuk biaya rumah sakit, bahkan kerugian usaha

(business losses).

e. Nama baik (goodwill), biaya yang dikeluarkan atau kehilangan keuntungan masa depan (future profit) akibat kerusakan produk bermutu rendah. Biaya ini memang sulit dihitung, tetapi bisa dapat

(17)

jumlah yang besar dan berimplikasi luas, misalnya produk selalu mendapat complaint dalam berbagai media massa yang akan merusak citra produk tersebut.

2. Biaya kegagalan internal

Jenis biaya yang termasuk kategori “biaya kegagalan internal” adalah:

a. Biaya disposisi, yaitu biaya untuk menentukan langkah kegiatan atau tindakan yang harus dilaksanakan sehubungan dengan adanya kerusakan pada suatu produk yang ditemukan. Bentuk tindakan tersebut antara lain mengerjakan ulang (rework), membuangnya

(scrap), atau memperbaiki melalui proses.

b. Biaya membuangnya menjadi barang apkir (scrap cost). Biaya ini timbul karena mutu suatu barang buruk sekali sehingga lebih baik dibuang atau apkir. Biaya yang harus dihitung selain biaya bahan, juga upah dan biaya lain yang terkait dengan scrap tersebut.

c. Biaya mengerjakan kembali (ulang)/rework cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengoreksi atau memperbaiki produk atau bagian dari produk yang cacat atau rusak, agar barang tersebut dapat digunakan (usable) dan dapat dijual (salable). Jadi, ini adalah biaya koreksi atas produk yang rusak, agar produk tersebut layak dijual. d. Biaya tes ulang (retest cost), yakni biaya untuk mengetes kembali atas

produk yang mengalami pengerjaan ulang. Sebenarnya bukan saja biaya tes ulang, tetapi juga biaya inspeksi ulang selama proses pengerjaan ulang.

e. Biaya bahan sisa (yield losses cost), yakni biaya atas bahan-bahan sisa yang secara teknis tidak dapat dihindarkan, mau tidak mau harus ada barang yang terbuang. Dalam industri garmen adalah perca.

(18)

f. Biaya menganggur (down time cost), yakni biaya yang harus dikeluarkan untuk buruh yang terpaksa “menganggur” (idle) akibat adanya fasilitas atau proses produksi terhenti karena masalah mutu produk (quality problem). Misalnya proses produksi ditentukan karena perlunya mesin disesuaikan (adjusting time) agar mesin tersebut berfungsi sesuai dengan mutu yang direncanakan. Misalnya produksi terhenti di percetakan, karena adanya kertas yang macet dalam mesin, atau karena adanya barang setengah jadi yang rusak.

g. Biaya persediaan cadangan penyelamat (inventory safety stock cost), yakni biaya yang harus dikeluarkan akibat perusahaan harus menyediakan persediaan penyelamat agar proses produksi tidak terhenti akibat kehabisan bahan (out of stock). Dalam hal ini, sebenarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus menyimpan cadangan persediaan ekstra akibat harus membuat komponen-komponen atau produk yang rusak.

h. Biaya lembur akibat produk rusak, yaitu biaya lembur yang harus dikeluarkan karena pekerja harus melakukan kerja lembur akibat adanya komponen atas produk yang rusak (product defect).

i. Biaya kelebihan kapasitas (excess capacity cost), yakni biaya kelebihan kapasitas yang harus dipelihara (to be maintained) untuk menutupi kapasitas yang hilang (loss capacity) akibat membuat komponen atau produk yang rusak. Biaya-biaya ini meliputi biaya fasilitas ekstra atau peralatan ekstra yang diperlukan agar proses produksi terbebas dari kerusakan produk (defect free). Hal ini mungkin biaya yang tersembunyi, tetapi merupakan biaya yang besar.

