• Tidak ada hasil yang ditemukan

118 KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "118 KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PALU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

118

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PALU

Tiffani Sh. Kairupan*, Taufiq Pasiak**, Valentino Lumowa**

*Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ** Dosen Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam membangun hubungan yang baik antara tenaga medis dan pasien. Hubungan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien tidak lepas dari peran komunikasi itu sendiri. Komunikasi yang diberikan bukanlah komunikasi sosial biasa, melainkan komunikasi terapeutik yang merupakan komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien yang dilakukan secara sadar dan bertujuan untuk kesembuhan pasien. Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif deskriptif. Informan penelitian ialah dokter dan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Daerah Madani Palu, dimana peneliti menentukan empat orang dokter, satu informan perwakilan manajemen rumah sakit dan satu orang pasien dari masing-masing ruang rawat inap VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III sebagai informan. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terpimpin, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi terapeutik dokter terhadap pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Daerah Madani sudah berjalan dengan cukup baik, namun masih ada beberapa masalah yang timbul. Dokter yang bekerja di Rumah Sakit Daerah Madani Palu belum memiliki pemahaman yang benar akan komunikasi terapeutik, belum pernah diadakannya suatu sosialisasi terkait komunikasi terapeutik terhadap dokter di Rumah Sakit Daerah Madani Palu, perbedaan bahasa dan pengetahuan merupakan kendala utama saat dokter melakukan komunikasi yang baik, khususnya dalam komunikasi terapeutik, dokter-dokter merasa perlu adanya suatu tim khusus yang bertanggung jawab terhadap kondisi psikologis pasien yang di rawat di Rumah Sakit Daerah Madani Palu.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik

ABSTRACT

Communication is a very important element in building a good relationship between doctor and patients. A good relationship between the two is not build by the usual communication. It is build by therapeutic communication, which is the communication between a doctor and patient consciously with the aim to achieve patient’s well being and healthiness. The type of research is qualitative descriptive research with case study approach. The informant are doctors and patients in the patient wards of Madani Hospital Palu, which consist of four doctors and one patient each from VIP ward, 1st Class, 2nd Class, and 3rd Class patient wards. The data in this research is based on indepth interview, focus group discussion, and observation. The result shows that the therapeutic communication between doctor and patient of the patient wards in Madani Hospital, Palu is quite well achieved, but there are still some certai issues being faced by doctors. There are still some doctors with the lack of knowledge about therapeutic communciation, never have the hospital ever socialized therapeutic communication to the doctors currently working there, there are some patients that did not use Bahasa Indonesia during their stay in the hospital which made a huge gap between doctors and their patients. The doctor in Madani Hospital felt the need to create a team that focus on patient’s psychology during their stay.

(2)

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu

kebutuhan yang mendasar untuk setiap

manusia. Kesehatan diperlukan agar

manusia dapat bertumbuh dan

beraktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan

ini, rumah sakit merupakan salah satu

sarana yang dibutuhkan oleh setiap

manusia, sehingga rumah sakit sebagai

wadah sosial tidak terpisahkan dengan

hubungan timbal balik. Dalam proses

hubungan timbal balik antara tenaga

kesehatan dan pasien di rumah sakit,

perlu dibangun hubungan saling percaya

yang berlandaskan keterbukaan dan

pengertian akan kebutuhan, harapan, dan

kepentingan masing-masing melalui

komunikasi.

Komunikasi merupakan unsur

yang sangat penting dalam membangun

hubungan yang baik antara tenaga medis

dan pasien. Komunikasi adalah suatu

proses transfer pesan dari satu orang

kepada yang lain dengan tujuan untuk

memberitahu, mengubah sikap,

pendapat, atau perilaku secara langsung

maupun tidak (Effendi, 2003).

Hubungan kerjasama yang baik

antara dokter dan pasien tidak lepas dari

peran komunikasi itu sendiri.

Komunikasi yang diberikan bukanlah

komunikasi sosial biasa, melainkan

komunikasi terapeutik yang merupakan

komunikasi antara tenaga kesehatan dan

pasien yang dilakukan secara sadar dan

bertujuan untuk kesembuhan pasien

(Yulifah dan Yuswanto, 2009).

Keberhasilan komunikasi antara tenaga

kesehatan dan pasien umumnya akan

melahirkan kenyamanan dan kepuasan

bagi kedua pihak.

Komunikasi diharapkan dapat

mengatasi kendala yang ditimbulkan

oleh kedua pihak, pasien dan tenaga

kesehatan. Opini yang menyatakan

bahwa mengembangkan komunikasi

dengan pasien hanya akan menyita waktu

dokter dan perawat, tampaknya harus

diluruskan. Sebenarnya bila tenaga

kesehatan dapat membangun hubungan

komunikasi yang efektif dengan

pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat

dihindari. Kondisi ini amat berpengaruh

pada proses penyembuhan pasien

selanjutnya. Pasien merasa tenang dan

aman ditangani oleh dokter dan perawat

sehingga akan patuh menjalankan

petunjuk dan nasihat dokter karena yakin

bahwa semua yang dilakukan adalah

untuk kepentingan dirinya. Pasien

percaya bahwa dokter dan perawat

tersebut dapat membantu menyelesaikan

masalah kesehatannya. (Wasisto dkk,

2006)

Kurtz (1998) menyatakan bahwa

komunikasi terapeutik justru tidak

memerlukan waktu lama. Komunikasi

terapeutik terbukti memerlukan lebih

sedikit waktu karena tenaga kesehatan

(3)

120

Dalam pemberian pelayanan kesehatan,

adanya komunikasi yang efektif antara

tenaga kesehatan dan pasien merupakan

kondisi yang diharapkan sehingga dokter

dapat melakukan manajemen

pengelolaan masalah kesehatan bersama

pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

Dari penelitian mengenai

kepuasan pasien yang telah dilakukan

oleh Wirawan (Fandizal, 2008) di RSUD

Soetomo Jawa Timur, sebanyak 83%

merasa tidak puas dengan pelayanan

keperawatan yang diterima, yaitu dalam

hal komunikasi. Wirawan menguraikan

bahwa 66,7% pasien merasa perawat

kurang perhatian dan 33,3%

menunjukkan sikap yang tidak ramah.

Penelitian serupa dilakukan oleh Huda

(2010) tentang hubungan komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat

kepuasan pasien di RS Bunda Margonda

Depok. Hasilnya tingkat kepuasan klien

sangat dipengaruhi oleh komunikasi

terapeutik perawat, dari 31 pasien

sebagai responden didapatkan 19 pasien

(61,3 %) menyatakan puas dan 12 pasien

(38,7 %) menyatakan kurang puas.

Merujuk hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rorie dkk (2014) di

Ruang Rawat Inap Irina A RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado mengenai

kepuasan pasien berdasarkan

keterampilan komunikasi terapeutik

perawat, ditemukan bahwa jumlah pasien

yang merasa puas 47 orang (70,1%).

Yang merasa kurang puas dengan

komunikasi terapeutik perawat ialah

sebanyak 20 orang (29,9%).

Berdasarkan survei awal peneliti di

Rumah Sakit Daerah Madani Palu,

peneliti menemukan beberapa masalah

komunikasi pada pelayanan kesehatan

antara dokter dengan pasien rawat inap.

Beberapa pasien sering merasa bahwa

dirinya belum sembuh, namun telah

dinyatakan sembuh dan diperbolehkan

untuk pulang oleh dokter, sehingga

sering pasien pulang dengan

ketidakpuasan terhadap pelayanan

dokter. Pasien lainnya juga mengeluh

kurangnya perhatian dokter selama masa

perawatan. Pada rumah sakit ini juga,

beberapa kali ditemukan

kesalahan-kesalahan diagnosis dan identitas pasien

saat melakukan visite atau tindakan.

Karena fenomena yang terjadi inilah

yang mendorong penulis untuk meneliti

mengenai komunikasi terapeutik dokter

terhadap pasien di Rumah Sakit Daerah

Madani Palu.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metode

penelitian kualitatif deskriptif dengan

menggunakan metode studi kasus.

Informan penelitian ialah dokter dan

pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit

Daerah Madani Palu, dimana peneliti

menentukan empat orang dokter dan satu

(4)

rawat inap VIP, Kelas I, Kelas II, dan

Kelas III sebagai informan. Seluruh

informan diharapkan kooperatif dan

memiliki keterbukaan dalam wawancara,

serta kedua kelompok informan telah

melakukan interaksi komunikasi

(kunjungan pasien atau tindakan)

sebanyak minimal dua kali. Teknik

pengambilan data yang digunakan adalah

dengan wawancara mendalam, diskusi

kelompok terpimpin, dan observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komunikasi terapeutik merupakan suatu

dasar dari suatu hubungan interaktif

antara pemberi pelayanan kesehatan dan

pasiennya. Hal ini memerlukan suatu

kesempatan untuk membangun

hubungan yang baik, mengerti apa yang

dialami pasien, merumuskan intervensi

yang akan dilakukan kepada pasien

sehingga mengoptimalkan pelayanan

kesehatan di rumah sakit (Younis, 2015).

Komunikasi terapeutik

melibatkan suatu pertukaran informasi

pada dua tingkat, yaitu verbal atau

nonverbal. Pada komunikasi terapeutik,

pesan dikirim dan diterima secara

bersamaan. Komunikasi verbal

mencakup penyusunan kata-kata ke

dalam kalimat, isi dan konteksnya.

Komunikasi nonverbal mencakup sikap

dalam memberi pesan verbal, seperti

sikap tubuh, ekspresi wajah, tatap mata,

intonasi suara, dan sebagainya (Sherko

dkk, 2013).

Dalam penelitian yang dilakukan

di Rumah Sakit Daerah Madani Palu,

pemahaman akan pengertian komunikasi

terapeutik di kalangan dokter masih

kurang. Para dokter yang diwawancarai

menganggap komunikasi terapeutik

hanya sebatas komunikasi dokter-pasien

biasa saja. Satu dari antara

informan-informan tersebut, tidak tahu apa yang

dimaksud dengan komunikasi terapeutik.

Pengetahuan mengenai komunikasi

terapeutik ini merupakan dasar yang

sangat penting dalam melakukan

pelayanan kesehatan. Menurut Flickinger

dkk (2013), komunikasi dokter-pasien

yang benar akan meningkatkan

keterlibatan pasien dalam perawatan

penyakit. Selain itu, aplikasi komunikasi

yang baik antara dokter-pasien akan

meningkatkan kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan dan kepatuhan

terkait pengobatan, sehingga akan

meningkatkan kesembuhan (Garg dkk,

2016).

Pada wawancara, salah satu

penyebab kurangnya pengetahuan dokter

mengenai komunikasi terapeutik

dokter-pasien ini ialah karena hal ini tidak

pernah disosialisasikan oleh pihak

Rumah Sakit Daerah Madani Palu secara

khusus. Menurut Astuti (2009) pelatihan

komunikasi terapeutik berpengaruh

(5)

122

ketrampilan dalam melakukan

komunikasi terapeutik di pelayanan

kesehatan. Selain itu, menurut Fong Ha

dkk (2010), tidak ada dokter yang terlahir

dengan kemampuan berkomunikasi yang

baik. Namun, seorang dokter dapat

mengerti mengenai teori komunikasi

yang baik antara dokter-pasien, belajar

dan latihan, serta mampu untuk

memodifikasi cara berkomunikasi

mereka jika ada motivasi yang cukup,

kesadaran diri, dan latihan.

Tujuan akhir dari setiap

komunikasi dokter-pasien ialah untuk

meningkatkan perbaikan kesehatan

pasien (Fong Ha dkk, 2010). Studi

tentang komunikasi dokter-pasien telah

menunjukkan ketidakpuasan, bahkan

ketika dokter menganggap komunikasi

yang terjadi adekuat atau bahkan sangat

baik. Dokter cenderung merasa lebih

dengan kemampuannya berkomunikasi.

Tounge dkk (2005) melaporkan bahwa

75% ahli ortopedi yang menjadi sampel

penelitian, percaya bahwa mereka telah

berkomunikasi dengan baik dan

memuaskan pasien, namun kenyataanya

hanya 21% pasien yang merasa puas

dengan komunikasi dokter-pasien.

Dalam berkomunikasi

terapeutik, dokter-pasien harus memiliki

batasan profesional guna untuk

pengobatan pasien. Beberapa hal yang

harus diperhatikan oleh dokter saat

berkomunikasi dengan pasien, yaitu nada

dan fokus pembicaraan. Beberapa studi

menyatakan bahwa pasien lebih

menghargai pelayanan kesehatan setelah

memiliki hubungan baik dengan dokter,

mendapat penjelasan tentang gejala dan

informasi tentang pengobatan yang

dijalankan, bertanya dan mendiskusikan

ide mereka dengan dokter, serta merasa

terlibat dengan dokter dalam

meningkatkan perbaikan kesehatan

pasien itu sendiri (Sherko dkk, 2013).

Pada pelaksanaan Diskusi

Kelompok Terarah, dapat ditarik

kesimpulan bahwa selama ini,

dokter-dokter yang mengikuti diskusi,

melakukan komunikasi dengan pasien

hanya dalam tingkatan minimal. Menurut

kesimpulan diskusi tersebut, dokter

hanya akan melakukan komunikasi

sesuai standar saja, yaitu sebatas

menjelaskan kepada pasien mengenai

penyakitnya. Jenis komunikasi seperti

hal tersebut berbeda dengan komunikasi

yang bersifat terapeutik karena

komunikasi antara dokter dan pasien

yang bersifat terapeutik ialah komunikasi

yang dilakukan dengan tujuan

memperbaiki emosi pasien (Rifsa, 2014).

Menurut Mjaaland dkk (2011),

emosi negatif yang diekspresikan oleh

pasien adalah suatu manifestasi dari

suasana hati yang tidak menyenangkan

atau kekhawatiran yang jelas. Respon

dari tenaga kesehatan dalam menangani

(6)

menjamin keberhasilan dalam konsultasi

pasien kepada dokter. Menurut penelitian

dari Mjaaland dkk ini, ketika pasien

menunjukkan emosi negatif, dokter di

rumah sakit cenderung menarik diri

untuk terlibat dalam komunikasi

emosional dengan pasien.

Penarikan diri terhadap pasien

dengan emosi negatif terjadi juga di

Rumah Sakit Daerah Madani Palu ini.

Berdasarkan hasil diskusi, ditemukan

bahwa beberapa dokter memilih untuk

menjelaskan kepada keluarga mengenai

penyakit pasien dan bukan langsung

kepada pasien. Hal inilah yang

ditekankan oleh Mjaaland dkk (2011)

agar dapat dihindari oleh dokter. Dokter

harus terampil dalam menjelaskan

keadaan pasien yang sebenar-benarnya

tanpa mengesampingkan keadaan

emosional pasien.

Menurut Narenjiha dkk (2012),

interaksi dokter-pasien memegang peran

penting dalam kepuasan pasien, hasil

pengobatan, biaya pengobatan, dan

komplain pasien terhadap dokter dan

pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien

akan meningkat sesuai dengan kualitas

penjelasan dokter dalam melakukan

suatu pemeriksaan, kesabaran, dan

kemampuan komunikasi yang baik.

