• Tidak ada hasil yang ditemukan

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERSATUAN DOKTER MANAJEMEN MEDIK INDONESIA (PDMMI) June 29, 2012

Authored by: PDMMI

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi

Dokter Manajemen Medik

(2)

1

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi

Dokter Manajemen Medik

[Type the document subtitle]

Pendahuluan

Rumah-sakit adalah lembaga yang mempunyai kegiatan bisnis utama (core business) memberikan pelayanan klinis. Konsekuensinya, mutu klinis merupakan indikator utama bagi kinerja dan akuntabilitas rumah-sakit. Proses dan outcome pelayanan klinis tentunya dipengaruhi oleh kinerja tim klinis (para dokter, perawat, bidan serta tenaga klinis lainnya) serta sistem yang mendorong perbaikan mutu dan lingkungan yang kondusif. Sebagaimana sistem governance di manajemen,

governance dalam pelayanan klinis telah pula dikembangkan, dipelopori oleh Inggris pada dekade

90-an dengan menggunakan istilah clinical governance.1 Pengembangan ini diharapkan dapat

mencapai outcome pelayanan klinis yang diharapkan, yang memenuhi dimensi keselamatan, efektivitas, berfokus pada pasien, tepat waktu, efisien dan keadilan (IOM, 2001).

Konsep dasar clinical governance adalah (1) akuntabilitas (accountability), yaitu bahwa setiap upaya medik harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, etik dan moral dan berbasis pada bukti terkini dan terpercaya (evidence-based medicine); (2) perbaikan mutu berkelanjutan (continuous quality improvemen)t, yaitu bahwa upaya peningkatan mutu harus dilaksanakan secara sistematik, komprehensif dan berkesinambungan; (3) pelayanan bermutu tinggi (high quality

standard of care), yang mengisyaratkan agar setiap upaya medik selalu didasarkan pada standard

tertinggi yang diakui secara profesional; dan (4) memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang menjamin terlaksananya pelaksanaan pelayanan klinis yang bermutu.2

Berdasarkan konsep di atas maka penting sekali artinya untuk melakukan kegiatan perbaikan mutu bersamaan dengan menciptakan lingkungannya yang mendukung. Terdapat hubungan timbal balik antara kegiatan clinical governance dengan lingkungan tempat metoda tersebut diterapkan3

(gambar 1). Lingkungan yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan terkait dengan tanggung jawab manajemen untuk menyediakan fasiltas yang diperlukan dan membangun budaya mutu yang mendukung kreativitas dan keterbukaan, melaporkan kekeliruan, kegagalan, dan kinerja yang belum optimal serta mengkaji upaya perbaikan dengan semangat pembelajaran yang tinggi. Di sisi lain, untuk menjalankan kegiatan clinical governance dengan metode yang tepat dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang spesifik.

1 Trisnantoro, 2004 “Aplikasi manajemen strategis untuk rumah sakit”, Gama press, 2005 2 Utarini, Dwiprahasto, 2003 “Clinical governance: konsep, pengorganisasian, dan implementasi”

Program Pengembangan Eksekutif, MMR UGM, Jogjakarta, 16-18 Desember 2003.

3 Rukmono Siswihanto, 2005 “Seminar Menuju Pelayanan RS Yang Bermutu Melalui Good Clinical

(3)

2

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

Gambar 1: Hubungan antara berbagai kegiatan clinical governance dengan faktor yang mendukung keberhasilannya

Berbagai pertimbangan di atas mendorong PDMMI untuk menyusun body of knowlege dan standar kompetensi bagi para klinisi (dokter) yang ingin memiliki kompetensi sebagai Dokter Manajemen Medik (clinical manager).

Penerapan Clinical Governance

Istilah clinical governance pertama kali diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan Inggris sebagai kerangka kerja mutu dalam sistem kesehatan nasionalnya. Clinical governance menyediakan kesempatan untuk membangun pengertian dan menerapkan komponen dasar dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan, yaitu budaya tidak saling menyalahkan, peningkatan mutu terus menerus, organisasi pembelajaran, kepemimpinan, dan penghargaan bagi staf.

Clinical governance timbul karena berbagai kenyataan buruk dalam sistem pelayanan kesehatan

seperti tingginya kejadian pelayanan klinis yang bermutu rendah. Disamping itu, clinical

governance muncul karena “putus-asanya” pemerintah dan manajer sarana pelayanan kesehatan di

Inggris dalam mengimplementasi pendekatan continuous quality improvement (CQI) untuk pelayanan kesehatan dengan alasan tidak dapat diterima secara luas karena para staf klinis menilai CQI tersebut terlalu “berbau” manajemen tanpa identifikasi peran yang jelas untuk para klinisi dalam meningkatkan mutu tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka di dalam clinical governance diberikan aturan yang jelas bagi para pengambil keputusan dalam bidang klinis (terutama dokter dan perawat) untuk meningkatkan mutu pelayanan klinisnya (dengan intervensi yang minimal dari manajemen). Disamping itu clinical governance juga menyediakan petunjuk pelaksanaan yang jauh lebih detail dan terintegrasi dibanding pendekatan peningkatan mutu sebelumnya.

"10 Cs" of clinical governance

 Clinical performance  Clinical leadership  Clinical audit

 Clinical risk management  Complaints

 Continuing health needs assessments

 Changing practice through evidence

 Continuing education  Culture of excellence  Clear accountability

Menggunakan metoda yang tepat

Menciptakan lingkungan yang

(4)

3

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

Kegiatan dalam clinical governance di Inggris diterapkan melalui model 10C seperti pada gambar 1, mencakup kinerja klinis, kepemimpinan klinis, audit klinis, manajemen risiko klinis, keluhan, penilaian kebutuhan kesehatan secara berlanjutan, mengubah praktek klinis berbasis bukti, pendidikan berlanjutan, budaya prima dan akuntabilitas yang jelas (ref). Sedangkan di Australia, kegiatan-kegiatan tersebut disederhanakan menjadi empat pilar utama yang perlu dibangun oleh manajemen rumah sakit, berupa nilai pelanggan, kinerja klinis dan evaluasi, manajemen risiko klinis serta pengembangan dan manajemen profesional. Setiap pilar tersebut memiliki outcome yang spesifik yang harus dicapai (ref).

Pilar Clinical Governance

Outcome yang diharapkan

I. Consumer value  Peningkatan pemahaman dan ketanggapan terhadap persyaratan pelanggan

 Peningkatan pengetahuan dan partisipasi pasien dan pelanggan dalam pelayanan kesehatan

 Peningkatan kepercayaan pelanggan  Peningkatan outcome pasien

II. Clinical performance

& evaluation  Pengembangan clinical care pathways yang disetujui bersama berdasarkan evidence-based clinical practices  Peningkatan kepatuhan terhadap standar dan penurunan

terjadinya variasi pelayanan klnik

Peningkatan kinerja klinik (patient outcomes)

 Penurunan biaya pelayanan kesehatan karena upaya pencegahan terjadinya adverse events

III. Clinical risk Peningkatan pemantauan dan pelaporan terjadinya incident dan

adverse events

Peningkatan pelaksanaan investigasi dari clinical incidents dan

adverse events

 Perbaikan proses manajemen resiko

Penurunan angka kejadian dan tingkat keparahan adverse events IV. Profesional

development & management

 Perbaikan proses kredensial

 Perbaikan pengembangan profesional dan pelatihan keterampilan  Perbaikan manajemen kinerja

(5)

4

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

Secara garis besar penerapan konsep dasar clinical governance adalah sebagai berikut4:

1. Membangun kepemimpinan yang efektif: yaitu dengan menyusun visi, nilai, dan metode untuk meningkatkan mutu klinis serta disosialisasikan dengan efektif ke seluruh staf (klinis). Disamping itu juga dilakukan dengan memberdayakan team-work, membangun budaya keterbukaan dan budaya untuk selalu mempertanyakan/mencari kebenaran, serta memastikan bahwa hal-hal tersebut di atas terlaksana dalam kegiatan sehari-hari dalam setiap pelayanan kesehatan.

2. Menyusun rencana mutu: clinical governance tidak dapat dilakukan hanya dengan mengerjakan apa yang “kelihatan/kira-kira” benar. RS harus memiliki rencana untuk meningkatkan mutu pelayanan klinisnya, rencana tersebut harus berdasarkan penilaian yang objektif akan kebutuhan pasien, risiko klinis, persyaratan regulasi yang ada, kemampuan staf, kebutuhan pelatihan, dan perbandingan terhadap kinerja pelayanan klinis yang telah diberikan selama ini dengan standar kinerja yang terbaik.

3. Fokus kepada pasien: RS harus memahami bagaimana informasi dan umpan-balik yang berasal dari lapangan terutama dari pasien dapat digunakan untuk mengukur dan meningkatkan mutu pelayanan. Peran serta pasien akan mempengaruhi proses yang kemudian akan dapat meningkatkan mutu/kinerja, sehingga seluruh staf harus mengambil fokus kepada pasien dalam setiap pekerjaan mereka, mulai dari dokter yang mendiskusikan pilihan terapi kepada pasien, perawat yang memastikan bahwa pasien dapat mengerti mengenai tujuan perawatan yang diberikan, hingga manajer RS yang mengalokasikan waktu di bangsal untuk melihat pelaksanaan pelayanan klinis diberikan dan mendengar komentar pasien.

4. Informasi, analisis, pemahaman: RS harus membangun cara memilih, mengelola, dan menggunakan secara efektif informasi dan data untuk mendukung keputusan yang terkait dengan kebijakan dan proses pelayanan klinis. Informasi dan data tersebut harus dipastikan valid, up to date, dan disajikan sedimikian rupa hingga mudah dipahami agar dapat menjadi petunjuk yang baik. Informasi ini merupakan hal yang penting bagi para staf untuk menunjukan seberapa baik mereka bekerja dan apakah masih ada kemungkinan untuk meningkatkan kinerja tersebut.

5. Orang biasa yang mengerjakan hal luar biasa: Para staf yang bekerja di RS harus menunjukan kemampuan untuk memberikan konstribusi yang terbaik secara individu maupun bersama dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Salah satu langkah untuk menuju hal ini adalah dengan pendidikan dan pelatihan. Namun tidak hanya sekedar hal tersebut, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa para staf merasa dihargai, ada peran mereka dalam keputusan kebijakan mengenai clinical governance, dan manajemen terbukti telah mencoba untuk mengatasi masalah-masalah mereka serta memperhatikan mereka dengan mencari ide-ide untuk improvement dan inovasi dalam bidang pelayanan klinis. Para staf juga memerlukan dukungan tehnis yang tepat, misalnya akses kepada evidence based medicine, membangun budaya yang bebas dari budaya saling menyalahkan dan mendorong kepada penilaian terbuka terhadap kesalahan dan kegagalan.

6. Merancang pelayanan yang baik: Adalah suatu hal yang penting untuk melihat dan mengevaluasi kembali bagaimana proses pelayanan klinis selama ini diberikan. RS yang akan mewujudkan clinical

governance dapat memulai dari sesuatu yang baru atau memodifikasi pelayanan kepada pasien

secara spesifik, hal ini dapat termasuk bagaimana melihat persyaratan pasien, bagaimana proses

(6)

5

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

pelayanan kesehatan dirancang untuk memenuhi persyaratan tersebut tanpa menyampingkan persyaratan operasional, dan bagaimana rancangan dan proses pelayanan tersebut dapat dikoordinasikan serta diuji-coba untuk memastikan tidak ada masalah. Bagian integral lainnya adalah proses manajemen untuk menilai bagaimana rancangan tersebut dapat dievaluasi dan ditingkatkan kinerjanya.

7. Memastikan adanya keberhasilan: Kemampuan untuk mengukur mutu dari pelayanan yang dilakukan adalah hal penting dalam implementasi clinical governance, misalnya mengukur waktu tunggu, jumlah test yang terpaksa harus diulang, dan indikator strategis seperti jumlah inovasi, efektivitas inovasi dan sebagainya.

Standar Kompetensi

Untuk dapat menerapkan standar clnical governance tersebut maka dibutuhkan para Dokter Manajemen Medik yang memiliki kompetensi yang spesifik. Standar kompetensi Dokter Manajemen Medik Indonesia diusulkan terdiri dari 5 (lima) area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran dan fungsi seorang Dokter Manajemen Medik menerapkan konsep dasar clinical governance. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut sebagai kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang diperinci lebih lanjut menjadi kemampuan dalam bentuk penjabaran kompetensi.

Standar kompetensi merupakan format terstruktur yang menunjukkan spesifikasi bagaimana seseorang melakukan peran yang terkait dengan suatu jabatan, pekerjaan atau profesi. Standar ini mencakup berbagai dimensi yang secara keseluruhan menggambarkan kinerja yang kompeten. Terdapat dua bentuk standar kompetensi, yaitu yang diakui di tingkat nasional dan digunakan sebagai dasar penilaian atau kualifikasi format, dan yang disusun dan berlaku di ruang lingkup organisasi tertentu. Standar kompetensi yang disusun oleh PDMMI diharapkan merupakan standar nasional yang diterapkan untuk profesi manajer medis.

Berbagai standar kompetensi dan sistem pendidikan berbasis kompetensi telah dihasilkan di berbagai bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesional. Spesifikasi dan evaluasi kompetensi merupakan suatu langkah untuk meningkatkan pendidikan profesi dan untuk

menjamin kesesuaian antara pengembangan individual serta kebutuhan organisasi dan profesi. Di Indonesia, contoh standar kompetensi di bidang profesi kesehatan yang telah digunakan untuk mendorong pengembangan kurikulum berbasis kompetensi serta dasar penilaian kualifikasi profesi adalah standar kompetensi dokter. Oleh karenanya, format penyusunan dan terminologi yang digunakan pada standar kompetensi ini juga akan mengacu pada standar kompetensi dokter (area kompetensi, komponen kompetensi dan penjabaran kompetensinya).

Di bidang pelayanan kesehatan, beberapa inisiatif standar kompetensi yang telah dikembangkan antara lain: standar kompetensi untuk S2 Kesehatan Masyarakat oleh the Association of Schools of Public Health (ASPH) dan kompetensi inti untuk kesehatan masyarakat di Kanada (Public Health Agency of Canada), standar kompetensi bagi eksekutif pelayanan kesehatan oleh the American College of Healthcare Executives, kompetensi inti tenaga pelayanan kesehatan untuk penanganan

(7)

6

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

penyakit kronis oleh WHO, kompetensi manajerial bagi eksekutif pelayanan kesehatan di Canada oleh the Canadian College of Health Service Executives, kompetensi manajer rumah sakit di Afrika Selatan dan lainnya. Dari berbagai standar kompetensi tersebut, area kompetensi yang digunakan dalam standar kompetensi bagi manajer medis ini merujuk pada model yang dikembangkan oleh the American College of Healthcare Executives serta Clinical Governance Guidelines yang

dikembangkan di Western Australia.

Berikut adalah draft hasil kompetensi bagi manajer medik di Indonesia:

Area Kompetensi

1. Komunikasi dan Nilai Pelanggan

2. Sistem Manajemen Klinis dan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) 3. Tata Kelola Organisasi dan Klinis pada level Rumah Sakit

4. Kepemimpinan Klinis

5. Manajemen dan Pengembangan Profesional

Masing-masing Area Kompetensi tersebut kemudian dijabarkan dalam Komponen Kompetensi sebagai berikut:

Komponen Kompetensi

1. Komunikasi dan Nilai Pelanggan

a. Persyaratan dan nilai pelanggan

b. Pengetahuan dan partisipasi pasien dan pelanggan c. Kepercayaan pelanggan

d. Komunikasi dengan pasien dan pelanggan

e. Pelayanan yang berfokus pada pasien dan masyarakat f. Keluhan pelanggan dan respons terhadap keluhan

2. Sistem Manajemen Klinis dan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

a. Keselamatan pasien dan outcome klinis b. Praktek klinis berbasis bukti

c. Standard pelayanan klinis dan care pathways d. Perbaikan proses dan outcome klinis

e. Siklus manajemen risiko klinis f. Audit klinis

g. Indikator klinis

h. Budaya keselamatan pasien dan pelayanan klinis i. Biaya dan mutu

3. Tata Kelola Organisasi dan Klinis pada level Rumah Sakit

a. Rencana stratejik berbasis pelayanan klinis b. Regulasi pelayanan klinis dan organisasinya c. Manajemen kinerja klinis

(8)

7

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

e. Interdepedensi tim pelayanan klinis

4. Kepemimpinan Klinis

a. Peran dan fungsi pemimpin klinis b. Team work

c. Manajemen konflik d. Manajemen perubahan

5. Manajemen dan Pengembangan Profesional

a. Kredensial

b. Manajemen pengembangan profesional c. Pendidikan berkelanjutan

d. Pelatihan keterampilan e. Kepuasan kerja tim klinis

Dari setiap Komponen Kompetensi tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi kompetensi detail yang perlu dimiliki oleh para manajer medik sebagai berikut:

Komponen Kompetensi

Penjabaran Kompetensi

1. Area Kompetensi Communication And Consumer

Value

a. Persyaratan dan nilai pelanggan  Mampu mengidentifikasi

persyaratan pasien dan keluarga pasien saat menerima pelayanan kesehatan

 Mampu memahami nilia-nilai yang dianut oleh pasien dan keluarga pasien

b. Pengetahuan dan partisipasi pasien dan pelanggan

 Mampu mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien dan masyarakat  Mampu meningkatkan keterlibatan

pasien dalam pelayanan kesehatannya

c. Kepercayaan pelanggan  Mampu menilai tingkat kepercayaan pelanggan

 Mampu meningkatkan tingkat kepercayaan pelanggan d. Komunikasi dengan pasien dan pelanggan  Mampu berkomunikasi dengan

pasien dan pelanggan

 Mampu menggunakan metode komunikasi yang berbeda e. Pelayanan yang berfokus pada pasien dan

masyarakat

 Mampu mendesain pelayanan yang berfokus pada pasien

(9)

8

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

f. Keluhan pelanggan dan respons terhadap keluhan

 Mampu mengidentifikasi adanya komplain pelanggan

 Mampu mengelola komplain pelanggan

2. Area Kompetensi Clinical Management System And

Knowledge Management

a. Keselamatan pasien dan outcome klinis  Mampu mengidentifikasi resiko yang mungkin terjadi

 Mampu menyusun indikator outcome klinis

 Mampu mengukur indikator outcome klinis

 Mampu meningkatkan pencapaian indikator outcombe klinis

b. Praktek klinis berbasis bukti  Mampu mengidentifikasi sumber-sumber referensi praktek klinis berbasis bukti

c. Standard pelayanan klinis dan care pathways  Mampu menyusun pedoman pelayanan klinis

 Mampu menyusun clinical pathways d. Perbaikan proses dan outcome klinis  Mampu mengidentifikasi masalah

dalam proses dan outcome klinis  Mampu meningkatkan mutu proses

dan outcome klinis

e. Siklus manajemen risiko klinis  Mampu mengidentifikasi resiko  Mampu menganalisa resiko  Mampu mengelola resiko  Mampu menghitung biaya

pengelolaan resiko

f. Audit klinis  Mampu mengidentifikasi topik audit

 Mampu menyusun instrumen audit  Mampu mengambil data audit  Mampu mengelola data audit  Mampu menganalisa data audit  Mampu menyusun rencana

perbaikan

g. Indikator klinis  Mampu menyusun indikator klinis

 Mampu mengembangkan sistem pengukuran dan evaluasi indikator klinis

 Mampu meningkatkan kinerja indikator klinis

h. Budaya keselamatan pasien dan pelayanan klinis  Mampu mengukur budaya keselamatan

 Mampu melakukan perubahan budaya

(10)

9

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

i. Biaya dan mutu  Mampu mengidentifikasi biaya

pengukuran mutu

 Mampu mengidentifikasi biaya peningkatan mutu

 Mampu menghubungkan antara upaya mutu dengan biaya yang dikeluarkan

3. Area Kompetensi Clinical-Corporate Governance at

The Hospital Level

a. Rencana stratejik berbasis pelayanan klinis  Mampu melakukan analisa SWOT dari sudut pandang manajemen klinis

 Mampu mengidentifikasi isu-isu manajemen klinis yang penting  Mampu menetapkan sasaran dan

inisiatif stratejik pelayanan klinis  Mampu mengkaitkan antara

pengembangan klinis dengan aspek manajemen RS secara keseluruhan b. Regulasi pelayanan klinis dan organisasinya  Mampu memahami regulasi yang

terkait pelayanan klinis c. Manajemen kinerja klinis  Mampu menetapkan indikator

kinerja klinis

 Mampu mengambil data indikator kinerja klinis

 Mampu mengolah data indikator kinerja klinis

 Mampu menganalisa data indikator kinerja klinis

 Mampu menyusun rencana perbaikan indikator kinerja klinis d. Sistem informasi klinis  Mampu menyusun analisa sistem

informasi kinerja klinis

 Mampu mengidentifikasi kebutuhan pengguna dalam penggunaan sistem informasi klinis

e. Interdepedensi tim pelayanan klinis  Mampu membangun jaringan informasi dan kerjasama tim pelayanan klinis

4. Area Kompetensi Clinical Leadership

a. Peran dan fungsi pemimpin klinis  Mampu mengidentifikasi peran para pimpinan klinis

 Mampu mengidentifikasi fungsi para pimpinan klinis

b. Team work  Mampu membangun kerjasama tim

(11)

10

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012 karakteristik tim

 Mampu menyusun tujuan bersama yang mengikat seluruh anggota tim

c. Manajemen konflik  Mampu mengidentifikasi konflik

yang terjadi atau yang potensial akan terjadi

 Mampu menganalisa konflik  Mampu mengelola konflik dengan

efektif

d. Manajemen perubahan  Mampu mengidentifikasi perubahan yang perlu dilakukan

 Mampu

5. Area Kompetensi Profesional Development And

Management

a. Kredensial 

b. Manajemen pengembangan profesional  Mampu melakukan professional need assessement

 Mampu mengidentifikasi mitra pendidikan berkelanjutan

 Mampu merancang metode evaluasi pendidikan

c. Pendidikan berkelanjutan  Mampu melakukan professional need assessement

 Mampu mengidentifikasi mitra pendidikan berkelanjutan

 Mampu merancang metode evaluasi pendidikan

d. Pelatihan keterampilan  Mampu melakukan professional need assessement

 Mampu mengidentifikasi mitra pelatihan keterampilan

 Mampu merancang metode evaluasi pendidikan

e. Kepuasan kerja tim klinis  Mampu mengukur tingkat kepuasan kerja tim klinis

 Mampu meningkatkan kepuasan kerja tim klinis

(12)

11

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

Lampiran: Tabel Area, Komponen dan Penjabaran Kompetensi

Area kompetensi Komponen kompetensi Penjabaran kompetensi

1. Communication and

Consumer value

 Persyaratan dan nilai pelanggan

 Pengetahuan dan partisipasi pasien dan pelanggan

 Kepercayaan pelanggan  Komunikasi dengan

pasien dan pelanggan  Pelayanan yang berfokus

pada pasien dan masyarakat

 Keluhan pelanggan dan respons terhadap keluhan

2. Clinical management

system and knowledge management

 Keselamatan pasien dan outcome klinis

 Praktek klinis berbasis bukti

 Standard pelayanan klinis dan care pathways  Perbaikan proses dan

outcome klinis

 Siklus manajemen risiko klinis

 Audit klinis

 Indikator klinis  Budaya keselamatan

pasien dan pelayanan klinis

 Biaya dan mutu

3. Clinical-corporate

governance at the hospital level

 Rencana stratejik berbasis pelayanan klinis

 Regulasi pelayanan klinis dan organisasinya  Manajemen kinerja klinis

(13)

12

Bod y o f Kn o w le d ge d an St an d ar Ko m p eten si Do kt er Ma n aj e m en M ed ik | 6 /29/ 2012

 Sistem informasi klinis  Interdepedensi tim

pelayanan klinis

4. Clinical leadership  Peran dan fungsi

pemimpin klinis  Team work  Manajemen konflik  Manajemen perubahan  5. Profesional development and management  Kredensial  Manajemen pengembangan profesional  Pendidikan berkelanjutan  Pelatihan keterampilan  Kepuasan kerja tim klinis

Gambar

Gambar 1: Hubungan antara berbagai kegiatan clinical governance dengan faktor yang mendukung  keberhasilannya

Referensi

Dokumen terkait

'SAFER' adalah penilaian manajemen risiko secara elektronik di pedesaan untuk menilai risiko antenatal dan mengembangkan rencana manajemen klinis yang komprehensif.. (a)

Manajemen risiko harus dilaksanakan dengan memastikan bahwa proses manajemen risiko, akan dipaparkan pada pertemuan akan datang, diterapkan melalui suatu rencana manajemen risiko

Rencana kerja tahunan sekolah disusun berdasarkan rencana kerja menengah mengacu pada Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses dan Standar Penilaian

Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan

Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara

Teknik analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh sikap investasi, norma

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penentuan Denyut Prematur Atrium Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Fitur Interval RR,

Esterbeg (2002) mengatakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi atau ide melalui Tanyajawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna