Jurnal Teori dan Riset Administrasi Publik
PENTINGNYA PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN
DANA DESA DALAM PERPEKTIF UU NOMOR 6 TAHUN 2014
Asfeni Nurullah 1 , Fitri Dwi Lestari2 Email: [email protected]
Universitas Sriwijaya
Abstract
The purpose of this article is to explain the importance of checks and supervision in financial management of
village funds to achieve the objectives of Law of Number 6 / 2014 on Villages that aims to accelerate village development and improve public services for the welfare of the community. This research uses descriptive method
based on data from BPK. The data describes the percentage of non-compliance issues with legislation that could harm the state's finances. This can occur due to various factors, such as from the aspect of inspection and
supervision by relevant officials who have not been tight. The results of the study indicated that the inspection and
supervision of village fund management is very important in order to reduce the percentage of non-compliance issues to legislation.
Keywords: Evaluation of Village Fund Management; Monitoring of Village Fund Management; Indonesian Regulation of Number 6 year 2014.
Abstrak
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan pentingnya pemeriksaan dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan dana desa untuk mencapai tujuan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang bertjujuan untuk mempercepat pembangunan desa dan meningkatkan pelayanan publik demi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berdasarkan data dari BPK sehingga dapat merujuk ke pentingnya pemeriksaan dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan dana desa. Data BPK menggambarkan persentase permasalahan ketidakpatuhan terhadap perundang- undangan yang dapat merugikan keuangan negara. Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti dari dari segi pemeriksaan dan pengawasan oleh pejabat terkait yang belum ketat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemeriksaan dan pengawasan pengelolaan dana desa sangat penting agar dapat mengurangi persentase permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan.
Kata kunci: Pemeriksaan Pengelolaan Dana Desa; Pengawasan Pengelolaan Dana Desa; UU RI Nomor 6 tahun 2014
1. PENDAHULUAN
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus - urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada periode kepemimpinan sebelumnya Preseiden Joko Widodo, masih terbatas akses desa seperti e-ISSN: 2579-3195 P-ISSN: 2579-5072
J-TRAP
akses kesehatan, informasi, pendidikan dan
akses pekerjaan. Dalam “Nawa Cita” atau 9 agenda prioritas yang disampaikan Presiden Jokowi, terdapat salah satu agenda yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah- daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang membuat pemerintah mengeluarkan dana yang cukup besar untuk anggaran kesejahteraan desa atau dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD). Menurut Warta Pengawasan Nomor 2 / Tahun 2017 yang diterbitkan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), Keseriusan pemerintah dalam merealisasikannya tercermin dengan mengalokasikan Rp 60 Triliun untuk Dana Desa atau meningkat 27,71% dari tahun 2016 pada APBN 2017. Dana Desa tersebut ditujukan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi desa. Untuk memaksimalkan kinerja dalam merealisasi anggaran dibutuhkan kerjasama dan penataan di berbagai bidang untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terkait pelaksaan DD dan ADD.
Menurut berita Detik News, dari 7400 kepala desa, lebih dari 900 orang
diantaranya ditangkap karena
penyelewangan dana desa. Salah satunya kasus pungutan liar yang dilakukan oleh Kepala Desa Kramat, Madura, Jawa Timur, yaitu dengan melakukan pemotongan uang ADD dan DD (Dana Desa), seharusnya dana yang cair Rp 118,6 juta tetapi tersangka
memotongnya dan hanya memberikan Rp 65 juta. Hal ini menyadarkan pemerintah bahwa berbagai faktor mempengaruhi efisiensi pelaksanaan realisasi anggaran yang telah ditetapkan. Menurut Kementerian Dalam Negeri, pelaksanaan pengawasan dana desa bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengelolaan dana desa telah dilakukan sesuai ketentuan, khususnya terkait tepat lokasi, tepat syarat, tepat salur, tepat jumlah dan tepat penggunaan. Bertambahnya sumber pendapatan dana desa memerlukan pengawasan agar dapat terealisasi dengan baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang merupakan intansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau daerah. APIP terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan (BPKP); Inspektorat Jendral (Itjen)/ Inspektur Utama (Ittama); Inspektorat Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota; dan unit pengawasan intern pada badan hukum pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Ada pula Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan desa yang salah satu tugasnya melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa.
tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan NKRI. Hal ini disebabkan karena UU No.32 tahun 2004 lebih cenderung
mengutamakan mengerjakan ‘tugas pembantuan’ dari pemerintah di atasnya
(dari kabupaten misalnya) dibanding membangun tata kelola desa yang lebih demokratis dari diri mereka sendiri. Dampak dari adanya UU No. 6 Tahun 2014 adalah bertambahnya sumber pendapatan desa; berubahnya formulasi perhitungan bagi hasil pajak, retribusi, dan ADD; perlindungan terhadap implementasi ADD; dan penguatan fungsi BPD.
Data dari BPAK menunjukan bahwa terdapat komposisi ketidakpatuhan terhadap ketentuan Peraturan Perundang- Undangan atas Pemeriksaan LKPHLN tahun 2015. Ada berbagai faktor yang dapat menimbulkan permasalahan tersebut. Peneliti berpendapat bahwa faktor yang berpengaruh terhadap permasalahan ketidakpatuhan tersebut yaitu dari segi pemeriksaan dan segi pengawasannya. Jika kinerja yang dilakukan dari pemeriksa dan pengawas pengelolaan dana desa telah sangat maksimal dan efektif, maka akan mengurangi persentase permasalahan yang terjadi. Maka dari itu, peneliti akan membahas mengenai Pentingnya Pemeriksaan dan Pengawasan Dalam Pengelolaan Keuangan Dana Desa
Dalam Perspektif UU RI Nomor 6 Tahun 2014.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif berdasarkan data dari BPK. Analisis dilakukan terhadap data kualitatif berupa substansi ketidakpatuhan terhadap peraturan yang diuraikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016 BPK RI dan dihubungkan dengan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berasal dari dokumen yang sudah ada (Jayadi, 2014).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari study kepustakaan, yang berupa adanya beberapa masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan dari hasil pemeriksaan pemerintah daerah dan dampaknya terhadap negara. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah pengujian hipotesis (hypothesis testing), yang bertujuan menguji hipotesis yang dikembangkan berdasarkan teori- teori yang ada dan diuji berdasarkan data yang terkumpul (Sekaran, 2006).
jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs – situs di internet.
Pihak peneliti mencari sumber- sumber literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian yaitu masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan dari hasil pemeriksaan pemerintah daerah oleh BPK RI dan berdasarkan dengan UU No. 6 tahun 2014. Di lanjutkan dengan teknik tinjauan data untuk keperluan pengecekan terhadap data yang diperoleh, yaitu pengecekan data yang dilakukan dengan cara mengecek data berupa dasar hukum dan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK yang telah di peroleh melalui beberapa sumber. Tahap – tahap dalam penelitian :
1. Tahap peninjauan pustaka, pada tahap ini akan dikumpulkan data dari sumber kajian pustaka untuk ditarik berbagai hipotesis.
2. Pengumpulan data, pada tahapan ini untuk memperoleh data dan berbagai informasi yang diperlukan.
3. Penggolongan data dan analisa, pada tahapan ini data berupa kasus dari beberapa sumber diolah dengan cara mengelompokkan hasil penelitian terdahulu dengan berbagai macam variabel yang mempengaruhi.
4. Penarikan kesimpulan, pada tahap ini kesimpulan disempurnakan dari data yang telah disimpulkan sebelumnya, dengan mencari setiap makna dari verifikasi data atau kasus.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa merupakan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhanya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam bidang pelayanan publik (Davis Budi Purnama & Widiastoeti, 2016). Untuk menjalankan sistem pemerintahannya, pemerintah pusat dan daerah memberikan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Dana Desa (DD) merupakan kewajiban Pemerintah Pusat untuk mengalokasikan anggaran transfer ke Desa di dalam APBN sebagai wujud pengakuan dan penghargaan Negara kepada Desa. Prioritas penggunaan DD diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Sedangkan Alokasi Dana Desa (ADD)
adalah kewajiban Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran untuk Desa yang diambilkan dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bagian Dana Perimbangan. Pengalokasian setiap Desa dan tata cara penggunaan ADD diatur melalui Peraturan Bupati/Walikota yang ditetapkan setiap tahun.
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
Pemeriksaan Pengelolaan Dana Desa dilakukan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam rangka menilai pencapaian program pembangunan desa dan kawasan pedesaan. Terdapat tiga jenis pemeriksaan BPK yaitu Pemeriksaan Laporan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
Pemeriksaan Keuangan ditujukan untuk memberikan pernyataan pendapat tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut. BPK nantinya akan mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan yang terdiri dari 3 buku yaitu Buku I yang memuat tentang Opini BPK, Buku II yang memuat hasil pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern, dan Buku III yang memuat hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Peraturan Perundang - Undangan. Pemeriksaan Kinerja ditujukan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara atau daerah dapat diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan yang dilakukan diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, seperti pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus pemeriksaan BPK terkait dengan pengelolaan dana desa. Pertama, keterjadian penerimaan dana desa dari pemerintah pusat dan penyaluran ke pemerintah desa. Kedua,
ketepatan nilai dan waktu penerimaan dana desa dari pemerintah pusat dan penyalurannya ke pemerintah desa. Ketiga, kepatuhan tata cara penyaluran dana desa oleh pemda ke pemerintah desa. Keempat, ketertiban pemerintah desa menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah. Kelima, kepatuhan Pemda dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan dana desa.
Pengawasan pembangunan desa dan keuangan desa ditujukan untuk mendorong adanya akuntabilitas pemerintahan desa sehingga dapat memberikan dampak positif kepada kepala desa dan aparatnya dalam menjalankan pemerintahan. Kebijakan Pengawasan Tahunan telah mengamanatkan kepada inspektorat daerah untuk melakukan pengawasan dana desa. Pengawasan dilakukan oleh APIP yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan (BPKP); Inspektorat Jendral (Itjen)/ Inspektur Utama (Ittama); Inspektorat Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota; dan unit pengawasan intern pada badan hukum pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
pengelolaan keuangan desa dan tata kelola BUMDes. Sebagian besar desa di Indonesia telah menggunakan Aplikasi Sistem Keuangan Desa atau Siskeudes yang dirancang oleh BPKP, sehingga dapat menghasilkan laporan yang dibutuhkan dan bisa meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa.
Dalam pengawasan penggunaan dana desa, pemerintah melakukan pemantauan atas penyaluran dana desa dari rekening kas daerah ke rekening kas desa. Pemerintah juga melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi anggaran dana desa dan sisa lebih penggunaan anggaran (SilPa) dana desa. Beberapa lembaga negara juga ikut serta dalam pengawasan dana desa seperti KPK, BPKP, Kejaksaan dan Kepolisian. Namun selain itu, diperlukan juga peran masyarakat dalam melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran dana desa untuk mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu, masyarakat desa diharapkan peduli terhadap pengelolaan dana desa. Setiap masyarakat mempunyai hak untuk ikut serta dalam menentukan alokasi penggunaan dana desa. Masyarakat
juga dapat melaporkan dugaan
penyalahgunaan dana desa melalui layanan komunikasi yang disediakan pemerintah. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran dana desa, dana desa dapat dikelola secara tertib, efektif, efisien dan taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat tiga prosedur pengawasan Dana Desa, yaitu pada saat Pra Penyaluran, Penyaluran dan Penggunaan, dan Pasca Penyaluran. Pada Pra Penyaluran, terdapat beberapa hal yang dinilai, diantaranya kesiapan perangkat desa dan regulasi dalam menerima dana desa; Kesesuaian Perhitungan dana desa; dan Kesesuaian Proses Penyusunan Perencanaan desa. Pada Penyaluran dan Penggunaan, hal- hal yang diawasi yaitu Aspek keuangan dalam penggunaan dana desa; Aspek Pengadaan barang/ jasa dalam penggunaan dana desa; dan Aspek kehandalan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Pada Pasca Penyaluran yang dinilai yaitu penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana desa; dan penilaian manfaat (outcome) Dana Desa bagi kesejahteraan masyarakat Desa.
Undang- Undang yang mengatur tentang desa adalah UU No. 6 tahun 2014. UU tersebut mempunyai berbagai dampak, seperti bertambahnya sumber pendapatan desa; berubahnya formulasi perhitungan bagi hasil pajak, retribusi, dan ADD; perlindungan terhadap implementasi ADD; dan penguatan fungsi BPD.
perimbangan yang diterima Kabupaten/ Kota dalam APBD setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus. Ketiga, adanya perlindungan terhadap implementasi ADD. Dalam UU No.6 tahun 2014 disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/ Kota yang tidak memberikan ADD maka pemerintah pusat akan melakukan penundaan dan/ atau pengurangan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke desa.
Pada UU No. 6 tahun 2014 pasal 55 poin (c), terdapat penambahan fungsi BPD yang berbeda dengan UU No.32 tahun 2004 pasal 209 yang berisi BPD fungsinya hanya menetapkan peraturan desa bersama kepala desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat. Sekarang BPD tidak hanya menjadi lembaga stempel tetapi BPD akan memiliki ruang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk menerima laporan pertanggung- jawaban kepala desa seperti yang disebutkan pada pasal 27 poin (c) dan (d), yaitu kepala desa memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setiap akhir tahun anggaran dan memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis setiap akhir tahun anggaran.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang cukup signifikan bagi Desa untuk menunjang program-program Desa.(Davis
Budi Purnama & Widiastoeti, 2016). Untuk mencapai tujuan alokasi ini, dari alokasi sampai merealisasikannya diperlukan bantuan dan campur tangan tokoh masyarakat desa dengan aparat pemerintah.
Adanya dana yang diberikan oleh pemerintah yang cukup besar bagi alokasi ini menyebabkan banyak kerawanan penyelewengan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang- undangan seperti pada grafik di bawah ini.
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan tersebut antara lain:
● Kekurangan volume pada 4 pekerjaan
konstruksi yang merupakan pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur dan fasilitas dari Project Management Unit
(PMU) Sustainable Management of
Agricultural Research and Technology
Dissemination (SMARTD) Badan Penelitian
kelebihan pembayaran atas kekurangan fisik pekerjaan tersebut.
● Pembayaran atas item pekerjaan lapisan pondasi klas A, B dan aspal pada 3 paket kontrak Regional Road Development Project
(RRDP) di Kalimantan Barat tidak sesuai dengan kontrak, sehingga berakibat kelebihan pembayaran sebesar Rp1,28 miliar.
● Uang muka pekerjaan Metropolitan Sanitation Management and Health Project
(MSMHP) Package 2, 3, 4, dan 5 belum
dikembalikan senilai Rp7,87 miliar mengakibatkan kekurangan penerimaan negara.
Permasalahan tersebut terjadi karena:
● Penyedia barang tidak dapat
melaksanakan seluruh item pekerjaan sesuai dengan volume kontrak.
● PPK, direksi pekerjaan dan konsultan
pengawas masing-masing pekerjaan belum optimal dalam mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
● Kasatker Pelaksana Jalan Nasional (PJN)
Wilayah I, II dan III Provinsi Kalimantan Barat lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas kewajaran tagihan yang diajukan oleh rekanan.
● Konsultan pengawas kurang cermat dalam
melakukan evaluasi kebenaran backup data yang diajukan rekanan (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2016).
Peneliti berpendapat bahwa untuk mencegah dan mengurangi tingkat ketidakpatuhan seperti data BPK tersebut diperlukan pemeriksaan dan pengawasan
yang sangat ketat dan efektif agar dana yang diberikan pemerintah tidak menyimpang dan dapat digunakan sesuai tujuan berdasarkan UU No.6 Tahun 2014, peraturan Kemendagri dan peraturan lain yang terkait. Pemeriksaan dan pengawasan ini dilakukan oleh APIP, BPD dan masyarakat desa sesuai dengan peraturan dan standar akuntansi pemerintahan (SAP). Pengawasan adalah segala kegiatan dan
tindakan untuk menjamin agar
penyelenggaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dan tujuan serta rencana yang telah digariskan. Karena pihak yang paling bertanggung jawab atas kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tujuan dan rencananya ini adalah pihak atasan, maka pengawasan sesungguhnya mencakup baik aspek pengendalian maupun aspek pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap bawahannya (Azlim, Darwanis, & Bakar, 2012). Menurut Revrisond Baswir (Bawsir, 1999) tujuan pengawasan pada dasarnya adalah untuk mengamati apa yang sungguh-sungguh terjadi serta membandingkannya dengan apa yang seharusnya.
Pemerintah dan Masyarakat (Davis Budi Purnama & Widiastoeti, 2016). Bagi para pengawas keuangan negara, laporan keuangan yang berbasis standar akuntansi memberikan tantangan baru dalam peningkatan aspek pengawasan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah. Tantangan tersebut adalah kemampuan pihak pengawas dan pemeriksa dalam mengungkap permasalahan- permasalahan dan kewajaran penyajian laporan keuangan melalui opini yang diberikannya. Kemampuan ini tentunya diharapkan memperbaiki pengelolaan keuangan negara (Azlim et al., 2012).
Sebagaimana dapat dilihat pada grafik komposisi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan bahwa hal tersebut akan sangat merugikan pemerintah dan masyarakat. Pada periode 2017 saja, dari 7400 kepala desa di Indonesia terdapat 900 kasus kepala desa yang ditangkap karena telah menyelewengkan pencairan dana desa. Dari kasus tersebut diberitakan bahwa pemerintah pusat dirugikan sebesar Rp 1,5 milyar. Tidak hanya itu, pada kasus di Pamekasan, Bupati dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap senilai Rp 250 juta oleh KPK. Suap tersebut bertujuan untuk menghentikan penyelidikan dalam kasus korupsi proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta yang menggunakan dana desa.
Pemerintah seharusnya semakin
memperketat peraturan dari tingkat atas sampai ke aparat bawah, karena jika seperti
kasus di Pamekasen yang melibatkan aparat penegak hukum siapa lagi yang akan bertindak. Model pengawasan terhadap pemerintah daerah sangat berorientasi pada akuntabilitas. Pertanggung jawaban kepala daerah tentang penyelenggaraan pemerintah dituntut untuk dapat menggambarkan dua hal utama yaitu penggunaan APBD dan kinerja pembangunan. Penerapan akuntansi yang baik oleh instansi pemerintah dan pengawasan yang optimal terhadap kualitas laporan keuangan instansi pemerintah diharapkan akan dapat memperbaiki akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sehingga kinerja penyelenggaraan urusan- urusan pemerintahan dapat berjalan optimal (Azlim et al., 2012).
4. PENUTUP a. Kesimpulan
Desa mengalami pembaruan dengan dikeluarkannya Undang- Undang No. 6 tahun 2014. Hal ini menyebabkan beberapa dampak seperti bertambahnya sumber pendapatan desa; berubahnya formulasi perhitungan bagi hasil pajak, retribusi, dan ADD; perlindungan terhadap implementasi ADD; dan penguatan fungsi BPD. Dengan adanya penambahan sumber pendapatan desa berarti akan meningkat pula resiko penyelewengan dana yang diberi pemerintah
sehingga tidak sesuai dengan
bergitu diperlukan tindakan preventif agar angka komposisi ketidakpatuhan tidak bertambah atau setidaknya dapat dikurangi yaitu dengan adanya pemeriksaan dan pengawasan oleh lembaga BPK, KPK, BPKP, Kejaksaan, Kepolisian, BPD dan masyarakat.
b.Saran
- Adanya penelitian selanjutnya untuk mengembangkan riset ini khsusnya untuk mengkaji Pemeriksaan dan Pengawasan dalam perspektif UU No. 6 tahun 2014 dapat lebih kritis dalam menyikapi kondisi pengelolaan dana desa yang masih bermasalah.
- Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan metode dengan pendekatan lain dan menambah variabel lain sebagai pendukung yang akan mempengaruhi pemeriksaan dan pengawasan dalam perspektif UU RI Nomor 6 tahun 2014. - Dari hasil tulisan ini dapat diperketat dan diimplementasikan aturan sebagaimana terdapat dalam UU No. 6 tahun 2014.
5. DAFTAR PUSTAKA
Azlim, Darwanis, & Bakar, U. A. (2012).
Pengaruh Penerapan Good
Governance dan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Informasi Keuangan SKPD di Kota Banda aceh, 1(1), 1–14.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2016). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Keuangan Semester 1 2016, 420.
Davis Budi Purnama, & Widiastoeti, H. (2016). Audit Internal Sistem Informasi Akuntansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) Untuk Menilai
Akuntabilitas Kinerja Desa (Di Desa Batokan Kecamatan Kasiman
Kabupaten Bojonegoro) Tahun 2015.
Jurnal Ekonomi & Bisnis, 1, 75–94. Jayadi, R. T. K. A. (2014). Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung Sebelum dan Setelah Memperoleh Opini WTP. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 5(2), 71–90. Undang-undang Republik Indonesia Nomor
6 Tahun2014 tentang Desa.
Halim Abdul, Syam M Kusufi, Akuntansi
Sektor Publik. Salemba Empat.
Yogyakarta:2014.
Hasniati. (2016). Model Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Analisis
Kebijakan Dan Pelayanan Publik, 2(1),
15–30.
Mondale, T. F., & Fahlevi, H. (2017). Analisis Problematika Pengelolaan Keuangan Desa ( Studi Perbandingan pada Desa Blang Kolak I dan Desa Blang Kolak II ,
Kabupaten Aceh Tengah ). Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam, 3(2),
196–212.
Listiyani, R. (2015). Effectiveness
Implementation Used Of Village Fund For Fiscal Year 2015 Policy In Gunungpring Village , Muntilan District , Magelang