• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Energi Baru terbarukan Serta P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Energi Baru terbarukan Serta P"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa

Eddon Mufrizon,Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 9

Kebijakan Energi Baru-terbarukan

Serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa Limbah Pengolahan

Kelapa Sawit untuk Pembangkit Tenaga Listrik Di Propinsi Riau

Eddon Mufrizon1 dan Purwo Subekti2

Abstrak

Makalah ini membahas kebijakan pemerintah tentang pengembangan energi baru-terbarukan serta kaitannya terhadap pemanfaatan potensi limbah pengolahan kelapa sawit berupa Biogas dan Biomasa untuk pembangkit tenaga listrik. Propinsi Riau mempunyai cadangan sumber energy Biogas dan Biomasa dari limbah kelapa sawit cukup besar. Biogas yang belum termanfaatkan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mencapai 112MW, sedangkan Biomasa sebesar 905,8MW. Bila sumber energi ini dimanfaatkan, dapat meningkatkan ratio elektrifikasi terutama untuk daerah perdesaan (remote area) mencapai 4,4% dari Biogas dan 36% dari Biomasa. Sementara itu, Ratio Elektrifikasi Propinsi Riau pada tahun 2010 sebesar 43,27%, di bawah angka rata-rata nasional yang sudah mencapai 65%. Pembangunan PLTMG-Biogas secara finansial cukup menguntungkan, dengan periode pengembalian (Payback Periode) selama 6 tahun. Diperlukan Strategi untuk mengimplementasikan hal tersebut melalui beberapa pola yang melibatkan perusahaan PKS dan/atau investor serta PT. PLN yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah secara intensif dan konsisten

KataKunci: Kebijakan Energi, Kelapa Sawit, Biogas, Biomasa, Pembangkit Tenaga Listrik, Ratio Elektrifikasi.

Abstract

This paper discusses the government's policy on the development of new energy-renewable and its relation to the utilization of palm oil waste in the form of biogas and biomass for power generation. Riau Province has a backup source of energy Biogas and Biomass from palm oil waste considerable. Biogas untapped in millers (MCC) reached 112MW, while the biomass of 905.8 MW. When this energy source utilized, can increase the electrification ratio, especially for rural areas (remote areas) reached 4.4% of the biogas and 36% of the biomass. Meanwhile, Electrification Ratio Riau Province in 2010 amounted to 43.27%, below the national average that has reached 65%. Development of Biogas PLTMG-sufficient financially beneficial to the period of return (payback period) for 6 years. Strategies needed to implement it through a few patterns involving PKS companies and / or investors and PT. PLN is facilitated by the Regional Government of intensive and consistent

Keywords: Energy Policy, Palm, Biogas, Biomass, Power Plant, Electrification Ratio.

1. PENDAHULUAN

Energi sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat modern seperti sekarang ini. Berbagai pemanfaatan energy melalui teknologi konversi telah terbukti dapat mempermudah banyak aspek kehidupan manusia, sehingga tidaklah mengherankan kebutuhan energy cenderung meningkat dari waktu kewaktu. Pemanfatan energy secara nasional masih didominasi oleh energy yang berasal dari sumber-sumber energi konvensional yaitu sumber energi tak-terbarukan (Non- renewable) seperti Minyak Bumi, Batubara dan Gas Alam. Konstribusi sumber energy tak-terbarukan

(ETB) untuk pembangkit tenaga listrik (PTL) secara nasional mencapai 85% (Ditjen Ketenagalistrikan, 2011).

(2)

Propinsi Riau mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk mengembangkan pemanfaatan energi baru-terbarukan, termasuk pengembangan energy hijau (greenenergy), terutama sumber energi yang berasal dari limbah pengolahan kelapa sawit, baik dalam bentuk sumber energy Biomasa maupun Biogas. Untuk mengembangkan teknologi dan pemanfaatan sumber energy baru-terbarukan, diperlukan adanya sinergitas dan koordinasi yang solid antara pemerintah dan pihak terkait yang berkompeten di Propinsi Riau.

2. KONDISI ENERGI LISTRIK DIPROPINSI RIAU

Berdasarkan data dari berbagai sumber tercatat bahwa pemanfaatan sumbe renergi untuk pembangkit tenaga listrik di Propinsi Riau sebesar 2.158MW terdiri dari 49,75% berasal dari sumber energy tak-terbarukan dan 50,25% dari sumber energy baru-terbarukan. Dilihat dari konstribusi pemanfaatannya, 90% dari total sum- ber energy baru-terbarukan dimanfaatkan olehs wasta, dan sisanya hanya sebesar 10% oleh PT. PLN, yaitu melalui PLTA Koto Panjang berkapasitas 114MW.

PT. PLN merupakan perusahaan yang melayani kebutuhan tenaga listrik bagi masyarakat umum, terdapat 67% pembangkit PT. PLN wilayah Riau menggunakan bahan bakar minyak (PLTD), terutama untuk daerah-daerah Kabupaten dengan sistem tersendiri (Isolated). PLTD dikenal sebagai pembangkit tenaga listrik yang membutuhkan biaya operasi yang sangat besar. Untuk kondisinormal, tingkat konsumsi bahan bakar (Specific Fuel Consumption, SFC) sebesar 0,275 liter/kWh. Bila harga bahan bakar solar untuk industri Rp.9.000 per-liter, maka biaya produksi tenaga listrik dari bahan bakar saja mencapai Rp.2.475 per- kWh (= 60% dari total biaya produksi) atau total biaya produksi Rp.4.125 per-kWh. Bandingkan dengan harga jual listrik PLN yang rata-rata berkisar Rp.600 per-kWh. Kondisi inilah yang menjadi kendala bagi pemerintah dan PT. PLN untuk meningkatkan penyediaan dan pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat, terutama penyediaan tenaga listrik dipedesaan. Sampai tahun 2010, menurut data PT. PLN Wilayah Riau, ratio elektri- kasidi Propinsi

Riau sebesar 43,27%, angka ini masih di bawah rata-rata nasional yang sudah mencapai65%.

Tabel-1. Penggunaan sumber Energi tak-terbarukan (ETB) dan Energi baru-terbarukan (EBT) untuk pembangkit tenaga listrik di Propinsi Riau.

Beberapa faktor penyebab yang dapat terlihat sebagai penghambat dalam pengembangan sumber energy baru-terbarukan, antara lain sebagaiberikut: 1. Tingginya biaya investasi pembangkit tenaga

listrik yang menggunakan sumber energy baru-terbarukan. Biaya investasi untuk PLTMG-Biogas mencapai USD.2.500 per-kilo-watt (kW), bandingkan dengan PLTD yang hanya USD.350 per-kW.

2. Adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi terhadap bahan bakar minyak dan gas, sehingga sumber energi baru-terbarukan semakin tidak kompetitif secara ekonomi.

3. Kurang intensif dan kurang konsistennya upaya un- tuk mendorong pengembangan teknologi dan pemanfaatan energi baru-terbarukan oleh pemerin- tah dan pihak terkait lainnya yang berkompoten.

3. KEBIJAKAN ENERGI

BARU-TERBARUKAN

(3)

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa

Eddon Mufrizon,Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 11 terbarukan. Ketentuan ini telah dituangkan pada

pasal-20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Lebih lanjut dijelaskan pula dalam pasal-20 ayat(5) dan pasal-21 ayat(3) bahwa badan usaha, usaha tetap atau perseorangan yang melakukan penyediaan dan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber energi baru-terbarukan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam penyediaan dan penyaluran tenaga listrik wajib membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik energi baru-terbarukan yang berkapasitas sampai 10 Mega-wattt dengan harga seperti pada Tabel-3.Ketentuan ini telah diatur dalam pasal-1, pasal-2 dan pasal-3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2012.

Tabel-2. Harga Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik Sumber Energi Baru dan terbarukan, Biomasa dan Biogas yang wajib dibeli PT. PLN wilayah Sumatera.

No Sumber : Permen ESDM No.04 Tahun 2012

Selanjutnya pasal-29 dan pasal-30 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pemerin- tah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mem- fasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu Seminar Nasional Teknik Kimia :”Pengembangan Green Technology dan Green Energy”, UNRI 11 -12 Juli 2012

pengetahuan dan teknologi dalam

penyediaan dan pe- manfaatan energi, terutama

energi baru-terbarukan dengan pendanaan

melalui APBN dan APBD.

4. POTENSI DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU- TERBARUKAN DI PROPINSI RIAU

Propinsi Riau berpeluang untuk pengembangan dan pemanfaatan energi baru-terbarukan, terutama sumber energi yang berasal dari limbah pengolahan ke- lapa sawit. Peluang itu terlihat dari luas lahan yang mencapai 2.103.175 Hektar dan jumlah pabrik pengolah an kelapa sawit

(PKS) sebanyak 148 unit dengan total kapasitas produksi 6.137 Ton/jam. Limbah hasil pengo- lahan dapat digunakan sebagai sumber energi Biomasa seperti Sabut buah sawit (fiber), Cangkang (Shell), Tandan Buah kosong dan Biogas dari limbah cair. Berdasarkan informasi dari PTPN.V, untuk setiap hektar kebun sawit dapat menghasilkan 20 ton Tandan Buah Segar (Fresh Fruit Bunch, TBS) per-tahun atau 4 ton CPO (Cruide Palm Oil) per-tahun.

Tabel-3. Luas lahan sawit dan kapasitas produksi

Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Riau, 2010

Potensi Limbah dan sumber energi (biomasa dan biogas) yang dihasilkan per-jam, dapat dihitung dan hasilnya diberikan dalam Tabel-4 dan Tabel-5.

Tabel-4.Potensi Limbah pengolahan kelapa sawit oleh PKS sebagai sumber energi Propinsi Riau.

No LIMBAH JENIS (xtonTBS) NILAI* POTENSI

1 Sabutbuah(Fiber) 12,0% 736,4Ton/jam 2 Cangkah(Shell) 9,20% 564,6 Ton/jam 3 TandanBuahKosong 22,13% 1358,0Ton/jam 4 LimbahCair

0,6m3/ton 3682,2m3/jam

*Sumber : Didik Notosudjono, Univ. Pakuan Bogor

Tabel-5.Potensi sumber energi biogas dan biomasa dari limbah pengolahan kelapa sawit per-jam oleh PKS di Propinsi Riau.

(4)

3 TandanBuahKoson 18.795kJ/kg* 221

Biogas:

1 LimbahCair 60kWh/m3** 50.476

Sumber : *Didik Notosudjono-Univ.Pakuan / **PT.KME Tandun

Peluang pemanfatan limbah pengolahan kelapa sawit untuk pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Kampar dihitung berdasarkan nilai- nilai pada Tabel-4, Tabel-5 dan Tabel-6. Bila jam produksi PKS rata-rata 10 jam per-hari, maka total energi yang dapat dihasilkan dari limbah cair (Biogas) adalah :

- Produksi Limbah cair : 8.310 m3/hari - Produksi Biogas : 249.300 m3/hari - Produksi Energi (E) : 498.600 kWh/hari

Kapasitas pembangkit listrik yang dapat dibangun untuk dioperasikan pada capacity factor

(CF) = 80% dengan sistem PLTMG-Biogas (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas) adalah:

= = 498.60024 0,8= 26

Penggunaan Biogas untuk pembangkitan tenaga listrik dengan sistem PLTMG (Pembangkit Tenaga Listrik Mesin Gas) pada Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar baru terealisasi 1.000 kW yang dibangun dan dioperasikan oleh PT.Karya Mas Energi (KME) di PTPN.V Tandun, sehingga potensi biogas yang belum termanfaatkan di Kabupaten Kampar sebesar 25 MW. Perhitungan pemanfaatan sabut kelapa sawit untuk pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Kampar dapat pula dihitung dengan menggunakan nilai-nilai pada Tabel-4, Tabel-5 dan Tabel-6 yaitu :

- Produksi sabut : 1662 Ton/hari - Produksi Energi : 8.797.764 kWh/hari

Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dapat dibangun dan dioperasi pada Capacity Factor

adalah sebesar 137 Mega-watt (MW).

Penggunaan cangkang untuk pembangkit tenaga listrik dihitung dengan cara yang sama, hasilnya diperoleh sebesar 111 MW. Sabut dan cangkang Kelapa Sawit yang sudah dimanfaatkan oleh PKS di Kabupaten Kampar sebesar 38 MW (15%), sisanya 85% masih terbiarkan. Potensi untuk Kabupaten lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya diberikan pada Tabel-6.

pengolahan Kelapa sawit di PKS Propinsi Riau untuk pembangkit Tenaga Listrik.

No Kabupaten

Fiber&Shell 1099.3 193,5 905,8

LimbahCair 114,9 2,9 112

*Dalam m3/hari

5.STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT.

Pemanfaatan Potensi sumber energi Biomasa dan Biogas dari limbah pengolahan kelapa sawit akan

memberikan keuntungan bagi pemerintah,

perusahaan pengolahan kelapa sawit, PT. PLN dan Masyarakat. Beberapa keuntungan pemanfaatan biogas dan bioma- sa limbah pengolahan kelapa sawit seperti berikut ini.

Pertama, pemanfaatan sumber energi Biogas dan

(5)

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa

Eddon Mufrizon,Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 13

elektrifikasi di perdesaan. Dengan perkiraan kebutuhan per-kepala keluarga sebesar 1.000 watt atau 1300 Volt-Amper (VA, golongan tarif R2) dan rugi daya pada saluran diperkirakan 10%, maka bila dibangun PLTMG biogas dengan memanfaatkan 50% dari potensi daya listrik yang belum digunakan PKS (diasumsikan 50% digunakan sendiri oleh PKS) atau 50% dari 112 MW, maka dengan kapasitas demikian diperkirakan mampu melistriki lebih kurang 54.000 kepala keluarga (KK) atau dapat meningkatkan ratio elektrifikasi sebesar 4,4% (jumlah KK di Propinsi Riau 1.420.547 KK). Demikian juga bila dibangun PLTU biomasa dengan menggunakan 50% sumber energi biomasa yang belum termanfaatkan (50% x 905,8 MW), akan meningkatkan ratio elektrifikasi hingga 35,67%.

Kedua, pemanfaatan sumber energi Biogas dan

Biomasa dari limbah pengolahan kelapa sawit melalui pembangunan PLTMG secara finansial cukup menguntungkan. Berdasarkan data dari berbagai sumber di lapangan, nilai investasi untuk PLTMG lebih kurang USD.2.500/kW dengan biaya

operasi dan perawatan Rp.250/kWh atau

USD.0,26/kWh (Nilai Kurs : Rp.9.500). Jika dibangun PLTMG berkapasitas 1000 kW dengan perkiraan capacity Factor (CF) = 0,8, Penggunaan sendiri (own-use) sebesar 5%, Pajak penghasilan dan lain-lain 15%, Biogas gratis, tanpa biaya depresiasi, tanpa derating factor dan harga jual Rp.935/kWh, maka periode pengembalian (PaybackPeriode) investasi sebesar Rp.23,75 Milyar diperoleh setelah 6 tahun beroperasi.

Ketiga, pemanfaatan biogas dan biomasa dari

limbah sawit akan menghemat penggunaan sumber energi tak-terbarukan, yaitu mencapai 4,37 juta BOE (Barel Oil Equivalent) per-tahun.

Keempat, mendapatkan insentif dari pemerintah

dan mendapatkan kompensasi dari protokol Kyoto akibat pemanfaatan Biogas sebagai energi hijau (green energy) karena dapat mengurangi emisi CO2 di udara.

Untuk meraih keuntungan tersebut, maka diperlu- kan strategi dalam merealisasikannya. Pemerintah sebagai regulator harus memulainya dengan melakukan koordinasi bersama pihak perusahaan PKS, Investor dan PT. PLN melalui pola-pola sebagai berikut :

Pola pertama, pemerintah melalui program CD

(Community Development) atau CSR (Corporate Social Responsibility) meminta perusahaan PKS untuk membangun PLTMG Biogas atau PLTU Biomasa dan menjual tenaga listrik yang dihasilkan

ke PT.PLN sesuai dengan harga pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 04 Tahun 2012, dan PT. PLN menyalurkan listrik ke masyarakat, terutama untuk masyarakat di sekitar PKS.

Pola Kedua, pemerintah meminta kelebihan lim-

bah sawit perusahaan PKS dan mencarikan investor untuk membangun PLTMG Biogas atau PLTU Biomasa, melalui sistem BOT (Built-Own-Transfer) dengan PKS, dan listrik yang dihasilkan dijual sebagian ke PKS dan sisanya ke PT.PLN untuk disalurkan ke masyarakat, terutama masyarakat disekitar PKS.

Pola ketiga, Pemerintah meminta kelebihan lim-

bah sawit kepada PKS dan memberikan penyertaan modal ke BUMD untuk membangun PLTMG-Biogas atau PLTU Biomasa.Listrik yang dihasilkan dijual ke PT. PLN untuk disalurkan ke masyarakat terutama masyarakat di sekitar PKS.

Selanjutnya Pemerintah bekerjasama dengan Perguruan tinggi untuk melakukan penelitian terhadap sumber energi baru-terbarukan dan teknologi energi terbarukan dengan dukungan dana pemerintah (APBN dan APBN) sesuai dengan maksud pasal-20, Pasal-29 dan Pasal-30 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan data dan analisa, maka dalam makalah ini dapat dibuatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Limbah hasil pengolahan kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Propinsi Riau dalam bentuk biogas dan biomasa, dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 1214,2 MW, terdiri dari biomasa (Sabut dan Cangkang) sebesar 1099,3 MW dan dari biogas (limbah cair) sebesar 114,9 MW. Dari total potensi tersebut, yang dimanfaatkan oleh PKS hanya sebesar 193,5 MW (17,6%) dari biomasa dan 2,9 MW (2,5%) dari biogas.

2. Pemanfaatan potensi biomasa dan biogas yang tidak termanfaatkan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dapat membantu untuk meningkatkan ratio elektrifikasi perdesaan sebesar 4,4% dari pemanfaatan Biogas dan 35,67% dari biomasa. 3. Pembangunan PLTMG biogas secara finansial

cukup menguntungkan, dengan tingkat

(6)

4. Untuk mendorong pemanfaatan kelebihan potensi biogas dan biomasa pada PKS di Propinsi Riau, pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi dan melakukan koordinasi secara intensif dan konsisten dengan perusahaan PKS, PT. PLN maupun investor dengan membuat beberapa pola kerjasama yang saling menguntungkan.

DAFTAR REFERENSI

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang

Energi, 10 Agustus 2007.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2012, 31 Januari

2012 tentang harga pembelian tenaga listrik oleh PT.PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik

yang menggunakan energi baru-terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik.

Dinas Perkebunan Propinsi Riau,2010, Laporan

Tahun.

PT. PLN Wil.Riau dan Kepri, 12 Mei 2012,

Organizional Develop- ment, Pekanbaru

PT. Karya Mas Energi, 2012, Pome Biogas Plant,

Bahan Presentasi.

Djiteng Marsudi, 2011, Pembangkitan Energi

Listrik, Penerbit Erlangga jakarta

Kasmir, Jakfar, 2003, Studi Kelayakan Bisnis,

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan nama tokoh sebagai namanya. Karya tulis ini diharapkan akan dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang nama-nama jalur di Kuantansingingi yang

Adapun maksud dari penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui lokasi dan keadaan tempat penelitian, memperoleh data, serta memperoleh gambaran secara umum

Data gambar lengan, kerah dan gambar depan kaos dapat diganti atau diperbarui oleh admin, dengan kata lain aplikasi terkoneksi dengan database sehingga admin

Dampak dari pemalsuan umur pernikahan bagi masyarakat Dusun Cungkingan, Desa Badean, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi ... Analisis Data

Modul Bahan Teknik Dasar merupakan perangkat pembelajaran untuk matakuliah Bahan Teknik Dasar, berdasarkan kurikulum tahun 2009. Modul ini merupakan salah satu

It is concluded that fraction of hexane extract of carica papaya seeds can decrease the mean number of cells spermatogonia A, spermatocyte of primary pakhiten, spermatid,

Pembinaan terhadap Direktur Jenderal Pelaksanaan Kegiatan Energi Baru, Usaha Bidang Energi Terbarukan, dan Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Konservasi Energi..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan dan perencanaan laba Hotel Sintesa Peninsula Manado secara keseluruhan dengan menggunakan analisis