• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

13

Pembelajaran adalah proses untuk menciptakan kegiatan belajar pada seseorang atau beberapa orang. Pembelajaran diciptakan untuk mencapai tujuan-tujuan belajar. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai, maka dibutuhkan suatu pendekatan dalam pembelajaran. Pendekatan dalam pembelajaran harus tepat dan sesuai untuk menunjang tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Inovasi pendidikan dalam pembelajaran matematika dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep matematika serta memberi pengaruh terhadap respon siswa pada pembelajaran matematika. Landasan-landasan teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

A. Kajian Teori

Kegiatan ilmiah apa saja yang dibuat, dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu masalah haruslah menggunakan pengetahuan ilmiah (ilmu) sebagai dasar argumentasi dalam mengkaji persoalan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh jawaban yang dapat diandalkan. Sebelum mengajukan hipotesis, peneliti wajib mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Definisi Matematika

Matematika merupakan ilmu abstrak yang dianggap sulit untuk dipelajari karena terdapat banyak rumus dan menuntut siswa berpikir pada apa yang tidak bisa siswa lihat. Menurut Hia (2013:51) matematika adalah

(2)

suatu kumpulan konsep–konsep abstrak yang berhubungan dengan sistem deduktif dimana dasar komunikasinya dimulai dari unsur–unsur yang tak terdefinisikan. Kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika merupakan dasar terbentuknya matematika.

Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Yuhasriati (2012:81) yang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang didasarkan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda dalam pikiran yang abstrak. Matematika ditemukan dari hasil pengamatan dan pengalaman dan dikembangkan dengan analogi dan coba-coba. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia. Pengalaman itu kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran didalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang cermat yang disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan bahasa matematika.

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang terstruktur yang berisi konsep-konsep abstrak dimana kaitan antar konsep matematika bersifat konsisten. Pendidikan matematika merupakan usaha sadar untuk menanamkan konsep-konsep dan struktur yang abstrak, sehingga diperoleh kemampuan berpikir yang logis dan sistematis. Dasar terbentuknya matematika adalah logika.

(3)

2. Pembelajaran Matematika

Mustofa, dkk (2011:21) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang didasari dan cenderung bersifat tetap. Proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Pembelajaran terjadi karena adanya proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Peran-peran tersebut bisa berubah, yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta antara siswa dengan siswa.

Berdasarkan pendapat Komalasari (2010:3) pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien. Guru sebaiknya menyadari apa yang harus dilakukan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa ketujuan tertentu. Siswa harus berusaha aktif untuk mencapainya. Perpaduan kedua unsur tersebut akan lahir interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Semua komponen pembelajaran diperankan secara optimal untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

(4)

Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Proses belajar matematika dapat terjadi jika bahasan matematika yang disajikan kepada siswa tidak diberikan dalam bentuk yang sudah jadi tetapi suatu bahasan yang dapat melibatkan siswa agar aktif dan dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya dalam menemukan dan menyimpulkan konsep-konsep, struktur-struktur hingga sampai kepada rumus-rumus sehingga akan dapat lebih meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar. Fungsi pembelajaran matematika adalah sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, pola pikir belajar matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian lain dan ilmu atau pengetahuan matematika selalu mencari kebenaran.

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang sengaja direncanakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir siswa untuk menemukan dan menyimpulkan konsep-konsep, struktur-struktur hingga sampai kepada rumus-rumus, sehingga akan meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar. Pembelajaran matematika harus dipandang sebagai kegiatan, yaitu pembelajaran yang sebenarnya penekanannya pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu sendiri. Siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui kerterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.

(5)

3. Geometri Ruang Kubus dan Balok

Bangun ruang merupakan salah satu konsep abstrak dari geometri. Bangun ruang sederhana yang pertama kali dikenalkan kepada siswa yaitu dimulai dari kubus dan balok. Suatu bangun ruang dapat dicari volumenya. Volume merupakan suatu ukuran yang dapat menyatakan banyaknya ruang yang dapat diisi oleh suatu zat. Jadi kata lain dari volume yaitu isi penuh dari suatu ruang. Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Prabawanto (2010:142) yang menyatakan bahwa, apabila kita mempunyai suatu benda ruang berongga dan sisi benda itu sangat tipis sehingga dapat diabaikan, maka volume benda ruang itu adalah ukuran yang menyatakan banyak cairan yang memenuhi rongga bangun ruang tersebut.

Bangun ruang yang dibentuk dari bidang-bidang beraturan dibagi menjadi dua jenis yaitu ada yang berpermukaan datar dan berpermukaan lengkung. Bangun ruang beraturan dengan berpermukaan datar contohnya yaitu prisma, kubus, balok dan limas. Sedangkan bangun ruang beraturan dengan berpermukaan lengkung contohnya yaitu tabung, kerucut dan bola. Namun pada penelitian ini hanya akan membahas mengenai kubus dan balok. Hal ini berdasarkan pemfokusan mata pelajaran matematika di tema 8 subtema 2 pembelajaran 4 yaitu menghitung dan membandingkan volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

a. Kubus

Keistimewaan kubus yaitu keenam sisi penyusunnya adalah persegi. Berdasarkan pendapat Ismunamto, dkk (2011:68) “Kubus adalah suatu bangun yang dibatasi oleh enam bidang datar yang masing-masing berbentuk

(6)

persegi yang sama dan sebangun”. Kubus juga memiliki sisi, rusuk dan titik sudut. Apabila diamati secara lebih cermat kubus memiliki 6 sisi, 12 rusuk dan 8 titik sudut. Kubus dapat digambarkan yaitu sebagai berikut.

Gambar 2.1 Kubus ABCD.EFGH Gambar 2.1 merupakan gambar kubus. Sebuah bangun ruang dapat dihitung volumenya, pada dasarnya untuk mencari volume dari suatu bangun ruang yang memiliki alas dan tutup yang kongruen dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu dengan mencari luas alasnya (p X l) dan mengalikannya dengan tingginya (t). Berkenaan dengan bangun ruang kubus yang memiliki ukuran sisi yang sama dengan kata lain alas dan tutupnya kongruen maka dapat dikatakan bahwa panjang, lebar dan tinggi sama dengan ukuran sisinya. Maka dapat ditulis rumus menghitung volume kubus yaitu sebagai berikut.

Volume kubus = Luas alas . tinggi = (sisi X sisi) X sisi = 𝑠3

b. Balok

Perbedaan antara balok dan kubus yaitu dilihat dari bangun-bangun datar yang membentuknya. Kubus terbentuk dari enam persegi sedangkan balok terbentuk dari bangun datar yang paling sedikit ada satu pasang yang merupakan persegi panjang. Sebagaimana pengertian balok menurut Ismunamto, dkk (2011:52) yang menyatakan bahwa, “Balok adalah suatu

(7)

bangun yang dibatasi oleh enam bidang datar yang berbentuk persegi panjang”. Namun demikian, ada juga balok yang memiliki sisi persegi dengan syarat masih tetap ada sepasang sisi yang berbentuk persegi panjang. Salah satu bentuk balok dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Balok ABCD.EFGH

Cara menghitung volume balok dapat menggunakan rumus yaitu sebagai berikut.

Volume balok = Luas alas X tinggi

= (panjang X lebar) X tinggi = p X l X t

4. Pengertian Pendekatan Open Ended Problem

Pendekatan open-ended problem dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970an. Menurut Dewi, dkk (2014:64) pendekatan open ended adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa memecahkan masalah-masalah open ended sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan matematika yang baru, difokuskan pada aspek proses untuk menemukan strategi-strategi atau metode-metode untuk menemukan solusi-solusi dari masalah. Pendekatan open-ended problem merupakan pendekatan yang berorientasi pada proses dan problem ended. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin banyak jawaban yang benar sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa menemukan sesuatu yang baru.

(8)

Pembelajaran dengan pendekatan open-ended problem biasanya dimulai dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa.

Berdasarkan pendapat Edema, dkk (2016:53) open-ended problem bertujuan untuk meningkatkan kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dengan bebas, sesuai dengan minat dan kemampuannya. Sehingga aktifitas siswa yang penuh dengan ide-ide matematika ini akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut.

a. Kegiatan siswa harus terbuka.

b. Kegiatan matematik merupakan ragam berpikir.

c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematik merupakan suatu kesatuan. Suhandri (2013:142) menjelaskan bahwa pendekatan open-ended problem adalah pendekatan pembelajaran yang menampilkan suatu problem yang dapat diselesaikan dengan multi jawaban atau metode solusi yang berbeda. Siswa yang dihadapkan dengan open-ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Jadi bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak pendekatan atau metode yang digunakan.

Sesuai dengan pendapat Sugiman, dkk (2015:213) yang menyatakan bahwa tujuan pemberian masalah pada pendekatan open-ended problem

(9)

bukan untuk menemukan jawaban akan tetapi menemukan strategi, cara dan pendekatan yang berbeda untuk sampai pada jawaban dari masalah yang diberikan. Pembelajaran open-ended problem menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya agar aktivitas dan pemikiran matematis siswa dapat berkembang. Pendekatan open-ended problem diharapkan pada masing-masing siswa memiliki kebebasan dalam memecahkan masalah menurut kemampuan dan minatnya, siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi dapat melakukan berbagai aktivitas matematika, sedangkan siswa yang lebih rendah masih dapat menyenangi aktivitas matematika menurut kemampuan mereka sendiri.

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan open ended problem adalah pendekatan yang membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin banyak jawaban yang benar sehingga mempengaruhi kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Pendekatan open-ended problem, mengharapkan siswa bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban dengan banyak cara sehingga masalah yang diberikan bersifat terbuka. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Guru harus bisa membuat siswa nyaman dalam keterlibatan pada proses pembelajaran, memberi kebebasan kepada siswa untuk menemukan solusi dari permasalahan menurut cara siswa sendiri dan diberikannya kebebasan untuk mengemukakan argumen. Kebebasan siswa

(10)

dalam mengekspresikan matematika membuat siswa lebih leluasa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka masing-masing serta memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

5. Masalah Pendekatan Open-Ended Problem

Pendekatan open-ended problem dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman menemukan, mengenali dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Pendekatan open-ended problem masalah yang diberikan adalah masalah yang bersifat terbuka atau masalah yang tidak lengkap. Wijaya (2012) menyatakan bahwa aspek keterbukaan pada open-ended problem dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe.

a. Terbuka proses penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam cara penyelesaian.

b. Terbuka hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawab yang benar.

c. Terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah menyelesaikan suatu soal, selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan mengubah syarat atau kondisi pada soal yang telah diselesaikan.

Mengkonstruksi dan mengembangkan soal open-ended problem yang tepat dan baik untuk siswa dengan kemampuan yang beragam tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang cukup panjang. Guru dalam mengkonstruksi atau membuat soal open-ended problem selain harus memuat soal dengan banyak cara penyelesaian, juga harus memenuhi kriteria soal open-ended problem. Kriteria dalam membuat soal open-ended problem yaitu.

a. Soal harus kaya dengan konsep matematika yang bermakna.

b. Level soal atau tingkatan matematika dari soal harus cocok untuk siswa. c. Soal harus mengandung pengembagan konsep matematika lebih lanjut.

(11)

Menurut Syaban (2008) dipandang dari strategi bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya pembelajaran dengan memanfaatkan soal terbuka dapat dipandang sebagai pembelajaran berbasis masalah, yaitu suatu pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa. Penggunaan soal terbuka pada pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian sehingga lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi mereka menggunakan ekspresi matematika. Upaya menemukan berbagai alternatif strategi atau solusi suatu masalah, siswa akan menggunakan segenap kemampuannya dalam menggali berbagai informasi atau konsep-konsep yang relevan. Kegiatan ini akan mendorong siswa menjadi lebih kompeten dalam memahami ide-ide matematika. Kegiatan ini tidak akan terjadi dalam pembelajaran yang menggunakan soal terutup yang hanya merujuk pada satu strategi penyelesaian. Penggunaan soal tertutup kurang mendorong siswa untuk mengeksplorasi berbagai ide-ide matematikanya, sehingga kurang memungkinkannya untuk secara efektif digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematika sekaligus membangun pemahaman matematika siswa.

Ketika siswa melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan masalah yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematika pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Guru tidak perlu mengarahkan siswa agar memecahkan permasalah dengan cara atau pola yang sudah ditentukan, sebab akan menghambat kebebasan berpikir siswa untuk menemukan cara baru menyelesaikan

(12)

permasalahan. Masalah yang dibuat harus dapat memotivasi siswa berpikir dalam berbagai pandangan yang berbeda, sehingga masalah tersebut harus kaya dengan konsep-konsep matematis yang dapat diselesaikan dengan berbagai strategi yang sesuai untuk siswa. Tingkat kesulitan masalah juga harus cocok dengan kemampuan siswa, karena ketika mereka akan menyelesaikan masalah open-ended problem mereka harus menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah mereka ketahui sebelumnya.

Sesuai dengan pendapat Santoso, dkk (2013:144) tujuan pemberian soal terbuka dalam pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan kegiatan kreatif siswa, memberikan kebebasan untuk berpikir dalam membuat progres pemecahan sesuai dengan kemampuan dan minatnya melalui berbagai strategi yang diyakininya dalam menyelesaikan masalah sehingga membentuk intelegensi matematika siswa. Penggunaan soal terbuka juga dapat memicu tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif. Penggunaan soal terbuka dapat menstimulasi kreativitas, kemampuan berpikir original dan inovasi dalam matematika.

6. Langkah-Langkah Pembelajaran Pendekatan Open-Ended Problem Pada pendekatan open-ended problem guru memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh siswa dalam memecahkan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berfikir matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Apabila guru telah mengkonstruksikan suatu

(13)

masalah open ended problem, langkah selanjutnya mengembangkan rencana pembelajaran. Berikut ini langkah-langkah pengembangan rencana pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended problem.

a. Pendekatan open-ended problem dimulai dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa, masalah tersebut dapat diselesaikan siswa dengan banyak cara tetapi tetap mempunyai jawaban yang sama sehingga memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam memecahkan masalah. b. Siswa melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan untuk menjawab

masalah yang diberikan.

c. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi masalah. d. Siswa membuat rangkuman dari kegiatan yang dilakukan.

e. Siswa dapat menyimpulkan dan membuat keputusan pengambilan pemecahan masalah yang dianggap paling mudah dalam menjawab masalah yang diberikan oleh guru.

7. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended Problem

Setiap model, metode maupun pendekatan dalam pembelajaran pasti mempunyai keunggulan dan kelemahan dalam proses penerapannya. Pendekatan open ended problem memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Berikut ini adalah keunggulan dalam pendekatan open ended problem.

a. Siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif dan dapat mengekspresikan idenya.

b. Siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan cara siswa sendiri sehingga siswa yang memiliki tingkat kemampuan

(14)

yang berbeda-beda tetap dapat menyelesaikan soal berdasarkan kemampuannya.

c. Siswa termotivasi untuk menyelesaikan soal.

d. Siswa memiliki pengalaman yang baru dalam menjawab permasalahan. Pendekatan open-ended problem disamping mempunyai keunggulan juga terdapat kelemahan. Berikut ini adalah kelemahan dalam pendekatan open ended problem.

a. Masalah yang diberikan tidaklah mudah tetapi harus benar-benar bermakna.

b. Masalah yang diberikan kepada siswa seringkali sulit dipahami sehingga siswa mengalami kesalahan dalam merespon permasalahan.

c. Siswa dapat berpandangan bahwa masalah yang diberikan oleh guru terlalu mudah atau terlalu sulit.

8. Aspek Kognitif

Kognitif berhubungan dengan atau melibatkan kognisi. Sedangkan kognisi merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Kemampuan kognitif adalah penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan melalui pengalaman sendiri. Menurut Aimah (2015:100) kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Sari, dkk (2016:3) juga mengatakan kognitif adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami akan masalah yang dihadapi dan yang terkait secara langsung dengan seorang individu. Lebih lanjut Prasetya (2012:108)

(15)

menjelaskan bahwa ranah kognitif adalah ranah yang berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi enam apsek yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan menurut Festiyed, dkk (2012:6) ranah kognitif merupakan kemampuan berfikir secara hirarkis yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Putrayasa (2013:63) menambahkan bahwa aspek kognitif mempersoalkan masalah bagaimana orang memperoleh pemahaman mengenai diri sendiri dan lingkungannya, serta bagaimana mereka berbuat dalam berhubungan dengan lingkungan mereka dengan menggunakan kesadarannya. Adapun prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif yaitu belajar merupakan peristiwa mental, guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, kemampuan berpikir orang tidak sama antara satu dan yang lain dan tidak tetap dari waktu ke waktu. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif adalah penampilan yang dapat diamati dari aktivitas mental (otak) untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman sendiri yang didapat dari perolehan nilai pengetahuan dalam menjawab soal. Pengaturan aktivitas mental dengan menggunakan kaidah dan konsep yang telah dimiliki yang kemudian direpresentasikan melalui tanggapan, gagasan atau lambang.

Benjamin S. Bloom dkk berpendapat bahwa taksonomi tujuan ranah kognitif meliputi enam jenjang proses berpikir.

a. Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah,

(16)

ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.

b. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

c. Penerapan (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret. Aplikasi atau penerapan ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi dari pemahaman. d. Analisis (analysis) mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan

kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.

e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang

(17)

berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tinggi setingkat dari analisis.

f. Evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide, misalnya jika siswa dihadapkan pada beberapa pilihan, maka siswa akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan atau kriteria yang ada.

9. Karakteristik Siswa Kelas 5 SD

Masa usia SD sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai 11 atau 12 tahun. Masa ini siswa usia SD memiliki karakteristik utama yaitu menampilkan perbedaan-perbedaan individual dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan kognitif dan bahasa, serta perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik. Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa SD. Izzaty, (2008:116), menyebutkan masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase.

a. Masa kelas rendah yang berlangsung antara usia 6/7 tahun 9/10 tahun, biasanya siswa duduk di kelas 1, 2 dan 3 sekolah dasar.

b. Masa kelas tinggi yang berlangsung antara usia 9/10 tahun 12/13 tahun, biasanya siswa duduk di kelas 4, 5 dan 6 sekolah dasar.

Berdasarkan penelitian ini peneliti meneliti siswa kelas 5 yang tergolong dalam kelas atas. Adapun ciri-ciri yang dimiliki siswa kelas atas sekolah dasar.

a. Perhatiannya selalu tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.

(18)

c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

Siswa SD berada pada tahap operasional konkret (7 hingga 11 tahun), dimana konsep yang ada pada awal usia ini adalah konsep yang abstrak menuju kekonsep yang lebih konkret. Menurut Nurhayati (2011:34) berdasarkan pentahapan Piaget, perkembangan kognitif anak usia SD berada pada tahap opersinal konkret (concrete operasional). Istilah operasi konkret mencerminkan pendekatan yang terikat atau terbatas pada dunia nyata. Anak-anak usia SD dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah, namun hanya sepanjang mereka melibatkan objek-objek dan situasi-situasi yang mereka kenal. Kemampuan berfikir pada tahap ini ditandai dengan aktivitas mental seperti mengingat, memahami dan memecahkan masalah. Pengalaman hidup siswa memberikan andil dalam mempertajam konsep. Yusuf (2011:24-25) menambahkan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas karakteristik perkembangan siswa kelas 5 SD berada tahap operasional konkret. Tahap ini, siswa berpikir atas dasar pengalaman yang konkret atau nyata yang pernah dilihat dan dialami. Siswa sudah mengalami proses berpikir secara abstrak. Karakteristik yang muncul pada tahap ini dapat dijadikan landasan dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran bagi siswa SD. Pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu didesain menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan memperhatikan karakteristik perkembangan siswa kelas 5 SD

(19)

pada tahap operasional konkret. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk dapat melihat, berbuat sesuatu, melibatkan diri dalam pembelajaran serta mengalami langsung pada hal-hal yang dipelajari.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu tentang pengaruh pendekatan open ended problem. Berdasarkan dukungan dari penelitian yang relevan oleh beberapa peneliti terdahulu terhadap penelitian ini terdapat beberapa persamaan dan perbedaan, yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.3 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang Relevan I

Pengaruh Pendekatan Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik berbantu Video Interaktif Materi Lingkaran Kelas VIII Mts N Mranggen Demak oleh peneliti Ani Fitriani tahun 2015.

Hasil tes kemampuan berpikir kreatif diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 58,108 dan nilai rata-rata kelas kontrol adalah 44. Perhitungan tersebut diperoleh nilai thitung 4,7498 kemudian dikonsultasikan pada ttabel 1,665 karena thitung > ttabel maka H1 diterima, artinya terdapat perbedaan antara rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang menggunakan pendekatan open ended berbantu video interaktif dengan rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang menggunakan metode lain.

Persamaan Perbedaan

Peneliti Peneliti terdahulu Peneliti Peneliti terdahulu 1. Menggunakan pendekatan open-ended problem sebagai independent atau variabel bebas. 1. Menggunakan pendekatan open-ended problem sebagai independent atau variabel bebas. 1. Menggunakan paradigma sederhana. 2. Dependent yang diteliti yaitu aspek kognitif. 3. Materi yang disampaikan yaitu tentang materi volume kubus dan balok kelas 5 di SDN Purwantoro 2 Malang. 1. Menggunakan paradigma ganda dengan dua variabel independent. 2. Dependent yang diteliti yaitu kemampuan berfikir kreatif. 3. Materi yang disampaikan yaitu tentang materi lingkaran kelas

(20)

VIII di MTs N Mranggen Demak.

Penelitian yang Relevan 2

Pengaruh Pendekatan Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa oleh peneliti Priyogo Wahyu Rochmanto tahun 2014.

Kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajarannya diterapkan pendekatan Open-ended lebih tinggi dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional. Pendekatan open ended berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa terutama pada aspek kelancaran dan keluwesan berpikir.

Persamaan Perbedaan

Peneliti Peneliti terdahulu Peneliti Peneliti terdahulu 1. Menggunakan pendekatan open-ended problem sebagai independent atau variabel bebas. 2. Menggunakan paradigma sederhana. 3. Materi yang disajikan yaitu tentang bangun ruang. 1. Menggunakan pendekatan open-ended problem sebagai independent atau variabel bebas. 2. Menggunakan paradigma sederhana 3. Materi yang disajikan yaitu tentang bangun ruang. 1. Dependent yang diteliti yaitu aspek kognitif. 2. Sekolah tempat penelitian di SDN Purwantoro 2 Malang. 1. Dependent yang diteliti yaitu kemampuan berfikir kreatif. 2. Sekolah tempat penelitian di MTs Annajah Jakarta. C. Hipotesis

Suatu penelitian tentu mempunyai masalah yang menarik untuk diteliti guna memberi jawaban sementara adanya permasalahan tersebut, diperlukan adanya hipotesa atau dugaan sementara. Hipotesa adalah pernyataan tentang suatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Jadi dugaan yang diajukan merupakan suatu kemungkinan dimana kemungkinan tersebut bisa benar juga bisa salah. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

(21)

𝐻0 : Terdapat pengaruh pendekatan open ended problem terhadap tingkat pencapaian aspek kognitif pada siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2 Malang.

𝐻1 : Tidak terdapat pengaruh pendekatan open ended problem terhadap tingkat pencapaian aspek kognitif pada siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2 Malang.

D. Kerangka Pikir

Setiap kemajuan yang diraih dalam pendidikan selalu melibatkan aspek kognitif. Tingkat pencapaian aspek kognitif memang penting, namun pendidikan dalam negeri ternyata masih menghadapi persoalan dalam masalah ini. Khususnya dalam pembelajaran matematika,pakar-pakar bidang pendidikan melihat bahwa tingkat pencapaian aspek kognitif bangsa Indonesia masih tergolong rendah. Pembelajaran matematika di Indonesia masih berpusat pada guru. Siswa jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah.

Persoalan tersebut harus dicari sebuah pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, yang dapat membantu siswa untuk mengikuti pembelajaran secara aktif. Keaktifan siswa sangat perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, karena selama ini pembelajaran matematika dimaknai sebagai pembelajaran yang permasalahannya hanya dapat diselesaikan dengan satu cara dan hanya mendapatkan satu hasil (one problem-one solution) atau dapat dikatakan

(22)

seragam. Maka untuk menghindari keseragaman cara penyelesaian soal kita dapat memunculkan sebuah masalah yang sifatnya terbuka (open ended problem) dalam pembelajaran, sehingga nantinya akan timbul banyak cara penyelesaian soal yang benar dari permasalahan tersebut.

Pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak cara penyelesaian soal yang benar (problem terbuka atau incomplete) kepada siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended problem. Pendekatan open-ended problem merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Fokus penelitian ini untuk melihat pengaruh penggunaan pendekatan open ended problem dalam pembelajaran matematika terhadap tingkat pencapaian aspek kognitif siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2 Malang.

Berdasarkan landasan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut.

(23)

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pikir

Kondisi Ideal

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan yang dapat memberikan ruang gerak lebih kepada siswa untuk menemukan dan mempelajari mata pelajaran matematika yang lebih luas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan cara mereka sendiri.

Kondisi di Lapangan

Siswa lebih suka mengerjakan soal mengikuti cara yang diberikan oleh guru. Jadi jika sedikit saja soal diubah atau konteksnya dibuat sedikit berbeda dari contoh-contoh yang telah diberikan oleh guru, siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan matematika.

Metpen

a. Jenis Penelitian : Kuantitatif b. Metode Penelitian : True Eksperimen c. Desain Penelitian : Pretest-Postest

Control Group Design

d. Teknik Penelitian : Observasi, wawancara, dokumentasi dan tes

e. Lokasi Penelitian : SDN Purwantoro 2 f. Subyek Penelitian : Siswa kelas 5

Hipotesis

𝐻0 : Terdapat pengaruh pendekatan open ended problem terhadap tingkat pencapaian aspek kognitif pada siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2 Malang. 𝐻1 : Tidak terdapat pengaruh pendekatan open ended problem terhadap tingkat

pencapaian aspek kognitif pada siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2 Malang.

Fokus Penelitian

Mengetahui pengaruh pendekatan open ended problem terhadap tingkat pencapaian aspek kognitif pada siswa kelas 5 SDN Purwantoro 2.

Gambar

Gambar 2.1 Kubus ABCD.EFGH  Gambar  2.1  merupakan  gambar  kubus.  Sebuah  bangun  ruang  dapat  dihitung volumenya, pada dasarnya untuk mencari volume dari suatu bangun  ruang  yang  memiliki  alas  dan  tutup  yang  kongruen  dapat  dihitung  dengan  me
Gambar 2.2 Balok ABCD.EFGH
Tabel 2.3 Penelitian yang Relevan  Penelitian yang Relevan I
Gambar 2.4 Bagan Kerangka PikirKondisi Ideal

Referensi

Dokumen terkait

keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi dicatat di laporan posisi keuangan konsolidasian pada nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian

Program penguatan pembelajaran di kelas-kelas berbahasa Inggris ini dirancang sebagai salah satu upaya untuk mendukung program internasionalisasi dan peningkatan ITB

Jika ditekan tombol LANJUT , maka program akan menampilkan jendela utama yang berisi program pengenalan pola yang digunakan untuk mendeteksi objek, dimana objek yang akan

[r]

Based on the background above, the research problem is “ How is the profile of students’ creativity and concept understanding on science mini- project activity in

Sebagai uji kompetensi atau pengetahuan, guru dapat dilakukan dalam bentuk penugasan, untuk menjawab atau melengkapi pertanyaan yang terdapat dalam Tugas Mandiri

Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang bekerja pada perusahaan yang.. terlibat langsung dalam kegiatan produksi yang

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual