• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PETANI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PETANI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PETANI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERSPEKTIF BARU DI INDONESIA (Studi Etnografi pada Gapoktan sebagai Kelompok Masyarakat dalam Mendukung Program Pertanian Sekolah Lapang di Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk)

Oleh: Nuriya Qurrotun A’yuny, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia.

Abstrak

Komunikasi pembangunan di desa tidak lagi menggunakan model top-down, karena dibutuhkan keikutsertaan masyarakat petani. Perlu adanya bentuk-bentuk komunikasi yang interaktif dalam proses pembangunan. Oleh karena itu model pembangunan perspektif baru diterapkan di pedesaan, karena masyarakat saat ini sudah sepantasnya diposisikan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan.Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk dengan wilayah sebagai penghasil Bawang merah terbesar di Jawa Timur. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dari ketua Gapoktan, anggota Gapoktan dan petugas Sekolah Lapang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipan dan wawancara mendalam. Dengan menggunakan pendekatan etnografi mengantarkan peneliti pada kondisi masyarakat asli. Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Petani peserta SL dan non SL saling bertukar informasi melalui getok tular dan klumpukan, serta diaplikasikan pada lahan mereka masing-masing; (2) Hubungan antara petani dengan petugas SL berjalan dua arah, tidak hanya petugas menyampaikan materi saja tetapi juga mendengarkan aspirasi dari para petani; (3) Program Sekolah Lapang di Desa Sukorejo merupakan komunikasi pembangunan perspektif baru; (4) Peran petani dalam program pembangunan ditunjukkan dengan partisipasi mereka untuk mengikuti Sekolah Lapang.

Kata Kunci: Sekolah Lapang, Interaksi, Perubahan Sosial, Pembangunan, Partisipasi, Perspektif Baru.

Abstract

(2)

participant observation and in-depth interviews. By using an ethnographic approach to delivering research on the condition of the original community. The data analysis technique used is the model of Miles Huberman. The results showed that: (1) Farmers which SL participants and non-SL participants able to disseminate information with getok tular or word of mouth activity and klumpukan, and applied to their own land; (2) The relationship between farmers and officials of SL goes both ways, not just officers presenting the material, but also listen to the aspirations of the farmers; (3) Sekolah Lapang program in Sukorejo is a new perspective of development communication; (4) The role of farmers in the development program are shown with their participation to follow Sekolah Lapang.

Keywords: Sekolah Lapang, Interaction, Social Change, Development, Participation, New Perspectives.

1. Pendahuluan

Kondisi suatu negara sebagai sebuah sistem selalu mengalami perubahan, perubahan sosial sendiri adanya perubahan pada sistem sosial masyarakat yang memberikan perbedaan dari waktu ke waktu terhadap sistem tersebut (Sztompka, 2010, h. 3). Perubahan sosial yang terjadi diarahkan pada upaya untuk memberikan jaminan kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik kepada masyarakat, maka diperlukan adanya sebuah pembangunan. Jadi perubahan sosial berhubungan dengan perubahan peran-peran dari individu yang terbentuk melalui pembangunan dengan adanya interaksi dan komunikasi.

Komunikasi dalam pembangunan memiliki kontribusi untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat guna mendukung pembangunan. Komunikasi sangat berperan penting pada pembangunan yang bersifat partisipasi, hal ini sesuai dengan pendapat Dagron bahwa konsep pembangunan partisipasi telah menyebabkan lebih besar tingkat pemahaman peran komunikasi untuk pembangunan (Dagron, 2001, h. 10). Model komunikasi pembangunan dengan perspektif baru yaitu kombinasi dari top-down dan bottom-up, yang memberikan dukungan dalam peningkatan desentralisasi, seperti dalam bidang kesehatan, lingkungan, dan pendidikan yang berlangsung pada negara berkembang menjadikan pendekatan berbasis masyarakat sangat diperlukan, namun tidak dengan meremehkan peran pemerintah (Waisbord, Media and Glocal Change, h. 79, nd).

