• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Role of Teaching Problem Based Learning to Develop Students Mathematic Communication Skill

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "The Role of Teaching Problem Based Learning to Develop Students Mathematic Communication Skill"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

127

PERANAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH

(The Role of Teaching Problem Based Learning to Develop Students Mathematic Communication Skill)

Oleh: Zetriuslita*)

*) Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR

ABSTRACT

Mathematic Communication skill is an important skill for Mathematic learners, in fact todays teaching learning math rarely focus on it. Thus, this competence is still categorised into low. Therefore, the research purpose is to expose theoretically about mathematic communication skill into teaching problem based learning approach, which is assumed having strong contribution on it. The analysis shows that mathematic communication skill can be develop through teaching problem based learning approach. It trains mathematic communication skill to its higher thinking level. Through mathematic communication, students can organizer their math thinker verbal and non-verbal. Here, teaching problem based learning can develop mathematic communication skill indicators. In conclusion, Problem based learning can develop mathematic communication to be a higher thinker.

Keywords: Mathematic,communication, problem based learning

PENDAHULUAN

Pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan agar manusia dapat memiliki keterampilan dan mengembangkan dirinya dalam menjalani hidup bermasyarakat. Salah satu penguasaan yang diperlukan adalah penguasaan di bidang matematika.

Menyikapi hal ini, penguasaan matematika tidak cukup hanya dimiliki oleh sebagian orang saja. Setiap individu perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu untuk dapat berkiprah di masyarakat, sebagai warga negara, Penguasaan yang dimaksud bukanlah penguasaan matematika sebagai ilmu, melainkan penguasaan akan kecakapan matematika. Penguasaan matematika seperti ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kecakapan hidup dan diperlukan untuk dapat memahami

dunia di sekitarnya, mampu bersaing, dan berhasil dalam karir (Herman, 2007:1). Salah satu penguasaan dalam kecakapan matematika adalah kecakapan dalam mengkomunikasikan matematika itu sendiri dalam istilahnya dinamakan kemampuan komunikasi matematis. Menurut Suriasumantri (1980) dalam PPPG Matematika tahun 2004 bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan (Depdiknas 2004) . Dapat dipahami bahwa matematika tidak dapat dipisahkan dari komunikasi itu sendiri

(2)

128 matematika dengan pemahaman,

mampu mengembangkan bahasa dan simbol matematika sehingga dapat mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan, mampu menggambarkan secara visual dan merefleksikan gambar atau diagram ke dalam ide matematika, mampu merumuskan dan mampu memecahkan masalah melalui penemuan (Tanti,2007). Melalui komunikasi, siswa dapat

mengeksplorasi dan

mengkonsolidasikan pemikiran matematisnya, pengetahuan dan pengembangan dalam memecahkan masalah dengan menggunakan bahasa matematis dapat dikembangkan sehingga komunikasi matematis siswa dapat dibentuk. Menurut Hirschfeld (2008) dalam Pratiwi,dkk (2013) bahwa komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Untuk mencapainya, perlu mengembangkan pembelajaran matematika yang membangun komunikasi dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. Ini sejalan dengan tujuan umum pembelajaran matematika yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics) (NCTM ,2000 dalam Somakin ,2007)

Tujuan umum di atas juga sejalan BSNP (2006:346) bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Namun kenyataan di sekolah menengah, pengembangan kemampuan komunikasi matematis ini tidak begitu mendapat perhatian, baik dari guru maupun dari pihak sekolah, sehingga berdampak pada kompetensi siswa yang rendah. Dari hasil penelitian sebelumnya dan analisis di lapangan, ada beberapa masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Masalahnya diantaranya yaitu seperti hasil penelitian berikut ini : 1) Siswa sulit menuliskan atau

memodelkan apa yang diketahui, yang ditanya dari soal yang diberikan.

(3)

129

3) Siswa sulit mengomunikasikan informasi visual terutama dalam mengomunikasikan sebuah lingkungan tiga dimensi (misalnya, sebuah bangunan terbuat dari balok kecil) melalui alat dua dimensi (misalnya, kertas dan pensil) atau sebaliknya (Herdian, 2013)

4) Siswa tampaknya kesulitan dalam mengartikulasikan alasan dan memahami bacaan (Osterholm,2006 dalam Pratiwi dkk,2012)

5) Kemampuan berkomunikasi secara matematis masih menjadi titik lemah siswa dalam pembelajaran matematika (Armiati (2011), Ibrahim (2011), Sabirin (2011)

6) Jika kepada siswa diajukan suatu pertanyaan, pada umumnya reaksi mereka adalah menunduk, atau melihat kepada teman yang duduk di sebelahnya. Mereka kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengomunikasikan ide yang dimiliki karena takut salah dan ditertawakan teman (Fauzan, 2008 dalam Izzati,2010).

Lebih jauh Fauzan (2008 dalam Izzati,2010) mengemukakan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan adanya “pergeseran” tujuan pembelajaran matematika. Guru-guru matematika cenderung

“melupakan” tujuan yang tercantum dalam kurikulum sewaktu merancang pembelajaran. Akibatnya, indikator-indikator pencapaian yang dirumuskan dalam rencana pembelajaran lebih banyak berbentuk pemahaman fakta-fakta dan konsep-konsep matematik. Di samping itu, guru juga lebih terfokus untuk menyajikan materi dan soal-soal yang kiranya nanti akan muncul dalam ujian (dalam ujian blok, ujian semester, dan UAN), yang

biasanya miskin dengan soal- soal komunikasi.

Dari masalah-masalah yang dikemukakan dan tujuan yang diharapkan ada titik temunya, artinya masalah dapat diselesaikan sehingga gap antara harapan dan masalah yang ada dapat diselesaikan. Salah satu alternatif yaitu melaksanakan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, yaitu pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan pembelajaran berpusat pada siswa, salah satunya adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

PBM adalah pembelajaran konstruktivis yang berpusat pada siswa berdasarkan analisis, pemecahan dan diskusi dari masalah yang diberikan (Cazzola, 2008:1). Juga PBM adalah salah satu pendekatan yang berpusat pada siswa yang mengajak siswa dalam penyelidikan masalah kompleks otentik. Dalam PBM, siswa mempelajari isi pokok bahasan dengan mengidentifikasi dan memecahkan masalah otentik disiplin (Levin, 2001; Hallinger, 2005;Peggy A Ertmer 2005-2006).

Pendekatan yang paling sesuai berkaitan dengan mencapai tujuan ini dalam proses belajar mengajar adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Dasar PBM berakar pada prinsip Dewey "learning by doing and experiencing” (Dewey, 1938; Orhan Akınoğlu and

Ruhan Özkardeş Tandoğan, 2006).

(4)

130 Dewey yaitu 1) mengkaitkan bahan

pelajaran dengan situasi dunia nyata, 2) mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya/manfaatnya, 3) strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah.

Dalam kurikulum 2013, PBM merupakan salah satu model pembelajaran yang diharapkan digunakan guru dalam pembelajaran di samping model pembelajaran berbasis proyek (PjBL) dan Discovery Learning (DL). PBM merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar.

Dalam kelas yang menerapkan PBM, siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). 1) Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBM, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat

mengembangkan hubungan

interpersonal dalam bekerja kelompok. Langkah-langkah PBM yang disampaikan oleh Dewey dalam Komalasari (2013) yang memaparkan 6 langkah yaitu:

1. Merumuskan masalah. Guru membimbing siswa untuk

menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.

2. Menganalisis masalah. Langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3. Merumuskan hipotesis. Langkah

siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4. Mengumpulkan data. Langkah

siswa mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5. Pengujian hipotesis. Langkah siswa dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

(5)

131

diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

Kemampuan Komunikasi Matematis 1. Pengertian Kemampuan

Komunikasi Matematis

a. Komunikasi matematika adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan (ILOs-The Intended Learning Outcomes, dikutip Armiati 2011)

b. Komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah,

kemampuan siswa

mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. (Soemarmo, 2013)

c. Komunikasi matematis adalah cara untuk menyampaikan ide-ide pemecahan masalah, strategi, baik secara tertulis mapun secara lisan. d. Komunikasi matematis adalah

kemampuan mengkonstruksi kemudian menyajikan ide-ide matematika secara grafis, kata-kata/tulisan, persamaan, tabel, dan atau gambar-gambar geometrik sehingga dapat dihasilkan pemecahan masalah yang dapat dipahami.

e. NCTM (2000) Komunikasi matematika adalah cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan dan mengkonstruksi ide-ide pemecahan masalah dengan menyajikan ide-ide tersebut secara grafis, model matematika, tabel dan persamaan baik secara tertulis maupun lisan.

Ketika siswa tertantang untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka untuk lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk meyakinkan dengan jelas dan tepat dalam penggunaan bahasa matematika. Penjelasan harus mencakup argumen matematika dan alasan-alasan, bukan hanya deskripsi prosedural atau ringkasan. Mendengarkan penjelasan lain memberi peluang siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri.

Menurut Hirald dalam Pratiwi dkk (2011:526) bahwa melalui komunikasi, siswa dapat

mengeksplorasi dan

mengkonsolidasikan kemampuan pemikiran matematisnya. Komunikasi merupakan bagian dari matematika dan pendidikan matematika. Juga pernyataan ini didukung oleh Wahyudin (2008: 42-43) bahwa komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi dan perombakan. Para siswa mendapat kesempatan berbicara, menyimak, menulis dan membaca di dalam kelas-kelas matematika mendapat keuntungan ganda, mereka berkomunikasi untuk belajar matematika dan belajar berkomunikasi secara matematis.

(6)

132 matematis, juga dikemukakan oleh

Peressini dan Bassett (NCTM,1989). Mereka berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Ini berarti, komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Memperkuat pendapat Guerreiro, Lindquist (NCTM,1989) mengemukakan, jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika.

Ada dua alasan penting mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya merupakan alat berpikir yang membantu kita untuk menemukan pola, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan, tetapi juga sebuah alat untuk mengomunikasikan pikiran kita tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Bahkan, matematika dianggap sebagai "bahasa universal" dengan simbol- simbol dan struktur yang unik. Semua orang di dunia dapat

menggunakannya untuk

mengomunikasikan informasi matematika meskipun bahasa asli mereka berbeda.

Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Dalam proses belajar dan mengajar, sangat

penting mengemukakan pemikiran dan gagasan itu kepada orang lain melalui bahasa. Pada dasarnya pertukaran pengalaman dan ide ini merupakan proses mengajar dan belajar. Tentu saja, berkomunikasi dengan teman sebaya sangat penting untuk pengembangan keterampilan berkomunikasi sehingga dapat belajar berfikir seperti seorang matematikawan dan berhasil menyelesaikan masalah yang benar-benar baru.

2. Indikator Kemampuan

Komunikasi Matematis

Indikator komunikasi matematis menurut Sumarmo (2013: 5): a. menghubungkan benda nyata,

gambar, dan diagram ke dalam idea matematika.

b. menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar

c. menyatakan situasi ke dalam bahasa matematika

d. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis matematika

e. membaca presentasi matematika tertulis

f. membuat konjektur, argumen, mendefinikan dan generalisasi g. menjelaskan/bertanya tentang

matematika.

Sedangkan indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989: 214) adalah:

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

b. Kemampuan memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

(7)

133

matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

PEMBAHASAN

Dari latar belakang dan teori yang dikemukakan tentang kemampuan komunikasi matematis dan PBM, dapat dibahas beberapa hal bahwa 1) kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu komponen yang ada pada langkah kelima PBM yaitu bagaimana siswa menyajikan hasil

karya mereka dengan

mengomunikasikan secara lisan maupun tulisan. 2) Dalam langkah pertama PBM yaitu orientasi pada masalah, pada tahap ini dituntut kemampuan siswa memahami masalah yang diberikan. Paham tidaknya siswa dapat dilihat dari apa yang mereka tuliskan dan masalah yang diberikan, apakah dengan menggunakan simbol, model matematika atau grafik/diagram yang menggambarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. 3) Dalam PBM juga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan menuliskan apa yang mereka pahami dari masalah matematika yang diberikan yaitu pada tahap orientasi pada masalah. Dari langkah-langkah PBM tersebut dapat dilihat bahwa jika PBM diterapkan dengan baik dan benar akan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis tersebut. Pernyatan ini didukung dari beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan PBM, komunikasi matematis, baik dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen atau pengajar di Perguruan Tinggi. diantaranya adalah: Armiati (2011), Ibrahim (2011), dan Sabirin (2011). Armiati (2011) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi

matematis dan kecerdasan emosional melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Ibrahim. (2011) hasil penenlitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan peningkatan kemampuan komunikasi, penalaran dan pemecahan masalah matematis melalui PBM pada siswa sekolah menengah atas daripada pembelajaran konvensinal , juga Sabirin, (2011) menyimpulkan terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis siswa SMP. Dari ketiga peneliti ini mereka menyatakan bahwa kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui PBM. Hasil penelitian Pratiwi, dkk (2012) menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan gaya kognitif pada siswa kelas IX SMP.

Dari pembahasan dan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dapat dikembangkan melalui PBM, karena memang tahap-tahap yang ada di PBM memungkinkan berkembangnya kemampuan komunikasi matematis siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

134 diharapkan mempunyai keinginan dan

motivasi yang kuat dan menambah

pengetahuannya dalam

mengembangkan kemampuan

komunikasi matematis untuk siswa dengan menerapkan salah satu pembelajaran yang konstruktivis dan berpusat pada siswa yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Siswa disarankan tidak malu-malu dalam menyampaikan ide-ide yang dimiliki, baik secara lisan dan tulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Armiati. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Cazzola. 2008. Problem-Based Learning and Mathematics: Possible Synergical

Actions. In L. G´omez Chova, D. Mart´ı

Belenguer, and I. Candel Torres (Editors), ICERI2008 Proceeding (ISBN: 978-84-612-5091-2) Departemen Pendidikan Nasional. 2006.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2004 . Pemecahan

Masalah, Penalaran dan

Komunikasi. PPPG Matematika Yogyakarta

Fakhrudin. 2012. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Tesis: Magister pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Herdian. 2013 Kemampuan Komunikasi Matematika, [online], Tersedia

http://herdy07.wordpress.com . Diakses 5 Desember 2014 Herman, T. 2007 Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Dipublikasikan pada Jurnal Educationist, 2009 Ibrahim. 2011. Peningkatan Retensi,

Penalaran, Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional Siswa Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan Izzati, N. 2010. Komunikasi Matematik

Dan Pendidikan Matematika Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika,

Yogyakarta, UNY, 27 Nov 2010, ISBN : 978-979-16353-5-6.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Buku Guru Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Depdikbud. Jakarta

Komalasari, D. 2013 Pembelajaran Berbasis Masalah

https://dinikomalasari. wordpress.com/2013/12/27/ pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based - learningpbl/ NCTM. 1989. Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Councils of Teachers of Mathematics.

(9)

135

Implement Problem-Based Learning. Purdue University. Permana, Y. 2010. Mengembangkan

Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui model-eliciting activities: Disertasi. SPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak ditebitkan.

Pratiwi. 2013. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 [Online]. Tersedia http://eprints.uns.ac.id/13055/1/32 5891811201302251.pdf diakses 20 Nopember 2014

Ramdhani, Sendi. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa. Tesis: SPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Sabirin. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi Dan Representasi Matematis siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan

Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan

Santoso, F.I. 2012. Ketrampilan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) pada Siswa SMP. Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.Shadiq, Fajar. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika Yogyakarta.

Sumarmo, U 2013. Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.

Syaban, M .2008.

Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi pada SPs UPI Bandung. Dipublikasikan pada Jurnal Educationist, 2009

Tanti. Komunikasi Matematika,

[online], Tersedia

http://catatantanti.blogspot.com diakses 20 Nopember 2014

Gambar

tabel dan sajian secara fisik atau

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tindakan 3M dengan keberadaaan angka jentik pada HI (House Indeks) di Desa Saliki Kecamatan Muara Badak

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan Pengendalian Berat Badan Kering pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Pendukung dapat dibentuk untuk

Berdasarkan permasalahan tersebut, dalam penelitian ini penulis akan melakukan kajian pada model penyebaran penyakit malaria dengan mempertimbangkan jenis malaria

Ho : Tidak ada hubungan antara langit-langit rumah nelayan dengan keluhan ISPA pada balita di Lingkungan Pintu Angin, Kelurahan Sibolga Hilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota

Ekstraksi pelarut adalah proses partisi yang meliputi pemisahan atau distribusi suatu zat terlarut antara dua fase csir yang tidak saling bercampur

Bahasa kias merupakan penyimpangan dari pemakaian bahasa yang biasa, yang makna katanya atau rangkaian katanya digunakan dengan tujuan mencapai efek tertentu.