(19)

3. Biaya penelaahan

Biaya penelaahan untuk mencegah kerusakan produk (product defect) adalah sebagai berikut:

a. Biaya pemeriksaan bahan yang datang (incoming material inspection

cost), yakni biaya pemeriksaan atas bahan baku yang masuk dari

pemasok.

b. Biaya pemeriksaan selama proses produksi (in process inspection and

testing cost), yakni pemeriksaan (inspeksi dan pengetesan) atas

komponen-komponen barang yang dalam proses produksi (work in

process) untuk menjamin adanya kesesuaian (conformng) mutu

dengan mutu yang telah ditetapkan. Mungkin termasuk biaya kecocokan mutu yang dilakukan oleh konsumen dan laboratorium pihak ketiga (third party laboratories).

c. Biaya pemeliharaan alat untuk tes (maintaining equipment), yakni biaya pemeliharaan alat-alat pengetesan agar semua mesin berada dalam kondisi kerja yang baik (good working condition) termasuk biaya kalibrasi untuk menjamin ukuran produk yang tepat karena peralatan tes yang juga tepat ukuran.

d. Biaya evaluasi persediaan (cost of evaluation stock), yakni biaya untuk mengevaluasi kondisi bahan baku dan bahan pembantu dan juga produk akhir yang berada di gudang.

4. Biaya pencegahan

Biaya pencegahan dalam rangka menjaga mutu produk meliputi beberapa jenis biaya berikut:

a. Biaya perencanaan mutu (quality planning cost), yakni biaya-biaya yang berkaitan dengan perencanaan mutu produk dan sistem pengembangan mutu produk. Misalnya biaya kebijakan untuk

(20)

mendesain prosedur sejak mulai (set up) sampai operasi berjalan sesuai dengan (berkaitan dengan mutu produk), pengembangan perencanaan inspeksi (development of inspection planning), dan biaya komunikasi kepada karyawan berkaitan dengan perencanaan mutu produk (sebagai kegiatan sosialisasi mutu produk yang harus ditetapkan).

b. Biaya desain produk dan tinjau ulang (product desain and review

cost), yakni kenaikan biaya yang berkaitan dengan membuat desain

produk dalam rangka memperbaiki mutu produk (product improvement). Dengan istilah kenaikan (increment) biaya berarti tidak

termasuk biaya orisinalnya untuk mendesain produk (not included the

basic cost of the original product design).

c. Biaya mendesain proses dan tinjau ulang (cost of process design and

review), yakni biaya tambahan atau kenaikan biaya (increment cost)

dan proses produksi yang baru untuk memperbaiki dan meninjau ulang proses produksi yang ada, sehingga memungkinkan terjadi hasil produk yang bermutu lebih baik (product quality improvement). Termasuk di dalamnya adalah biaya pembelian alat baru yang memperbaiki mutu produk.

d. Biaya desain tugas dan pelatihan (cost of job design and training). Biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk mengembangkan metode kerja baru (developing work method) dan biaya implementasinya dalam bentuk biaya pelatihan untuk para karyawan dalam rangka perbaikan mutu produk. Termasuk di dalamnya adalah biaya persiapan pelatihan dan manualnya (petunjuknya).

e. Biaya kendali proses (cost of process control), yakni biaya kendali untuk mencapai mutu yang direncanakan dalam pengertian mutu yang lebih baik (product quality improvement). Misalnya pengendaliannya

(21)

memerlukan alat baru yang lebih canggih (sophisticated), maka harga alat kendali tersebut dimasukkan sebagai biaya kendali proses.

f. Biaya koleksi, analisis dan laporan (cost of data collection, analysis

and report) adalah biaya-biaya untuk pengumpulan data yang

berkaitan dengan perbaikan mutu, termasuk data produk rusak (defect

product), masalah kualitas, biaya waktu penghentian produksi (down time), dan biaya analisis serta biaya penyusunan laporannya.

g. Biaya program perbaikan mutu (cost of quality improvement

program), yakni biaya kegiatan khusus atau proyek yang dibentuk

untuk memonitor dan memperbaiki kualitas produk, seperti program pengurangan tingkat kerusakan produk atau lingkaran mutu (quality

circle).

2.4.4. Hubungan Antar Jenis Biaya Mutu

Biaya pencegahan dan penilaian disebut cost of conformance (biaya kesesuaian), yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk memastikan produk atau jasa memenuhi kebutuhan konsumen. Sementara itu, biaya kegagalan internal dan eksternal disebut cost of non conformance (biaya ketidaksesuaian).

Menurut Bambang Hariadi (2002:390-391), biaya mutu sama dengan jumlah

cost of conformance dan cost of non conformance. Untuk menurunkan biaya

kegagalan internal dan eksternal yang merupakan cost of non conformance adalah dengan cara meningkatkan cost of conformance. Pada akhirnya total biaya mutu akan lebih rendah.

2.4.5. Perilaku Biaya Mutu

Menurut para pakar mutu, suatu perusahaan dengan program pengelolaan mutu yang berjalan baik, biaya mutu tidak lebih besar dari 2,5% dari penjualan. Setiap perusahaan dapat menyusun anggaran untuk menentukan besarnya standar

(22)

biaya mutu kelompok atau elemen secara individual, sehingga biaya mutu total yang dianggarkan tidak lebih dari 2,5% dari penjualan.

Agar standar tersebut dapat dicapai, maka perusahaan harus mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya mutu secara individual. Sebagian biaya mutu bervariasi dengan penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja mutu dapat bermanfaat, maka menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2000:43).

1. Biaya mutu harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap dihubungkan dengan penjualan.

2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan mutu dicerminkan oleh pengurangan rasio biaya variabel. Pengurangan kinerja dapat menggunakan salah satu dari 2 cara sebagai berikut:

a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu digunakan untuk menghitung penghematan biaya sesungguhnya atau kenaikan biaya sesungguhnya.

b. Rasio biaya yang dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan untuk mengukur kemajuan ke arah pencapaian secara periodik.

c. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya mutu dicerminkan oleh perubahan absolut jumlah biaya tetap.

2.4.6. Pandangan Terhadap Biaya Mutu dan Jumlah Kesalahan

Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2000:41), dewasa ini, ada 3 kategori pandangan yang berkembang diantara para praktisi mengenai biaya mutu, yaitu sebagai berikut.

1. Mutu yang semakin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi. Atribut mutu seperti kinerja karakteristik tambahan menimbulkan biaya yang lebih besar dalam hal tenaga kerja, bahan baku, desain dan sumber daya ekonomis

(23)

lainnya. Manfaat tambahan dari peningkatan mutu tidak dapat menutupi biaya tambahan.

2. Biaya peningkatan mutu lebih rendah daripada penghematan yang dihasilkan. Pandangan ini dianut oleh para pemanufaktur Jepang. Penghematan dihasilkan dari berkurangnya tingkat pengerjaan ulang, produk cacat dan biaya langsung lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.

3. Biaya mutu merupakan biaya yang sebenarnya melebihi biaya yang terjadi bila barang atau jasa dihasilkan secara benar sejak saat pertama (exactly right

the first time) produksi. Pandangan ini dianut oleh para pendukung filosofi

TQM. Biaya tidak hanya menyangkut biaya bahan langsung, tetapi juga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar dan banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan tidak teridentifikasi oleh sistem akuntansi biaya.

Struktur biaya mutu sangat dipengaruhi oleh interaksi antara keempat jenis biaya mutu, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Biaya pengendalian yaitu biaya pencegahan dan penilaian meningkat seiring dengan peningkatan mutu, sedangkan biaya kegagalan (internal dan eksternal) menurun seiring dengan peningkatan mutu. Hubungan ini, apabila digambarkan, akan menjadi kurva biaya mutu total yang berbentuk huruf U.

Secara konseptual dan praktikal, tidak diketahui alasan mengapa posisi biaya total minimum pada model ini bukannya pencapaian mutu 100% (lihat gambar). Pada gambar tersebut terlihat bahwa setelah titik optimum apabila kita ingin meningkatkan mutu, biaya yang terjadi akan semakin meningkat.

Paradigma tersebut merupakan paradigma tradisional. Hal ini dikarenakan paradigma tersebut beranggapan bahwa kesalahan tidak dapat dihindari sehingga sangatlah mahal biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki semua kerusakan. Sebaliknya, TQM berpendapat bahwa zero defect seharusnya menjadi sasaran

(24)

perusahaan. Perusahaan seharusnya menganalisis penyebab semua kesalahan dan mengambil tindakan untuk memperbaikinya.

Berdasarkan pendekatan tradisional, biaya terendah dicapai pada tingkat zero

defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi

kesalahan meningkat dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada sedikit yang dibiarkan.

Sebaliknya, TQM berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada tingkat

zero defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun kesalahan yang

ada itu berjumlah besar, tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya untuk memperbaiki kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan mengoreksi kesalahan yang pertama. Oleh karena itu, biaya total akan menurun terus sampai kesalahan terakhir diatasi. Dalam hal ini, TQM berpendapat bahwa quality is free.

Gambar 2.2

Pandangan Tradisional Terhadap Biaya Mutu

(25)

2.4.7. Laporan Kinerja Biaya Mutu

Untuk memungkinkan manajemen melakukan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan tentang biaya mutu, manajemen memerlukan laporan biaya mutu secara periodik dalam bentuk perbandingan antar periode akuntansi. Laporan kinerja ini penting untuk program perbaikan mutu.

Menurut M.N.Nasution (2004:166) laporan kinerja biaya mutu dapat memberikan berbagai macam manfaat, yang antara lain dapat digunakan untuk hal-hal berikut:

1. Mengidentifikasikan peluang laba (penghematan biaya dapat meningkatkan laba).

2. Mengambil keputusan capital budgeting dan keputusan investasi lainnya. 3. Menekan biaya pembelian dan biaya yang berkaitan dengan pemasok. 4. Mengidentifikasi pemborosan dalam aktivitas yang tidak dikehendaki para

pelanggan.

5. Mengidentifikasi sistem yang berlebihan.

6. Menemukan apakah biaya-biaya mutu telah didistribusikan secara tepat. 7. Penentuan tujuan dalam anggaran dan perencanaan laba.

8. Mengidentifikasi masalah-masalah mutu.

9. Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.

10.Dijadikan sebagai alat manajemen stratejik untuk mengalokasikan sumber daya dalam perumusan dan pelaksanaan strategi.

Bentuk umum laporan biaya mutu bulanan seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

(26)

Tabel 2.1

Contoh Laporan Biaya Mutu

Biaya aktual Persentase

(dalam ribuan)

1. Biaya pencegahan

a. Desain dan operasi sistem mutu 4.000 10.00

b. Pelatihan mutu bagi karyawan 2.500 6.25

c. Pelatihan dan evaluasi pemasok 500 1.25

Total biaya pencegahan 7.000 17.50

2. Biaya penilaian

a. Prosedur pengendalian proses statistikal (SPC) 1.500 3.75

b. Inspeksi 6.000 15.00

c. Pengujian 3.500 8.75

Total biaya penilaian 11.000 27.50

3. Biaya kegagalan internal

a. Pengertian ulang 12.000 30.00

b. Downtime 1.500 3.75

Total biaya kegagalan internal 13.500 33.75

4. Biaya kegagalan eksternal

a. Warranty repairs 7.000 17.50

b. Penanganan keluhan pelanggan 1.000 2.50

c. Repacking & freight 500 1.25

Total biaya kegagalan eksternal 8.500 21.25

Total biaya mutu 40.000 100.00

(27)

2.5. Profitabilitas

2.5.1. Pengertian Profitabilitas

R. Agus Sartono (2001:122) mendefinisikan profitabilitas sebagai berikut: “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.”

Sementara itu Siswanto Sutojo dalam (2000:56) secara tersirat mengungkapkan pengertian dan pentingnya profitabilitas bagi perusahaan dengan menyebutkan bahwa operasi bisnis perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila dari masa ke masa dapat mengumpulkan keuntungan secara memadai. Dengan jumlah dan tingkat keuntungan yang memadai, manajemen perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para pemilik serta para investor yang berniat membeli saham baru. Di samping itu perusahaan juga dapat membina kepercayaan para kreditur untuk menyediakan fasilitas pinjaman yang dibutuhkan.

Untuk mengetahui profitabilitas perusahaan, maka perlu dilakukan penilaian atas kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Untuk melakukan penilaian tersebut diperlukan adanya ukuran yang dapat memberikan indikasi mengenai profitabilitas perusahaan. Dengan kata lain, untuk menilai profitabilitas perusahaan diperlukan adanya ukuran profitabilitas.

2.5.2. Ukuran Profitabilitas

Menurut Siswanto Sutojo (2000:56), ada beberapa rasio keuangan utama yang dipergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan adalah:

Marjin laba kotor (Gross profit margin) Laba atas penjualan (Profit on sales)

Laba atas investasi dana (Return on investment) Laba atas modal sendiri (Return on equity) Laba bersih per saham (Earning per share)

(28)

Berikut di bawah ini dapat dijelaskan pengertian dan perhitungan rasio-rasio keuangan di atas secara ringkas.

1. Gross profit margin, merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi

harga pokok penjualan dengan penjualan bersih atau rasio antara laba kotor dengan penjualan bersih. Gross profit margin dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

Gross Profit Margin = Penjualan bersih - HPP x 100% Penjualan bersih

2. Profit on sales, merupakan perbandingan jumlah hasil penjualan yang

diperoleh selama masa tertentu dengan laba sesudah pajak. Rasio profit on

sales dipergunakan untuk menilai profitabilitas, sekaligus kemampuan

manajemen perusahaan menekan biaya operasional. Profit on sales dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

Profit on Sales = Laba sesudah pajak x 100% Penjualan bersih

3. Return on investment (ROI), membandingkan laba setelah pajak dengan total

aktiva. Return on investment dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

Return on Investment = Laba sesudah pajak x 100% Total aktiva

4. Return on equity (ROE), atau sering disebut rentabilitas modal sendiri

dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. ROE dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

Return on Equity = Laba sesudah pajak x 100% Total modal sendiri

5. Earning per share, merupakan tingkat profitabilitas tiap satuan saham dan

dapat dihitung dengan mempergunakan rumus rasio laba bersih per saham atau earning per share sebagai berikut:

(29)

Earning per Share = Laba sesudah pajak x 100% Jumlah saham biasa

2.5.3. Pengertian Laba (Profit)

Laba merupakan tujuan akhir semua perusahaan yang berorientasi bisnis. Namun, perhitungan laba untuk suatu jangka waktu tertentu hanya mendekati ketepatan/layak saja karena perhitungan yang tepat baru dapat terjadi jika perusahaan mengakhiri kegiatan usahanya dan menjual semua aktiva yang ada.

Menurut Henricksen (2000:301) mengutip pernyataan Smith yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo yaitu:

“Laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi seseorang selama periode waktu tertentu dan sama sejahteranya pada akhir periode seperti pada awal periode.”.

Laba menurut Aliminsyah dan Pandji (2003:222) adalah:

“Laba merupakan setipa keutungan keuangan. Laba atau manfaat atau dapat juga disebut sebagai kelebihan pendapatan atas biaya.”

2.5.4. Laba Kotor (Gross Profit)

Siswanto Sutojo (2000:57), mendefinisikan gross profit sebagai berikut: “ Laba kotor (gross profit) adalah hasil penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan, yaitu biaya untuk memproduksi atau mengadakan produk.”

Menurut Dwi Prastowo D. (2002:171), laba kotor (gross profit) dapat diartikan sebagai selisih antara harga pokok penjualan dan penjualan. Laba kotor

(gross profit) ini sering juga disebut dengan istilah gross margin. Istilah gross margin

ini harus dibedakan dari istilah contribution margin, karena contribution margin menggunakan kelebihan penjualan di atas semua biaya variabel, baik biaya produksi, pemasaran maupun administrasi umum.

(30)

2.6. Pengaruh Biaya Mutu Terhadap Profitabilitas

Penggolongan biaya mutu ke dalam empat kategori, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal adalah sebagai perangkat bagi manajemen atau pihak lain untuk mempermudah melakukan analisis terhadap elemen-elemen biaya mutu, baik itu dari segi perilakunya maupun hubungan antara masing-masing elemen dari biaya tersebut serta pengaruhnya terhadap variabel lain di luar biaya mutu, misalnya dengan tingkat produktivitas dan profitabilitas perusahaan. Empat golongan biaya mutu tersebut dapat dikelompokkan lagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu biaya pengendalian /cost of control (pencegahan dan penilaian) dan biaya kegagalan/failure cost (internal dan eksternal). Semakin besar perusahaan menginvestasikan modalnya pada aktivitas pengendalian, maka semakin kecil biaya kegagalan yang terjadi.

Meningkatnya biaya pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan akan menyebabkan biaya penilaian yang dikeluarkan juga akan meningkat. Hal itu terjadi karena kedua biaya tersebut merupakan satu kesatuan usaha pengendalian yang dilakukan untuk meningkatkan mutu. Usaha pengendalian mutu yang dikeluarkan dengan mengeluarkan biaya pencegahan dan penilaian akan menyebabkan berkurangnya mutu produk cacat yang dihasilkan sebelum produk tersebut dikirim ke konsumen. Dengan menurunnya produk cacat tersebut, maka biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kembali produk yang cacat (biaya kegagalan internal) akan semakin menurun. Dengan menurunnya produk cacat sebelum dikirim ke pelanggan, maka ini akan berdampak pada jumlah produk yang rusak di pelanggan akan menurun, sehingga akan mengurangi tingkat retur atas produk cacat dari pelanggan dan tentu ini berdampak pada menurunnya biaya garansi (jaminan) dan perbaikan yang merupakan komponen biaya kegagalan eksternal.

Jadi, apabila biaya pencegahan dan penilaian meningkat, maka biaya kegagalan internal dan eksternal akan menurun. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan meningkat, karena produk akan sesuai dengan

(31)

spesifikasi desain awal terhadap memiliki suatu kegagalan baik sebelum maupun setelah produk tersebut dikirim ke konsumen.

Sementara Blocher, Chen dan Lin (2002:200), mengungkapkan lebih lanjut bahwa dengan meningkatnya mutu pada suatu produk yang dihasilkan maka perusahaan akan memiliki keunggulan kompetitif dan menikmati tingkat profitabilitas yang tinggi. Meningkatnya mutu produk tentu dapat menurunkan tingkat pengembalian produk (retur) dari pelanggan, sehingga dengan itu akan berdampak pada menurunnya biaya garansi dan perbaikan.

Meningkatnya mutu produk juga dapat menurunkan biaya produksi melalui reduksi atau eliminasi dari biaya kegagalan internal yang memiliki porsi yang paling besar jika dibandingkan dengan biaya penilaian maupun pencegahan dalam biaya produksi. Produk yang bermutu akan menyebabkan rendahnya persediaan di gudang, baik itu persediaan bahan baku, suku cadang dan produk jadi. Sebab perusahaan dapat mengerjakan proses produksi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya sehingga perputaran persediaan menjadi lebih lancar dan tentunya pendapatan/laba akan dapat terealisir dengan lebih cepat.

Sementara itu pelanggan merasa bahwa produk yang bermutu itu adalah produk yang memiliki nilai yang tinggi sehingga memungkinkan naiknya harga jual serta mendapatkan pangsa pasar yang luas. Harga yang lebih tinggi dan besarnya pangsa pasar akan meningkatkan pendapatan tentunya. Mutu yang baik juga akan mempercepat throughput time. Throughput time yang lebih cepat memungkinkan perusahaan melakukan pengiriman yang lebih cepat. Pengiriman yang cepat membuat pelanggan merasa senang sehingga dapat menciptakan permintaan baru dan meningkatkan pangsa pasar perusahaan. Dan akhirnya dengan pendapatan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah mendorong profitabilitas yang ditandai dengan meningkatnya profit perusahaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar yang merupakan penjelasan mengenai hubungan serta pengaruh dari mutu produk yang dihasilkan terhadap tingkat profitabilitas perusahaan.

(32)

Gambar 2.3

Pengaruh Mutu Produk Terhadap Profitabilitas

Sumber: Blocher, Chen dan Lin, Cost Management: A Strategic Emphasis, 2002:201

Sementara dari semua uraian di atas dapat dibuat suatu ringkasan secara keseluruhan dampak atau pengaruh dari pengeluaran biaya mutu terhadap produk yang bermutu sampai kepada pengaruhnya terhadap tingkat profitabilitas perusahaan yang dapat dilihat melalui gambar sebagai berikut.

Mutu produk baik Nilai yang dirasakan lebih tinggi Persediaan minimal Konsumen lebih puas Tingkat retur rendah Throughput time yang lebih cepat Biaya garansi & perbaikan rendah Perputaran persediaan cepat Biaya produksi rendah Pengiriman lebih cepat Pangsa pasar lebih besar Harga jual lebih tinggi Pendapatan lebih tinggi Laba & ROI yang tinggi

(33)

Gambar 2.4

Pengaruh Biaya Mutu Terhadap Profitabilitas

Sumber: Kesimpulan penulis dari beberapa sumber Mutu produk baik Cost of Quality Prevention cost Biaya pengendalian External failure cost Internal failure cost Appraisal cost Menurunnya biaya kegagalan Meningkatnya prevention cost Menurunnya produk cacat Meningkatkan produk bermutu Biaya kegagalan Biaya produksi semakin rendah Meningkatnya appraisal cost Menurunnya HPP Menaikkan pangsa pasar Pendapatan meningkat Meningkatkan profit perusahaan Pelanggan merasa puas

Referensi

Dokumen terkait

Sampel tersebut lalu didiamkan selama 24 jam yang bertujuan agar bakteri yang terkandung dalam media agar dapat tumbuh serta terdapat endapan pada media BHI Brott..

Perhitungan aktivitas enzim dilakukan dengan mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada pengujian aktivitas enzim ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi

Harapan kami, semoga buku proceeding ini dapat menjadi bagian dari rujukan untuk pengembangan ilmu psikologi maupun arsitektur secara umum, maupun pengembangan

Halim Shoes Manufaktur sebaiknya menggunakan metode-metode pengendalian persediaan bahan baku yang tepat agar jumlah bahan baku yang diperlukan untuk kesinambungan proses

Oleh sebab itu, penulis bermaksud membuat suatu karya dalam bentuk dokumenter yang akan memberikan informasi mengenai tari sintren, mulai dari sejarah hingga

The results of the study indicate that supplementation with a combination of anti- oxidants does not significantly influence serum concentrations of total and HDL-choles- terol as

Hasil terbaik dari pemilahan fraksi bahan dari corong 1 adalah pada perlakuan kecepatan putar pisau rotari 500 rpm dan kcepatan aliran udara 2,8 m/detik, yaitu diperoleh

Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap