• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671 K/Pdt.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671 K/Pdt."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT

ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI

(STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671

K/Pdt.Sus/2011)

Bramantyo Suryodhahono dan Teddy Anggoro1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia

E-mail: bramantyo.suryodhahono@ui.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan kurator dalam melakukan pemberesan terhadap harta pailit yang ada di bank yang sedang dilikuidasi oleh LPS yang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011, serta bagaimana kewajiban LPS terhadap boedel pailit tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku. Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu bahwa Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, namun dalam hal obyek perkara ini, kurator tidak dapat menjalankan tugasnya karena boedel pailit tersebut tidak ada (fiktif) dan simpanan PT Cideng Makmur Pratama merupakan simpanan yang tidak layak bayar. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh LPS sesuai kewajibannya adalah menolak pembayaran klaim simpanan tersebut.

Kata kunci : Kewenangan Kurator; Boedel Pailit; Lembaga Penjamin Simpanan; Kewenangan LPS; Penjaminan Simpanan; Pembayaran Klaim Penjaminan Simpanan.

THE AUTHORITY OF CURATOR TO TAKE CARE AND CLEAR BANKRUPTCY DEBTOR’S ASSETS IN THE BANK WHICH IS LIQUIDATED

(CASE STUDY OF SUPREME COURT VERDICT NUMBER 671/K/Pdt.Sus/2011) Abstract

This study aims to determine the authority of the curator to take care and clear the assets of debtor in bank liquidated by LPS (Lembaga Penjamin Simpanan, Indonesian Bank Customer Insurance) which is the object of the case in the Supreme Court Decision Number 671 K/Pdt.sus/2011, and how LPS should act as its obligations against the assets of debtor mentioned before. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books. The results of this study is concluded that the Curator is authorized to take care of and secure the assets of bankrupt Boedel PT. Cideng Makmur Pratama (debtor’s assets), yet for the subject matter of this case, the curator can not carry out their duties because actually the bankruptcy boedel does not exist (fictitious) and saving PT Cideng Makmur Pratama is categorized as not worth-paying. While the actions taken by LPS as fulfilment of its duty is to reject the claim payment obligations deposits coming from the curator.

  1Karya   tulis   ini   merupakan   sebuah   ringkasan   dari   skripsi   yang   berjudul   “Kewenangan   Kurator   dalam   Mengurus   Boedel   Pailit   atas   Bank   yang   Terlikuidasi   (Studi   Kasus   atas   Putusan   Mahkamah   Agung   No.   671K/Pdt.Sus/2011)”   yang   disusun   oleh   Bramantyo   Suryodhahono   sebagai   mahasiswa   Fakultas   Hukum   Universitas   Indonesia.   Sedangkan   Teddy   Anggoro   merupakan   Dosen   Pembimbing   Bramantyo   di   Fakultas   Hukum  UI  dalam  penulisan  skripsi  tersebut.  

(2)

Keywords: Authority of Curator; Curator, Boedel Bankrupt; LPS Authority; the Deposit Insurance Claim Payment.

A. Pendahuluan

Kurator PT. Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) berwenang untuk melakukan pemberesan terhadap boedel pailit sebesar RP 2.000.000.000,- yang dikuasai Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka mengurus likuidasi PT. BPR Tripanca Setiadana. Dalam hal ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data Nasabah Penyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Seperti itulah secara garis besar putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusannya.

Sejak putusan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga, Kurator berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Untuk melakukan tindakannya, kurator harus memperhatikan masalah kewenangan yang dimiliki, dan saat yang tepat (pertimbangan ekonomi) untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Kemudian perlu diperhatikan juga apakah untuk dapat melakukan tindakan tertentu tersebut, Kurator harus memperoleh izin (dari hakim pengawas, pengadilan niaga, panitia kreditor dan debitor), dan apakah terhadap tindakan tersebut memerlukan prosedur tertentu, serta apakah tindakan tersebut layak dari segi hukum, kebiasaan, dan sosial.2

PT. Cideng Makmur Pratama telah dijatuhi putusan pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam Perkara No.: 35/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 (“Putusan Palit”). Semua hartanya sudah harus segera dilakukan pengurusan dan pemberesan yang kemudian ditangani oleh Sahroni, SH. selaku kurator3 berdasarkan Penetapan Majelis Hakim No.

2Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal.

42-43.

3Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.

Indonesia (1), Undang-undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No.…, ps. 69 ayat (1).

(3)

35/Pailit/2009/PN. Niaga.Jkt.Pst. tanggal 28 Maret 2011, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Juli 2009.4

PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) merupakan salah satu nasabah penyimpan dana PT. BPR Tripanca Setiadana, dengan Nomor Rekening Tabungan1000019305 sebesar R. 2.793.634.146,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) yang sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009.

Setelah dicabutnya izin usaha PT. BPR Tripanca Setiadana, maka kepengurusan PT. BPR Tripanca Setiadana beralih kepada Lembaga Penjamin Simpanan untuk dilakukan penyelesaian terhadap simpanan PT. BPR Tripanca Setiadanayang dalam kasus ini dianggap LPS tidak berdampak sistemik.5Sedangkan Kurator harus segera mengamankan harta PT. Cideng Makmur Pratama yang kini diurus oleh LPS.6

Bank merupakan lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat karena bank tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya tanpa kepercayaan dari masyarakat sebagai nasabahnya. Terlebih lagi, dana yang terkumpul dari masyarakat tersebut merupakan sumber dana pokok dalam bank, sehingga sudah sewajarnya apabila Bank memberikan perlindungan hukum atas uang dari masyarakat yang merupakan nasabahnya agar kepercayaan masyarakat diperoleh.7. Perlindungan hukum tersebut diwujudkan dengan menjaminkan simpanan nasabah kepada LPS, sehingga merupakan perlindungan hukum langsung yang dikenal di sistem perbankan.

Bank Indonesia sengaja membentuk LPS agar masyarakat lebih percaya dengan sistem perbankan Indonesia. Apabila kepercayaan sudah berhasil didapatkan, maka diharapkan semakin banyak masyarakat yang mau menyimpan uangnya di Bank.8

4 Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk

dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan

Ibid.,ps. 24 ayat (1).

5Indonesia (2), Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No. 7 Tahun 2009, LN No.

96 Tahun 2004, ps. 21 ayat (2).

6Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta

pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima

Ibid.,ps. 98.

7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 6, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011), hal. 144.

(4)

Dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, kurator PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit.Telah diketahui bahwa PT Cideng Makmur Pratama merupakan nasabah PT BPR Tripanca Setiadana. Dengan demikian kurator meminta LPS untuk memberikan uang PT Cideng Makmur Pratama yang dikuasainya sebesar Rp 2.793.634.146,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah). Jumlah itu tidak mungkin karena maksimum nilai simpanan yang dapat dijamin di LPS adalah senilai RP 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).9

Dalam pengurusannya, LPS menemukan bahwa terdapat dugaan keterlibatan PT Cideng Makmur Pratama dalam tindak pidana perbankan yang terjadi pada PT Tripanca Setiadana (DL). Dugaan tindak pidana ini terlihat dalam laporan audit investigasi yang menunjukkan adanya aliran dana masuk dan keluar dari dan ke rekening tabungan atas nama PT Cideng Makmur Pratama di PT BPR Tripanca Setiadana (DL) yang berasal dari pencairan kredit topengan di PT BPR Tripanca Setiadana (DL) yang dalam daftar nominatif kredit topengan sebesar Rp 25.545.250.000,-. Kemudian terhadap penemuan ini, LPS melakukan audit investigasi dan mengetahui bahwa pemilik asli PT Cideng Makmur Pratama yakni SW telah terbukti melakukan tindak pidana perbankan berupa pembuatan 177 kredit topengan/fiktif pada PT BPR Tripanca Setiadana (DL) berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor 755/ PID.B/2009/PN/TK. Tanggal 24 Juli 2009.

Dengan adanya indikasi tindak pidana yang terjadi di PT BPR Tripanca Setiadana, LPS menolak permintaan kurator untuk memberikan dana PT Cideng Makmur Pratama karena ada dugaan pemilik PT Cideng Makmur Pratama yakni SW melakukan tindak pidana kredit topengan di PT BPR Tripanca Setiadana. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, LPS membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melakukan investigasi, mengingat tindak pidana kredit topengan merupakan tindak pidana yang luar biasa dan sulit untuk dibuktikan sehingga LPS harus melakukan investigasi dan audit yang mendalam terhadap aliran dana PT BPR Tripanca Setiadana.

Penolakan LPS atas permintaan Kurator untuk memberikan boedel pailit PT Cideng Makmur Pratama akan menghambat proses pailit di Pengadilan Niaga, mengingat masa persidangan di Pengadilan Niaga seharusnya cepat sesuai dengan kebutuhan para pelaku 9 Indonesia (3), Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga

(5)

usaha khususnya kreditur, berperkara di pengadilan niaga prosesnya cepat karena memang pembentukannya sejak awal berdasarkan pertimbangan kecepatan dan efektivitas. Upaya hukum yang ada di pengadilan niaga pun hanya kasasi apabila belum puas dengan putusan pengadilan niaga, tanpa adanya upaya banding.10

Berdasarkan persoalan hukum yang terjadi sebagaimana diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengangkat masalah ini dalam suatu Skripsi. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memahami dan memecahkan permasalahan yang terjadi.

a. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang akan dibahas secara mendalam dalam makalah penelitian ini akan berfokus pada pertanyaan:

1. Bagaimanakah kewenangan kurator untuk melakukan pemberesan terhadap harta pailit yang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011 berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang?

2. Bagaimanakah kewajiban LPS terhadap dana yang ditanggungnya dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit?

b. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat:

1. Menguraikan kewenangan kurator melakukan pemberesan harta pailit yang sedang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011 berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang.

2. Menguraikan kewajiban LPS terhadap dana yang ditanggungnya dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit.

B. TINJAUAN TEORITIS

Kurator Pailit

10 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang

(6)

Semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor, demi hukum debitor telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.11 Semenjak itu pula pengurusan atas harta kekayaan debitor termasuk juga menjalankan kegiatan usaha debitor dan membayar utang-utang debitor diserahkan kepada kurator.

Kurator sendiri menurut Undang-undang Kepailitan dan PKPU adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang kepailitan.12

1) Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian Kurator

Sebagaimana diketahui di atas, kurator pailit adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan. Untuk menentukan hal yang demikian, bahwa apakah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan, maka hal itu tergantung dalam hal debitor, kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit (Kejaksaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Menteri Keuangan) telah menunjuk seseorang untuk menjadi kurator atau tidak. Jika tidak mengajukan, maka yang menjadi kurator dalam kepailitan tersebut adalah Balai Harta Peninggalan.13

Untuk pengangkatannya sendiri, baik debitor, kreditor, dan pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit, semuanya dapat mengusulkan siapa yang dapat menjadi kurator agar ditunjuk oleh pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan pula jika mereka memiliki pendapat yang berbeda tentang siapa yang menjadi kurator, teteapi kata akhir siapa yang menjadi kurator ada di tangan majelis hakim pengadilan niaga.14

Sesungguhnya perlu diketahui bahwa pengadilan niaga dapat saja mengangkat kurator yang bukan merupakan usulan dari salah satu pihak. Hal ini disebabkan tidak ada ketentuan yang mengatur hal demikian di Undang-undang Kepailitan dan PKPU, namun sebaiknya majelis hakim tidak mengangkat kurator yang bukan usulan dari para pihak agar dapat menghilangkan kecurigaan adanya KKN antara majelis hakim dan kurator yang diangkat sepihak tersebut. 15

11 Indonesia (1), op.cit., ps. 24 ayat (1). 12 Ibid., ps. 1 angka 5.

13 Ibid., ps. 15 ayat (2).

(7)

Kurator setelah ditunjuk oleh majes hakim, dapat pula diganti. Adapun penggantian kurator didasarkan adanya prakarsa. Permrakarsa atas penggantian kurator tersebut adalah kurator itu sendiri, kurator lainnya jikaada, hakim pengawas, atau debitor pailit.16 Di sini memang timbul permasalahan karena beberapa pendapat ahli hukum berpendapat bahwa seharusnya kreditor dan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit seharusnya diberikan juga hak untuk mengajukan usulan penggantian kurator.17 Sebelum dilakukan penggantian, pengadilan harus terlebih dahulu memanggil dan mendengar kurator.18

Dalam hal pemberhentian kurator, pengadilan niaga berwenang berdasar Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Pengadilan Niaga harus memberhentikan kurator yang atas permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan rapat putusan rapat kreditor yang diselenggarakan. Keputusan rapat tersebut harus disetujui olehi kreditor atau kuasanya minimal ½ (setengah) nilai piutang kreditor konkuren yang hadir dalam rapat itu.19

2) Tugas Kurator

Undang-undang Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit.20 Tugas yang pertama harus

dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpang semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.21

3) Batas-batas Kewenangan Kurator

Dalam rangka melakukan tugas pokok di atas, kurator:

a. dibebaskan dari kewajiban atau tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ

15 Ibid., hal. 207.

16 Indonesia (1), op.cit., ps. 71. 17 Sutan Remy Sjahdeini, loc.cit. 18 Indonesia (1), loc.cit.

19 Ibid., ps. 90. 20 Ibid., ps. 69 ayat (1). 21 Ibid., ps. 98.

(8)

debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;

b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatnkan nilai harta pailit.22

Dalam praktek, perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh kurator tidak selalu disetujui oleh kreditor, panitia kreditor23, atau debitor pailit. Apabila hal seperti ini terjadi, maka kreditor, panitia kreditor, atau debitor pailit dapat mengajukan surat keberatan kepada hakim pengawas terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kurator atau memohon kepada hakim pengawas untuk mengeluarkan surat perintah agar kurator melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan yang sudah direncanakan.24

Namun demikian kedua hal tersebut tidak dijelaskan harus dalam dua surat yang berbeda , sehingga kedua hal itu dapat diajukan dalam satu surat saja. Lalu setelah menerima surat tersebut, hakim pengawas harus menyampaikan kepada kurator paling lambat tiga hari dan kurator harus memberikan tanggapan paling lambat tiga setelah menerima surat tersebut.25

4) Kewajiban Kurator untuk Melapor kepada Hakim Pengawas

Dalam jangka waktu tiga bulan, kurator wajib memberikan laporan kepada hakim pengawas terhadap keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya. Adapun laporan tersebut terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma. Sedangkan mengenai jangka waktu tiga bulan tersebut, Hakim Pengawas dapat memperpanjang.26

5) Wewenang Kurator untuk Menghadap di Sidang Pengadilan

22 Ibid., ps. 69 ayat (2).

23 Panitia kreditor adalah terdiri dari tiga orang kreditor yang telah diverifikasi. Anggota panitia kreditor

dibentuk oleh pengadilan niaga dalam rangka membantu memberikan nasihat kepada kurator mengingat jumlah kreditor yang berkepentingan dengan debitor bisa sangat banyak. Sehingga dibentuk lah panitia kreditor tersebut sebagai wakil dari kreditor-kreditor yang jumlahnya banyak.

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 240-241.

24 Indonesia (1), op.cit., ps. 77 ayat (1). 25 Ibid., ps. 77 ayat (1) dan (2). 26 Ibid., ps. 74.

(9)

Kurator tidak memerlukan persetujuan dari debitor atau memberitahukan kepada debitor dalam melaksanakan tugasnya, namun khusus untuk menghadap di muka pengadilan kurator wajib mendapat izin terlebih dahulu dari hakim pengawas.27 Namun perlu ditekankan bahwa perbuatan menghadap di muka pengadilan yang di maksud ini adalah perkara di luar pencocokan piutang atau dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, pasal 38, pasal 39,dan Pasal 59 ayat (3) Undang-undang Kepailitan dan PKPU.28

Terkait dengan pasal-pasal yang disebutkan tersebut di atas dalam pasal 69 ayat (5) Undang-undang Kepailitan dan PKPU, pasal 36 merupakan mengenai perjanjian timbal balik antara debitor dan seorang atau lebih kreditornya. Sengketa yang terjadi dalam pasal 36 ini adalah belum terpenuhinya sebagian atau seluruh dari perjanjian timbal balik tersebut. Dalam hal ini kurator hanya dapat melakukan perbuatan untuk dan atas nama debitor sepanjang debitor tidak harus melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan sehingga karena itu tidak dapat menguasakan perbuatan itu kepada pihak lain.

Sedangkan Pasal 38 mengatur mengenai perjanjian sewa menyewa dengan debitor sebagai pemberi sewa suatu benda. Kurator berwenang untuk menghentikan secara sepihak perjanjian sewa menyewa tersebut dengan maksud untuk memudahkankurator dalam menjual (melikuidasi) benda milik debitor yang disewakan itu. Untuk itu kurator wajib memberitahukan kepada penyewa benda dalam batas waktu yang dianggap layak menurut ukuran kebiasaan, yaitu setidaknya tidak kurang dari 90 hari apabila tidak diatur dalam perjanjian antara debitor pailit sebagai pemberi sewa dan penyewa. Apabila uang sewa telah dibayarkan penyewa di muka, maka penyewa berhak untuk menikmati nilai benda yang disewakan tersebut sampai dengan jangka waktu sewa yang telah dibayarkan tersebut.

Untuk Pasal 39, hal yang diatur adalah mengenai perjanjian kerja dengan debitor pailit di posisi sebagai pemberi kerja (majikan). Pasal ini memberikan kewenangan sepihak kepada debitor sebagai pemberi kerja dan juga bagi para pekerjanya untuk memutuskan perjanjian kerja apabila debitor diputuskan pailit oleh pengadilan.

Pasal 59 ayat (3) adalah pasal yang memberikan kewenagan kurator untuk menebus agunan dari tangan kreditor dengan harga yang terengdah antara harga pasar dari benda agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan agunan tersebut. Adapun dalam penentuan

27 Ibid., ps. 69 ayat (5). 28 Ibid.

(10)

harga pasar, sebaiknya kurator dan kreditor separatis ini bersepakat untuk menunjuk perusahaan appraisal untuk menentukan harga pasar agunan tersebut.29

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Indonesia memerlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil, yaitu yang dipercaya oleh masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya sebagai penyimpan dana yang aman. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan hal tersebut dan membangun

trust dari masyarakat, dibentuk sebuah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).30

LPS berbentuk badan hukum Indonesia31 yang berarti mengemban hak dan kewajiban dan cakap untuk bertindak sebagai subyek hukum termasuk dapat melayangkan gugatan maupun digugat di muka pengadilan.

1) Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan

LPS memiliki fungsi untuk menjamin simpanan nasabah bank. Adapun bentuk simpanan yang dijamin oleh LPS adalah yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.32 Selain itu LPS juga memiliki fungsi untuk turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Besarnya jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS adalah paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)33. Hal ini adalah perubahan terakhir dari yang pertama

kali hanya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Penambahan jumlah maksimal simpanan yang dijamin ini didasarkan pada perkembangan zaman bahwa simpanan yang dilindungi tidak hanya untuk nasabah penyimpan kecil tetapi juga untuk nasabah yang menabung dengan jumlah yang besar.34

29 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 224.

30 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 233-234.

31 Indonesia (4), Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No. 24 Tahun 2004, LN

No. 96 Tahun 2004, TLN No. 4420, ps. 2 ayat (2).

32 Ibid., ps. 10.

33 Indonesia (3), op.cit., ps. 1. 34 Sentosa Sembiring, op.cit., hal. 250.

(11)

Nasabah yang ingin mencairkan dana yang ditanggung oleh LPS harus melakukan klaim setidaknya kurang dari 5 (lima) tahun terhitung sejak bank dimana ian menyimpan dananya dicabut izin usahanya. Apabila lebih dari lima tahun, maka ia sesungguhnya telah kehilan hak untuk mengajukan klaim tersebut.35

Namun sebelum dapat melakukan klaim, nasabah penyimpan harus bersabar untuk diverifikasi oleh LPS apakah simpnannya masuk dalam kategori layak atau tidak untuk mendapatkan pembayaran. Simpanan dikatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan rekonsiliasi dan/atau verifikasi:

a. Data simpanan dimaksud tidak tercata pada bank;

b. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau

c. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan bank menjadi tidak sehat.

Untuk dapat dikatakan bahwa simpanan tercatat pada bank, maka simpanan harus: a. Dalam pembukuan bank terdapat data mengenai simpanan tersebut, antara lain nomor

rekening/bilyet, nama nasabah penyimpan, saldo rekening, dan informasi lainnya yang lazim berlaku untuk rekening sejenis; dan/atau

b. Terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan tersebut.36

2) Tugas dan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan

Dalam menjalankan fungsinya untuk turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan, LPS memiliki tugas dan kewenangan yang didapatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun kewenangan tersebut adalah dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal37 dengan:

35 Indonesia (3), op.cit., penjelasan ps. 16 ayat (7). 36 Sentosa Sembiring, op.cit., hal. 255.

37 Bank Gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan

usahanya serta dinyatakan tidak sehat oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Indonesia (5), Peraturan LPS Tentang Likuidasi Bank, PLPS No. 2 Tahun 2008, BN No. 94 Tahun 2008, , ps. 1 angka 6.

(12)

a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;

b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan;

c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.38

Selain itu, LPS juga memiliki kewenangan lain terutama terkait dengan fungsinya untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan bank, yaitu:

a. menetapkan dan memungut premi penjaminan;

b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta; c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;

d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank,dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana

dimaksud pada huruf d;

f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;

g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu; h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan;

dan

i. menjatuhkan sanksi administratif.39

38 Indonesia(3), op.cit, ps. 6 ayat (2). 39 Ibid., ps. 6 ayat (1).

(13)

Dalam hal suatu bank gagal dan izin usahanya dicabut, maka sesuai dengan kewenangannya, LPS akan:

a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau

b. pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS. Untuk selanjutnya tentang likuidasi bank sendiri diatur dalam perautran Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/2008 tentang Likuidasi Bank. Dalam rangka likuidasi bank, LPS akan membentuk tim likuidasi yang mempunyai tugas:

a. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank; b. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai bank;

c. melakukan pemberesan aset dan kewajiban bank;

d. menyampaikan laporan berkala dan laporan insidentil apabila diperlukan kepada LPS;

e. melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan likuidasi bank;

f. melakukan penyelesaian atas kewajiban dari pihak-pihak yang melakukan kelalaian dan/atau perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;

g. melakukan tugas lainnya yang dianggap perlu untuk melaksanakan likuidasi; dan h. membantu kelancaran pelaksanaan penjamin.40

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, yang hasilnya berbentuk deskriptif analisis41 yaitu mencoba mendeskripsikan hasil analisis perkara antara Kurator PT Cideng Makmur Pratama (Dalam pailit) melawan LPS yang sedang melakukan pengurusan

40 Indonesia(5), op.cit., ps. 9.

41Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian untuk menggambarkan

tentang suatu gejala berdasarkan analisis.

Sri Mamudji, “Metode Penelitiah dan Penulisan Hukum”, Kuliah Perdana Mata Kuliah Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 7 September 2012.

(14)

likuidasi PT BPR Tripanca Setiadana. Sedangkan berdasarkan sifatnya, penelitian eksplanatoris yang memberikan penjelasan secara mendalam tentang hubungan gejala yang satu dengan yang lainnya dan juga memberikan jalan keluar atau solusi.

Penemuan fakta dan penyelesaian masalah akan dibahas secara mendalam berdasarkan disiplin ilmu hukum, sehingga hasil yang dicapai merupakan hasil pemikiran yang normatif. Berdasarkan tempatnya peneliti memilih data sekunder atau yang diperoleh berdasarkan penelitian kepustakaan atau studi dokumen, yang meliputi bahan hukum primer berupa undang-undang dan yurisprudensi dan bahan hukum sekunder yang berasal dari buku dan artikel. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. yaitu metode analisis untuk mendapatkan suatu kepastian dari bobot yang diteliti dan bukan berdasarkan pada jumlah.42

Hasil analisis diharapkan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dan mencoba memberikan solusi atas pokok permasalahan yang diangkat, dan kemudian ditarik kesimpulan secara induktif, dipadukan dengan analisis dari studi kasus atas Putusan Mahkamah Agung NO. 671 K/Pdt.Sus/2011.

 

D. PEMBAHASAN

Analisis Fakta

Dalam kronologis di atas sebagaimana pula tertera dalam putusan, terdapat fakta-fakta hukum penting yang perlu diperhatikan sebagai bahan analisi hukum, antara lain:

1. Para pihak yang terlibat dalam perkara ini:

a. Kurator PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) sebagai termohon kasasi dahulu adalah penggugat;

b. Tim Likuidasi Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemohon kasasi dahulu adalah tergugat;

c. PT. BPR Tripanca Setiadana sebagai turut termohon kasasi dahulu adalah Tergugat I; 2. PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) merupakan salah satu nasabah penyimpan,

dengan Nomor Rekening Tabungan 1000019305 sebesar Rp.2.793.634.146,00 (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) di PT BPR Tripanca Setiadana.

42 Hang Raharjo, “Penyusunan Usul Penelitian dan Perbedaan”, Kuliah Kedua Mata Kuliah Metode

(15)

3. PT Cideng Makmur Pratama telah dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara No.: 35/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 oleh karena itu pengurusannya kini dipegang oleh kurator.

4. PT BPR Tripanca Setiadana sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009 oleh karena itu kini pengurusan atas likuidasinya dipegang oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

5. Kurator mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada LPS dan PT BPR Tripanca agar membayar ganti kerugian sejumlah Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) sebagai jumlah maksimal simpanan nasabah yang dijamin oleh LPS.

6. LPS mengekspepsi kewenangan absolut Pengadilan Niaga untuk mengadili perkara pembayaran klaim LPS.

7. Dalam Putusan Sela, Pengadilan Niaga menyatakan berwenang mengadili perkara ini. 8. LPS menolak untuk segera membayar karena masih melakukan audit investigative

mengenai pihak yang menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana menjadi bank gagal. 9. LPS menemukan terdapat tindak pidana perbankan yang melibatkan pemilik PT BPR

Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) yang diduga terdapat aliran dana atas hasil kejahatan tersebut yang mengalir ke rekening PT Cideng Makmur Pratama, sehingga menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal.

10. SW sebagai pemegang saham (dibuktikan oleh LPS bahwa SW adalah pemilik sebenarnya) PT Cideng Makmur Pratama yang terlibat dalam tindak pidana perbankan tersebut telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung KarangNomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli 2009.

11. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 05/Gugatan Lain-lain/2011/ PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 12 September 2011 yang amarnya sebagai berikut:

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2) Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum ;

3) Memerintahkan kepada Tergugat I untuk mengembalikan uang simpanan PT Cideng Makmur Pratama sejumlah Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) kepada Penggugat untuk dimasukkan ke dalam boedel pailit PT Cideng

(16)

Makmur Pratama (Dalam Pailit) yang harus dibayar oleh Tergugat I setelah dikabulkan gugatan ini;

4) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 791.000,- (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) ;

12. LPS diwakili kuasanya menyatakan akan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga.

13. Dalam memori kasasinya, LPS menyatakan bahwa terdapat bukti-bukti yang tidak dipertimbangkan oleh Hakim Pengadilan Niaga, antara lain

1) Bukti Keterangan TI-6i Risalah Indonesia PT.BPR. Bukti ini menerangkan bahwa sebelumdilakukan cabut izin usaha (CIU) oleh Bank Indonesia, Direksi PT BPR Tripanca Setiadana telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia Bandar Lampung guna melaksanakan langkah-angkah yang harus dilakukan untuk memulihkan kondisi kesehatan keuangan PT BPR Tripanca Setiadana. Dalam risalah pertemuan tersebut disepakati bahwa salah satu pointnya adalah melakukan blokir rekening yang terkait dengan PT.Tripanca Group, PT Cideng Makmur, SW dan PT BPR Tripanca Setiadana.

2) Bukti TI-7 Surat LPS kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) N0.363/DKRB/VI M/2009 Tanggal 4 Agustus2009 Perihal Audit Investigatitif. Bukti ini membuktikan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan meminta dilakukan audit investigasi terhadap dugaan adanya tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan pada PT.BPR Tripanca Setiadana (DL).

3) Bukti TI-8 Foto copy amar putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli 2009. Bukti ini membuktikan bahwa terdapat dugaan keterlibatan PT Cideng Makmur Pratama dalam tindak pidana perbankan yang terjadi pada PT Tripanca Setiadana (DL).

14. Mahkamah Agung Menolak permohonan kasasi dari LPS, dengan alasan LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelahmelakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data NasabahPenyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh)hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut.

15. Dapat dikatakan bahwa Majelis Hakim Kasasi tidak memperhatikan bukti-bukti yang diajukan LPS sebagai Pemohon Kasasi yang menunjukkan bahwa adanya keterlibatan SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama atas tindak pidana perbankan kredit fiktif/kredit topengan yang mengalir dari dan ke rekening PT Cideng Makmur

(17)

Pratama sehingga mengganggu kegiatan bank dan menyebabkan BPR Tripanca Setiadana mengalami kegagalan.

Analisis Hukum

1) Legal Standing Para pihak

Berdasarkan analisis fakta di atas, sebelumnya perlu ditegaskan bahwa semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor (PT Cideng Makmur Pratama), demi hukum PT Cideng Makmur Pratama telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.43 Oleh karena itu sejak saat itu ditunjuk seorang kurator untuk menguasai dan mengurus kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, dalam hal ini adalah Kurator Sahroni, SH.

Pengangkatan seorang kurator dapat diajukan oleh debitor, kreditor, dan pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit. Namun kata akhir siapa yang menjadi kurator tetap berada di tangan majelis hakim pengadilan niaga.44

Kurator melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit dalam rangka menjalankan tugasnya,.45 Tugas yang pertama harus dilakukan oleh kurator sejak mulai

pengangkatannya adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpang semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.46Berlandaskan tugasnya ini, kurator melakukan klaim ke LPS

untuk mengamankan harta pailit setelah mengetahui bahwa PT Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) memiliki rekening di PT BPR Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) sebesar RP. 2.793.634.146,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah). Namun LPS menolak untuk membayar klaim tersebut.

Dalam rangka mengamankan harta pailit tersebut, kurator menggugat LPS dan PT BPR Tripanca Setiadana dengan posita perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melakukan gugatan ini, kurator harus mengantongi izin dari hakim pengawas karena perkara ini di luar

43Indonesia (1), op.cit., ps. 24 ayat (1). 44Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 205. 45Indonesia (1), op.cit.,ps. 69 ayat (1). 46Ibid.,ps. 98.

(18)

perkara pencocokan piutang.47Adapun izin dari hakim pengawas telah didapatkan kurator

berdasarkan Penetapan No. 35/Pailit/2009/PN.Niaga. Jkt.Pst.,tertanggal 10 Mei 2011.

Sedangkan LPS dapat bertindak sebagai pihak dalam perkara di pengadilan karena LPS berbentuk badan hukum Indonesia48 yang berarti mengemban hak dan kewajiban dan cakap untuk bertindak sebagai subyek hukum termasuk dapat melayangkan gugatan maupun digugat di muka pengadilan, dalam hal ini sebagai pemohon kasasi dahulu tergugat I. LPS bertindak sebagai pihak dalam perkara karena PT BPR Tripanca Setiadana sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009, sebagai peserta jaminan simpanan di LPS, maka kepengurusannya dipegang oleh LPS.

PT BPR Tripanca Setiadana bertindak selaku Tergugat II dalam gugatan kurator.Hal ini sebenarnya tidak tepat karena PT BPR Tripanca Setiadana dalam proses likuidasi sehingga tidak cakap untuk bertindak di depan pengadilan, lagi pula LPS kini sudah mengambil alih kepengurusan PT BPR Tripanca Setiadana.

2) Kewenangan Terhadap Boedel Pailit (Obyek Perkara)

Gugatan yang dilayangkan oleh kurator merupakah gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan alasan LPS tidak segera memberikan klaim sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) sebagai jumlah simpanan terbesar yang ditanggung.49

Memang benar apa yang dikatakan oleh kurator sebagai pengguugat dan termohon kasasi bahwa ia tidak terlambat dalam mengajukan klaimkarena nasabah yang ingin mencairkan dana yang ditanggung oleh LPS harus melakukan klaim setidaknya kurang dari 5 (lima) tahun terhitung sejak bank dimana ia menyimpan dananya dicabut izin usahanya. Apabila lebih dari lima tahun, maka ia sesungguhnya telah kehilangan hak untuk mengajukan klaim tersebut.50 Sedangkan kurator tidak sampai habis jangka waktu sudah melakukan klaim. Selain itu untuk mendukung gugatannya kurator menyatakan bahwa LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data Nasabah Penyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Hal ini juga dibenarkan oleh putusan hakim Pengadilan Niaga

47Ibid.,ps. 69 ayat (5).

48Indonesia (4), op.cit., ps. 2 ayat (2). 49Indonesia (3), op.cit., ps. 1. 50Ibid., penjelasan ps. 16 ayat (7).

(19)

maupun kasasi yang memenangkan pihak kurator dalam perkara ini dan mewajibkan LPS untuk membayar Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Namun hal ini tidak benar karena dalam proses melakukan klaim, LPS dapat menentukan apakah suatu simpanan adalah layak bayar/tidak. Oleh karena itu LPS melakukan verifikasi apakah simpanan tersebut layak bayar/tidak layak bayar. Adapun kriteria Simpanan dikatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan rekonsiliasi dan/atau verifikasi:

a. Data simpanan dimaksud tidak tercatat pada bank;

b. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau

c. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan bank menjadi tidak sehat.51

Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam putusan bahwa dalam verifikasi tersebut berdasarkan audit investigasi, LPS mendapatkan tindak pidana perbankan yang melibatkan pemilik PT BPR Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) yang diduga terdapat aliran dana atas hasil kejahatan tersebut yang mengalir ke rekening PT Cideng Makmur Pratama, sehingga menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama terbukti terlibat dalam tindak pidana perbankan tersebut sehingga atasnya telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli 2009.

Selain itu LPS juga memberikan Bukti Keterangan TI-6i Risalah Indonesia PT.BPR yang menerangkan bahwa sebelum dilakukan cabut izin usaha oleh Bank Indonesia, Direksi PT BPR Tripanca Setiadana telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia Bandar Lampung guna melaksanakan langkah-angkah yang harus dilakukan untuk memulihkan kondisi kesehatan keuangan PT BPR Tripanca Setiadana yang pada intinya salah satu poin dalam risalah tersebut disepakati bahwa akan melakukan blokir rekening, terkait dengan PT Tripanca Group, PT Cideng Makmur, SW dan PT BPR Tripanca Setiadana.

LPS juga dapat memberikan bukti TI-7 berupa Surat LPS kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) N0.363/DKRB/VI M/2009 Tanggal 4 Agustus2009 Perihal Audit Investigatitif yang membuktikan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan meminta

51 Indonesia (6), Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Tentang Program Penjaminan Simpanan,

(20)

dilakukan audit investigasi terhadap dugaan adanya tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan pada PT BPR Tripanca Setiadana (DL).

Dengan demikian poin b dan c dalam kriteria simpanan yang tidak layak bayar sebagaimana disebutkan di atas, sudah terpenuhi bahwa PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Sehingga LPS sudah benar dengan tidak membayar klaim yang diajukan kurator. LPS pun juga berarti tidak melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya sesuai dengan amanat Perundang-undangan, yaitu Pasal 39 ayat (2) huruf a PLPS No. 2 Tahun 2010 tentang Program Penjaminan Simpanan.52

Seandainya saja, Kurator dapat memberikan bukti yang sebaliknya seperti Surat Penghentian Penyidikan (SP3) atau Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa SW tidak terlibat dalam tindak pidana perbankan kredit fiktif, maka LPS wajib membayar klaim jaminan simpanan PT Cideng Makmur Pratama karena berarti LPS telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menolak pembayaran klaim tanpa sebab. Namun pada faktanya, dari pihak Kurator sebagai penggugat dan Termohon Kasasi tidak dapat memberikan bukti yang demikian.

Pada kenyataannya, walaupun Kurator tidak dapat memberikan bantahannya dengan memberikan salah satu dari bukti-bukti tersebut, Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tetap memenangkan pihak kurator dengan alasan bahwa LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data NasabahPenyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Sebenarnya terkait dengan kewajiban ini tidak ada masalah karena LPS telah mengumumkan hasil rekonsiliasi dan hasil verifikasi dalam jangka waktu 90 hari tersebut ke dalam empat tahap, termasuk hasil verifikasi PT Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) pada tahap keempat tanggal 10 Agustus 2009.

Dapat dikatakan bahwa majelis hakim, baik Judex Facti maupun Mahkmah Agung sebagai Judex Juris dalam memberikan putusan tidak memperhatikan aspek lainnya, bahwa sesungguhnya dana yang PT Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) tidak ada di BPR Tripanca Setiadana (Dalam Likuidasi). Saldo yang tertera RP. 2.793.634.146,- (dua milyar

52 Selain telah taat dengan hukum, perbuatan LPS dengan tidak membayarkan klaim memang

sewajarnya dilakukan. Hal ini dikarenakan dana yang diklaim sebagai hak dari PT Cideng Makmur Pratama tidak pernah ada. Saldo yang tertera dalam rekening tersebut hanyalah fiktif dari tindak pidana perbankan kredit fiktif/topengan, yang kemudian hari telah dibuktikan dan dijatuhi pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

(21)

tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) dalam Rekening PT Cideng Makmur Pratama hanyalah fiktif. Berdasarkan temuan LPS dan telah diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang SW sebagai pemegang saham di PT Cideng telah melakukan lebih dari saldo yang tertera dalam rekening, yaitu Rp 25.545.250.000,-. Selain itu berarti majelis hakim telah tidak memperhatikan bukti-bukti yang diajukan LPS sebagai Pemohon Kasasi yang menunjukkan bahwa adanya keterlibatan SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama atas tindak pidana perbankan kredit fiktif/kredit topengan yang mengalir dari dan ke rekening PT Cideng Makmur Pratama sehingga mengganggu kegiatan bank dan menyebabkan BPR Tripanca Setiadana mengalami kegagalan. Di sini ada catatan besar tentang kinerja Mahkamah Agung yang salah menerapkan hukum, mengingat Mahkamah Agung hanya Judex Juris sedangkan fakta-fakta telah dibuktikan LPS.

Apabila hakim memperhatikan bukti-bukti tersebut, maka seharusnya hasil putusan dimenangkan oleh LPS karena LPS tidak melakukan perbuatan melawan hukum, melainkan taat hukum dengan menolak pembayaran klaim. Hal ini mengingat simpanan PT Cideng Makmur Pratama tergolong simpanan yang tidak layak bayar.

Dengan demikian Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, namun dalam hal obyek perkara ini boedel pailit tersebut tidak ada karena simpanan PT Cideng Makmur Pratama merupakan simpanan yang tidak layak bayar. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh LPS adalah benar dengan menolak pembayaran klaim simpanan tersebut, dengan kata lain Penulis tidak setuju dengan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung.

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis kasus Putusan Majelis Hakim Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara No. 35/Pailit/2009/PN.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 secara induktif dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama. Hal ini dikarenakan semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor, demi hukum debitor telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Oleh karena itu kurator sejak saat itu mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah

(22)

pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang kepailitan. Namun dalam hal boedel pailit (obyek perkara), kurator yang memang memiliki kewenanganan untuk mengurus dan mengamankannya, tidak dapat menjalankan tugasnya karena boedel pailit yang dimaksud tidak ada karena saldo yang tertera dalam rekening PT Cideng Makmur Sentosa adalah tidak ada (fiktif), sebagaimana terbukti adanya keterlibatan tindak pidana perbankan kredit fiktif/topengan yang dilakukan oleh SW sebagai pemilik PT Cideng Makmur Sentosa. Sehingga rekening tersebut termasuk juga sebagai simpanan yang tidak layak bayar karena PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Dengan demikian simpanan PT Cideng Makmur Pratama adalah tidak ada (fiktif) dan termasuk simpanan yang tidak layak bayar sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf a PLPS No. 2 Tahun 2010 tentang Program Penjaminan Simpanan.

2. Kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap dana yang ditanggungnya, dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit dalam keadaan normal harus segera dicairkan karena prosedur dan persyaratan telah dipenuhi. Namun dalam hal obyek perkara, apa yang dilakukan LPS dengan menolak membayar klaim simpnan PT Cideng Makmur Pratama adalah benar. Hal ini dikarenakan simpanan yang tertera dalam rekening PT Cideng makmur Pratama adalah fiktif dan termasuk simpanan yang tidak layak bayar. Saldo rekening PT Cideng Makmur fiktif karena jumlah yang tertera dalam rekening tersebut berasal dari pembuatan 177 kredit topengan/fiktif pada bank PT BPR Tripanca Setiadana yang kemudia terbukti dan SW sebagai pelaku sekaligus pemilik PT Cideng Makmur Pratama telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli 2009. Selain itu simpanan tersebut juga termasuk ke dalam kategori simpanan yang layak bayar karena PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Dengan kata lain Penulis tidak setuju dengan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Judex Facti dan Judex Juris.

(23)

F. Saran

Majelis Hakim Pengadilan Niaga sebagai judex facti, dalam memberikan putusan harus memperhatikan aspek lainnya, misalnya kebenaran dan keberadaan harta pailit terkait kredit topengan yang keberadaan hartanya fiktif belaka. Penolakan LPS atas permintaan Kurator untuk memberikan boedel pailit seharusnya dicermati secara benar, sehingga tidak dianggap sebagai menghambat proses pailit di Pengadilan Niaga, hal ini karena masa proses pailit di Pengadilan Niaga cepat. Selain itu, Majelis Hakim Mahkamah Agung seharusnya lebih cermat dan teliti karena Mahkamah Agung adalah Judex Juris yang dapat dikatakan proses terakhir dalam proses peradilan upaya biasa. Mahkamah Agung seharusnya dapat menerapkan hukum lebih cermat dan teliti dibanding Pengadilan Niaga karena merupakan judex juris, namun kenyataannya putusan yang diberikan Mahkamah Agung tidak berbeda dengan Pengadilan Niaga.

Kurator dalam menjalankan tugasnya harus teliti dan tidak ceroboh. Dalam perkara ini, apabila Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung benar dalam memberikan pertimbangan hukum dan putusannya, maka yang akan terjadi adalah sebagian boedel pailit harus menyusut dikarenakan harus membayar biaya-biaya perkara, pengacara, dan sebagainya, sedangkan klaim tidak dibayarkan oleh LPS. Oleh karena itu kurator harus pandai dalam meneliti dan memilih mana saja boedel pailit yang harus diperjuangkan dan yang mana yang sebenarnya boedel pailit tersebut tidak ada (fiktif).

   

   

G. Daftar Referensi BUKU

Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Djumhana, Muhammad.Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya, 2006. Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007.

Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2010. Hadi Shubhan, M. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Surabaya :

(24)

Hermansyah.Hukum Perbankan Nasional Indonesia.cet. 6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Jono. Hukum Kepailitan. cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Mahadi. Falsafah Hukum : Suatu Pengantar. Bandung: Alumni, 2003.

Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: CV Mandar Maju, 2012.

Nating, Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: Rajawali Pers. 2004.

Pardede, Marulak.Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju, 2012.

Sjahdeini,Sutan Remy.Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010.

Sunarmi. Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan Antara Indonesia (Civil Law System) Dengan Amerika Serikat (Common Law System). Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara, 2004.

Sutedi, Adrian. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Wignjosumarto, Parwoto. Hukum Kepailitan Selayang Pandang. Jakarta: PT. Tata Nusa, 2003. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004.

UNDANG-UNDANG

Indonesia (1). Undang-undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang.UU No. 37 Tahun 2004.LN No. 131 Tahun 2004.

Indonesia (2). Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. UU No. 7 Tahun 2009.LNNo. 96 Tahun 2004.

Indonesia (3).Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin

Lembaga Penjamin Simpanan.PP No. 66 Tahun 2008.LN No. 144 Tahun 2008.TLN

No. 4903.

Indonesia (4).Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.UU No. 24 Tahun 2004. LN No. 96 Tahun 2004.

(25)

Indonesia (5). Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Simpanan yang Dijamin Lembaga

Penjamin Simpanan. PP No. 66 Tahun 2008. LN No. 144 Tahun 2008. TLN No. 4903.

Indonesia (6). Peraturan LPS Tentang Likuidasi Bank. PLPS No. 2 Tahun 2008. BN No. 94 Tahun 2008.

Indonesia (7), Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Tentang Program Penjaminan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menafsirkan unsur “melawan hukum” atas perbuatan terdakwa, JPU secara serta merta menyimpulkan perbuatan saya telah memenuhi unsur melawan hukum dikaitkan dengan fakta

Dengan demikan peneliti menarik kesimpulan bahwa Implementasi Peraturan Walikota Samarinda Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Penetapan Lintasan Angkutan Barang Dalam

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik,

(2) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan

Dalam analisis BCIs untuk lereng perkuatan diperoleh hasil bahwa daya dukung terbesar terjadi pada lebar pondasi 4 cm dan jumlah lapisan geogrid 3 lapis yaitu

Rasio lancar tahun 2002 sebesar 522% mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan tahun 2001 sebesar 147% sebagai tahun dasar. Hal ini terjadi karena hutang lancar

Saiful Mahdi, M.Sc Munawar, M.AppStats MMT-205 Aljabar Linier Elementer 4(4-0) Diseminasi M / III Mahyus Ihsan, M.Si. MMT-305 Praktikum Pengantar Optimasi

Penerapan Analisis Deskriptif dalam Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas pada Beberapa Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota