TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Kayu
Ubi kayu atau kasava (Manihot utilisima) merupakan tanaman yang banyak
dijumpai di daerah tropis khususnya diIndonesia. Ubi kayu merupakan tanaman yang
mampu tumbuh pada lahan yang kurang subur atau lahan dengan curah hujan yang
rendah. Umbinya banyak diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Selain
umbinya, daunnya juga banyak dikonsumsi sebagai sayur-sayuran (Kartasapoetra,
1988).
Ubi kayu dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan makanan yang
ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa
siano-glukosida (cyanogenic glycosides)). Senyawa ini tidak boleh lebih dari 50 mg per kg
umbi basah. Selain itu untuk pengolahan ubi kayu seperti bahan baku pati (tapioka)
harus memiliki kandungan protein yang rendah, viskositas (kekentalan) pati tinggi,
kandungan pati tinggi,dan kandungan serat yang rendah (Janagam dkk, 2008).
Ubi kayu merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat
sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat selain beras dan dapat pula
dijadikan bahan baku industri seperti tepung tapioka, pellet, gaplek, gula pasir,
gasohol, protein sel tunggal, dan asam sitrat. Ubi kayu atau singkong segar dapat
diolah menjadi 23 macam makanan ringan dan dari tapioka dapat dibuat hingga 14
macam kue dan makanan ringan. Tapioka memiliki kadar amilosa yang rendah tetapi
mengandung kadar amilopektin yang tinggi ternyata merupakan sifat yang khusus
dari singkong yang tidak dimiliki oleh jenis tepung lainnya, sehingga tapioka
mempunyai kegunaan yang lebih luas (Rismayani, 2007). Ubi kayu dapat diolah
Mocaf
Pada proses pembuatan mocaf atau tepung kasava termodifikasi, perlu
diketahui tentang prinsip dasar dalam pembuatannya. Prinsip dasar pembuatan
tepung mocaf adalah dengan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi.
Dalam hal ini mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sehingga terjadi liberasi
granula pati. Proses liberasiini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari
tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi,
dan kemudahan melarut. Granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis yang
menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam
organik. Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut
diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi
aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan. Tepung mocaf
telah dilakukan pengujian dengan uji coba substitusi tepung terigu dengan mocaf
dengan skala pabrik. Hasilnya menunjukkan bahwa hingga 15% mocaf dapat
mensubstitusi terigu pada mie dengan mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas
rendah, baik dari mutu fisik maupun organoleptik (Topagriculture, 2009).
Penggunaan dari tepung kasava termodifikasi selama ini masih secara
terbatas untuk food ingredient, seperti substitusi terigu sebesar 5% pada mie instan
yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering. Namun
tepung ini sangat luas penggunaannya untuk bahan baku industri non pangan, seperti
lem. Tepung kasava termodifikasi dapat digunakan sebagai food ingredient dengan
penggunaan yang sangat luas seperti dapat digunakan sebagai bahan baku dari
Kue brownish, kue kukus dan sponge cake dapat dibuat dengan berbahan baku
tepung kasava termodifikasi sebagai campuran tepungnya hingga 80%. Tepung ini
juga dapat menjadi bahan baku beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan
kastengel. Untuk kue basah, tepung kasava termodifikasi dapat diaplikasikan pada
produk yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau tepung terigu dengan
ditambah tapioka (Subagio, 2007).
Proses fermentasi yang dilakukan akan mengubah karakter singkong / ubi
kayu sehingga menjadi tepung bercitarasa tinggi. Proses fermentasi menggunakan
bakteri asam laktat akan menghancurkan selulosa sehingga didapat tepung yang
secara mikroskopis bertekstur halus. Secara alami selulosa membungkus pati. Jika
selulosa tidak dipecah maka produk olahan singkong yang dihasilkan berupa tepu ng
gaplek (Subagio, 2007).
Proses fermentasi juga berperan dalam memicu singkong menghasilkan asam
laktat. Ketika bakteri memecah selulosa dan melubangi dinding granula pati
dihasilkan glukosa. Mikroba tertentu mengubah glukosa menjadi asam laktat yang
baunya seperti susu. Bau ini yang menutupi bau khas singkong sehingga bau tepung
mocaf menjadi netral, itulah sebabnya mengapa mocaf tidak berbau seperti tepung
gaplek. Proses fermentasi juga menghilangkan HCN penyebab warna hitam seperti
pada tepung gaplek sehingga warna yang dihasilkan tepung mocaf lebih putih
(Subagio, 2007).
Menurut Subagio (2007), komposisi kimia tepung kasava termodifikasi
(mocaf) tidak jauh berbeda dengan tepung ubi kayu. Namun tepung kasava
termodifikasi (mocaf) mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang lebih
termodifikasi lebih rendah dibandingkan dengan tepung ubi kayu. Kandungan
protein dapat menyebabkan warna coklat ketika proses pengeringan atau pemanasan.
Hal tersebut menyebabkan warna tepung kasava yang dihasilkan lebih putih jika
dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Perbandingan komposisi kimia
tepung kasava termodifikasi dan tepung ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Komposisi Tepung Kasava Termodifikasi dan Tepung Ubi
Kayu
Mocaf atau tepung kasava memiliki kandungan gizi maupun nutrisi
yangberbeda dari tepung terigu, terutama kandungan gluten yang dimiliki tepung
terigu sebagai komponen yang menentukan kekenyalan produk. Tepung mocaf
mengandung sedikit protein karena berbahan baku singkong tetapi tepung terigu
yang berbahan baku gandum memiliki kadar protein yang tinggi. Tepung mocaf
mengandung karbohidrat yang tinggi dan gelasi yang lebih rendah dibandingkan
tepung terigu. Tepung mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat) ,
daya rehidrasi, dan kemudahan melarut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu
(Salim, 2011).
Keberadaan tepung kasava sebagai alternatif dari tepung terigu, akan
bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan karakteristik yang
tepung mocaf menjadi pilihan yang sangat menarik. Berbagai jenis produk olahan
tepung terigu yang bisa digantikan oleh tepung kasava (Mocaf-Indonesia, 2009).
Dalam proses pembuatan tepung kasava hal yang pertama dilakukan adalah
sortasi ataupun pemilihan, hal ini dilakukan untuk mengelompokkan bahan-bahan
yang memiliki sifat fisik yang berbeda misalnya bentuk dan ukuran. Selain itu proses
pengupasan/pemotongan harus menggunakan pisau stainless steel dan setelah bahan
dikupas harus segera direndam dengan air untuk mencegah terjadireaksi pencoklatan.
Bahan tambahan kimia yang berguna sebagai pemutih tepung ialah natrium
metabisulfit dengan dosis yang diizinkan yaitu 0,3-1,0%. Proses pengeringan dapat
dilakukan dengan cara penjemuran (sun drying), pengeringan buatan (artificial
drying), proses penggilingan dan pengayakan dilakukan setelah bahan dikeringkan.
Tujuan pengayakan dengan ayakan 80 mesh ialah untuk menyeragamkan ukuran
tepung (Suprapti, 2002).
Jenis Metode Pengeringan
Proses pengeringan dengan pemanfaatan sinar matahari merupakan proses
alami yang menggunakan panas dari sinar matahari. Panas yang bersumber dari
udara sekitar bahan dan matahari dengan suhu 550 C pada jam 11.00 wib dan sampai
620 C pada jam 14.00 wib. Terdapat beberapa kendala pada proses pengeringan
alamiah yaitu memerlukan tempat yang relative luas, proses pengeringan juga lambat
karena sangat terghantung pada kondisi cuaca. Namun demikian proses pengeringan
dengan sinar matahari masih sangat diperlukan untuk proses pengembangan produk
mocaf. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sinar matahari terutama panjang
untuk kemampuan pengembangan produk bakteri dari pati ubi kayu (Bertoloni dkk,
2000) dalam (Ridwansyah dan Yusraini. 2013).
Gambar 1. Pengeringan dengan matahari Sumber : Ridwansyah dan Yusraini, (2013).
Pengeringan bahan pangan atau hasil pertanian dengan memanfaatkan radiasi
surya dilakukan dengan tiga cara yaitu secara langsung, tidak langsung dan
kombinasi antara keduanya (Gambar 2). Pada cara langsung, dimana bahan pertanian
langsung menerima radiasi matahari. Pada cara tidak langsung ialah panas dari
radiasi matahari tidak langsung memanaskan bahan, tetapi melalui permukaan fluida
(udara atau air), sedangkan kombinasi antara keduanya merupakan bangunan tembus
Gambar 2. Alat pengering surya
Sumber : Ridwansyah dan Yusraini, 2013.
Metode pengeringan tungku dengan memanfaatan energi dari sisa panas
tungku penggorengan tanpa penjemuran sinar ultraviolet. Proses pengeringan tungku
dilakukan pada suhu 50 – 60o C. Metode pengeringan ini dapat digunakan sebagai
alternatif menggantikan energi yang berasal dari BBM (bahan bakar minyak) dan
bentuk diversifikasi energi dari UKM (usaha kecil menengah) sehingga proses
pengeringan tidak tergantung pada kondisi cuaca, cepat dan berkelanjutan. Selain itu
metode pengeringan tungku ini memanfaatkan sisa panas dari tungku penggorengan,
kadar air dan mutu tepung kasava yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jumlah
kayu bakar yang digunakan seperti yang diperlihatkan pada gambar (Ridwansyah
dan Yusraini, 2013). Berikut beberapa gambar metode pengeringan dengan tungku
yang disajikan pada gambar 3.
Metode pengeringan kombinasi ini dilakukan dengan mencampur dua proses
pengeringan yaitu pengeringan surya dan dilanjutkan dengan proses pengeringan
tungku. Lama proses pengeringan dengan menggunakan metodekombinasi ini 2 hari
dengan menggunakan suhu 50 – 600 C. Chips kasava yang telah dikeringkan dengan
a. b.
c. d.
Gambar 3. Alat pengering tungku
Keterangan : a. Bahan bakar dari kayu kering, b. Proses pemanasan c. Pipa penyaluran panas ke bahan, d. Chips kasava yang sedang dikeringkan
Sumber : Ridwansyah dan Yusraini, 2013.
dilanjutkan dengan meletakkan chips kasava dalam pengeringan tungku dengan lama
proses pengeringan satu hari.
Pemanfaatan tepung kasava termodifikasi dengan menggunakan metode
pengeringan yang berbeda dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan dari segi mutu
terutatama derajat putih dimana tepung kasava termodifikasi dengan pengeringan
yang berbeda jauh lebih baik dibanding dengan tepung ubi kayu tanpa fermentasi
(Ridwansyah dan Yusraini. 2013).
Tepung Terigu
Tepung terigu digunakan pada produk olahan pangan. Tepung terigu
penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen
yang terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa
dan amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan
suhu gelatinisasi 56 - 62℃(Belitz danGrosch, 1987).
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan roti dan mie.
Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah kemampuannya membentuk gluten
pada saat terigu dibasahi dengan air. Gluten digunakan sebagai bahan tambahan
untuk mempertinggi kandungan protein dalam roti. Biasanya mutu terigu yang
dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 – 0,60% dan gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004).
Kandungan mineral yang dimiliki oleh gandum ialah berupa fosfor (2370 ±
333 mg/kg); natrium (102 ± 52 mg/kg); kalium (4363 ± 386mg/kg); kalsium (351
±62 mg/kg); magnesium (1163 ±155 mg/kg); besi (40,0 ±5,5 mg/kg); tembaga (2,68
± 0,93 mg/kg); seng (32,1 2,9 mg/kg); mangan (22,1 ±3,5 mg/kg), dan selenium
(67,7 ± 40,4 µg/kg) (Rodriguez dkk, 2011).
Protein tepung gandum sangat unik, dimana bila tepung gandum dicampur
dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa
atau adonan koloidal yang plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan
membentuk suatu struktur spons bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan
yang memuaskan. Jenis tepung gandum yang berbeda memerlukan jumlah
pencampuran (air) yang berbeda (Desrosier, 1988).
Tepung terigu terbuat dari biji gandum yang digiling melalui proses milling.
Pada tepung terigu terdapat gluten yang merupakan senyawa protein yang bersifat
yang bermutu baik sebaiknya dipilih terigu yang beraroma segar, bersih, tidak apek,
dan tidak berkutu (Habsari, 2010).
Mutu tepung terigu ditentukan oleh setiap komposisi kimia yang ada
didalamnya. Komposisi kimia tepung terigu sangat mempengaruhi produksi berbagai
produk pangan yang akan dihasilkan. Adapun komposisi kimia tepung terigu dapat
Tabel 4. Komposisi kimia dari tepung terigu per 100 gram bahan Sumber : Departemen Kesehatan RI, (1996).
Tepung Komposit
Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis
tepung (substitusi) untuk dihasilkannya produk dengan sifat fungsional yang serupa dengan
bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini upaya untuk menekan ketergantungan dari
tepung terigu (Khudori, 2008).
Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai, konsentrat
protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Protein-protein ini dari segi
gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia, bukan hanya karena
meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena protein-protein ini menaikkan kadar
asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila ditambahkan sampai
sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum, misalnya
volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein semacam itu
mempunyai struktur remah (Buckle dkk, 2009).
Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini dipengaruhi
oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi produk makanan
diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan mutu yang baik, ditinjau dari
komposisi maupun penampilan produknya(Haryadi, 1989).
Adanya tepung komposit juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan
terigu, sehingga pemerintah dapat menurunkan angka impor terigu. Angka impor biji
gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tepung terigu yang mengandung gluten tidak dapat digantikan sepenuhnya dengan
tepung lain. Karena gluten merupakan protein yang bersifat lengket dan elastis,
sehingga penggunaannya dalam pembuatan roti, kue, cake dan mie sangat
diperlukan. Sehingga untuk mengatasi kelemahan dari tepung-tepung tersebut dapat
digunakan bahan tambahan seperti putih telur, margarine, xanthan gum dan
emulsifier sebagai bahan pengikat dan untuk meningkatkan volume adonan agar
dapat menghasilkan adonan yang elastis dan roti dengan tekstur yang lembut (Edema
dkk., 2005).
Penggunaan tepung komposit dari berbagai jenis tepung umbi-umbian selain
diharapkan dapat memberikan variasi pada produk pangan, juga diharapkan dapat
membantu petani lokal. Dengan penggunaan bahan-bahan dari petani lokal, kita juga