i Laporan Kerja Praktek
LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PAGEO UTAMA
“Pengolahan Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar untuk Pemetaan Dasar Laut"
Disusun Oleh :
Sri Windari NIM 10/298000/TK/36510
Muhammad Ulil Azmi R NIM 09/280191/TK/34670
JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
ii Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
Pengolahan Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder, dan Side Scan Sonar untuk Pemetaan Dasar Laut
LAPORAN KERJA PRAKTEK
disusun oleh: Sri Windari (10/298000/TK/36510) Muhammad Ulil Azmi R
(09/280191/TK/34670)
Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
Dosen Pembimbing Kerja Praktek
iii Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
LEMBAR PENGESAHAN INSTANSI
Laporan ini dibuat sebagai hasil Kerja Praktek di PT. PAGEO UTAMA yang dilaksanakan pada
Tanggal : 22 Januari 2014 – 22 Februari 2014 Jakarta, 20 Februari 2014
Disahkan oleh :
Susunan Tim Pembimbing
Anggota Anggota
Bapak Agung Prasetyo Bapak Sanny Samudra
Mengetahui,
iv Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
LEMBAR PENGESAHAN INSTITUSI
Laporan ini dibuat sebagai hasil Kerja Praktek di PT. PAGEO UTAMA yang dilaksanakan pada
Tanggal : 22 Januari 2014 – 22 Februari 2014 Yogyakarta, 20 Februari 2014
Telah diperiksa dan disetujui :
Dosen Pembimbing
Kerja Praktek,
Abdul Basith, ST, M.Si, Ph.D NIP. 197112271998031003
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Teknik Geodesi UGM,
v Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
KATA PENGANTAR
Puji syukur, penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, taufik, petunjuk, serta
hidayah-Nya, sehingga laporan Kerja Praktek ini dapat terselesaikan. Kerja Praktek dengan judul “Pengolahan Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar untuk Pemetaan Dasar Laut" ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah pilihan
Program Studi Teknik Geodesi-Geomatika dengan berat 3 sks.
Ucapan terima kasih tidak lupa penyusun sampaikan kepada :
1. Bapak Ir. Djurdjani, M.SP., M.Eng., Ph.D. selaku ketua jurusan Teknik Geodesi FT
UGM.
2. Bapak Abdul Basith, ST, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing Kerja Praktek atas
saran, dan masukannya.
3. Bapak Sobri Syawie selaku Owner PT. PAGEO UTAMA yang telah memberikan
kesempatan kami untuk melaksanakan Kerja Praktek.
4. Bapak Marino Abubakar, Bapak Agung Prasetyo, Bapak Sanny Samudra selaku
pembimbing Kerja Praktek di PT. PAGEO UTAMA atas ilmu, saran, masukan,
bimbingan, arahan, nasehat, dan waktu yang telah diberikan.
5. Mas Dindin, Mas Sukma, Mas Huda, Mbak Arum atas arahan dan bimbingannya
selama Kerja Praktek berlangsung.
6. Seluruh staff PT. PAGEO UTAMA yang telah menyambut hangat kedatangan kami
di PT. PAGEO UTAMA dan membantu membimbing kami.
Semoga budi baik dari semua pihak-pihak kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT.
Dalam penyusunan laporan ini sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat
ditunggu demi sempurnanya laporan ini. Terima kasih.
vi Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN INSTANSI ... iii
LEMBAR PENGESAHAN INSTITUSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ISTILAH DAN DEFINISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 13
I.1 Latar Belakang ... 13
I.2 Tujuan... 14
I.2.1 Tujuan Umum ... 14
I.2.2 Tujuan Khusus ... 15
I.3 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek ... 15
I.4 Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek ... 15
I.5 Jadwal Kegiatan Kerja Praktek ... 15
I.6 Landasan Teori ... 16
I.6.1 Survei Batimetri ... 16
I.6.2 Singlebeam Echosounder (SBES) ... 17
I.6.3 Multibeam Echosounder (MBES) ... 20
I.6.4 Side Scan Sonar (SSS) ... 25
BAB II PELAKSANAAN ... 28
II.1 Pelaksanaan Akuisisi Data Lapangan ... 28
II.1.1 Diagram Alir Akuisisi Data Lapangan ... 28
II.1.2 Persiapan dan Mobilisasi ... 30
vii Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
II.1.4 Pengukuran Offset Alat Survei... 31
II.1.5 Verifikasi DGPS ... 32
II.1.6 Kalibrasi Heading ... 32
II.1.7 Hasil Akuisisi Data ... 33
II.1.8 Kontrol Kualitas ... 35
II.1.9 Demobilisasi ... 35
II.2 Pelaksanaan Pengolahan Data ... 35
II.2.1 Diagram Alir Pelaksanaan Pengolahan Data ... 35
II.2.2 Persiapan ... 37
II.2.3 Pengolahan Data Singlebeam Echosounder... 38
II.2.4 Pengolahan Data Multibeam Echosounder ... 41
II.2.5 Pengolahan Data Side Scan Sonar ... 45
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 47
III.1 Karakteristik Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar... 47
III.2 Analisis Pengolahan Data Singlebeam Echosounder ... 48
III.3 Analisis Pengolahan Data Multibeam Echosounder ... 49
III.4 Analisis Pengolahan Data Side Scan Sonar ... 51
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
IV.1 Kesimpulan ... 54
IV.2 Saran... 54
viii Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
DAFTAR TABEL
Tabel III. 1 Karakteristik data singlebeam echosounder, multibeam echosounder dan side scan
sonar ... 47
Tabel III. 2 Interpretasi Data Side Scan Sonar ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. 1 Konsep Singlebeam Echosounder ... 17Gambar I. 2 Komponen Singlebeam Echosounder ... 18
Gambar I. 3 Koreksi barcheck ... 20
Gambar I. 4 Pancaran gelombang pada multibeam echosounder ... 21
Gambar I. 5 Kalibrasi Pitch ... 23
Gambar I. 6 Kalibrasi Roll ... 24
Gambar I. 7 Kalibrasi Yaw ... 24
Gambar I. 8 Komponen Side Scan Sonar ... 25
Gambar I. 9 Geometri side scan sonar dan definisi parameter dasar ... 26
Gambar II. 1 Diagram alir akuisisi data di lapangan ... 29
Gambar II. 2 Perencanaan Survey Lines ... 30
Gambar II. 3 Posisi offset alat survei terhadap titik acuan ... 31
Gambar II. 4 Verifikasi DGPS ... 32
Gambar II. 5 Kalibrasi Heading... 32
Gambar II. 6 Raw Data singlebeam Echosounder ... 34
Gambar II. 7 Diagram alir pelaksanaan pengolahan data ... 36
Gambar II. 8 Data Prediksi Pasang Surut ... 39
Gambar II. 9 Plotting Data Singlebeam Echosounder ... 40
Gambar II. 10 Track plot Data Singlebeam Echosounder ... 40
Gambar II. 11 Line 2A-2B untuk kalibrasi roll ... 41
ix Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
Gambar II. 13 Data sesudah kalibrasi roll ... 41
Gambar II. 14 Line 2A-2B untuk kalibrasi Pitch ... 42
Gambar II. 15 Data sebelum kalibrasi pitch ... 42
Gambar II. 16 Data sesudah kalibrasi pitch ... 42
Gambar II. 17 Line 1-3A untuk kalibrasi yaw ... 43
Gambar II. 18 Data sebelum kalibrasi yaw ... 43
Gambar II. 19 Data sesudah kalibrasi yaw... 43
Gambar II. 20 Tampilan x,y,z koordinat data multibeam echosounder... 44
Gambar II. 21 Gabungan data kedalaman dengan data format .tiff ... 45
Gambar II. 22 Hasil pengolahan data side scan sonar ... 46
Gambar II. 23 Tampilan data side scan sonar dengan data multibeam echosounder ... 46
Gambar III. 1 Crosscheck titik kedalaman ... 48
Gambar III. 2 Track plot sounding ... 48
Gambar III. 3 Crosscheck data MBES dan SBES ... 49
Gambar III. 7 Plotting data SSS dengan MBES ... 51
Gambar III. 9 Tampilan Seabed Feature yang dikonfigurasikan dengan data multibeamechosounder ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Alat-Alat Survei yang Digunakan ……….. 58LAMPIRAN B Langkah-Langkah Pengolahan Data Singlebeam Echosounder…….………… 60
LAMPIRAN C Langkah-Langkah Pengolahan Data Multibeam Echosounder………... 66
LAMPIRAN D Langkah-Langkah Pengolahan Data Side Scan Sonar……… 92
x
Pantulan kembali gelombang suara yang berasal dari dasar laut.
2. Bar check
Sebuah metode kalibrasi untuk singlebeam echosounder.
3. Bow
Bagian depan kapal yang biasa disebut juga haluan kapal.
4. Center of Gravity (CoG)
Titik pusat massa dari kapal (vessel).
5. Crosslines
Garis perekaman yang melintasi garis utama yang digunakan untuk memeriksa keakuratan
dari suatu pekerjaan.
6. Cross-track
Lintasan yang saling memotong.
7. Differential Global Positioning System (DGPS)
Suatu metode penentuan posisi real-time secara diferensial yang menggunakan data
pseudorange.
8. Digital Terrain Model (DTM)
Representasi statistik permukaan tanah yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinat
x,y dan z–nya pada suatu sistem koordinat tertentu.
9. Dynamic Motion Sensor (DMS)
Alat untuk mengkoreksi pitch and roll dari pergerakan kapal.
10.Echo
Energi radian yang direfleksikan.
11.GPS (Global Positioning System)
Sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang saling berhubungan yang berada di orbitnya.
12.Gyro Compass
Alat pengukur arah (heading) untuk keperluan navigasi.
xi
Sebuah transducer elektro-akustik yang merespon gelombang suara yang terbawa air dan
memberikan gelombang listrik yang pada dasarnya sama.
15.Jack-up Footprint
Jejak atau bekas yang disebabkan oleh Jack-up Rig.
16.Multibeam Echosounder (MBES)
Alat yang digunakan untuk mengukur banyak titik kedalaman secara bersamaan yang didapat
dari suatu susunan transducer (tranducer array).
17.Noise
Data hasil akuisisi yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
18.Offset
Garis pendek tegak lurus yang diukur pada garis atau titik dari data yang diinginkan sehingga
baris atau titik yang kedua bisa dicari dengan mengacu pada baris pertama.
19.Offshore Survey
Survei hidrografi yang dilakukan di wilayah yang jauh dari pantai atau lepas pantai.
20.Pipeline
Jalur pipa yang terdiri dari pipa-pipa tunggal yang disambung dan berfungsi untuk
mengalirkan fluida baik cari maupun gas dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
21.Platform
Suatu jaringan kerangka besi yang tabular dan ditancapkan pada dasar samudera untuk
mendukung peralatan produksi pada permukaan dan pengeboran rig.
22.Pock Mark
Lubang atau cekungan yang berada di dasar laut.
23.Seabed Features
Fitur-fitur yang berada di dasar laut.
24.Seabed Scar
Bekas pada dasar laut yang diakibatkan pergerakan rig dari suatu area ke area yang lain.
xii Teknik Geodesi
Universitas Gadjah Mada
Laporan Kerja Praktek
Jarak antara obyek di dasar laut dengan towfish.
26.Sound Velocity Profiling (SVP)
Alat yang digunakan untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara
dalam air laut.
27.Stern
Bagian belakang kapal yang biasa disebut juga buritan kapal.
28.Sunshot method
Metode yang digunakan untuk mengukur besarnya azimuth matahari.
29.Swath
Luas sapuan yang terukur.
30.Tide Gauge
Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran pasang surut secara mekanik dan
otomatis.
31.Tide Prediction
Model matematis dari pasang surut permukaan air laut yang diharapkan mendekati nilai yang
sebenarnya.
32.Towfish
Alat pada sistem side scan sonar yang berbentuk menyerupai ikan dan digunakan sebagai
akuisisi data kenampakan dasar laut, biasanya alat tersebut ditarik dibelakang kapal.
33.Track
Lintasan yang dilalui.
34.Transducer
Alat yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik (membangkitkan
gelombang akustik) dan sebaliknya.
35.Transmitter
Alat yang digunakan untuk memancarkan gelombang akustik.
36.Ultra Short Base Line System (USBL)
Sistem penentuan posisi di bawah laut dengan menggunakan kapal yang dipasang transducer
13 Laporan Kerja Praktek
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan bidang survei dan pemetaan sangatlah cepat, bermula dengan penggunaan
metode yang cukup konvensional untuk membuat sebuah peta hingga digunakanlah
teknologi yang modern dan lebih efisien serta efektif untuk memetakan area yang cukup
luas. Beragam alat-alat mutakhir telah diciptakan dan siap dipergunakan sebagai penunjang
proses pemetaan. Terlihat bahwa pemetaan sekarang tidak hanya pemetaan topografi yang
dilakukan di daratan melainkan juga pemetaan yang dilakukan di laut. Wilayah laut saat ini
mulai banyak diperbincangkan, direncanakan, ditempati dan bahkan diperebutkan oleh
perorangan, institusi negeri maupun swasta. Laut merupakan area yang mengandung sumber
daya alam yang lebih beragam jika dibandingkan di darat. Akan tetapi belum banyak orang
bisa melakukan eksplorasi di dalamnya, oleh karena itu diharapkan dengan semakin maju
zaman dan semakin majunya teknologi pemetaan yang ada di laut, manusia bisa
memanfaatkan sumber daya tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kaidah dan
aturan yang ada. Berkaitan dengan pandangan keilmuan geodesi sekarang ini, yang berusaha
mengenal dan mengeksplorasi laut maka dikenal istilah Survei Hidrografi, yang merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memetakan wilayah lautan.
PT. PAGEO UTAMA merupakan perusahaan survei terkemuka yang menyediakan jasa
survei di bidang Survei Hidrografi dan telah mengerjakan berbagai macam proyek dalam hal
penentuan posisi dan subsea untuk minyak dan gas lepas pantai dan industri konstruksi lepas
pantai. PT. PAGEO UTAMA juga sudah bekerja sama dengan perusahaan dan instansi luar
untuk mengerjakan proyek yang bergerak dalam bidang hidrografi. Oleh karena itu dengan
adanya mata kuliah Survei Hidrografi yang telah diajarkan di Kampus Teknik Geodesi,
menjadi modal secara teoritis bagi mahasiswa untuk menggali lebih dalam dan mencari
pengalaman secara langsung di lapangan agar mampu mengimplementasikan segala teori
14 Laporan Kerja Praktek
lapangan maka diadakanlah Kerja Praktek yang merupakan mata kuliah pilihan dengan
beban 3 sks yang harapannya mampu memberikan suasana baru kepada mahasiswa untuk
belajar secara langsung di lapangan dan berinterakasi serta bekerjasama dengan para tenaga
ahli lainnya untuk merumuskan serta mngambil segala bentuk kebijakan yang dapat
digunakan untuk memajukan serta mensejahterkan kehidupan manusia. Untuk itulah
diajukannya Kerja Praktek ke PT. PAGEO UTAMA yang harapannya dapat memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan berbagai macam
pengalaman sebelum terjun ke dunia kerja. Dalam Kerja Praktek ini akan mempelajari
pengolahan data echosounder baik itu multibeam echosounder maupun singlebeam
echosounder serta side scan sonar yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan peta
dasar laut maupun untuk keperluan analisis pekerjaan selanjutnya seperti pekerjaan dalam
eksplorasi minyak lepas pantai, pembangunan rig, pemasangan pipa bawah laut dan
sebagainya.
I.2 Tujuan
Tujuan yang bisa dicapai dalam pelaksanaan Kerja Praktek ini meliputi tujuan umum dan
tujuan khusus.
I.2.1 Tujuan Umum
1. Sebagai media untuk mahasiswa supaya bisa mengenal proyek di lapangan secara
langsung dan menerapkan teori-teori yang telah diterima semasa mengikuti mata kuliah
Survei Hidrografi.
2. Mahasiswa bisa mengetahui tugas seorang surveyor di lapangan dalam kaitannya dengan
Offshore Survey.
3. Mahasiswa bisa mengetahui tahap-tahap pelaksanaan survei batimetri di lapangan.
4. Membuka kesempatan mahasiswa untuk lebih memahami dan meningkatkan
pengetahuan dalam bidang hidrografi terutama terkait pengolahan data singlebeam
echosounder, multibeam echosounder serta side scan sonar.
5. Mahasiswa bisa mempelajari berbagai program aplikasi yang belum pernah diajarkan di
15 Laporan Kerja Praktek
6. Kesempatan mahasiswa untuk mengetahui peralatan Survei Hidrografi secara langsung
yang belum pernah di lihat saat perkuliahan.
7. Sebagai peluang mahasiswa untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan potensi diri
dan rasa percaya diri untuk terjun ke dunia pekerjaan secara langsung.
8. Sebagai media pembelajaran mahasiswa untuk mampu bekerjasama dalam tim dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
I.2.2 Tujuan Khusus
Sesuai dengan tema Kerja Praktek yang berjudul “Pengolahan Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar untuk Pemetaan Dasar Laut" maka pelaksanaan Kerja Praktek ini bertujuan supaya mahasiswa bisa mengetahui tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam mengolah data singlebeam echosounder,
multibeam echosounder dan side scan sonar yang diperlukan untuk menghasilkan peta
dasar laut yang mencakup data kedalaman, identifikasi obyek yang ada di dasar laut
dimana nantinya data tersebut digunakan untuk pekerjaan selanjutnya seperti pemasangan
jalur pipa, pembangunan rig dan sebagainya.
I.3 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Waktu pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah 1 bulan mulai tanggal 22 Januari 2014 – 22 Februari 2014.
I.4 Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT. PAGEO UTAMA yang berada di Jalan Tebet
Timur Raya No.54, Tebet Timur, Jakarta 12820.
I.5 Jadwal Kegiatan Kerja Praktek
Berikut gambaran jadwal kegiatan dan pelaksanaan Kerja Praktek :
Tanggal Kegiatan
23 Januari 2014 Pengenalan PT. PAGEO UTAMA, Pengenalan
Alat Survei Hidrografi dan Studi Literatur
16 Laporan Kerja Praktek
31 Januari 2014 – 6 Februari 2014 Pengolahan Data Singlebeam Echosounder dan Pengolahan Data Multibeam Echosounder
7 Februari 2014 – 13 Februari 2014 Pengolahan Data Multibeam Echosounder dan Pengolahan Data Side Scan Sonar
14 Februari 2014 –22 Februari 2014 Penyusunan Laporan dan Presentasi Hasil Kerja Praktek
I.6 Landasan Teori
I.6.1 Survei Batimetri
Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu proses pengukuran
kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan
(konfigurasi) dasar perairan (seabed surface) (Poerbandono, 1999). Konfigurasi/
topografi dasar laut yang dimaksud termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang
mungkin membahayakan bagi kepentingan navigasi. Selain itu tujuan survei batimetri
adalah untuk mendeskripsikan karakteristik fisik dari dasar laut. Data batimetri dapat
digunakan untuk membuat peta yang menggambarkan kontur kedalaman dan struktur di
bawah air dan biasanya juga digunakan untuk menghitung volume dan rerata dan
maksimum kedalaman pada tubuh air. Pada survei batimetri pengukuran kedalaman
dilakukan secara simultan dengan pengukuran posisi horizontalnya dimana pengukuran
kedalaman menggunakan alat ukur kedalaman dengan gelombang akustik, sedangkan alat
untuk posisi horizontalnya menggunakan prinsip penentuan posisi dengan GPS dan
metode yang dipakai adalah DGPS. Selain hal tersebut pada pengukuran batimetri
dipengaruhi oleh dinamika media air laut berupa pasang surut laut, sehingga sangat sulit
untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada
pengukuran kedalaman dasar laut perlu dilakukan tiga pengukuran sekaligus pada waktu
yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman
17 Laporan Kerja Praktek
I.6.2 Singlebeam Echosounder (SBES)
I.6.2.1 Definisi Singlebeam Echosounder
Singlebeam echosounder adalah alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran
tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Pengukuran dengan
menggunakan singlebeam echosounder dapat dilihat pada gambar I.1
Gambar I.1 Konsep Singlebeam Echosounder
Sumber : (http://www.asi-group.com/equipment/single-beam-echosounding)
Pada dasarnya singlebeam echosounder digunakan untuk membuat peta 3D yang
dikombinasikan dengan permukaan fisik lokasi dasar laut yang pada umumnya digunakan
untuk melakukan survei pendahuluan sebelum penggunaan multibeam sonar.
Singlebeam echosounder terdiri dari 2 jenis :
Single frequency merupakan singlebeam echosounder yang menggunakan satu frekuensi saja yaitu high frequency
Dual frequency merupakan singlebeam echosounder yang menggunakan dua frekuensi yaitu high frequency dan low frequency. High frequency lebih
memberikan kedalaman yang akurat dalam hubungannya dengan keselamatan
pelayaran, sedangkan low frequency mampu melakukan penetrasi hingga ke
lumpur dasar lautnya (sangat dalam) sehingga tidak aman untuk pelayaran.
I.6.2.2 Komponen Singlebeam Echosounder
Pengukuran kedalaman dengan singlebeam echosounder terdiri atas 4 komponen :
18 Laporan Kerja Praktek
2. Receiver
3. Control
4. System display
Hubungan antar komponen singlebeam echosounder dapat dilihat pada gambar I.2
Gambar I.2 Komponen Singlebeam Echosounder
(Sumber : http://woodshole.er.usgs.gov/operations/sfmapping/singlebeam.htm)
I.6.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Singlebeam Echosounder
Kelebihan singlebeam echosounder adalah :
Relatif mudah untuk digunakan.
Mampu menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis track yang dilalui oleh kapal.
Ketika sonar memiliki sudut beam yang sempit maka akan menyediakan keakuratan posisi yang cukup tinggi dalam pengukuran kedalamannya.
Kekurangan singlebeam echosounder adalah :
Dalam hal kecepatan survei, singlebeam echosounder bukan merupakan instrumen pengukuran yang efisien waktu karena dalam sekali pengukuran hanya
mendapatkan satu ukuran kedalaman.
Ada fitur-fitur dasar laut yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis tracking perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak
terlihat oleh sistem ini.
19 Laporan Kerja Praktek
I.6.2.4 Cara Kerja Singlebeam Echosounder
Prinsip kerja dari sistem tersebut ialah transducer memancarakan pulsa akustik dengan
frekuensi tertentu ke dasar perairan secara tegak lurus, kemudian dipantulkan oleh dasar
perairan lalu diterima kembali. Data yang diperoleh dari proses itu adalah selang waktu
gelombang mulai dipancarkan dan gelombang kembali diterima, sehingga diperoleh data
kedalaman yang dicatat alat perekam yang merupakan fungsi dari selang waktu. Proses
tersebut dapat diuraikan pada persamaan (I.1.) (Poerbandono, dkk., 2005) :
………(I.1)
Keterangan notasi :
d : Kedalaman laut yang terukur saat kedalaman,
v(t) : Cepat rambat gelombang suara standar,
Δt : Selang waktu saat gelombang dipancarkan dan gelombang kembali diterima.
I.6.2.5 Kalibrasi Singlebeam Echosounder
Kalibrasi dilakukan untuk menjaga ketelitian pemeruman yang diakibatkan kesalahan
sifat gelombang akustik. Metode kalibrasi yang lazim dilakukan untuk alat pemeruman
pada survei batimetri adalah kalibrasi dengan menggunakan barcheck. Kalibrasi ini
sangat membantu memperoleh data ukuran yang benar akibat beberapa sumber kesalahan
sekaligus. Barcheck ini terbuat dari lempeng baja yang terbuat dari lempeng logam yang
berbentuk lingkaran atau segi empat yang digantungkan pada tali atau rantai berkala dan
diletakan di bawah transducer. Tali atau rantai berkala digunakan sebagai pembanding
hasil ukuran dengan hasil yang terbaca oleh alat perum gema. Pembandingan pengukuran
kedalaman dilakukan untuk setiap perubahan kedalaman, mulai dari 0 meter hingga
kedalaman maksimum yang akan diperum dengan interval 1 meter (Poerbandono, dkk.,
2005). Pengukuran barcheck harus dilakukan paling tidak 2x sebelum dan 2x sesudah.
Kemudian untuk hasil pengukuran barcheck harus dibandingkan dengan hasil
pengukuran SVP untuk mengecek apa sudah benar apa belum. Barcheck digunakan
20 Laporan Kerja Praktek
Selain itu perlu dilakukan pengukuran tide tapi pengukuran tide sangat optional karena di
laut bebas tide-nya sangat kecil, pengukuran tide biasanya digunakan 2 alat, yaitu Tide
Gauge atau Tide Prediction.
Gambar I.3 Koreksi barcheck
Gambar I.3. juga menunjukan perlu adanya koreksi draft transducer pada data
pemeruman selain koreksi pasang surut air dan barcheck. Hal ini karena posisi
transducer terletak bukan di permukaan air, namun tergantung di bawah permukaan air.
Maka untuk mengolah datannya dapat dihitung dengan rumus :
Hterkoreksi = Hechosounder + draft transducer + koreksi barcheck...(I.2)
I.6.3 Multibeam Echosounder (MBES)
I.6.3.1 Definisi Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan
cakupan area dasar laut yang luas. Pada multibeam echosounder ini menggunakan banyak
beam (lebih dari satu pancaran) yang ditunjukkan pada gambar I.4. Dengan sistem ini,
setiap kali dikirimkan gelombang suara ke dasar laut, maka akan diperoleh banyak titik
21 Laporan Kerja Praktek
Gambar I. 4 Pancaran gelombang pada multibeam echosounder
(Sumber : http://continentalshelf.gov/missions/10arctic/logs/aug07/aug07.html)
Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam akan
mendapatkan satu titik kedalaman hingga jika titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan
akan membentuk profil dasar laut. Jika kapal bergerak maju hasil sapuan multibeam
echosounder tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar
laut.
I.6.3.2 Komponen Multibeam Echosounder
Pada MBES merujuk pada sekumpulan sensor dipasang pada suatu wahana survei
yang digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan pengukuran kedalaman seketika.
Instrumentasi dasar tersebut antara lain :
1. Transducer
2. Unit kontrol dan integrasi
3. Unit Referensi Vertikal (sensor roll, pitch, yaw dan heave)
4. Sound Velocimeters
5. Positioning System
6. Sensor Heading
Kelengkapan lainnya seperti monitor dan alat (software) akusisi biasanya
digunakan untuk memantau hasil secara langsung (real time) dan penilaian kualitas
22 Laporan Kerja Praktek
I.6.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Multibeam Echosounder
Keuntungan penggunaan multibeam adalah :
Multibeam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 meter akurasi vertikal dan kurang dari 1 meter akurasi horizontalnya) (Urick,
1983).
Secara efektif dalam sekali survei multibeam mampu memetakan beberapa lokasi dasar laut yang berbeda dalam sekali waktu. Lokasi-lokasi dasar laut tersebut
kemudian disusun menjadi sebuah peta area dasar laut yang kontinyu biasanya
arah titik-titik pemerumannya tergak lurus terhadap jalannya kapal yang disebut
swath yang biasanya berukuran 120-160 derajat.
Selain menyediakan baik peta batimetri multibeam juga mampu menghasilkan gambar backscatter daerah yang disurvei.
Kekurangan penggunaan multibeam echosounder adalah :
Pengukuran dengan multibeam echosounder membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal.
Pengukuran dengan multibeam echosounder lebih kompleks.
I.6.3.4 Cara Kerja Multibeam Echosounder
Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang
dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik dipantulkan
kembali dari dasar laut (seabed). Semakin dekat obyeknya dengan sumber maka
intensitasnya pun semakin kuat. Gelombang akustik yang dipantulkan dari dasar laut
selanjutnya dianalisis oleh transducer sehingga dapat dibedakan gelombang pantul yang
datang dari arah yang berbeda. Untuk mendeteksi arah datangnya sinyal yang dipantulkan
oleh dasar laut, transducer pada MBES menggunakan tiga metode pendeteksian, yaitu
pendeteksian amplitudo, fase dan interferometrik (sudut). Pada prinsipnya pengukuran
multibeam echosounder menggunakan pengukuran selisih fase pulsa (jenis pengamatan
yang digunakan adalah metode pulsa). Untuk teknik pengukuran yang digunakan selisih
fase pulsa ini yaitu fungsi dari selisih pulsa waktu pemancaran dan penerimaan pulsa
23 Laporan Kerja Praktek
I.6.3.5 Kalibrasi Multibeam Echosounder
Proses kalibrasi yang dilakukan meliputi proses pitch, roll, dan yaw. Adapun penjelasan dari
ketiga proses kalibrasi tersebut meliputi :
1. Kalibrasi Pitch
Pitch diukur dari dua pasang titik kapal dalam menentukan kedalaman terhadap
sesuatu kemiringan pada dua kecepatan berbeda atau untuk mengoreksi gerakan heading
kapal. Hal penting dari kalibrasi pitch karena sepanjang penggantian jalur adalah
sebanding terhadap kedalaman air (pergerakan terhadap sumbu Y). Jadi semakin dalam
kedalaman air (mengarah pada perairan dalam) maka semakin kecil nilai kalibrasinya.
Gerakan pitch mempengaruhi perubahan posisi rotasi kapal pada sumbu Y. Gerakan ini
dipengaruhi oleh dinamika pergerakan air laut. Sudut rotasi pitch bernilai positif apabila
posisi haluan kapal (sisi depan kapal) berada di atas permukaan air (Aritonang, 2010).
Gambar I.5 Kalibrasi Pitch
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi satu jalur yang sama, dengan
arah berlawan, melintasi kedangkalan yang bergradien tajam, menggunakan kecepatan
sama serta pancaran terdalam yang overlap digunakan untuk koreksi.
2. Kalibrasi Roll
Kalibrasi ini paling terasa pengaruhnya di perairan yang dalam dan harus secara
hati-hati dalam diukur. Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan oleng kapal
dalam arah sumbu X. Untuk sudut kecil kurang dari 3° roll offset dapat diperkirakan
24 Laporan Kerja Praktek
R = tan-1 [(dz/do)/2]………(I.3)
Dimana :
R = roll offset (dalam derajat)
dz = perbedaan kedalaman (m)
do = jarak across-track (m)
Gambar I.6 Kalibrasi Roll
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi satu lajur yang sama, dengan
arah berlawanan, melintasi dasar laut relatif datar, menggunakan kecepatan sama serta
pancaran terluar yang overlap digunakan untuk koreksi (Sasmita, 2008).
3. Kalibrasi Yaw
Yaw adalah gerakan kesamping pada kapal disekitar sumbu Z. Hal tersebut
disebabkan tekanan berbeda pada badan kapal.
Gambar I.7 Kalibrasi Yaw
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi dua jalur yang sejajar dengan spasi
2 (dua) kali kedalaman, dengan arah yang sama, melintasi kedangkalan yang bergradien
25 Laporan Kerja Praktek
untuk koreksi. Tes ini terdiri dari suatu survei yang kecil beberapa bentuk yang kemudian
dievaluasi untuk melihat kekonsistenannya dan lalu mengkoreksinya. Uji dilakukan
dengan cek yang akhir dari offset-offset dan penyimpangan-penyimpangan untuk
memverifikasi apakah data tersebut telah sesuai persyaratan-persyaratan ketelitian untuk
survei.
I.6.4 Side Scan Sonar (SSS)
I.6.4.1 Definisi Side Scan Sonar (SSS)
Side scan sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat
memancarkan beam pada kedua sisi bagiannya secara horizontal. Side scan sonar
memancarkan pulsa suara pada kisaran frekuensi 100-500 kHz. Semakin besar nilai
frekuensi maka resolusi data yang dihasilkan akan semakin tinggi akan tetapi area
cakupannya semakin sempit (MacLennan dan Simmonds, 2005). Side scan sonar
terutama dirancang untuk memberikan "gambar akustik" dari dasar laut, dengan resolusi
tinggi. Selain itu, side scan sonar adalah alat yang berguna untuk deteksi target, misalnya
kecelakaan kapal, pipa dan kabel.
I.6.4.2 Komponen Side Scan Sonar (SSS)
Sebuah sistem side scan sonar terdiri dari komponen-komponen dibawah ini :
alat perekam (recorder), sensor bawah air (towfish dengan transducer), dan kabel derek
untuk menghubungkan antara alat perekam dan sensor bawah air. Komponen side scan
dapat dilihat pada gambar I.8
Gambar I.8 Komponen Side Scan Sonar (USACE, 2002)
Towfish Recorder
26 Laporan Kerja Praktek
I.6.4.3 Cara Kerja Side Scan Sonar (SSS)
Pulsa-pulsa listrik tersebut diubah menjadi energi mekanik. Hasil dari perubahan
tersebut berupa sinyal ultrasonik yang kemudian dipancarkan ke dasar laut. Sinyal-sinyal
tersebut dipantulkan kembali oleh dasar laut dan diterima kembali ke towfish. Interval
waktu dari pengembalian sinyal tersebut tergantung dari jarak antara towfish dengan titik
pemantulannya, selain itu besarnya amplitudo dan frekuensi sinyal ultrasonik juga
berbeda sesuai dengan jenis objek yang memantulkan sinyal ultrasonik tersebut. Sinyal
ultrasonik yang diterima oleh towfish diubah kembali menjadi pulsa-pulsa listrik dan
diteruskan ke recorder untuk proses perekaman. Hasil rekaman yang terdapat pada kertas
recorder kemudian diinterpretasikan jenis objek di dasar laut atau keadaan topografi di
dasar laut.
Blok Diagram Prinsip Kerja Side Scan Sonar
Gelombang akustik dipantulkan oleh sonar berinteraksi dengan dasar laut dan
sebagian besar energi tercermin specularly. Jarak tempuh dari transducer ke target dasar
laut disebut jarak miring. Sudut antara gelombang datang dan dasar laut disebut sudut
datang. Sudut pengembalian adalah 90°- sudut datang, yaitu sudut antara gelombang
datang dan normal lokal ke dasar laut (Blondel dan Murton, 1997).
Gambar I.9 Geometri side scan sonar dan definisi parameter dasar (Blondel and Murton, 1997)
OBJEK/DASAR LAUT
27 Laporan Kerja Praktek
Lebar sudut beam yang sempit tidak hanya diperlukan untuk mendapatkan
gambar dari dasar laut yang tajam, tetapi membantu menghindari noise dari sumber
asing. Di laut, noise akan sampai menuju sonar dari segala arah tetapi respon terhadap
semua gangguan ini akan dikendalikan oleh pola beam. Dengan demikian sebagian besar
noise akan ditolak, sehingga meningkatkan kinerja sonar (Mazel, 1985).
I.6.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Side Scan Sonar (SSS)
Kelebihan side scan sonar meliputi :
Penggunan sistem dual frekuensi yang memungkinkan dapat bekerja secara simultan dengan resolusi yang berbeda dan biasanya digunakan pada perairan
yang relatif dangkal (Lurton, 2002).
Frekuensi yang digunakan bervariasi sehingga memungkinkan untuk membatasi panjang array di bawah satu meter dengan jangkauan mencapai kisaran ratusan
meter.
Sinyal yang dipancarkan memiliki durasi sekitar 0,1 meter/detik, sehingga resolusi spasial dapat mencapai 0,1 meter (Lurton, 2002)
Mampu menghasilkan citra dasar laut yang dapat digunakan untuk mendeteksi obyek yang dapat diperkirakan ketinggiannya menggunakan shadows.
Kekurangan dari side scan sonar adalah :
Kebutuhan untuk memastikan cakupan yang lengkap dari daerah yang disurvei karena adanya kesenjangan kolom air di bawah towfish .
Adanya distorsi data side scan sonar karena ketidakstabilan towfish, variasi kecepatan dalam kapal survei, dan jangkauan kompresi data karena ketinggian
towfish (distorsi slant-range). Ketidakstabilan towfish diminimalisir dengan
konfigurasi towing yang digunakan. Variasi kecepatan dan distorsi slant-range
dapat dikoreksi dengan sistem side scan sonar digital (Fish and Carr, 1990).
Kecepatan koreksi dapat dilakukan secara online selama akuisisi data dengan
28 Laporan Kerja Praktek
BAB II
PELAKSANAAN
II.1 Pelaksanaan Akuisisi Data Lapangan
II.1.1 Diagram Alir Akuisisi Data Lapangan
Pelaksanaan akuisisi data di lapangan dapat ditunjukkan pada gambar II.1 dibawah ini,
Ya Ya
Pengukuran Offset Alat Survei
A
Positioning DGPS Pengukuran Heading
Verifikasi
Persiapan Software Olah data
Perencanaan Survey Lines Persiapan & Mobilisasi
(Alat dan Personil)
Koordinat titik kontrol
29 Laporan Kerja Praktek
Akuisisi Data Side Scan Sonar
Pengukuran Draft Tranducer Perekaman DMS Verifikasi Side Scan Sonar
Koreksi Barcheck
Kalibrasi Pitch, Roll, Yaw
Observasi Side Scan Sonar
Raw Data Raw Data
30 Laporan Kerja Praktek
II.1.2 Persiapan dan Mobilisasi
Persiapan dan mobilisasi merupakan tahap yang dilakukan sebelum melakukan
pengukuran di lapangan yang meliputi persiapan :
Wahana : Kapal
Personil : Surveyor, Engineer, Data Processor, Geophysicist
Instalasi Peralatan yang terdiri dari :
Positioning System (DGPS Veripos)
Navigation System (QINSy 8 Navigation System)
Heading System (Gyro)
Ultra Short Base Line System (USBL)
Sound Velocity Profiling (SVP)
Heave Compensator
Motion Sensor (DMS.05)
Singlebeam Echosounder
Mulibeam Echosonder
SSS System
Tide Gauge
II.1.3 Perencanaan Survey Lines
Sebelum dilakukan pengukuran di lapangan harus didesain perencanaan lajur pemeruman
yang nantinya akan diukur kedalamannya.
100-300 m
50-100
Lajur Silang
Dengan jarak antar lajur100-300 m
Lajur Utama
Dengan jarak antar lajut 50-100 m
31 Laporan Kerja Praktek
II.1.4 Pengukuran Offset Alat Survei
Merupakan tahapan yang dikerjakan setelah tahap instalasi pemasangan antena GPS dan
peletakan pole transducer serta perangkat lain seperti DMS (Dynamic Motion Sensor), heave
compensator, dll pada kapal survei selesai dilakukan.
Dalam gambar II. 2 di atas dianggap antenna GPS sebagai titik acuannya yaitu koordinat 0,0
maka posisi alat survei lainnya harus dihitung offset-nya dari posisi antena GPS tersebut agar
kesalahan offset mampu diminimalisir.
Cara menentukan offset alat survei, yaitu :
1. Mengukur dimensi kapal.
2. Mengukur offset masukkan tiap alat yang ada di kapal.
Posisi DMS biasanya harus berada di tengah kapal (di CoG), heave compensator harus
berada di dekat echosounder, GPS harus diposisikan di tempat yang obsruksinya kecil.
3. Harus ada datum referensi yang sama.
32 Laporan Kerja Praktek
II.1.5 Verifikasi DGPS
Gambar II. 4 Verifikasi DGPS
Gambar II.4 merupakan tahap verifikasi DGPS yang menjadi salah satu tugas yang
dikerjakan oleh seorang surveyor. Verifikasi DGPS ini dilakukan di dermaga dasar (jetty)
sebelum survei dilakukan tujuannya untuk mengetahui selisih posisi koordinat titik yang sama
hasil pengukuran DGPS dan Total Station di darat dengan menggunakan 2 buah titik BM yang
diketahui koordinatnya. Apabila selisih ukuran hasil dari verifikasi melebihi ketelitian / akurasi
alat DGPS maka perlu dilakukan :
1. Pengecekan parameter geodetik yang dimasukkan pada GPS.
2. Verifikasi koordinat (easting, northing) 2 titik kontrol yang digunakan.
II.1.6 Kalibrasi Heading
33 Laporan Kerja Praktek
Kalibrasi heading yang ditunjukkan pada gambar II.5 perlu dilakukan sebelum dilakukan survei
selanjutnya, hal ini bertujuan untuk mengkoreksi seberapa besar perbedaan arah gyro compass
yang direkam dengan arah kapal yang sesungguhnya. Arah kapal sesungguhnya dapat diketahui
dengan mengukur azimuth dengan 2 buah prisma yang berada di kapal tepatnya di titik A(haluan
/bow) dan titik B (buritan /stern). Semakin jauh jarak antara 2 prisma tersebut maka representasi
hasil pengukurannya akan lebih maksimal. Kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan
dengan Gyro yang direcord.
Tahapan kalibrasi heading :
1. Diketahui koordinat titik BM1 dan BM2 di pelabuhan, hitung azimuth dari BM1 ke BM2.
2. Dirikan alat di BM1 kemudian bidik ke titik A dan B, ukur sudut dan jarak ke titik A dan
B.
3. Sebelum membidik, timing dengan logging Gyro Compass harus sama.
4. Kemudian hitung koordinat titik A dan B.
5. Setelah itu hitung azimuth dari titik A ke B.
6. Hitung selisih antara azimuth hitungan dengan azimuth hasil pengukuran dengan Gyro
Compass.
7. Kemudian masukkan koreksi azimuth tersebut ke dalam software navigasi.
Apabila disaat survei tidak terdapat BM di pelabuhan maka pengukuran kalibrasi dapat
menggunakan Sunshot method (pengkuran azimuth Matahari).
II.1.7 Hasil Akuisisi Data
Setelah melakukan akuisisi data menggunakan singlebeam echosounder, multibeam echosounder
dan side scan sonar dimana masing-masing alat sudah dilakukan kalibrasi, maka akan
mendapatkan raw data yang meliputi :
1. Raw data singlebeam echosounder, terdiri dari easting, northing dan data kedalaman
yang belum terkoreksi dengan tide. Raw data hasil pengukuran singlebeam echosounder
34 Laporan Kerja Praktek
Gambar II. 6 Raw Data singlebeam Echosounder
Keterangan :
Hi : hasil pengukuran kedalaman dengan high frequency
Low : hasil pengukuran kedalaman dengan low frequency
2. Raw data multibeam echosounder terdiri dari easting, northing, kedalaman yang belum
terkoreksi.
Dengan memiliki 3 jenis format data :
.db database file data multibeam echosounder
.qpd untuk input pengolahan data multibeam echosounder ke dalam software
.grd data grid untuk pembentukan DTM-nya
3. Raw data side scan sonar terdiri dari easting, northing, raster image.
Dengan format data :
.jsf format data hasil akuisi lapangan sehingga untuk pengolahannya perlu diekstrak ke
format .xtf
.xtf mempunyai high frequency dan low frequency, format data sebagai input
35 Laporan Kerja Praktek
II.1.8 Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengecek/mengontrol data hasil
pengukuran pakah sudah sesuai dengan lingkup pekerjaan yang diberikan atau tidak. Apabila
data sudah sesuai, maka data sudah siap untuk diproses lebih lanjut.
II.1.9 Demobilisasi
Demobilisasi adalah tahap akhir dari proses akuisisi data di lapangan yang meliputi aktivitas
pelepasan alat-alat survei dari kapal. Demobilisasi akan dianggap selesai jika seluruh peralatan,
bahan, personil, atau lainnya telah dikeluarkan dari lokasi pekerjaan, dan persyaratan-persyaratan
penyelesaian pekerjaan sebagaimana diatur dalam kontrak telah terpenuhi.
II.2 Pelaksanaan Pengolahan Data
II.2.1 Diagram Alir Pelaksanaan Pengolahan Data
Pelaksanaan pengolahan data secara sistematis dapat dilihat pada gambar II.7
Tidak
A B C
Raw Data multibeam: Easting (X), Northing(Y), Kedalaman yang belum terkoreksi dlm format *.qpd
Raw Data side scan sonar: Easting (X), Northing (Y), Raster image format *.jsf
Kalibrasi pitch,roll,yaw Konversi ke format*.xtf
Mulai
Raw Data singlebeam: Easting (X), Northing (Y), Kedalaman yang belum terkoreksi
Pemilihan data
Cek Data di
echoroll
Data jelek Data Bagus
36 Laporan Kerja Praktek
Penjelasan terkait pelaksanaan pengolahan data akan secara rinci dijelaskan pada sub bab
berikutnya.
A B C
Pendefinisian sistem proyeksi di software Triton Isis
Exporting data format*.tiff
Pembuatan Mosaic
Exporting data format *.pts & *.tiff
Penyajiandata (plotting)
Kontrol Kualitas
Analisis dan interpretasi
Ya
Tidak Tidak
Gambar II. 7 Diagram alir pelaksanaan pengolahan data
Koreksi Tide
Kedalaman terkoreksi
37 Laporan Kerja Praktek
II.2.2 Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penyiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan Kerja
Praktek.
II.2.2.1 Bahan
1. Data hasil akuisisi (raw data) singlebeam echosounder dalam format seperti berikut :
- Sistem koordinat grid yaitu : Easting (X) dan Northing (Y)
- Kedalaman (Z) yang belum terkoreksi
2. Data hasil akuisisi (raw data) multibeam echosunder dalam format *.qpd pada lokasi
pengukuran.
3. Data hasil akuisisi side scan sonar format *.jsf
4. Data prediksi pasang surut stasiun Tanjung Priok yang diekstrak dari tabel pasang surut
tahun 2013 terbitan Dishidros.
II.2.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam Kerja Praktek terdiri dari perangkat keras (hardware) dan
perangkat lunak (software) yang meliputi :
1. Perangkat keras (hardware)
a) Seperangkat komputer dengan spesifikasi :
a. Computer : Intel® Core ™ i7-3770CPU @ 3.40GHz
b. Memory : 3.48 GB
c. Graphics Card : NVIDIA GeForce GT 620 (1GB)
d. Operating System : Microsoft Windows XP
b) Flasdisk Kingston 8GB
c) Hardisk WD Element 1Tera
2. Perangkat lunak (software)
a) Microsoft Excel 2007 untuk pemrosesan data singlebeam echosounder.
b) QINSy 8.0 (milik PT.PAGEO UTAMA) untuk pemrosesan data multibeam
echosounder.
c) AutoCAD Map 3D 2009 untuk penyajian data multibeam echosounder, singlebeam
38 Laporan Kerja Praktek
d) Autochart (milik PT. PAGEO UTAMA) untuk mempermudah penyajian dan
pembuatan garis kontur data multibeam echosounder.
e) EdgeTech Discover (milik PT.PAGEO UTAMA) untuk mengkonversi data side
scan sonar dari format .jsf ke format .xtf supaya bisa dilakukan pengolahan
selanjutnya.
f) Triton Isis (milik PT.PAGEO UTAMA) untuk mengolah data side scan sonar
g) Notepad untuk menampilkan output data MBES dan SBES dalam bentuk ASCII
(American Standard Code for Information Interchange).
h) Microsoft Office Word 2007 untuk penulisan laporan.
II.2.3 Pengolahan Data Singlebeam Echosounder
Secara umum tahapan pengolahan data singlebeam echosounder adalah :
1. Melakukan pemilihan data pada logfiles untuk mendapatkan data berupa :
o Tanggal
o Kedalaman yang terukur (frekuensi tinggi dan frekuensi rendah)
2. Menghitung besarnya koreksi tide (pasang surut). Pada pengolahan data kali ini koreksi
tide didapat dari Tide Prediction area Tanjung Priok yang diekstrak dari buku prediksi
pasang surut terbitan Dishidros kemudian diolah menggunakan software QINSy dengan
memasukkan komponen harmonik pasut untuk mendapatkan prediksi pasang surut
39 Laporan Kerja Praktek
Gambar II. 8 Data Prediksi Pasang Surut
3. Mengkoreksikan hasil pengukuran kedalaman singlebeam dengan menggunakan koreksi
pasut pada selang waktu yang sama. Lalu nilai kedalaman dibulatkan ke atas menjadi 1
dibelakang koma (satuan dm).
4. Melakukan pengecekan pada nilai kedalaman yang diukur dengan high frequency,
apabila ada kedalaman yang bernilai 0 maka lakukan interpolasi dengan nilai kedalaman
sebelum dan sesudahnya atau gunakan nilai kedalaman yang diukur dengan low
frequency bila hasil pengukurannya match (rentannya tidak terlampau jauh), selain itu
lakukan pengecekan pada echoroll juga.
5. Melakukan ploting hasil pengolahan data singlebeam echosounder ke dalam AutoCAD.
6. Melakukan penarikan garis kontur secara manual.
7. Membuat track plot jalur sounding dari data singlebeam echosounder untuk mengetahui
arah dan jalur kapal saat dilakukan sounding.
8. Pembuatan muka peta.
Untuk tahap-tahap pengolahan data singlebeam echosounder pada software akan dijelaskan lebih
detil dalam Lampiran B. Gambar II.9 menunjukkan hasil plotting data singlebeam echosounder
40 Laporan Kerja Praktek
Gambar II. 9 Plotting Data Singlebeam Echosounder
Tampilan jalur sounding dengan menggunakan singlebeam echosounder dapat dilihat pada gambar II.10
41 Laporan Kerja Praktek
II.2.4 Pengolahan Data Multibeam Echosounder
Tahap-tahap yang dikerjakan dalam mengolah data multibem echosounder terdiri dari :
1. Lakukan pensortiran data yang akan dipakai untuk pengolahan data multibeam dan data
yang digunakan untuk melakukan kalibrasi roll, pitch dan yaw.
2. Bersihkan noise/spikes pada data multibeam echosounder.
3. Lakukan kalibrasi roll, pitch, dan yaw dengan menggunakan ketentuan :
a. Kalibrasi Roll
Gambar II. 11 Line 2A-2B untuk kalibrasi roll
Pada kalibrasi roll data untuk kalibrasi diambil dari pengukuran yang line yang
sama, berlawanan arah, melingkupi area dasar laut yang datar.
Hasil tampilan data :
Gambar II. 12 Data sebelum kalibrasi roll
Gambar II. 13 Data sesudah kalibrasi roll
2A
42 Laporan Kerja Praktek
b. Kalibrasi Pitch
Gambar II. 14 Line 2A-2B untuk kalibrasi Pitch
Untuk kalibrasi pitch diambil data hasil pengukuran pada line yang sama,
berlawanan arah, tetapi melingkupi area dasar laut yang memiliki fitur dasar laut
seperti cekungan, gundukan, kemiringan atau obyek-obyek lain seperti pipa dan
sebagainya.
Hasil tampilan data :
Gambar II. 15 Data sebelum kalibrasi pitch
Gambar II. 16 Data sesudah kalibrasi pitch
2B
43 Laporan Kerja Praktek
c. Kalibrasi Yaw
Gambar II. 17 Line 1-3A untuk kalibrasi yaw
Pada kalibrasi yaw digunakan data hasil pengukuran pada line yang sejajar
dengan arah pengukuran yang sama yang melingkupi area yang terdapat fitur
dasar laut seperti gundukan, cekungan, kemiringan atau obyek-obyek lainnya.
Hasil tampilan data :
Gambar II. 18 Data sebelum kalibrasi yaw
Gambar II. 19 Data sesudah kalibrasi yaw
4. Lakukan konfigurasi koreksi tide dan SVP pada pemrosesan data multibeam
echosounder.
1
44 Laporan Kerja Praktek
5. Buat sounding grid dan ekstrak data multibeam echosounder menjadi bentuk DTM
surface.
6. Lakukan exporting data ke dalam format *.tiff (ukuran 1x1) dan *.pts (ukuran 8x8)
7. Ploting data *.pts (x,y,z koordinat) ke AutoCAD Map 3D 2009 menggunakan aplikasi
Autochart.
8. Ploting data *.tiff ke dalam AutoCAD Map 3D 2009
9. Buat garis kontur secara manual.
10.Membuat muka peta.
Untuk tahap-tahap pengolahan data multibeam echosounder pada software QINSy akan di
jelaskan lebih lanjut dalam Lampiran C. Gambar II.20 menunjukkan hasil ploting data
multibeam echosounder ke dalam AutoCAD Map 3D 2009
45 Laporan Kerja Praktek
Gambar II. 21 Gabungan data kedalaman dengan data format .tiff
II.2.5 Pengolahan Data Side Scan Sonar
Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengolah data side scan sonar secara garis besar meliputi :
1. Melakukan exporting data dari format *.jsf ke format *.xtf dengan menggunakan
software EdgeTech Discover (milik PT.PAGEO UTAMA)
2. Melakukan mosaic data dengan menggunakan software Triton Isis (milik PT.PAGEO
UTAMA)
3. Melakukan export data ke dalam format *.tiff
4. Ploting data format *.tiff ke dalam AutoCAD Map 3D 2009
5. Melakukan interpretasi fitur dasar laut dengan membandingkan data pada multibeam
echosounder.
6. Digitasi fitur dasar laut seperti seabed scar, pock mark, jack-up footprint dan sebagainya
di AutoCAD Map 3D 2009
7. Pembuatan layout peta.
Informasi terkait
46 Laporan Kerja Praktek
Untuk tahap-tahap pengolahan data side scan sonar pada software akan dijelaskan lebih lanjut
dalam Lampiran D. Hasil pengolahan data side scan sonar yang sudah dimosaik dapat dilihat
pada gambar II.22. Sedangkan gambar II.23 menunjukkan hasil pengolahan data side scan sonar
yang digabungkan dengan data multibeam echosounder untuk dilakukan analisis.
Gambar II. 22 Hasil pengolahan data side scan sonar
47 Laporan Kerja Praktek
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
III.1 Karakteristik Data Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder
dan Side Scan Sonar
Setelah dilakukan pengolahan data singlebeam echosounder, multibeam echosounder dan
side scan sonar maka dapat diketahui perbedaan antara hasil tampilan ketiga data tersebut yang
terlihat pada Tabel III.1.
Tabel III. 1 Karakteristik data singlebeam echosounder, multibeam echosounder dan side scan
sonar
Data Singlebeam Echosounder
Data Multibeam Echosounder Data Side Scan Sonar
Hanya dapat menampilkan satu titik kedalaman saja setiap pancaran gelombang.
Dapat menampilkan banyak titik kedalaman saja setiap pancaran karena gelombang akustiknya tidak hanya 1 (terdiri banyak beam).
Yang ditampilkan hanya berupa
citra dasar laut beserta posisinya
tanpa data kedalaman.
Terjadi gap antar
masing-masing jalur sehingga untuk
melakukan penarikan garis
kontur manual hasilnya
kurang bagus.
Tidak terjadi gap antar jalur,
sehingga penarikan garis kontur
manual hasilnya bagus.
Terdapat kekosongan citra pada
area kolom air di bawah towfish.
Pengambilan datanya kurang
efektif (waktunya lama).
Proses akuisi datanya lebih efisien
dan efektif (waktunya singkat).
Lama tidaknya proses akuisisi data
tergantung area yang mau dicakup.
Data kedalamannya lebih
bagus, lebih akurat.
Data kedalamannya kurang akurat
bila dibandingkan dengan
singlebeam.
Tidak bisa menampilkan
kedalaman tapi bisa menghitung
tinggi dan dimensi obyek dengan
mengukur shadow-nya.
Koreksi yang diperlukan
koreksi heave.
Koreksi yang diperlukan koreksi
roll, pitch dan yaw.
Ada koreksi dengan
membandingkan antar line yang
48 Laporan Kerja Praktek
III.2 Analisis Pengolahan Data Singlebeam Echosounder
Untuk mengecek apakah hasil pengukuran singlebeam echosounder sudah benar atau
belum maka langkah yang dilakukan adalah melakukan pengecekan pada pengolahan datanya
dengan cara melihat nilai kedalaman perpotongan antara lajur silang dengan lajur utama. Apabila
selisih perpotongan nilai kedalaman kedua lajur tersebut ≤ 2 dm maka kedalaman tersebut masuk toleransi atau sudah bagus, akan tetapi apabila > 3 dm maka bisa jadi dipengaruhi oleh nilai SVP
yang tidak masuk atau mungkin tidenya berbeda.
Gambar III. 1 Crosscheck titik kedalaman
Gambar III.1 menunjukkan selisih perpotongan antara 2 lajur adalah 0.1 dm sehingga
pengukuran sudah bagus. Selain crosscheck data singlebeam echosounder antara lajur utama
dengan lajur silang, juga dibuat track plot untuk mengetahui jalur dan arah kapal ketika
melakukan sounding di lapangan.
Gambar III. 2 Track plot sounding
49 Laporan Kerja Praktek
III.3 Analisis Pengolahan Data Multibeam Echosounder
Hasil ploting x, y, z koordinat data multibeam echosounder dianalisis dengan cara mengecek
nilai kedalamannya terhadap nilai kedalaman singlebeam echosounder karena data kedalaman
hasil pengukuran dengan singlebeam echosounder lebih bagus datanya dibandingkan data
multibeam echosounder sehingga diperuntukkan sebagai crosscheck data multibeam
echosounder, seperti yang tertampilpada gambar III.3
Gambar III. 3 Crosscheck data MBES dan SBES
Jika beda antara data kedalaman singlebeam echosounder dan multibeam echosounder tidak
terlalu jauh maka data multibeam sudah bagus.
Selain menghasilkan tampilan titik kedalaman, pengolahan data menggunakan software QINSy
8.0 juga akan menghasilkan surface seperti gambar III.4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
terdapat degradasi warna yang menunjukkan besarnya nilai kedalaman dari 3.69 m hingga
-31.75.
50 Laporan Kerja Praktek
Akan tetapi pada tampilan degradasi dengan warna seperti ini kurang menampilkan dengan jelas
fitur dasar laut yang ada dan perubahan kedalamannya. Oleh karena itu dilakukan setting warna
dan kekontrasannya, biasanya untuk max nilainya -15 dan min -35 seperti pada gambar III.5
Gambar III. 5 Seabed feature yang tampak di data MBES
Gambar III.6 menunjukkan bahwa titik kedalaman yang berada tepat di posisi platform, titik
kedalaman tersebut lebih baik untuk dihilangkan, karena tidak ada garis kontur yang menumbuk
bangunan.
Gambar III. 6 Penghapusan point depth di area platform berdiri
51 Laporan Kerja Praktek
III.4 Analisis Pengolahan Data Side Scan Sonar
Analisis pengolahan data side scan sonar dilakukan dengan cara menggabungkan data side
scan sonar tersebut dengan data multibeam echosounder lalu diinterpretasi terkait posisi dari fitur
dasar laut yang ada. Untuk tampilan ada tidaknya fitur dasar laut mengacu pada data side scan
sonar sedangkan untuk posisi letak fitur dasar laut tersebut mengacu pada data multibeam
echosounder. Berikut penggabungan data side scan sonar ke dalam data multibeam echosounder.
52 Laporan Kerja Praktek
Hasil interpretasi pada data side scan sonar dapat dilihat pada Tabel III.2.
Tabel III. 2 Interpretasi Data Side Scan Sonar
No. Data Side Scan Sonar Hasil Interpretasi
1. Seabed Scar
2. Pock Mark
3. Jack- up Footprint
53 Laporan Kerja Praktek
Penggabungan interpretasi data side scan sonar dan data multibeam echosounder
Gambar III. 8 Peta penggabungan interpretasi SSS dan data MBES
Gambar III. 9 Tampilan Seabed Feature yang dikonfigurasikan dengan data multibeam echosounder
Keterangan :
54 Laporan Kerja Praktek
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan Kerja Praktek terkait pengolahan data singlebeam echosounder, multibeam
echosounder, serta side scan sonar dapat disimpulkan terkait analisis sebagai berikut :
a. Area yang disurvei memiliki kedalaman antara 15.3 hingga 25.9 meter.
b. Pada hasil pengolahan data singlebeam echosounder terdapat data kedalaman yang bernilai 0 sehingga dilakukan interpolasi dengan menggunakan data kedalaman yang low
frequency dengan ketentuan rentang nilainya tidak terlalu jauh. Apabila rentang data
terlalu jauh dan terdapat anomali pada data kedalaman dilakukan pengecekan pada
echoroll.
c. Data kedalaman yang digunakan untuk pembuatan peta batimetri adalah data kedalaman yang high frequency.
d. Pada area survei ditemukan fitur dasar laut berupa seabed scar, jack-up footprint, pock mark, dan pipeline.
e. Pengukuran kedalaman singlebeam echosounder digunakan untuk mengecek data kedalaman hasil pengukuran multibeam echosounder.
f. Overlay data kedalaman antara singlebeam echosounder dengan multibeam echosounder pada kedalaman titik-titik dengan posisi yang sama mempunyai selisih 1-2 dm.
g. Diperlukan disiplin ilmu lainnya seperti geofisika dan geologi untuk dapat menentukan dan menginterpretasikan secara tepat dan detail hasil gambaran dari survei muka dasar
laut.
IV.2 Saran
Perlunya ada praktek penggunaan alat langsung bagi mahasiswa agar ada pengetahuan
tambahan terkait teknis alat survei. Jika tidak alangkah lebih baiknya ada tampilan video
pembelajaran dari PT.PAGEO UTAMA terkait survei di lapangan tepatnya Offshore Survey
55 Laporan Kerja Praktek
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, F.M.L. 2010. Pengukuran Kedalaman dan Klasifikasi Dasar Laut Menggunakan
Instrumen Sea Beam 1050 D Multibeam Sonar. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor.
Blondel, P. and Murton, B.J. (1997): Handbook of seafloor sonar imagery. - 314 p.; Chichester (
Wiley).
Davis, K.S., Slowey, N.C., Stender, I.H., Fiedler, H., Bryant, W.R. and Fechner, G. (1996):
Acoustic backscatter and sediment textural properties of inner shelf sands, northeastern
Gulf of Mexico. - Geo-Marine Letters, 16 (3): 273-278; Berlin.
Fish, J.P. and Carr, H.A. (1990): Sound underwater images. A guide to the generation and
interpretation of side scan sonar data. - 188 p.; Orleans (Lower Cape Publishing).
Flemming, B.W. (1976): Side-scan sonar: a practical guide. - International Hydrographic
Review, 53 (1): 65-92; Monaco.
Foster, D.S. and S.M. Colman, 1991, Preliminary interpretation of the high-resolution seismic
stratigraphy beneath Lake Michigan, U.S.G.S. Open File Report 91-21, 42 pp., 2 plates.
GEBCO. (2013, July 29). General Bathymetric Chart of The Ocean. Retrieved October 23, 2013,
from gebco: http://www.gebco.net/general_interest/faq/
Geodat. (2014). Retrieved February 14, 2014, from geodat.com.my:
http://geodat.com.my/wp-content/uploads/2012/09/Veripos.jpg
Goff, J.A., Olson, H.C. and Duncan, C.S. (2000): Correlation of side-scan backscatter intensity
with grain-size distribution of shelf sediments, New Jersey margin. - Geo-Marine Letters,
20 (1): 43-49; Berlin.
Hopkins, A. (2007). Recommended operating guidelines for swath bathymetry. Mapping
European Seabed Habitants, (p. 20).
Hutchinson, D.R. and P.E. Hart, 2004, Cruise Report for G1-03-GM, USGS Gas Hydrates
Cruise, R/V Gyre, 1-14 May 2003, Northern Gulf of Mexico, USGS Open-File Report
03-474, online.
International Marine Contractors Association (IMCA). (2006). Guidelines for The Use of
56 Laporan Kerja Praktek
Knudsen Engineering . (2013). knudsenengineering. Retrieved February 14, 2014, from
periperals:http://www.knudsenengineering.com/images/accessories/periperals/DMSH.jpg
Lurton, X. (2002): An introduction to underwater acoustics. Principles and applications. - 347 p.;
London (Springer).
Martin. (n.d.). Retrieved February 14, 2014, from root.pp.se: http: //www. root.pp.se /root/pic/
Towfish/tow3.JPG
Mazel, C. (1985): Side scan sonar record interpretation. - Salem (Klein Associates Inc.).
Patzold, K. (n.d.). Exploration methods. Retrieved 10 10, 2013, from vpconsult:
http://vpconsult.ocms.servertor.de/en/Kernkompetenz/ExplorationII/Echolotpeilungen/
Poerbandono, dkk., 2005, Survei Hidrografi,Cetakan Ke-1, PT Refika Aditama, Bandung.
Poerbandono. 1999. Hidrografi Dasar. Jurusan Teknik Geodesi. Institut Teknologi Bandung.
Robert J. Urick. 1983. “Principle of Underwater Sound”, Peninsula Publishing, Los Altos,
California
SCHOELLKOPF1, J. (2010). REVIEW OF INNOVATIVE METHODS FOR WELL SPUD-IN
AND RIG POSITIONING IN ULTRA DEEP WATER. Instituto Brasileiro de Petróleo.
The National Oceanography Centre (NOC). (2013). From Coast to Deep Ocean. Retrieved 10
10, 2013, from Research At Sea:
http://noc.ac.uk/research-at-sea/ships/onboard-equipment/echo-sounders
Unknown. (2012, 12 28). surveyoryoga. Retrieved 10 5, 2013, from Apa Survei Hidrografi:
http://surveyoryoga.wordpress.com/2012/12/28/apa-survei-hidrografi/
Unknown. (2013, 5). ECHOSOUNDER ATAU PERUM GEMA. Retrieved 10 10, 2013, from
Marine Inside:
57 Laporan Kerja Praktek
Unknown. (n.d.). Retrieved February 14, 2014, from subseaworldnews:
http://subseaworldnews.com/wp-content/uploads/2013/03/Reson-Gets-Multi-Beam-Echosounder-Systems-Contract-in-UK.jpg
Unknown. (n.d.). Wikimedia. Retrieved February 14, 2014, from
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a7/Sextant.jpg/451px-Sextant.jpg
USACE. (2002, January 1). Navigation Project Clearance and Object Detection , pp. 12-20.
U.S Extended Continental Shelf Project. (2011, February 17). Extended Continental Shelf
Project. Retrieved March 17, 2014, from continentalshelf: http: //continentalshelf.gov
/missions/10arctic/logs/aug07/aug07.html
Sasmita, D.K. 2008. Aplikasi Multibeam Echosounder System (MBES) untuk Keperluan
Batimetrik. Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi Bandung.
Swathe-Services. (2011). Retrieved February 14, 2014, from swathe-services:
http://swathe-services.com/files/5713/2187/0602/vsp.jpg
W.E. KING SURVEYOR, LLC. (2011). marine surveyor, maine survey services. Retrieved
February 14, 2014, from mainesurveyservices : http: // www. mainesurveyservices .com