Pembangunan pedesaan menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan, mengingat pedesaan merupakan sumber utama dari jumlah pengangguran. Pedesaan merupakan daerah dimana pusat perhatian dan kepentingan adalah pada pertanian, kehidupan masyarakat desa umumnya tergantung dari usaha tani. Penelitian yang telah dilaksanakan berhubungan erat dengan masyarakat pedesaan di Kota Nganjuk yang notabene masyarakat di pedesaan lebih cenderung memiliki mata pencaharian sebagai petani.

(3)

terbanyak, yaitu masing-masing 18.360 rumah tangga, 13.862 rumah tangga, dan 12.455 rumah tangga (Sensus Pertanian, 2013). Salah satu desa di Kota Nganjuk dengan hasil pertanian bawang merah adalah Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso. Dengan hasil pertanian bawang merah yang melimpah, pemerintah Kota Nganjuk mengadakan program pembangunan dari pra-penanaman hingga pasca panen bawang merah yang dinamakan dengan SL (Sekolah Lapang). Dilaksanakannya program Sekolah Lapang di Desa Sukorejo maka dibentuk sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa petani bawang merah. Kelompok masyarakat tani ini kemudian bergabung bersama dalam satu wadah yang disebut dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan kelompok ini merupakan partisipasi dari masyarakat terhadap program yang telah dicanangkan oleh pemerintah Daerah Kota Nganjuk.

Keikutsertaan petani pada program Sekolah Lapang merupakan wujud dari partisipasi mereka terhadap dalam program pembangunan pedesaan. Pendekatan partisipasi berkontribusi menempatkan pengambilan keputusan di tangan rakyat atau disebut bottom-up. Peneliti menggunakan perspektif komunikasi pembangunan untuk membantu mendeskripsikan peran Gapoktan dalam program pertanian yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Program pembangunan berupa Sekolah Lapang bersifat partisipatoris sehingga memberikan kesempatan pada masyarakat petani untuk meningkatkan usaha tani mereka. Di lapangan pertanian sendiri, penerapan komunikasi pembangunan sudah sejak lama dilaksanakan (Nasution, 2002, h. 174). Oleh karena itu penelitian ini berusaha menganalisis pada komunikasi pembangunan dengan perspektif baru, yang dijadikan sebagai tambahan wacana dan kajian tentang komunikasi pembangunan dalam kelompok masyarakat pertanian.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Perubahan Sosial Sebagai Sebuah Proses dalam Masyarakat

Masyarakat dan perubahan sosial memiliki hubungan erat, karena masyarakat adalah obyek sekaligus subyek dalam perubahan sosial. Soekanto (1990, h. 301) menjelaskan struktur dan fungsi masyarakat mengalami suatu perubahan yang disebut dengan perubahan sosial. Masyarakat sebagai suatu sistem yang terbuka, memiliki kecenderungan untuk selalu berubah untuk mencari keseimbangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sztompka bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang sangat dinamis maka cenderung mengalami perubahan, jadi masyarakat yang ada setiap saat dari masa lalu menuju ke masa mendatang dan masyarakat pasti memiliki keterkaitan dengan masa lalunya (Sztompka, 2010, h. 65).

2.2 Komunikasi dan Pembangunan di Pedesaan

(4)

penguat pesan, dan sekaligus sebagai akseletator dalam berinteraksi (dalam Bella, 1992). Schramm (dalam Nasution, 2002, h. 101) merumuskan tugas pokok komunikasi dalam suatu perubahan sosial guna melaksanakan pembangunan:

a) Menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara menghadapi perubahan, sarana-sarana perubahan dan membangkitkan aspirasi masyarakat.

b) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.

c) Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, mulai anak-anak hingga orang dewasa, mulai pelajaran baca tulis, hingga keterampilan yang dapat mengubah hidup masyarakat.

2.3 Perspektif Baru dalam Komunikasi Pembangunan

Pendekatan top-down lebih sering digunakan dalam model difusi, dalam hal membujuk individu untuk mengubah perilaku mereka, model ini umumnya kurang partisipatif (Cooper dan Goodsmith, 2010, h. 5). Kemudian pendekatan bottom-up, pendekatan yang bergerak dari bawah ke atas. Pendekatan ini bermula dari inisiatif-inisiatif masyarakat, jadi masukan dan inspirasi dari masyarakat sangat berperan penting. Pendekatan ini cenderung pada model partisipatif sehingga menumbuhkan proses horizontal komunikasi, pertukaran, dan dialog di tingkat masyarakat (Morris dalam Cooper dan Goodsmith, 2010, h. 5).

Dagron (2001, h. 35) menyatakan bahwa keduanya berperan penting dan memiliki kontribusi masing-masing, yang mampu memberikan banyak harapan bagi masa depan komunikasi, partisipasi dan perubahan sosial. Senada dengan pendapat Morris (dalam Cooper dan Goodsmith, 2010, h. 5) yang menyatakan bahwa pada umumnya program komunikasi pembangunan saat ini mengkombinasikan dua pendekatan yaitu model difusi (untuk peningkatan isu) dan partisipatif (masyarakat dilibatkan).

2.4 Komunikasi Partisipatoris dalam Kelompok Masyarakat Pedesaan

Partisipasi dalam konteks pembangunan dapat diartikan sebagai kontribusi sukarela dan keterlibatan demokratis oleh penduduk dalam usaha pembangunan, menikmati hasi-hasilnya serta kebersamaa dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan penentuan tujuan, penyusunan kebijakan dan perencanaan serta penetapan program pembangunan ekonomi dan sosial (Midgley, dkk., 1986, h. l25). Terdapat tiga azas pokok universal pembangunan masyarakat pedesaan menurut Hamijoyo (2005, h. 94), yaitu:

(5)

c) Demokratisasi (melimpahkan kepercayaan sepenuhnya kepada masyarakat untuk memegang inisiatif)

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah memulai adanya pengembangan otonomi pemerintah desa dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

a) Pasal 95, mengenai pemerintah desa. Dari sini pemerintah telah membuka peluang tumbuhnya partisipasi dalam kerangka pemberdayaan masyarakat.

b) Pasal 102, terlihat bahwa penduduk desa telah diletakkan pada porsi yang sebebasnya sebagai titik sentral pemerintah desa, sebagai wujud pemerintahan yang berpusat pada masyarakat, serta menghargai prakarsa masyarakat beserta adat istiadatnya.

Terbentuknya kelompok masyarakat merupakan wujud dari sebuah partisipasi untuk mendukung suatu pembangunan. Partisipasi sebagai penyertaan mental serta emosi pekerja ke dalam situasi kelompok yang mendorong agar mereka mengembangkan kemampuannya ke arah tujuan kelompok yang bersangkutan dan ikut bertanggung jawab akan kelompok tersebut (Prihantanto, 2007, h. 21).

2.5 Budaya Lokal dan Perubahan Sosial

Budaya lokal yang ada di sini merupakan budaya Jawa, dimana dalam budaya Jawa masih kental dengan unsur keagamaan dan tingkat toleransi antar masyarakat yang tinggi. Masyarakat pedesaan cenderung lebih menghargai pemuka masyarakat yang ada di sekelilingnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Geertz yang menjelaskan bahwa penduduk desa tidak merasa derajadnya lebih tinggi dari yang lain, kecuali memiliki status yang lebih tinggi secara formal maka diharuskan untuk melakukan suatu tata-cara penghormatan yang halus (Geertz, 1983, h. 23).

Masinambouw dalam Chaer (1995, h. 217) menjelaskan bahwa kebudayaan dan bahasa merupakan suatu sistem yang melekat pada manusia. Kebudayaan tidak dapat menutup diri dari pengaruh luar dan akan mengalami pergeseran budaya yang disebut sebagai pergeseran sistem nilai-nilai budaya, begitu pula dengan kebudayaan Jawa (Tim Pusat Studi Pariwisata UGM, 2004, h. 168).

2.6 Etnografi Sebagai Sebuah Pendekatan

Etnografi melihat dan mengamati masyarakat dengan kebudayaan asli mereka. Dimana etnografi erat kaitannya dengan komuniasi, yang memiliki fokus kajian perilaku-perilaku komunikatis suatu masyarakat yang pada kenyataannya banyak dipengaruhi oleh aspek sosiokultural seperti kaidah interaksi dan kebudayaan (Kuswarno 2011, h. 36). Dalam riset kualitatif, pendekatan etnografi digunakan untuk mempelajari aspek budaya, sosial, dan perilaku (seseorang maupun kelompok masyarakat) dalam suatu setting natural (Creswell, 1998).

3. Metode Penelitian

(6)

fokus perhatian etnografi komunikasi adalah pada perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu (Kuswarno, 2011, h. 35). Fokus dalam penelitian ini adalah peran petani dalam mendukung program pertanian bawang merah Sekolah Lapang melalui Gapoktan di desa Sukorejo, kecamatan Rejoso, kabupaten Nganjuk dengan kategori sebagai berikut:

1. Interaksi yang terjadi antara petani (pemimpin dan anggota) yang tergabung dalam Gapoktan di Desa Sukorejo.

2. Interaksi yang terjadi antara petani dalam kehidupan sehari-hari.

3. Interaksi yang terjadi antara petani dengan pemerintah daerah atau petugas, dalam hal ini adalah Sekolah Lapang.

4. Pemahaman terhadap interaksi dari para petani dan pegiat Sekolah Lapang lainnya.

5. Implementasi perilaku menanam bawang merah oleh petani pada lahanya dan ke petani yang tidak ikut Sekolah Lapang.

Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk dan berfokus pada petani bawang merah khususnya Gapoktan. Dipilihnya lokasi ini sebagai lokasi penelitian tentunya didasari karena lokasi tersebut merupakan wilayah dengan produktivitas bawang merah terbesar, dan sebagian besar masyarakatnya bekerja dalam bidang pertanian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan dari narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini.

Dalam penelitian ini terdapat dua metode pengumpulan data, yaitu :

a) Observasi-Partisipan, , istilah observasi partisipan ini mengacu pada model observasi yang dilakukan oleh peneliti setelah dia berhasil menjadi partisipan dalam penelitian yang sedang dilakukan (Denzin dan Lincoln, 2009, h. 316). b) Wawancara Mendalam, wawancara yang dilakukan dengan

pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructured) dan bersifat terbuka (opended) yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan. Wawancara tidak terstruktur digunakan untuk memahami kompleksitas perilaku anggota masyarakat (Denzin dan Lincoln, 2009, h. 08). Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan informan. Purposive sampling adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008, h. 112). Peneliti memiliki kriteria tertentu untuk menentukan informan kunci (key informant), yaitu:

a) Mereka yang berkecimpung di dalam kegiatan bertani bawang merah atau petugas Sekolah Lapang.

b) Mereka yang berpengalaman dalam kegiatan para petani dari pra-penanaman hingga pasca panen. Berpengalaman dalam hal ini adalah mereka yang sudah lama mengikuti kegiatan Sekolah Lapang, seperti pemimpin atau anggota Gapoktan lain.

(7)

Tabel 3.1 : daftar informan

Informan Kunci Informan Pendukung

Bapak Akat, selaku wakil ketua umum

asosiasi perbenihan bawang merah

Indonesia sekaligus ketua Gapoktan di Desa Sukorejo

Instansi terkait dari pemerintah, Dinas

Pertanian Daerah Kota Nganjuk

(Gunawan, S.P., M.Si)

Anggota Gapoktan di Desa Sukorejo

(Supriyadi, Suwito, Parmin, Endro,

Darmaji)

Masyarakat sekitar yang berhubungan dengan pertanian bawang merah :

-Buruh Tani : Poni dan Solikin -Petani bukan SL: Sulastri, Yasin -Alumni SL : Kasidi

Pengurus GAPOKTAN (Imam Hambali dan Malikin) dan Petugas pelaksana Sekolah Lapang (Suroto, S.P. dan Yaminah, S.P.)

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman (Pawito, 2007, h. 103)

Gambar 3.1: Model analisis Miles dan Huberman

Sumber: Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya

Agar penelitian kualitatif memiliki tingkat credibility yang tinggi maka dapat dilakukan metode sebagai berikut: a) Ketekunan / keajegan pengamatan, dengan meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan; b) Perpanjangan keikutsertaan, hal ini dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti; c) Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan isi UU no. 22 tahun 1999 pasal 95, petani Desa Sukorejo sudah berkembang dalam hal keikutsertaan dalam berpartisipasi pada program pembangunan

(8)

pertanian Sekolah Lapang yang diadakan pemerintah. Partisipasi tersebut ditunjukkan dengan adanya keikutsertaan petani pada program Sekolah Lapang di Desa Sukorejo. Pemberdayaan petani dijalankan dengan tujuan peningkatan perekonomian dan mensejahterakan masyarakat. Senada dengan pendapat Geertz (Prasetijo, 2008) yang memfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman maysarakat untuk bertindak dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya. Dalam kajian tersebut masyarakat Desa Sukorejo berpedoman pada hubungan yang terjalin di antara mereka untuk melakukan interaksi antar individu dan kelompok.

Terdapat tiga azas pokok universal pembangunan masyarakat pedesaan menurut Hamijoyo (2005, h. 94) yaitu dinamisasi, modernisasi, dan demokratisasi. Dalam konteks penelitian ini dinamisasi hadir dalam bentuk Sekolah Lapang yang mampu mendorong petani dalam berpartisipasi di Sekolah Lapang. Kemudian modernisasi muncul dalam bentuk kemajuan cara bertani masyarakat Desa Sukorejo dalam merawat bawang merah. Sedangkan demokratisasi yaitu petani diberikan kepercayaan penuh oleh Pemerintah Daerah Kota Nganjuk untuk melaksanakan Sekolah Lapang.

Model pembangunan yang terjadi di Desa Sukorejo mengkombinasikan antara top-down dan bottom-up, menurut Dagron (2001, h. 5) kedua model ini berperan penting untuk memberikan dampak partisipasi dan perubahan sosial dalam masyarakat. Proses komunikasi dalam Sekolah Lapang berjalan secara dua arah, di mana petugas tidak bersifat menggurui tetapi juga mendengarkan pendapat-pendapat dari petani. Berdasarkan paradigma communication for development (Servaes, 2007), proses belajar di Sekolah Lapang mendengarkan pendapat dari petani sebagai masukan dimana petani telah diposisikan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan. Dengan komunikasi secara dua arah, mereka merasa lebih dihargai dalam pelaksanaan program tersebut.

(9)

Proposisi

Maka proposisi yang ditawarkan adalah semakin kuat interaksi yang terjadi dari partisipasi petani dalam program Sekolah Lapang, maka komunikasi pembangunan yang diterapkan pemerintah dalam program peningkatan usaha tani semakin maksimal, sehingga tujuan dari pembangunan dapat tercapai.

Hal ini terjadi karena Sekolah Lapang menggunakan model komunikasi campuran antara top-down dan bottom-up untuk menyukseskan pembangunan pedesaan di Desa Sukorejo. Dalam hal ini model pembangunan perspektif baru memberikan pengaruh yang tinggi terhadap partisipasi petani dalam Sekolah Lapang. Sekolah Lapang di Desa Sukorejo mengutamakan kepentingan dan partisipasi masyarakat. Pemerintah menampung masukan dan aspirasi dari masyarakat sebagai pertimbangan pembentukan program Sekolah Lapang.

5. Kesimpulan

a) Petani peserta SL dan non SL saling bertukar informasi melalui getok tular dan klumpukan, serta diaplikasikan pada lahan mereka masing-masing. Melalui nilai lokal tersebut masyarakat petani dapat menyebar luaskan ilmu dari program SL pada petani lain yang tidak mengikuti SL.

b) Hubungan antara petani dengan petugas SL berjalan dua arah, tidak hanya petugas menyampaikan materi saja tetapi juga mendengarkan aspirasi dari para petani. Terutama pada kegiatan Sekolah Lapang, kegiatan belajar tidak bersifat menggurui tetapi lebih mengarah pada kegiatan diskusi dan sharing.

c) Program Sekolah Lapang di Desa Sukorejo merupakan komunikasi pembangunan perspektif baru. Pertama, menunjukkan adanya model top-down yaitu melalui penggalian masalah pertanian khususnya bawang merah oleh Pemerintah Daerah Kota Nganjuk menunjukkan adanya kepedulian terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat dan peningkatan isu terhadap program yang berkaitan dengan Pengendali Hama Terpadu yang dibantu oleh ketua dan pengurus GAPOKTAN. Kedua, menunjukkan model bottom-up yaitu masyarakat memiliki inisiatif partisipasi dalam kegiatan Sekolah Lapang dan inspirasi petani yang menjadi masukan bagi pemerintah.

d) Peran petani dalam program pembangunan ditunjukkan dengan partisipasi mereka untuk mengikuti Sekolah Lapang. Terjadi perubahan pola prilaku pada petani Desa Sukorejo dari sebelum mengikuti SL dan setelah mengikuti SL. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan perawatan Bawang Merah dengan bijak dan ramah lingkungan.

6. Saran

(10)

b) Melalui kegiatan klumpukan GAPOKTAN tersebut petani dari kelompok Ngudi Luhur (yang mengikuti SL) diposisikan sebagai pemateri secara bergantian. Materi yang disampaikan terlebih dahulu di list berdasarkan materi-materi di Sekolah Lapang, namun tetap didampingi pengurus atau mengundang petugas Sekolah Lapang. Dengan cara tersebut maka petani tidak akan menahan atau mengisolasi pengetahuan untuk urusan pribadi.

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan. (2003). Penelitian kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Chaer, Abdul. (1995). Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta:Rineka Cipta.

Cooper ,Chelsea & Goodsmith, Lauren. (2010). Communication,participation, & social change: a review of communication initiatives addressing gender-based violence, gender norms, and harmful traditional practices in crisis-affected settings. New York: Communication for Change.

Creswell, John. (1998). Qualitative inquiry and research design, choosing among five traditions. Thousand Oaks London:Sage Publication.

Dagron, Alfonso Gumucio. (2001). Making waves (stories of participatory for social change). New York:The Rockefeller Foundation.

Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. (2009). Qualitative research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Geertz, Clifford. (1983). Abangan, santri, priyai dalam masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.

Hamijoyo, Santoso S. (2005). Komunikasi partisipatoris: pemikiran dan implementasi komunikasi dalam pengembangan masyarakat. Bandung: Humaniora.

Kuswarno, Engkus. (2011). Etnografi komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Midgley, James. (1986). Community participation, social development and the state. London: Methuen.

Nasution, Zulkarimen. (2002). Komunikasi pembangunan pengenalan teori dan penerapannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prasetijo, Adi. (2008). Konsep kebudayaan menurut Geertz. Diakses pada 18 September 2014, dari http://etnobudaya.net/2008/04/01/konsep-kebudayaan-menurut-geertz/ Servaes, Jan dan Malikhao, Patchanee. (nd). Media and Glocal Change (Participatory

communication: the new paradigm, chapter 5).

Sztompka, Piotr. (2010). Sosiologi perubahan sosial. Jakarta: Prenada Media Grup.

(11)

Wahyu. (2005). Perubahan sosial dan pembangunan. Jakarta: PT. Hecca Mitra Utama. Waisbord, Silvio. (nd). Media and Glocal Change (Five key ideas: coincidences and

Gambar

Gambar 3.1: Model analisis Miles dan Huberman Sumber: Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana membuat aplikasi rekomendasi pengklasifikasian suatu artikel teks pada CHIP menggunakan algoritma Naïve Bayes dan seberapa

 perangkat keras : sebagaimana dijelaskan pada awal uraian mengenai teknologi yang biasa dikenal orang, yaitu sebagai mesin (proyektor, mobil) secara khusus

Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada “ Analisis Kinerja Keuangan Daerah yang dilihat dari aspek Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah,

a) Pejabat yang berwenang menggunakan cap instansi adalah pejabat yang mendapat pelimpahan/penyerahan wewenang dari pejabat pemerintah daerah untuk menetapkan/menandatangani

Slika 77 prikazuje brzine zavarivanja uzoraka tijela kompresijske stezaljke zavarenih ručnim i robotiziranim postupkom uz korištenje vrlo sličnih pozicionera, istog

BAB IV, hasil penelitian dan analisis tentang peran Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi peredaran produk kosmetik berbahaya di Kota Palangka

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair, pupuk NPK, stek rumput gajah mini, polybag berukuran diameter 40 cm x tinggi 50

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa gambaran kadar fosfat anorganik pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 nondialisis yang memiliki kadar