• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK

ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,

KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN

SUKAWENING KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

TANTAN KERTANUGRAHA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

RINGKASAN

TANTAN KERTANUGRAHA. D14102025. 2006. Studi Keragaman Fenotipik dan Jarak Genetik antar Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer

Penelitian ini bertujuan untuk mandapatkan informasi keragaman ukuran tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening. Penelitian lapangan dilakukan selama 3 bulan dari awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei 2006. Ternak yang diamati sebanyak 413 ekor domba Garut yang dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok domba. Kelompok domba Margawati sebanyak 102 ekor yang terdiri dari 29 ekor jantan dan 73 ekor betina, domba tangkas Wanaraja sebanyak 81 ekor terdiri dari 44 ekor jantan dan 37 ekor betina, domba pedaging Wanaraja sebanyak 69 ekor terdiri dari 19 ekor jantan dan 50 ekor betina, domba tangkas Sukawening sebanyak 89 ekor yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 50 ekor betina serta domba pedaging Sukawening sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 32 ekor jantan dan 40 ekor betina.

Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk, lebar telinga dan panjang telinga). Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan

General Linier Model (GLM), analisis diskriminan dan analisis korelasi kanonik

dengan menggunakan perangkat lunak komputer SAS version 7.0 dan program MEGA2 untuk mendapatkan pohon fenogram.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dada, panjang tengkorak, lebar tengkorak, panjang tanduk domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain saat umur I0. Domba tangkas Wanaraja tidak berbeda nyata dengan domba Margawati dan domba tangkas Sukawening saat umur I1. Domba tangkas Wanaraja berbeda nyata dengan domba pedaging pada umur I2. Karakteristik ukuran tubuh domba betina, sebagian besar tertinggi ditampilkan oleh domba pedaging Wanaraja umur I0 dan I4, sedangkan saat umur I1, I2 dan I3 tidak menunjukkan perbedaan ukuran tubuh dari kelima kelompok domba. Keragaman yang tampak dari setiap kelompok domba pada umur dan jenis kelamin yang berbeda umumnya ukuran bobot badan, lebar ekor, telinga dan tanduk pada jantan.

Jarak genetik kelompok domba tangkas Wanaraja dengan tangkas Sukawening merupakan jarak yang paling dekat dibandingkan dengan kelompok domba yang lain (1,16), sedangkan domba pedaging Wanaraja memiliki jarak genetik yang paling jauh dengan domba Margawati (6,17). Secara fenogram, domba Margawati terpisah dari kelompok domba tangkas Wanaraja, tangkas Sukawening, pedaging Wanaraja dan Sukawening. Namun, jarak genetiknya cenderung lebih

(3)

dekat dengan kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening. Peubah yang digunakan sebagai penduga pembeda kelompok maupun tipe domba Garut berasal dari ukuran panjang dan lebar telinga, lebar ekor serta lebar dada. Kelompok domba Margawati memiliki kesamaan ukuran tubuh yang besar dalam kelompoknya, hanya dipengaruhi domba tangkas Wanaraja (10,78%) dan domba tangkas Sukawening (17,65%).

(4)

ABSTRACT

Study of Fenotipik Variety and Genetic Distance Among Garut Sheep in BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening District in Regency of Garut

Kertanugraha T., C. Sumantri, and S.S. Mansjoer

A study to collect informations of body measurements variation, genetic distance, phylogenetics tree and discriminant variables between Garut sheep were done at BPPTD Margawati, Wanaraja and Sukawening district in regency of Garut. A total of 413 heads samples Garut sheep were used in this study. Data obtained were analyzed by using General Linear Model (GLM), discriminant and canonical analysis with SAS package program version 7.0 and program MEGA2 to get the construction of phenograms tree. The results indicated that body measurements of male fighting sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1 and 2 years, but body measurements at 1,0-1,5 years were higher from Margawati sheep. Body measurements of female meat sheep at Wanaraja were higher than other sheep at 1 and 4 years, but body measurements at 1-3 years were not difference from five groups female sheep. Variety was evident from every group of sheep is body weight, tail width, ears and horns. The closed genetic distance was between the fighting sheep at Wanaraja and the fighting sheep at Sukawening (1,16), while the lengths genetic distance was between the meat sheep at Wanaraja and the sheep at Margawati (6,17). Phenogram tree showed the sheep at Margawati was outside from the fighting and meat sheep at Wanaraja and Sukawening, but genetic distance more closed by the fighting sheep at Wanaraja and Sukawening. The length and width ears, tail width and chest width was most discriminant variables to determine the differences of sheep groups.

(5)

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK

ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,

KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN

SUKAWENING KABUPATEN GARUT

TANTAN KERTANUGRAHA D14102025

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(6)

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK

ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI,

KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN

SUKAWENING KABUPATEN GARUT

Oleh

TANTAN KERTANUGRAHA D14102025

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Nopember 2006

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 131 624 187

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer NIP. 130 354 159

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Tantan Kertanugraha lahir pada tanggal 8 Juni 1983 di Desa Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suparman (Alm) dan Ibu Yeyeh Satyanah. Penulis memulai sekolah pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Sejahtera, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut pada tahun 1989. Jenjang pendidikan formal dilalui penulis di SD Negeri Selaawi 1 dan selesai pada tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 1 Selaawi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA Negeri 1 Limbangan.

Penulis melanjutkan studi pada tahun 2002 di Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang olahraga bola voli dan menjadi sekretaris umum pada periode 2003-2004. Penulis sering menyalurkan hobi dengan mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan olahraga, khususnya bola voli.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul “Studi Keragaman Fenotipik dan Jarak Genetik antar Domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut” dibawah bimbingan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer. Skripsi ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan wawancara di UPTD BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Sukawening selama 3 bulan, dari awal bulan Maret sampai dengan akhir bulan Mei 2006. Penulis juga melakukan studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini dari persiapan penelitian sampai selesainya Skripsi ini.

Penulis sangat menyadari Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama kemajuan pembangunan peternakan Indonesia.

Bogor, Nopember 2006

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan dan Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Domba Garut ... 3

Klasifikasi dan Asal Usul ... 3

Karakteristik Domba Garut ... 5

Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas ... 6

Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging ... 7

Keragaman Fenotipik ... 7

Jarak Genetik ... 8

Pohon Filogenetik ... 9

Analisis Kanonikal ... 10

MATERI DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Materi ... 11 Ternak ... 11 Bahan ... 11 Alat ... 12 Metode ... 12 Pengumpulan Data ... 12

Peubah yang Diukur ... 12

Analisis Data ... 15

Analisis Statistik Deskriptif ... 15

Uji Rerata ... 16

Analisis Diskriminan ... 16

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 18

Letak Geografis ... 18

Populasi Ternak Domba ... 21

Manajemen Beternak Domba ... 22

Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba ... 22

Perkandangan ... 22

Pemberian Pakan ... 23

Kesehatan ... 23

Seleksi ... 24

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut ... 25

Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut ... 43

Gambaran Kanonikal dari Kelima Kelompok Domba Garut ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN . ... 51

Kesimpulan ... 51

Saran ... 51

UCAPAN TERIMA KASIH ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi

Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor ... 3

2. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk ... 4

3. Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat Kuantitatif ... 5

4. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut ... 11

5. Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian ... 19

6. Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian ... 20

7. Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian ... 21

8. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ... 26

9. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I1 (1,0-1,5 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ... 27

10. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I2 (1,5-2,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ... 28

11. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I3 (2,5-3,0 tahun) dan I4 (3,5-4,0 tahun) untuk Jenis Kelamin Betina ... 29

12. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I0 (< 1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ... 39

13. Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I1-14 (1-4 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina ... 40

14. Matrik Jarak Genetik antar Kelompok Domba Garut ... 43

15. Struktur Total Kanonik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut ... 48

16. Persentase Nilai Kesamaan dan Campuran di Dalam dan di Antara Kelompok Domba Garut ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh ... 14 2. Pohon Fenogram dari Kelima Kelompok Domba Garut ... 44 3. Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M),

Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang menjadi salah satu ternak lokal di Indonesia. Domba memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka meningkatkan produksi daging. Domba yang berkembang di Indonesia antara lain domba ekor tipis atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan dan domba ekor gemuk. Populasi domba di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 8.306.928 ekor, populasi domba yang paling banyak di Indonesia terdapat di Propinsi Jawa Barat sebanyak 3.691.458 ekor (Ditjenak, 2005). Populasi domba di Kabupaten Garut mencapai 337.036 ekor (BPS Kabupaten Garut, 2004).

Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba lokal Indonesia yang banyak tersebar di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Garut. Domba Garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Domba Garut tipe tangkas memiliki telinga yang pendek dengan tanduk yang kekar dan besar. Domba Garut tipe pedaging banyak tersebar di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Domba ini mempunyai tubuh yang kompak, telinga yang panjang, memiliki wol yang halus dengan warna dasar dominan putih, serta memiliki paha belakang yang cukup besar.

Masyarakat peternak di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening banyak memelihara domba Garut tipe pedaging. Seiring dengan adanya tempat adu ketangkasan domba Garut di Wanaraja, maka banyak peternak di Wanaraja dan Sukawening yang memelihara domba Garut tipe tangkas. Hal ini menyebabkan populasi domba pedaging menurun dan terjadi perkawinan antara domba Garut pedaging dengan domba Garut tangkas yang diharapkan dapat memperbaiki mutu genetik domba Garut.

Pemeliharaan domba umumnya bertujuan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, sebagai penghasil daging dan kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk. Pemeliharaan domba Garut tipe tangkas biasanya sebagai hobi atau kesenangan untuk dijadikan domba adu. Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati sebagai sentra

(15)

pembibitan domba Garut, pemeliharaannya diarahkan untuk menghasilkan domba Garut untuk bibit dan pelestarian domba Garut. Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening sebagai salah satu sentra pengembangan dan penghasil bibit domba pedaging di Kabupaten Garut.

Domba Garut di Kabupaten Garut merupakan salah satu sumber daya genetik atau sebagai salah satu plasma nutfah Indonesia, maka perlindungan dan pelestarian terhadap plasma nutfah domba Garut perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan dukungan dari masyarakat peternak, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya pelestarian domba Garut. Sebagai langkah awal dari upaya ini, maka dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik fenotipe untuk sifat kuantitatif pada domba Garut.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman ukuran-ukuran tubuh, jarak genetik, pohon fenogram dan faktor peubah pembeda antar domba Garut di BPPTD Margawati, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik sifat kuantitatif domba Garut dan keragaman genetiknya.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Klasifikasi dan Asal Usul

Domba termasuk dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Arthiodactyla (hewan berkuku genap), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis (domba), spesies Ovis aries (domba yang didomestikasi) (Ensminger, 1991). Pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Domba-domba domestik umumnya memiliki komposisi genetik dari berbagai jenis domba lainnya seperti domba Argali, Ovis ammon, yang hidup di Asia tengah, domba Urial, Ovis vignei, juga hidup di Asia dan domba Moufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia kecil dan Eropa (Devendra dan McLeroy, 1982).

Di Indonesia, domba dikelompokkan menjadi domba Ekor Tipis (Javanese Thin Thailed), domba Ekor Gemuk (Javanese Fat Thailed) dan domba Priangan yang dikenal dengan domba Garut (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor Tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, domba ini memiliki ciri-ciri seperti; termasuk golongan domba kecil dengan berat potong sekitar 20-30 kg, warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya, ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan betina biasanya tidak bertanduk, dan bulunya berupa wol yang kasar (Hardjosubroto, 1994).

Tabel 1. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Tipis Jantan pada Kondisi Gemuk dan Sedang di Sekitar Daerah Bogor.

Ukuran Tubuh Gemuk Sedang

Bobot badan (kg) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar paha (cm) Panjang paha (cm) Lingkar bokong (cm) Lebar panggul (cm) 19,6 57,4 47,0 63,1 24,0 24,9 17,6 16,0 10,4 16,7 56,7 47,0 59,8 22,2 23,6 17,5 15,1 9,8 Sumber : Pulungan (1981)

(17)

Domba Ekor Gemuk dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk, sehingga digolongkan ke dalam domba Ekor Gemuk (Mulyaningsih, 1990). Domba Ekor Gemuk banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara, dengan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar sebagai timbunan lemak. Domba ini merupakan domba tipe pedaging, berat badan jantan dewasa antara 40-60 kg, sedangkan bobot badan betina dewasa 25-35 kg (Hardjosubroto, 1994).

Tabel 2. Ukuran-ukuran Tubuh Domba Ekor Gemuk

Ukuran Tubuh Jantan Betina

Bobot badan (kg) Panjang badan (cm) Tinggi (cm) Lingkar dada (cm) Lebar ekor (cm) 24,8-34,3 56,3-60,9 59,7-63,8 67,2-79,8 11,0-15,8 25,2-31,4 54,2-59,1 57,9-60,9 65,9-76,7 9,6-15,2 Sumber : Djajanegara et al. (1992)

Menurut Merkens dan Soemirat (1926), domba Garut merupakan domba yang diduga terbentuk secara spontan melalui populasi awal hasil persilangan antara domba Lokal, domba Merino dari Australia dan domba Kaapstad dari Afrika Barat Daya. Persilangan tersebut diperkirakan terjadi sejak tahun 1864, ketika pemerintah Hindia Belanda mengimpor Merino dari Australia. Merino ini dipelihara oleh K. F. Holl di tanah pertaniannya di daerah Garut. Kemudian pada tahun 1886, K. F. Holl menyebarluaskan beberapa ekor miliknya kepada petani-peternak di sekitarnya dan kepada Bupati Limbangan Van Nispon, para tokoh pribumi di Garut dan Tarogong serta kepada orang-orang Eropa di Sumedang dan Bandung. Domba dengan tipe yang cukup seragam diperoleh sekitar tahun 1960-an, terutama domba tipe khusus sebagai domba adu yang dikembangkan oleh para penggemar domba di daerah Garut dan sekitarnya.

Domba Garut adalah keturunan dari hasil persilangan antara domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal, sehingga terbentuknya suatu tipe domba Garut yang ada seperti ini (Triwulaningsih et al., 1981). Menurut Mason (1980), perpaduan ini sebagaimana tampak dari tinggi badan dan bentuk ekor yang gemuk diperkirakan berasal dari domba Afrika dan bentuk wool serta tanduk dari domba Merino. Sifat

(18)

tangkas diperkirakan dari domba Lokal (Mulliadi, 1996). Sampai seberapa jauh sebaran perbandingan darah dan pengaruh domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal pada domba Garut belum diketahui dengan jelas (Triwulaningsih et al., 1981) dan akibat persilangan yang tidak terencana maka di daerah Garut terdapat dua arah pengembangan yaitu yang mengarah kepada domba tipe daging dan domba tipe tangkas (Mulyaningsih, 1990).

Karakteristik Domba Garut

Domba Garut yang dilaporkan Budinuryanto (1991), mempunyai ciri-ciri profil kepala memanjang dan ramping, muka bagian atas lebih lebar, lereng hidung agak cembung, lubang hidungnya lebar dan tidak berbulu, memiliki bibir yang tebal dan berbulu pendek. Pada jantan mempunyai tanduk besar dan berat, panjang mencapai 55 cm, dasar tanduk 21 cm, jarak antara dasar tanduk hampir bersentuhan satu sama lain, permukaan tanduk kelihatan bersudut tiga dan dijumpai banyak sekali guratan transversal.

Ciri-ciri domba Garut berdasarkan kekhasannya menurut Heriyadi et al. (2002) adalah untuk jantan memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari 4 cm) atau ngadaun hiris (panjang 4-8 cm); ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke begian bawah; tanduk kokoh, besar dan melingkar; dan muka ngabangus kuda, cembung, lebar dan bangus benguk. Domba Garut betina memiliki telinga pendek (rumpung) atau medium (ngadaun hiris); tidak bertanduk atau tanduk kecil; ekor kecil berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah; dan muka panjang ngabenguk.

Tabel 3. Standar Domba Garut Dewasa Berdasarkan Rerata Sifat Kuantitatif

Parameter Domba Jantan Domba Betina

Bobot badan (kg) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi pundak (cm) Lebar dada (cm) 57,74 ± 11,96 63,41 ± 5,72 88,73 ± 7,58 74,34 ± 5,84 22,08 ± 8,21 36,89 ± 9,35 56,37 ± 4,58 77,41 ± 6,74 65,61 ± 4,85 16,04 ± 2,05 Sumber : Heriyadi et al. (2002)

(19)

Pengamatan Merkens dan Soemirat (1926) bahwa domba Garut dapat menghasilkan 50 persen daging dari berat badan, sedangkan untuk domba Eropa dapat menghasilkan bobot potong 45-48 persen. Domba Garut tergolong dalam domba tipe berat tetapi termasuk dalam ras ringan. Dengan pemeliharaan yang baik bobot badannya mencapai 60-80 kg pada jantan dan 30-40 kg untuk betina. Oleh karena itu, domba Garut mempunayi prestasi keunggulan lebih baik sebagai penghasil daging (Mulliadi, 1996).

Karakteristik Domba Garut Tipe Tangkas

Morfologi tubuh domba Garut tipe tangkas berbeda dengan tipe domba lainnya, yaitu bergaris muka cembung, telinga rumpung atau kecil, jantan memiliki tanduk yang kokoh dan kuat, bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari bagian belakang dan panggul lebih rapat dengan dada berukuran besar, ekor bertipe sedang sampai gemuk, sedangkan betina bertanduk kecil, garis punggung lurus, bagian dada tidak tampak mengembang seperti halnya pada jantan dan ekornya bertipe sedang (Mulliadi, 1996). Ciri-ciri domba Garut tangkas menurut Budinuryanto (1991) memiliki mata besar, bersih dan bersinar tajam; pembuluh darah yang besar pada kelopak mata, raut muka kuat dan kencang; mulut lebar atau besar dengan bibir yang tebal; punggung lurus dengan posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan bagian belakang; bentuk tubuh panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar dan kuat; dan memiliki kaki yang besar, pendek dan kuat.

Penelitian yang dilakukan Anang (1992), pada domba tangkas jantan dewasa mendapatkan bobot badan antara 51-84 kg atau reratanya 66,78±7,93 cm, sedangkan ukuran badan lainnya tinggi pundak antara 66-84 cm, tinggi punggung 62-84 cm, lingkar dada 81-144 cm, panjang badan 71-89 cm dan lebar dada antara 19-38 cm. Ukuran tubuh bibit domba Garut betina tipe tangkas menurut hasil penelitian Ruminah (2003), memiliki bobot badan 42,33±7,53 kg, panjang badan 70,37±4,33 cm, lingkar dada 83,44±5,62 cm, tinggi pundak 70,37±4,33 cm, lebar dada 16,31±2,05, dalam dada 34,15±3,35 cm, panjang kelangkang 22,79±2,09 cm dan lebar pangkal paha 18,76±1,87 cm. Anang (1992) menyatakan bahwa bentuk ekor pada domba tangkas dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu bentuk segitiga dengan panjang rerata 22,0±3,88 cm dan lebar 9,33±3,30 cm serta bentuk pangkal gemuk dengan panjang rerata 22,40±3,30 cm dan lebar 11,55±2,10 cm.

(20)

Karakteristik Domba Garut Tipe Pedaging

Domba Garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro, 2005), tipe ekor sedang, panjang telinga lebih dari 9 cm dengan posisi menggantung ke tanah serta bagian belakang (paha dan kelangkang) lebih besar (Mulliadi, 1996). Domba pedaging di Garut merupakan domba sisa hasil seleksi atau domba afkir dari domba tangkas baik jantan maupun betina, dapat pula sebagai hasil dari perkawinan baik disengaja atau tidak sengaja dengan pejantan domba tangkas (Mulliadi, 1996).

Domba Garut pedaging jantan umur I1 memiliki rerata ukuran tubuh seperti bobot badan 31,44±5,22 kg, tinggi pundak 58,28 cm, panjang badan 71,28 cm, lingkar dada 60,67 cm, dalam dada 28,89 cm dan lebar dada 16,00 cm (Salamahwati, 2004), sedangkan umur I2 memiliki rerata bobot badan 26,25±1,77 kg, tinggi pundak 59,25 cm, panjang badan 54,00 cm, lingkar dada 68,00 cm, dalam dada 28,00 cm dan lebar dada 15,.00 cm (Nurhayati, 2004). Domba Garut pedaging betina pada umur I4 memiliki rerata ukuran tubuh seperti bobot badan 30,17-31,50 kg, tinggi pundak 59,67-61,45 cm, panjang badan 54,33-56,85 cm, lingkar dada 63,33-72,60 cm, dalam dada 12,89-14,40 cm dan lebar dada 16-18,33 cm (Nurhayati, 2004; Salamahwati, 2004).

Keragaman Fenotipik

Keragaman fenotipik menunjukkan perbedaan penampilan atau ukuran di antara individu dalam suatu populasi untuk sifat tertentu (Lasley, 1978). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Noor, 2000). Mempelajari komponen-komponen keragaman pada ternak sangat penting artinya, karena akan membantu dalam perencanaan pemuliaan untuk meningkatkan mutu genetik (Liu dan Makarechian, 1990).

Keragaman fenotipik total merupakan sumbangan keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Lasley, 1978). Keragaman fenotipik total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik digunakan istilah heritabilitas (Warwick et al., 1983). Heritabilitas dalam arti sempit

(21)

merupakan dugaan bagian aditif dari ragam keturunan yang sangat penting, karena dapat menunjukkan perubahan yang dicapai seleksi untuk suatu sifat dalam populasi (Johansson dan Rendel, 1968). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keragaman fenotipik setiap individu ternak dapat berupa lingkungan internal (seks, umur, pengaruh maternal, kebuntingan) dan dapat pula berupa lingkungan eksternal (lokasi, musim, klimat, penyakit dan pakan) (Turner dan Young, 1969).

Penanda fenotipik merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan (Sarbaini, 2004). Lebih lanjut Sarbaini (2004) mengemukakan bahwa penanda fenotifik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti; ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya.

Perubahan sifat morfologi pada domba seperti panjang ekor yang digunakan sebagai tempat penimbunan lemak dan perubahan wol menjadi bulu kasar merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Perbedaan pada bobot badan, struktur tubuh, pola warna tubuh dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik sifat morfologi yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi bangsa ternak tersebut (Suparyanto et al., 1999).

Jarak Genetik

Jarak genetik adalah tingkat perbedaan gen antar populasi atau spesies yang diukur oleh beberapa kuantitas numerik (Nei, 1987). Penelitian tentang pendugaan jarak genetik telah banyak dilakukan dengan pendekatan analisis molekuler seperti analisis polimorfisme protein darah (Astuti, 1997). Hal ini disebabkan sifat seleksi pada tingkat molekuler hanya terjadi secara alami, bukan hasil rekayasa manusia (Hartl, 1988). Menurut Tan (1996), analisis pada tingkat DNA akan memberikan hasil estimasi jarak genetik yang jauh lebih akurat dibandingkan analisis lokus biokimia maupun metode lainnya. Namun, analisis molekuler membutuhkan fasilitas yang memadai dan dana yang besar (Suparyanto et al., 1999). Metode yang lebih murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan sifat fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Hartl, 1988).

(22)

Pengukuran parameter tubuh bisa digunakan untuk menduga asal usul bangsa ternak (Sarbaini, 2004). Penggunaan ukuran-ukuran tubuh sebagai penduga terhadap jarak genetik dan peubah pembeda dari lima kelompok kambing Andalusia dengan menggunakan analisis diskriminan telah dilaporkan oleh Herera et al. (1996). Suparyanto et al. (1999) juga telah melakukan penelitian menggunakan beberapa ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul, lingkar pinggul, dalam pinggul, panjang ekor, lebar ekor, dan tebal ekor) sebagai penduga terhadap jarak genetik dan peubah pembeda kelompok domba di Indonesia dengan pendekatan teknik diskriminan dan canonical dalam analisis morfologi.

Fungsi diskriminan sederhana dapat digunakan untuk penentuan jarak genetik (Herera et al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987), dimana matriks ragam peragam antara peubah dari masing-masing kelompok domba yang diamati digabungkan menjadi sebuah matriks. Statistik Mahalanobis (D2) merupakan pengukuran jarak untuk sifat kuantitatif yang paling sering digunakan. Pengukuran jarak genetik didasarkan pada jarak suatu organisme atau gen yang berhubungan, sehingga efek polimorfisme dalam populasi diabaikan (Nei, 1987).

Pohon Filogenetik

Pohon filogenetik adalah diagram cabang yang menggambarkan hipotesa pertalian yang berhubungan dengan silsilah dan pengurutan peristiwa historikal yang menghubungkan suatu organisme, populasi, atau taksa dari seluruh organisme atau kelompok-kelompok dari seluruh organisme (Wiley, 1981). Hubungan antara populasi dengan spesies memberitahukan tentang bagian goegrafik dan hubungan reproduktif. Pohon filogenetik yang menggambarkan jalur evolusioner dari kelompok spesies atau populasi diberi nama pohon spesies atau pohon populasi (Nei, 1987).

Pola percabangan pada pohon spesies dinamakan topologi, walaupun pola pemisahan gen sesuai dengan pola pemisahan spesies, topologi dari pembentukan pohon gen mungkin masih kurang sesuai dengan pohon spesies jika jumlah nukleotida atau asam amino yang diperiksa sedikit (Nei, 1987). Pohon filogeni dikatakan sebagai diagram cabang yang menentukan hubungan secara biologi antar kelompok dan menafsirkan karakter unik sebagai inovasi evolusioner (Wiley, 1981).

(23)

Pohon filogenetik dibentuk dengan mempertimbangkan hubungan antara jarak genetik yang dihitung untuk semua spesies atau populasi (Nei, 1987).

Metode jarak rata-rata (UPGMA) merupakan metode yang paling sederhana untuk membangun fenogram dan pohon filogenetik, khususnya ketika mengukur jarak dimana “nilai yang diharapkan” kira-kira proporsional terhadap waktu evolusioner yang digunakan (Nei, 1987). Keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini adalah bersifat sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif stabil. Metode UPGMA didasarkan pada asumsi rataan laju evolusi yang konstan (Kumar et al., 1993).

Analisis Kanonikal

Analisis kanonikal merupakan suatu metode perancangan reduksi data untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih karakter serta membagi ragam total dari semua karakter menjadi variabel baru dalam jumlah terbatas yang tidak berkorelasi (Wiley, 1981). Menurut Herera et al. (1996), analisis kanonikal dapat digunakan untuk menentukan peta penyebaran organisme, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara kelompok organisme. Analisis variat kanonikal digunakan untuk mendapatkan kombinasi karakter yang membedakan secara keseluruhan dan dapat digunakan untuk menggambar plot skor guna membandingkan di dalam dan di antara variabilitas populasi pada dimensi yang kecil (Wiley, 1981).

Analisis kanonikal adalah perluasan dari analisis diskriminan linier dengan mempertimbangkan kasus dari tiga atau lebih kelompok yang ditandakan secara teori. Aplikasi lainnya dari teknik analisis kanonikal adalah mengeksplorasi kumpulan data untuk mendapatkan kejelasan pada tingkat spesies dengan menggunakan populasi lokal sebagai pengelompokan (Wiley, 1981). Pada analisis diskriminan parameter fenotipik, dapat ditentukan pula parameter morfometrik yang menunjukan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa (Suparyanto et al., 1999). Analisis diskriminan dirancang untuk memaksimalkan perbedaan antar populasi, maka pada analisis diskriminan akan dicari karakter-karakter yang memberikan pemisahan terbaik (Wiley, 1981).

(24)

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian lapangan dilakukan di tiga tempat, yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (UPTD BPPTD) Margawati Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut. Penelitian lapangan ini dilakukan selama tiga bulan dimulai dari awal bulan Maret sampai dengan akhir Mei 2006.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan pada penelitian ini domba Garut tipe tangkas dan tipe pedaging. Jumlah ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 413 ekor. Jumlah dan sebaran contoh ternak domba menurut kelompok domba, kelompok umur dan jenis kelamin yang berbeda pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Garut Kelompok Umur

Kelompok Domba Jenis

Kelamin I0 I1 I2 I3 I4

Jumlah

--- (ekor) ---

Margawati ( M ) Jantan 15 3 0 0 11 29

Betina 15 12 11 10 25 73 Tangkas Wanaraja ( T ) Jantan 21 14 4 5 0 44

Betina 6 6 10 8 7 37

Pedaging Wanaraja ( P ) Jantan 11 6 2 0 0 19

Betina 13 13 10 7 7 50

Tangkas Sukawening ( A ) Jantan 20 12 3 4 0 39

Betina 8 6 8 10 18 50

Pedaging Sukawening ( D ) Jantan 19 10 3 0 0 32

Betina 10 7 5 7 11 40

Jumlah 138 89 56 51 79 413

Keterangan: I0 = umur kurang dari 1 tahun I3 = umur 2,5-3,0 tahun

I1 = umur 1,0-1,5 tahun I4 = umur 3,5-4,0 tahun

I2 = umur 1,5-2,0 tahun

Bahan

Penelitian ini dilakukan pada contoh domba Garut milik Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati) dan domba Garut milik masyarakat yang ada di Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut.

(25)

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini timbangan gantung kapasitas 100 kg, tongkat ukur satuan cm dengan skala 0,2 cm, pita ukur satuan cm dengan skala 1 mm, jangka sorong satuan cm dengan skala 1 mm alat-alat tulis, komputer dan perangkat lunak SAS V.7.0 serta MEGA2.

Metode Pengumpulan Data

Data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan untuk memperoleh data ukuran-ukuran tubuh dan data sekunder berupa data catatan dan populasi domba yang ada di lokasi penelitian dari peternak, Dinas Peternakan Kabupaten Garut dan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat (UPTD BPPTD Margawati). Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara terpilih dengan pertimbangan bahwa UPTD BPPTD Margawati sebagai sentra pembibitan domba Garut, Kecamatan Wanaraja terkenal dengan domba Garut tipe pedaging serta di Wanaraja berkembang domba Garut tipe tangkas, dan Kecamatan Sukawening banyak terdapat domba Garut tipe pedaging serta ada satu kelompok peternak yang menjadi mitra UPTD BPPTD Margawati.

Contoh domba Garut terdiri dari lima kelompok umur: kurang dari 1 tahun (I0); umur 1,0-1,5 tahun (I1); umur 1,5-2,0 tahun (I2); umur 2,5-3,0 tahun (I3) dan umur 3,5-4,0 tahun (I4) untuk jenis kelamin jantan dan betina dari masing-masing kelompok domba. Penentuan umur contoh domba dilakukan berdasarkan pada keterangan langsung dari peternak dan berdasarkan pergantian gigi seri tetap yang diklasifikasikan menurut Devendra dan McLeroy (1982); belum ada gigi seri tetap (I0), umur kurang dari 1 tahun; sepasang gigi seri tetap (I1), umur 1,0-1,5 tahun; dua pasang gigi seri tetap (I2), umur 1,5-2,0 tahun; tiga pasang gigi seri tetap (I3), umur 2,5-3,0 tahun dan empat pasang gigi seri tetap (I4), umur 3,5-4,0 tahun.

Peubah yang Diukur

Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif (bobot badan, tinggi pundak, tinggi kelangkang, panjang badan, panjang kelangkang, lebar dada, lebar pangkal paha, dalam dada, lingkar dada, lingkar kanon, panjang tengkorak, lebar tengkorak, tinggi tengkorak,

(26)

panjang ekor, lebar ekor, panjang tanduk, lingkar pangkal tanduk, jarak antar tanduk, lebar telinga dan panjang telinga). Metode pengukuran untuk masing-masing peubah dilakukan sebagai berikut ini.

1. Bobot badan (BB), ditimbang pada pagi hari sebelum domba diberi makan atau digembalakan dengan timbangan gantung kapasitas 100 kg (satuan dalam kg). 2. Panjang tengkorak (PTR) adalah jarak antara titik tertinggi sampai titik terdepan

tengkorak, diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

3. Lebar tengkorak (LTR) adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan kanan, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

4. Tinggi tengkorak (TKR) adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik terendah rahang bawah, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm. 5. Panjang tanduk (PTD), diukur dari pangkal tanduk sampai ke ujung tanduk

mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar dengan pita ukur satuan dalam cm. 6. Lingkar pangkal tanduk (LPT), diukur melingkar pada pangkal tanduk

menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

7. Jarak antar tanduk (JAT) adalah jarak antar pangkal tanduk sebelah kanan dan kiri, diukur menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

8. Lebar telinga (LTL) adalah jarak dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

9. Panjang telinga (PTL) adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik ujung telinga menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

10. Tinggi pundak (TP) merupakan jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.

11. Panjang badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/ os ischum), diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.

12. Lebar dada (LED) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm.

13. Dalam dada (DD) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.

14. Lingkar dada (LID), diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu (os

(27)

Keterangan gambar: 1. Tinggi Pundak 2. Tinggi Kelangkang 3. Panjang Badan 4. Panjang Kelangkang 5. Lebar Dada

6. Lebar Pangkal Paha 7. Dalam Dada 8. Lingkar Dada 9. Lingkar Kanon 10. Panjang Tengkorak 11. Lebar Tengkorak 12. Tinggi Tengkorak 13. Panjang Ekor 14. Lebar Ekor 15. Panjang Tanduk

16. Lingkar Pangkal Tanduk 17. Jarak antar Tanduk 18. Lebar Telinga 19. Panjang Telinga

(28)

15. Lingkar kanon (LKK) atau lingkar pipa, diukur melingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri dengan pita ukur satuan dalam cm.

16. Tinggi kelangkang (TK) adalah jarak antara titik tertinggi kelangkang sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.

17. Panjang kelangkang (PK) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke benjolan tulang tapis, diukur dengan pita ukur satuan dalam cm.

18. Lebar pangkal paha (LPP) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kiri dan kanan, diukur dengan tongkat ukur satuan dalam cm.

19. Panjang ekor (PEK) adalah jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor, diukur menggunakan pita ukur satuan dalam cm.

20. Lebar ekor (LEK) adalah jarak antara titik sisi kiri dan kanan pangkal ekor diukur dengan menggunakan jangka sorong satuan dalam cm.

Analisis Data

Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata, analisis diskriminan, dan analisis korelasi kanonik.

Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memperoleh karakterisasi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba Garut. Analisis ini dikerjakan dengan menghitung nilai rerata ( X ), simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK) setiap peubah pada kelompok domba umur I0, I1 dan I2 untuk jantan dan umur I0, I1, I2, I3 dan I4 untuk betina dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1995):

Keterangan: X = nilai rerata,

= ukuran ke i dari peubah

i

X X ,

n = jumah contoh yang diambil dari populasi, = simpangan baku, dan

s KK = koefisien keragaman.

n

X

X

n i i

=

=

1

(

)

1 1 2 − − =

= n X X s n i i 100

( )

% X s KK =

(29)

Uji Rerata

Uji rerata dilakukan untuk melihat perbedaan setiap peubah yang diamati dari kelompok domba pada kelompok umur dan jenis kelamin yang sama. Analisis yang digunakan adalah analisis ragam pola searah dengan ulangan yang tidak seimbang. Model linier untuk analisis ragam pola searah menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τ

i

+ ε

ij

Keterangan: Yij = pengamatan pada kelompok ke-i, ulangan ke-j, µ = rerata umum,

τi = pengaruh kelompok ke-i (i =1, 2, 3, 4 dan 5), dan εij = pengaruh acak kelompok ke-i , ulangan ke-j.

Jika berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan pada taraf nyata α = 5% (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

Data yang tersedia umumnya memiliki jumlah contoh yang tidak sama, sehingga analisisnya dibantu dengan prosedur analisis PROC GLM (General Linier

Model) dengan MEAN PERL / DUNCAN dari SAS versi 7.0.

Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan jarak genetik (Herera, et

al., 1996). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak

Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan menurut petunjuk Nei (1987) adalah sebagai berikut :

Keterangan: = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik antar kelompok domba ke-i dan kelompok domba ke-j;

( )i j

D2 ,

−1 = kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah;

C

= vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-i pada masing-masing peubah kuantitatif; dan

i

X

= vektor nilai rerata pengamatan dari kelompok domba ke-j pada masing-masing peubah kuantitatif.

j

X

( )i j

(

X

i

X

j

) (

C

X

i

X

j

)

(30)

Analisis statistik Mahalanobis dilakukan dengan menggunakan paket program statistik SAS versi 7.0 dengan menggunakan PROC DISCRIM. Dari hasil perhitungan jarak kuadrat tersebut diatas, kemudian dilakukan pengakaran terhadap hasil kuadrat jarak, agar jarak genetik yang didapat bukan dalam bentuk kuadrat. Hasil pengakaran dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA seperti petunjuk Kumar et al. (1993) untuk mendapatkan pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon fenogram dilakukan dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with

Arithmetic) dengan asumsi bahwa laju evolusi antar kelompok domba adalah sama.

Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini dikemukakan oleh Kumar et al. (1993) karena sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif stabil.

Analisis Korelasi Kanonik

Analisis kanonikal digunakan untuk menentukan gambaran kanonikal dari kelompok domba, nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam maupun di antara kelompok domba (Herera, et al., 1996). Analisis ini juga dipakai untuk menentukan beberapa peubah dari ukuran fenotipik yang memiliki pengaruh kuat terhadap penyebab terjadinya pengelompokan bangsa domba (pembeda bangsa). Prosedur analisis dengan menggunakan PROC CANDISC dari SAS versi 7.0.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Letak Geografis

Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3.066,88 km2 secara geografis terletak diantara 60 57’34” – 70 44’57” lintang selatan dan 1070 24’3” – 1080 24’34” bujur timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya,

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati terletak di dua Desa, yaitu Desa Margawati dan Sukanegla, Kecamatan Garut Kota. Letak BPPTD Margawati kurang lebih 10 km dari kota Garut dan kurang lebih 8 km dari jalan raya. BPPTD Margawati dibatasi oleh Kampung Pakuwon di sebelah utara, Desa Margawati di sebelah selatan, gunung Karacak di sebelah barat dan Kelurahan Sukanegla di sebelah timur.

Kecamatan Wanaraja dibatasi oleh Kecamatan Sucinaraja dan Karangpawitan pada bagian selatan, Kecamatan Pangatikan pada bagian utara, Kecamatan Banyuresmi pada bagian barat dan Kabupaten Tasikmalaya pada bagian timur. Kecamatan Wanaraja terdiri dari 8 Desa, yaitu Desa Wanaraja, Wanamekar, Cinunuk, Sukamekar, Sindangratu, Wanajaya, Sindangmekar dan Wanasari. Letak Kecamatan Wanaraja kurang lebih 11 km dari kota Garut. Jarak Kecamatan Wanaraja dengan BPPTD Margawati kurang lebih 19 km, sedangkan jarak Kecamatan Wanaraja dengan Sukawening kurang lebih 4 km.

Kecamatan Sukawening dibatasi oleh Kecamatan Cibatu, Malangbong dan Kersamanah pada bagian utara, Kecamatan Karangtengah pada bagian timur, Kecamatan Banyuresmi pada bagian barat dan Kecamatan Pangatikan pada bagian selatan. Kecamatan Sukawening terdiri dari 11 Desa, yaitu Desa Sukawening, Sukamukti, Mekarluyu, Sukaluyu, Sudalarang, Sukasono, Sukahaji, Pasanggrahan, Maripari, Mekarwangi dan Mekarhurip. Letak Kecamatan Sukawening kurang lebih 15 km dari Kota Garut. Jarak Kecamatan Sukawening dengan BPPTD Margawati kurang lebih 23 km.

(32)

Tabel 5. Kondisi Geografi di Ketiga Lokasi Penelitian. Lokasi Uraian BPPTD Margawati Kecamatan Wanaraja Kecamatan Sukawening Luas (ha) Ketinggian (m dpl) Kemiringan ( º )

Curah Hujan (mm/tahun) Temperatur ( ºC )

Bentang Lahan (ha) - Dataran - Perbukitan/Pegunungan 27 1000 0-20 2020 21 2 25 3.526 500-1000 0-40 1800 24 2.465 1.061 3.883 > 1000 > 40 2000 18 374 3.509

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Kecamatan Sukawening mempunyai lahan yang paling luas dibandingkan Kecamatan Wanaraja, tetapi Kecamatan Wanaraja mempunyai persentase bentang lahan berupa dataran paling luas dibandingkan Kecamatan Sukawening dan Margawati. BPPTD Margawati dengan luas 27 ha, terdiri dari dataran seluas 2 ha yang digunakan untuk perkandangan, kantor dan perumahan, sedangkan perbukitan dengan luas 25 ha digunakan sebagai kebun rumput.

Kondisi bentang lahan dari ketiga lokasi penelitian (Tabel 5) menunjukkan, bahwa lokasi yang berbukit mempunyai ketinggian di atas permukaan laut dan kemiringan yang lebih tinggi dibandingkan daerah dataran. Semakin tinggi lokasi penelitian dari permukaan laut, maka semakin rendah suhu lingkungannya. Temperatur lingkungan dari ketiga lokasi penelitian masih dalam kisaran temperatur optimal untuk domba di daerah tropis yaitu 18-31ºC (Yousef, 1985), sehingga perbedaan temperatur lingkungan pada ketiga lokasi penelitian tidak terlalu berpengaruh terhadap usaha ternak pada masing-masing lokasi penelitian.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman dan kehidupan sosial budaya masyarakat disuatu daerah. Suhu, kelembaban dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena berpengaruh terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terlihat pada saat temperatur tinggi menyebabkan suhu tubuh meningkat, konsumsi makan menurun dan mempengaruhi reproduksi ternak. Pengaruh iklim tidak langsung terutama pada persediaan makanan, perkandangan, manajemen, serta peluang timbulnya penyakit dan parasit (Williamson dan Payne, 1993).

(33)

Adanaya perbedaan letak ketinggian serta kondisi geografi menyebabkan perbedaan penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan di tiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan Lahan di Ketiga Lokasi Penelitian. Lokasi Uraian BPPTD Margawati Kecamatan Wanaraja Kecamatan Sukawening ... (ha) ... Perkampungan Persawahan Tegalan Kebun Campuran Semak Belukar Hutan Lain-lain Luas Lahan 2 - - 23 - - 2 27 237 473 43 2.422 262 87 2 3.526 216 1.483 396 389 715 636 48 3.883

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Tabel 6 menunjukkan bahwa lahan di Kecamatan Sukawening didominasi oleh daerah pesawahan, sehingga memiliki komoditi utama berupa beras dan hasil sampingan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kecamatan Sukawening memiliki lahan yang berbukit, tetapi air cukup tersedia dari sumber air yang mengalir dari pegunungan. Kecamatan Wanaraja dan BPPTD Margawati lahannya didominasi oleh kebun campuran. Kebun campuran di Kecamatan Wanaraja kebanyakan ditanami bawang putih, bawang merah, kacang tanah, cabe, kedelai dan jagung yang limbahnya seperti dedaunan bisa dimanfaatkan sebagai pakan domba. Kebun di BPPTD Margawati kebanyakan digunakan untuk budidaya pakan hijauan.

Perbedaan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian sangat berpengaruh pada kegiatan peternakan. Kebanyakan peternak di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening menggunakan lahan pekarangan rumah untuk lahan peternakan, sehingga lahan untuk peternakan terbatas dan berada dekat dengan rumah. Tersedianya lahan terlantar, hutan, semak belukar, kebun dan tegalan yang jumlahnya cukup luas di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening merupakan potensi pengembangan lahan peternakan domba dan penyediaan pakan.

(34)

Populasi Ternak Domba

Populasi ternak domba di Kabupaten Garut pada tahun 2004 meningkat sebanyak 5% dari 320.987 ekor menjadi 337.036 ekor. Produksi daging domba di Kabupaten Garut mengalami penurunan dari tahun 2003 sebanyak 399,63 ton menjadi 167,10 ton pada tahun 2004 (BPS Kabupaten Garut, 2004). Peningkatan populasi domba yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging di Kabupaten Garut, mungkin disebabkan sentra-sentra produksi domba di Kabupaten Garut berhasil meningkatkan populasi domba yang disertai dengan banyaknya penjualan ternak domba keluar Kabupaten Garut.

Tabel 7. Populasi Ternak Ruminansia di Lokasi Penelitian Lokasi Uraian BPPTD Margawati Kecamatan Wanaraja Kecamatan Sukawening ... (ekor) ... Domba Kambing Kerbau Sapi Perah Sapi Potong 545 - - - - 10.687 2.066 224 52 126 9.912 1.955 101 - 16 Total 545 13.155 11.984

Sumber: BPS Kabupaten Garut (2004) dan BPPTD Margawati (2005)

Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa ternak domba merupakan ternak yang paling banyak ditemui di tiga lokasi penelitian dibandingkan ternak ruminansia lainnya, seperti sapi perah, sapi potong, kerbau dan kambing. Ternak domba pada umumnya lebih disukai oleh para peternak di lokasi penelitian dibanding ternak ruminansia yang lain, karena sudah menjadi tradisi turun temurun, pemeliharaannya yang mudah, ketersediaan pakan yang memadai dan tersedianya pasar untuk ternak domba.

BPPTD Margawati sebagai sentra pembibitan dan pelestarian domba, sehingga pemeliharaannya hanya terpokus pada domba. Kecamatan Wanaraja dan Sukawening memiliki populasi ternak domba yang hampir sama. Ternak kambing, kerbau, sapi perah dan sapi potong banyak terdapat di Kecamatan Wanaraja dibandingkan Sukawening. Hal ini disebabkan Kecamatan Wanaraja sebagai daerah peternakan terpadu dan banyak terdapat kelompok-kelompok peternak.

(35)

Manajemen Beternak Domba Sistem Pemeliharaan dan Perkawinan Ternak Domba

Sistem pemeliharaan ternak domba yang digunakan dari ketiga lokasi penelitian hampir sama, yaitu ternak domba tidak digembalakan atau diumbar karena tidak terdapatnya lahan penggembalaan serta akan merusak tanaman pada lahan pertanian. Sistem pemeliharaan antara domba tangkas dengan domba pedaging terutama domba jantan memiliki perbedaan, hal ini terlihat dari adanya perbedaan pakan yang diberikan, penanganan kesehatan dan kandang.

Sistem perkawinan ternak domba di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening hampir sama, yaitu menggunakan kawin alam dengan bantuan manusia. BPPTD Margawati menggunakan pola perkawinan secara kawin alam dengan rasio jantan dan betina 1 : 15-20 selama 2 bulan, tetapi dilakukan juga secara Inseminasi Buatan dengan semen cair dan semen beku. Pola perkawinan secara Inseminasi Buatan pada domba kurang disukai oleh peternak karena sangat sulit dan perlu inseminator serta hasil kawin alam masih lebih baik daripada Inseminasi Buatan.

Perkandangan

Kandang yang dipergunakan oleh peternak di tiga lokasi penelitian secara umum menggunakan kandang panggung yang berbahan kayu dan bambu. Kecamatan Wanaraja banyak menggunakan sistem kandang individu, sedangkan Kecamatan Sukawening banyak menggunkan sistem kandang koloni untuk domba pedaging dan menggunakan kandang individu untuk domba tangkas. BPPTD Margawati menggunakan sistem kandang individu untuk domba pejantan dan induk serta sistem kandang koloni untuk domba kawin, domba lepas sapih dan domba muda.

Lantai kandang terbuat dari belahan-belahan kayu atau bambu yang disusun jarang, tujuannya agar mempermudah dalam membersihkan kotoran dan urin domba. Dinding kandang kebanyakan menggunakan kayu untuk domba tangkas jantan, sedangkan untuk domba pedaging kebanyakan menggunakan bambu. BPPTD Margawati menggunakan atap kandang dari seng yang bergelombang, sedangkan pada daerah Wanaraja dan Sukawening menggunakan atap kandang dari genting. Perbedaan bahan atap kandang yang digunakan akan mempengaruhi suhu di sekitar kandang.

(36)

Kandang domba di Kecamatan Wanaraja kebanyakan berada di dekat atau pekarangan rumah, sedangkan di Kecamatan Sukawening kandang berada di dekat rumah, di kebun dan di pegunungan. Kandang jantan dibangun dengan kuat dan luas ruangannya dibatasi, karena domba jantan sering melakukan tingkah laku berkelahi, memukulkan tanduk, mendengus dan menghentakan kaki. Kandang induk dan anak membutuhkan ruang kandang yang lebih luas dan tidak membutuhkan kontruksi kandang yang sangat kokoh.

Pemberian Pakan

Pemberian pakan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu peternakan, karena pakan sangat berperan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu ternak. Pemberian pakan pada domba Garut berdasarkan tujuan pemeliharaan. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba adu, pemberian pakannya lebih teratur dan suka diberi makanan tambahan seperti madu, telur, jamu, dan lain-lain. Domba yang tujuannya untuk menghasilkan domba pedaging, pemberian pakannya berupa hijauan atau kosentrat saja.

Pemberian pakan di BPPTD Margawati dilakukan 4 kali dalam sehari, yaitu jam 07.00 WIB berupa pakan hijauan, jam 10.00 WIB berupa kosentrat, jam 13.00 WIB dan jam 17.00 WIB berupa hijauan. Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan bobot badan dan kebutuhan nutrisi harian dari ternak domba. Pemberian pakan di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening dilakukan 2 atau 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan kebanyakan hijauan dengan jumlah yang tidak ditentukan, tetapi ada juga peternak yang memberikan dedaunan dan limbah pertanian.

Kesehatan

Kesehatan pada ternak mempengaruhi pertumbuhan dan harga jual dari ternak domba. Pencegahan penyakit di BPPTD Margawati lebih baik dibandingkan di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening. Hal ini disebabkan BPPTD Margawati selalu ditangani atau dikontrol oleh dokter hewan serta selalu melakukan kegiatan memandikan ternak, sanitasi kandang, pemotongan kuku dan wol yang dilakukan secara rutin dan terjadwal. Pencegahan penyakit di Wanaraja dan Sukawening kurang begitu bagus terutama pada domba pedaging, hal ini terlihat dari

(37)

domba-dombanya yang jarang dimandikan, kandangnya kotor, wolnya tebal serta sanitasi air yang buruk menyebabkan bawah kandang becek. Peternak tidak terbiasa dan tidak tahu akan pentingnya pemotongan kuku yang dapat menyebabkan luka dan infeksi. Pencukuran wol tidak dilakukan peternak untuk memperlihatkan dombanya tidak kurus waktu dijual.

Penyakit yang umum muncul di tiga lokasi penelitian adalah mencret, cacingan, sakit mata dan kembung perut. Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan cara tradisional, mencret diberi daun bambu atau daun jambu muda serta suka memberikan obat untuk manusia. Peternak suka memberi air abu gosok hangat, apabila ternaknya terkena penyakit mata. BPPTD Margawati melakukan pengobatan dengan memberikan obat yang sesuai dengan penyakitnya dan selalu memberikan obat cacing setiap 3 bulan sekali.

Seleksi

Seleksi yang dilakukan oleh masyarakat umumnya berdasarkan sifat kualitatif dari ternak. Sifat kualitatif ternak yang banyak diperhatikan oleh peternak adalah bangsa ternak, bentuk atau warna bulu dan tanduk, seleksi ini lebih banyak mengarah pada penampilan dari ternak dibandingkan produktivitasnya. Dilihat juga dari tipe kelahiran, domba tipe tangkas diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak perkelahiran 1 ekor, karena bobot badannya besar serta pertumbuhannya cepat. Domba tipe pedaging diarahkan pada domba yang mempunyai jumlah anak perkelahiran 2-3 ekor untuk meningkatkan jumlah ternak tersebut.

Seleksi terhadap domba pedaging di Kecamatan Wanaraja dan Sukawening berdasarkan bentuk tubuh normal atau kompak, memiliki wol yang halus dan mengkilat dengan warna dasar wol dominan putih, telinga yang panjang dan rubak, pertumbuhannya baik, tidak cacat pada bagian tubuh dan mata tidak buta atau rabun. Seleksi terhadap domba tangkas berdasarkan bentuk tubuh panjang dan besar dengan tubuh bagian depan yang lebih tinggi; dada dalam dan lebar; kaki kokoh, lurus dan kuat; mata sehat; pertumbuhannya relatif cepat; memiliki tanduk yang kuat, mengkilat dan panjang; telinga pendek; memiliki naluri untuk beradu dan berasal dari keturunan yang bagus. Seleksi domba di BPPTD Margawati diarahkan untuk mendapatkan domba sesuai standar domba Garut berdasarkan karakteristik fenotipe.

(38)

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut

Hasil analisis ukuran-ukuran tubuh pada kelima kelompok domba Garut jantan dan betina umur kurang dari 1 tahun, 1,0-1,5 tahun dan 1,5-2,0 tahun diperlihatkan pada Tabel 8, 9 dan 10, serta domba betina umur 2,5-3,0 tahun dan 3,5-4,0 tahun diperlihatkan pada Tabel 11. Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh dari kelima kelompok domba jantan dan betina umur kurang dari satu tahun dan umur lebih dari satu tahun diperlihatkan pada Tabel 12 dan 13.

Pada kelompok umur kurang dari 1 tahun (I0), dari Tabel 8 menunjukkan bahwa secara umum rerata ukuran tubuh domba tangkas Wanaraja jantan berbeda nyata dengan domba Margawati, pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening. Domba pedaging Wanaraja betina mempunyai ukuran tubuh yang paling besar, berbeda nyata dengan domba Margawati. Besarnya ukuran tubuh pada domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina disebabkan domba di bawah umur 1 tahun, fase pertumbuhan yang terjadi pada domba tangkas Wanaraja jantan dan domba pedaging Wanaraja betina lebih cepat dibandingkan domba yang lain. Selain itu, adanya faktor genetik serta adanya perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya.

Kelompok domba Margawati umur I0 mempunyai rerata ukuran tubuh paling kecil, berbeda nyata dengan kelompok domba yang lain. Hal ini disebabkan contoh domba yang diambil di BPPTD Margawati memiliki umur berkisar antara 3-6 bulan, sedangkan contoh domba yang diambil pada lokasi lain memiliki umur antara 6-11 bulan. Fase pertumbuhan pada domba umur kurang dari 1 tahun sangat cepat, sehingga perbedaan umur bisa menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran tubuh domba Margawati dengan domba lainnya. Hasil penelitian Diwyanto (1982) memperlihatkan rerata perbedaan bobot badan domba jantan dan betina umur 3 bulan dengan 7 bulan sebesar 10 kg.

Kelompok domba pedaging Wanaraja, tangkas Sukawening dan pedaging Sukawening sebagian besar rerata ukuran tubuhnya tidak berbeda nyata baik pada jantan maupun betina. Hal ini disebabkan pertumbuhannya yang relatif sama, tidak adanya perbedaan dalam pemberian pakan maupun pemeliharaannya. Selain itu, lokasi yang berdekatan memungkinkan terjadinya mobilitas antar lokasi untuk domba-domba tersebut.

(39)

Tabel 8. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I0 (<1 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina

Kelompok Domba Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan :

Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang tanduk (cm) Lingkar pangkal tanduk (cm) Jarak antar tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (15) 52,2± 5,9C 49,4 ± 6,5C 12,3± 2,0C 22,5± 2,9C 59,9± 9,2C 46,3± 4,6B 17,7 ± 1,6B 15,0 ± 2,2B 7,2 ± 0,9B 16,0± 2,8C 12,1 ± 1,6B 6,4 ± 0,6C 11,2 ± 6,1C 10,9± 3,4C 2,8 ± 1,2A 4,4 ± 1,6C 2,0 ± 0,6C 19,0± 3,4C 3,0 ± 1,0C 16,1± 6,3C (21) 62,9± 7,1A 59,7± 6,5A 16,8± 2,7AB 28,2± 3,1A 77,1± 9,3A 54,4± 6,2A 19,6± 1,8A 18,9± 2,8A 7,9± 0,8A 21,0± 2,5A 14,0± 2,7A 7,7± 0,7A 28,8±12,9A 19,3± 5,1A 1,5± 0,6C 5,9± 1,6B 2,6± 0,6B 22,0± 2,1A 5,5± 1,0A 30,1± 9,3A (11) 59,7± 6,6AB 54,8± 6,4B 19,0±11,9A 26,0± 2,9B 73,2±11,8AB 53,4± 5,9A 19,0± 2,1AB 18,4± 4,4A 7,6± 1,3AB 19,1± 2,5B 12,7± 2,5AB 7,2± 0,5B 19,4± 8,9B 14,3± 4,3B 2,2± 1,1AB 11,9± 1,1A 5,3± 1,0A 21,7± 4,1AB 5,5± 1,3A 25,1± 8,6AB (20) 57,6± 5,6B 53,8± 5,2B 14,7± 2,1BC 25,7± 2,3B 69,5± 4,4B 51,2± 4,0A 17,8± 1,5B 17,7± 2,4A 7,3± 0,6AB 18,2± 1,5B 12,7± 1,3AB 7,1± 0,5B 20,2± 7,1B 16,4± 3,7AB 1,6± 0,9BC 5,4± 1,9CB 2,3± 0,6CB 20,4± 3,0ABC 4,3± 1,1B 21,8± 4,5B (19) 58,6± 5,6AB 56,0± 5,5AB 14,9± 1,3BC 25,5± 2,8B 71,4± 6,1AB 52,0± 5,3A 18,1± 1,9B 17,0± 1,6A 7,1± 0,7B 18,4± 1,9B 12,6± 2,5AB 7,1± 0,8B 21,1± 6,7B 16,4± 3,2AB 1,7± 1,0BC 12,2± 1,2A 4,9± 0,6A 19,7± 2,8BC 4,2± 1,0B 22,6± 6,3B Betina :

Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (15) 52,8± 5,0B 50,0± 5,9 11,6± 2,1C 22,0± 2,6B 64,3± 7,3 47,6± 5,2B 18,9± 2,2A 15,3± 2,1B 6,7± 0,5B 16,9± 1,6AB 11,8± 1,1 6,4± 0,4 4,2± 1,0B 1,9± 0,4D 19,2± 2,6AB 3,1± 1,1C 16,8± 4,1B (6) 55,2± 4,2AB 51,2± 4,5 13,6± 1,6B 23,7± 2,6AB 68,7± 6,3 47,5± 5,1B 16,9± 1,4AB 15,1± 2,6B 6,7± 0,6B 16,0± 1,2B 11,4± 0,4 7,0± 0,5 4,7± 1,8B 2,7± 0,7C 20,8± 3,6A 5,0± 1,1AB 18,8± 3,1B (13) 59,2± 5,0A 55,0± 4,4 15,7± 1,9A 25,2± 3,2A 70,3± 5,9 52,9± 4,9A 18,6± 0,8A 17,9± 2,2A 7,5± 0,7A 17,8± 1,4A 11,8± 0,8 6,8± 1,0 13,3± 1,7A 6,0± 0,9A 20,7± 4,6A 5,3± 0,9A 22,4± 3,2A (8) 56,6± 4,3AB 54,9± 7,2 13,9± 2,2AB 24,7± 2,6AB 70,7± 6,2 52,0± 5,2AB 17,9± 1,3AB 16,2± 2,7AB 7,1± 0,5AB 17,3± 2,0AB 11,9± 1,3 6,8± 0,5 4,9± 1,9B 2,4± 0,6DC 18,9± 2,9AB 3,3± 1,2C 18,7± 4,2B (10) 57,0± 4,1AB 52,8± 4,9 14,0± 1,4AB 24,4± 2,9AB 67,0± 5,9 51,1± 5,1AB 17,8± 0,9AB 16,9± 1,9AB 6,7± 0,6B 16,0± 1,3B 11,8± 1,0 6,9± 0,5 12,0± 1,4A 4,9± 0,6B 17,2± 2,8B 4,1± 0,6BC 18,3± 3,0B

(40)

Tabel 9. Rerata, Simpangan Baku dan Hasil Uji Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut pada setiap Kelompok Domba Umur I1 (1,0-1,5 tahun) untuk Jenis Kelamin Jantan dan Betina

Kelompok Domba Ukuran-ukuran Tubuh Margawati Tangkas Wanaraja Pedaging Wanaraja Tangkas Sukawening Pedaging Sukawening Jantan :

Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang tanduk (cm) Lingkar pangkal tanduk (cm) Jarak antar tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (3) 70,2± 1,4A 67,1± 1,7A 19,2± 2,1AB 33,0± 2,2A 89,6± 3,3A 64,6± 1,8A 21,7± 1,5A 21,0± 1,0A 9,7± 0,6A 23,5± 0,9A 16,3± 0,9A 8,7± 0,9A 36,5± 8,9AB 24,9± 0,9A 1,4± 0,3 3,9± 0,6B 2,4± 0,1B 25,3± 0,6 6,2± 1,1 46,3± 5,5A (14) 70,8± 6,2A 66,6± 5,9AB 19,9± 3,7A 33,1± 4,3A 87,7± 6,4A 57,3±11,6AB 21,0± 1,4AB 21,7± 3,4A 8,7± 0,5B 22,9± 2,1AB 16,3± 1,9A 8,2± 1,1AB 42,1± 10,1A 23,7± 3,7AB 1,3± 0,3 4,7± 1,6B 2,2± 0,5B 24,7± 3,3 6,6± 1,4 44,0± 13,3A (6) 63,2± 1,5B 59,1± 2,8C 15,2± 0,4C 27,1± 0,6C 74,1± 3,7C 52,3± 3,7B 19,0± 1,1C 17,3± 1,3B 7,4± 0,3C 19,7± 0,9D 13,3± 1,0B 7,5± 0,7B 26,7± 2,7C 18,6± 1,5C 1,3± 0,3 12,3± 1,4A 5,0± 0,7A 21,7± 1,0 5,0± 0,7 27,2± 2,0B (12) 66,9± 6,2AB 63,8± 3,8ABC 17,8± 1,2ABC 31,0± 1,3AB 81,3± 4,6B 60,4± 5,3AB 20,2± 1,5ABC 19,6± 1,0AB 8,1± 0,6B 21,5± 1,0BC 15,5± 0,6A 8,2± 0,5AB 34,8± 6,9ABC 22,9± 2,2AB 1,6± 0,4 5,2± 1,6B 2,2± 0,6B 23,0± 4,5 5,9± 1,3 34,1± 4,7B (10) 65,9± 3,8AB 61,2± 4,9BC 16,8± 2,0BC 29,7± 1,8BC 78,4± 4,2BC 57,6± 4,5AB 19,8± 0,8BC 18,9± 2,3AB 8,1± 0,5B 20,5± 0,9DC 15,1± 1,5A 7,9± 0,6AB 30,7± 6,2BC 21,5± 1,8BC 1,2± 0,4 12,3± 1,5A 4,8± 1,0A 24,8± 2,6 5,6± 1,3 32,0± 5,0B Betina :

Jumlah contoh domba (ekor) Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lebar dada (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Tinggi kelangkang (cm) Panjang kelangkang (cm) Lebar pangkal paha (cm) Lingkar kanon (cm) Panjang tengkorak (cm) Tinggi tengkorak (cm) Lebar tengkorak (cm) Panjang telinga (cm) Lebar telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm) Bobot badan (kg) (12) 63,1± 2,9AB 58,1± 4,1AB 14,3± 1,9 26,8± 1,9 74,5± 3,5AB 55,8± 2,0AB 19,2± 1,0AB 17,3± 1,6B 7,3± 0,4AB 19,2± 1,2AB 13,6± 0,4 7,4± 0,9AB 4,6± 1,2B 2,0± 0,4C 21,0± 3,3 3,9± 1,0B 26,9± 1,6 (6) 64,8± 4,5A 61,2± 1,6A 16,6± 1,7 28,9± 1,2 79,3± 4,9A 57,6± 6,1A 20,3± 1,2A 19,8± 1,4A 7,3± 0,5AB 19,8± 1,2A 13,2± 1,2 7,4± 0,8AB 5,8± 2,1B 2,8± 0,8B 21,9± 2,6 5,7± 0,8A 29,2± 4,6 (13) 63,2± 4,8AB 59,0± 5,5AB 16,1± 3,4 28,1± 3,2 77,9± 9,7AB 56,6± 5,6AB 19,6± 1,5AB 20,2± 3,4A 7,8± 0,9A 20,3± 2,1A 13,6± 2,2 7,3± 1,0AB 13,5± 1,9A 5,6± 1,0A 21,8± 2,6 4,4± 1,2B 29,5± 12,2 (6) 61,3± 5,8AB 59,5± 7,8AB 15,6± 2,2 27,6± 2,1 78,2± 6,4AB 54,0± 4,4AB 19,9± 1,1AB 17,8± 0,9AB 7,4± 0,7A 19,7± 1,1A 13,5± 1,3 8,1± 0,9A 5,6± 1,7B 2,3± 0,7CB 21,8± 3,0 4,6± 1,3AB 27,2± 7,9 (7) 58,5± 3,5B 54,2± 3,3B 14,7± 1,9 26,5± 2,8 71,0± 5,6B 52,3± 3,9B 18,8± 0,8B 18,0± 1,7AB 6,6± 0,4B 17,7± 0,7B 12,4± 1,4 6,8± 0,5B 12,9± 1,0A 5,4± 0,4A 19,6± 2,2 4,0± 1,2B 23,2± 5,4

Gambar

Gambar 1.  Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh
Gambar 2.  Pohon Fenogram  dari Kelima Kelompok Domba Garut.
Gambar 3. Gambaran Kanonikal dari Kelompok Domba Margawati (M),  Tangkas Wanaraja (T), Pedaging Wanaraja (P), Tangkas  Sukawening (A) dan Pedaging Sukawening (D)

Referensi

Dokumen terkait

Kajian dilakukan terhadap perbandingan komposisi tepung dan pati biji nangka, sifat fisik dan kekuatan mekanik ( tensile strength dan elongation at break )

soae i

Dengan menggunakan signifikansi α sebesar 0,05 (  = 5%) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,221, dikarenakan nilai signifikansi sebesar 0,221 lebih besar dari 0,05, maka

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang). Riwayat Pelatihan : MMB 2011 PEMA

Sistem Sistem pengaduan masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan saat ini masih dilakukan secara manual, yaitu dengan cara bertemu langsung dengan

Seminar Nasional Tempe Goes International (tahun 2012) untuk 150 UMKM dan pengrajin Tempe guna mendukung upaya Indonesia memperjuangkan SNI tempe menjadi standar

Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data.