Pernyataan ini sesuai dengan pendapat

para informan pendukung, yaitu pasien.

Berdasarkan wawancara, pasien

meresponi positif terhadap dokter yang

menjelaskan mengenai keadaan pasien

dengan kombinasi komunikasi non

verbal yang baik.

Dari hasil observasi peneliti,

komunikasi verbal terhambat pada

beberapa pasien yang tidak mengerti

Bahasa Indonesia. Umumnya pasien

yang masuk di Rumah Sakit Daerah

Madani Palu berasal dari suku Kaili dan

tidak mengeri Bahasa Indonesia.

Beberapa pasien harus diterjemahkan

oleh keluarganya (jika ada) dan oleh

perawat yang mengeri bahasa Kaili. Hal

ini merupakan salah satu kendala yang

dikeluhkan pada saat diskusi kelompok,

dimana semua dokter berpendapat bahwa

masalah bahasa adalah masalah yang

paling sering ditemui saat melakukan

komunikasi dengan pasien. Masalah

bahasa juga terjadi pada dokter-dokter

yang menggunakan bahasa dari daerah

asalnya kepada pasien.

Masalah bahasa merupakan

masalah yang sangat sering terjadi pada

komunikasi, entah itu komunikasi

terapeutik ataupun komunikasi pada

umumnya. Menurut Tamsuri (2006),

Bahasa dan gaya bicara sangat

dipengaruhi oleh latar belakang budaya.

Budaya inilah yang akan membatasi cara

berkomunikasi seseorang. Hal ini juga

sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nurdianti (2014). Menurutnya,

perbedaan bahasa adalah hambatan

(7)

124

bahasa yang dipergunakan tidak jelas

sehingga mempunyai arti lebih dari satu,

simbol yang digunakan antara si

pengirim dengan si penerima tidak sama

atau bahasa yang dipergunakan terlalu

sulit.

Selain itu, menurut hasil diskusi,

budaya dan pengetahuan pasien akan

kesehatan yang kurang memengaruhi

lancarnya komunikasi dokter-pasien.

Menurut dokter, pasien sulit untuk

menerima penjelasan mengenai pilihan

pengobatan dan terapi untuk pasien

karena pasien lebih percaya pada pilihan

terapi alternatif lainnya. Hal ini terjadi

karena sebagian besar pasien yang datang

berobat umum di Rumah Sakit Daerah

Madani berasal dari suku Kaili dan

menggunakan bahasa Kaili.

Bahasa Kaili adalah bahasa yang

sangat unik dan telah merambat ke

seluruh pelosok Sulawesi Tengah.

Diketahui bahwa di dalam bahasa Kaili

terhimpun lebih dari 20 macam bahasa, antara lain Ledo, Rai, Unde, Tara, Da’a, Doi, Edo, Inde, Ado, Ija, dan sebagainya.

Keragaman bahasa inilah yang membuat

dokter-dokter sulit untuk mempelajari

dan mengerti bahasa yang sering

digunakan oleh pasien, khususnya pasien

lansia yang dari kecil terbiasa dengan

bahasa Kaili.

Selain hambatan dalam

komunikasi verbal, ada juga hambatan

dalam komunikasi non verbal. Pada

observasi yang dilakukan oleh peneliti,

beberapa dokter tidak konsisten dengan

komunikasi non verbal. Saat

mengunjungi pasien pertama, dokter

memiliki komunikasi non verbal yang

berbeda dengan pasien yang kesekian.

Peneliti memperhatikan beberapa dokter

mulai mengurangi kontak mata dan

mengurangi kesempatan pasien bertanya

ketika sudah mengunjungi pasien yang

kesekian. Hal ini terjadi khususnya pada

dokter yang bertanggung jawab atas

jumlah pasien yang banyak, sehingga

berbeda kualitas komunikasi pada pasien

yang pertama dan pasien yang kesekian.

Menurut hasil diskusi kelompok,

rumah sakit sebaiknya membentuk suatu

tim, dimana tim ini dikepalai oleh dokter,

namun anggotanya bukan seorang dokter

(pemuka agama, tokoh masyarakat, dsb).

Menurut dokter, pasien akan lebih

terbuka jika ada orang-orang yang bisa

berkomunikasi dengan bahasa pasien

sendiri tanpa ada tekanan posisi yang

lebih tinggi seperti dokter-pasien. Tim

tersebut kemudian akan melakukan

kunjungan kepada pasien dengan

memperbaiki keadaan psikologis pasien

yang ada di rumah sakit. Hal ini berkaitan

erat dengan pengalaman-pengalaman

yang dialami oleh dokter sebelumnya.

Menurut hasil diskusi, dokter-dokter

memiliki pengalaman memperburuk

emosi dan psikologis pasien dalam

(8)

mengenai prognosis. Dokter lebih

memilih untuk berkomunikasi dengan

keluarga pasien daripada dengan pasien

langsung.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Proses komunikasi terapeutik dokter

terhadap pasien di Rumah Sakit

Daerah Madani Palu sudah berjalan

dengan cukup baik karena sebagian

besar dokter melakukan komunikasi

verbal dan non verbal sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh pasien.

Jalannya komunikasi terapeutik ini

masih belum konsisten kepada

seluruh pasien karena pada beberapa

pasien. Komunikasi yang terjadi

antara dokter dan pasien hanya

sebatas standar komunikasi biasa

saja dan dikeluhkan oleh pasien.

2. Beberapa masalah yang menjadi

hambatan terjadinya komunikasi

terapeutik yang baik di Rumah Sakit

Daerah Madani Palu ini ialah sebagai

berikut.

a. Dokter yang bekerja di Rumah

Sakit Daerah Madani Palu belum

memiliki pemahaman yang

benar akan komunikasi

terapeutik

b. Belum pernah diadakannya suatu

sosialisasi terkait komunikasi

terapeutik terhadap dokter di

Rumah Sakit Daerah Madani

Palu.

c. Perbedaan bahasa dan

pengetahuan merupakan kendala

utama saat dokter melakukan

komunikasi yang baik,

khususnya dalam komunikasi

terapeutik.

d. Dokter-dokter merasa perlu

adanya suatu tim khusus yang

bertanggung jawab terhadap

kondisi psikologis pasien yang di

rawat di Rumah Sakit Daerah

Madani Palu.

SARAN

Dari penelitian ini maka sebagai saran

atas hasil penelitian, perlu adanya

beberapa masukan terhadap proses

komunikasi terapeutik dokter terhadap

pasien di Rumah Sakit Daerah Madani

Palu bagi rumah sakit itu sendiri, dokter,

dan penelitian selanjutnya.

1. Bagi Rumah Sakit Daerah Madani

Palu

a. Pentingnya melakukan suatu

sosialisasi baik berupa pelatihan

ataupun seminar kepada

dokter-dokter terkait hal komunikasi

terapeutik.

b. Perlu disusunya suatu standar

khusus yang mengatur tentang

komunikasi terapeutik

(9)

126

c. Perlu mempertimbangkan

pembentukan suatu tim yang

memfokuskan pelayanan kepada

kondisi psikologis pasien di

ruang rawat inap.

2. Bagi Dokter

a. Perlu memahami lebih dalam

mengenai komunikasi terapeutik

dokter-pasien dan melakukan

aplikasi yang sesuai baik dalam

komunikasi verbal dan non

verbal, serta dalam tahapan

komunikasi terapeutik.

b. Perlu mempertimbangkan untuk

mempelajari bahasa daerah Kaili

untuk mempermudah jalannya

komunikasi, khususnya

komunikasi terapeutik pada

pasien di ruang rawat inap.

c. Perlu memiliki empati lebih

terhadap pasien yang di rawat di

ruang rawat inap dan lebih peduli

mengenai kepuasan pelayanan

pasien.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai keefektifan tim

yang bertanggung jawab atas

keadaan psikologis pasien.

b. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif, sebaiknya

dilakukan penelitian yang lebih

mendalam dengan menggunakan

metode penelitian lainnya

terhadap variabel komunikasi

terapeutik dokter-pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fong Ha, J., N. Longnecker. 2010.

Doctor-Patient Communication: A Review. The Ochsner Journal 10:38–43.

Huda, I.K, dkk. 2009. Hubungan

Komunikasi Terapeutik Perawat

dengan Tingkat kepuasan Selama

di Rawat Di Ruang Penyakit

Dalam Lt.3 Rumah Sakit Bunda

Depok. Jurnal Kesehatan Universitas Indonesia.

Kurtz, S., J. Silverman & J. Drapper.

1998. Teaching and Learning Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.

Mjaaland, TA., A. Finset, BF. Jensen, P.

Gulbrandsen 2011. Physicians' responses to patients' expressions of negative emotions in hospital consultations: a video-based observational study. Elsevier vol 84 issue 3.

Narenjiha, M., S. Haghighat, H.

Bahaddor, J. Shajari, S. Jameie.

(10)

Nurdianti, S. 2014. Analisis

Faktor-faktor Hambatan Komunikasi

dalam Sosialisasi Program

Keluarga Berencana pada

Masyarakat Kebon Agung

Samarinda. eJournal lmu

Komunikasi, 2(2): 145-159.

Rifsa, U. J., E. E. Lubis. 2014. Teknik Komunikasi Terapeutik Dokter Sebagai Upaya Memotivasi Pasien Kanker Payudara di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Universitas Riau, Pekanbaru.

Sherko, E., E. Sotiri, E. Lika.

Therapeutic Communication. 2013. Review Article. European Journal of Bioethics vol 4. No 7.

Tamsuri, A. 2006. Komunikasi dalam

Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tongue, J., H. Epps, L. Forese. 2005.

Research-based, Easily Learned Techniques for Medical Interviews that Benefit Orthopaedic Surgeons and Their Patients. The Journal of Bone & Joint Surgery vol. 87-A No.

3.

Wasisto, B., G. Sudjana, dkk. 2006.

Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:Konsil Kedokteran

Indonesia.

Younis, J., S. Mabrouk, F. Kamal. 2015.

Effect of the Planned Therapeutic Communication Program on Therapeutic Communication Skills

of Pediatric Nurses. Journal of Nursing Education and Practice vol.

5 no. 8.

Yulifah, R. & Yuswanto. 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dasar memilih metode atau sistem komunikasi augmentative antara lain menilai potensi bicaranya selain wicara artinya potensi bicara verbal sangat minimal,

Makalah ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai sedekah desa yang mewujud dalam tradisi ritual unik yang telah menjadi komoditas budaya masyarakat Banyuwangi,

Mengumumkan Rencana Umum Psngadaan Barang4asa untuk pelaksanaan k€giatan tahun anggara 2012, sep€rtiterssbut di beweh ini:..

[r]

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pengguna jasa laundry pakaian serta pertanggungjawaban pihak pelaku usaha

• Daerah tangkapan air yang baik, berasal dari hujan maupun lanjutan dari zona proksimal.. • Zona ini masih berbahaya karena ketika erupsi masih bisa terkena

Rancang Bangun Dump Truck dengan Pergerakan Dump Ke Belakang, Ke Samping Kiri dan Ke Samping Kanan Menggunakan Sistem Pneumatic dengan Kapasitas Muatan 5 Kg Laporan

Dalam penerbitan JURNAL ENERGI DAN MANUFAKTUR Volume 9 Nomor 2 ini, disajikan 15 artikel, dalam berbagai topik meliputi aplikasi destilasi air energi surya, bahan bakar dan