• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENDER DAN PENDIDIKAN id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GENDER DAN PENDIDIKAN id. docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GENDER DAN PENDIDIKAN

Laila kanti safitri

Sekolah Tinggi Agama Islam Negri Jurai Siwo Metro E-mail : safitrylaila20@gmail.com

Abstrak

Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim, perempuan secara umum mengalami keterasingan. Di banyak Negara tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Tapi Islam mengangkat harkat dan martabat perempuan dari posisi yang kurang beruntung pada zaman jahiliyah. Di dalam al-Qur’an, persoalan kesetaraan laki-laki dan perempuan ditegaskan secara eksplisit. Meskipun demikian, masyarakat muslim secara umum tidak memandang laki-laki dan perempuan sebagai setara. Selain itu, perempuan dianggap sebagai makhluk yang kurang akalnya sehingga harus selalu berada dalam bimbingan laki-laki. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan, karena Islam pada prinsipnya menjunjung tinggi kesetaraan dan tidak membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin. Oleh karena itu, doktrin maupun pandangan yang mengatasnamakan agama yang sarat dengan praktik diskriminatif sudah selayaknya dikaji ulang, jika ingin Islâm tetap menjadi rahmat bagi seluruh alam

Kata kunci : Islam, gender, pendidikan dan al-Qur’an.

Abstract

Gender comes from English, which means sex. In most parts of the world, including Muslim countries, women are generally experiencing alienation. In many countries there is no guarantee equality between women and men in social, political, economic, and legal. But Islam to raise the dignity of women from disadvantaged position at the time of ignorance. In the Qur'an, the issue of equality between men and women is explicitly stated. Nevertheless, the Muslim community in general do not view men and women as equals. In addition, women are considered as being the fools that should always be in the guidance of men. This fact is certainly very worrying, because Islam is in principle committed to equality and does not discriminate people on the basis of sex. Therefore, doctrine and views of religion are loaded with discriminatory practices are appropriately reviewed, if it wants Islam completely eradicated remain a mercy to all the worlds

(2)

A.Pendahuluan

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia terpilih menjadi dua jenis yaitu perempuan dan laki-laki. Dan pastinya ada perbedaan biologis ini mempunyai kesesuaian di samping bahwa perempuan mempunyai rahim, menyusui, sel telur, dan vagina, sedangkan laki-laki mempunyai sperma dan penis, dan juga perbedaan tersebut bersifat given dan kodrati sehingga melahirkan peran yang sifatnya kodrati pula1.

Perbedaan jenis kelamin digunakan sebagai dasar pemberian peran sosial yang tidak sekedar menjadi pembeda dalam pembagian kerja, namun lebih dari itu juga menjadi instrumen pengakuan dan pengingkaran sosial, ekonomi, politik, serta penilaian peran dan hak-hak dasar laki-laki dan perempuan, yang berimplikasi pada akses dan partisipasi keduanya termasuk dalam bidang pendidik.

Sementara itu, gender merujuk pada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat status, posisi, dan perannya dalam masyarakat2 serta terjadinya perbedaan gender yang dikonstruksi secara sosial-kultural. Di

samping itu, masyarakat mempunyai berbagai naskah yang diikuti oleh anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran maskulin dan feminin.3

Di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim, perempuan secara umum mengalami keterasingan. Di banyak Negara tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, dan bisnis. Bahkan dalam melakukan perjalanan pun, perempuan harus mendapat persetujuan suami.

Di banyak kawasan Afrika, sebagian besar perempuan memperoleh hak atas tanah melalui suami mereka atas dasar perkawinan, dimana hak-hak itu seringkali hilang saat terjadi perceraian atau kematian sang suami. Di Asia Selatan yang mayoritas Muslim, rata-rata jumlah jam yang digunakan perempuan bersekolah hanya separuh dari yang digunakan laki-laki. Jumlah anak perempuan yang mendaftar ke sekolah menengah di Asia Selatan juga hanya 2/3 dari jumlah anak laki-laki. Di banyak negara berkembang, termasuk di negara-negara Muslim, wirausaha yang dikelola perempuan cenderung kekurangan modal, kurang memiliki akses terhadap mesin, pupuk, informasi tambahan, dan kredit dibandingkan wirausaha yang dikelola laki-laki.4

1 “Moh. Roqib, Bahasa, hal. 7”, JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

2 “Susiloningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004), hal. 11.”, DALAM JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

3 “Julia Cleves Mose, Gender dan Pembangunan, Terj. Hartian Silawati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)”, DALAM JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

(3)

B.Pengertian Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (sex).5 Pada awalnya

kedua kata tersebut (gender dan sex) digunakan secara kurang jelas.6 Sejak terakhir di tengah

maraknya gerakan feminis, kedua kata tersebut dapat diartikan secara berbeda. Perbedaan konseptual antara gender dan sex pertama-tama diperkenalkan oleh Ann Oakley.7 Oleh karena itu,

penulis akan mengemukakan perbedaan definisi tersebut untuk menghindari pemahaman yang keliru.

Sex adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu.contohnya, jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memproduksi sperma dan sebagainya. Sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki alat reproduksi telur, vagina, alat menyusui dan sebagainya. Alat-alat tersebut secara biologis melekat baik pada perempuan maupun laki-laki. Fungsinya tidak bisa dipertukarkan dan secara permanen tidak berubah serta merupakan ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan (kodrat).8

Sementara konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Contohnya perempuan dianggap sangat lemah lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah selamanya seperti itu, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan dan sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat dapat berubah.9 Singkatnya, gender membicarakan laki-laki dan perempuan dari

sudut pandang yang non biologis.

Gender yang sejatinya merupakan konstruksi sosial dan kultural perihal peran laki-laki dan perempuan di tengah kehidupan sosial, justru diselewengkan oleh laki-laki sebagai kodrat Tuhan yang harus diterima sacara taken for granted. Hal ini nampak pada pola pembagian peran kerja laki-laki dan perempuan. Ruang kerja laki-laki-laki-laki di sektor publik, sementara perempuan pada sektor domestik.10

5 “Jhon M. Echol dan Hassan Syadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 265”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

6 “Umar, Argumen Kesetaraan Gender, hlm. 34”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

7 “M. Aunul Abied Shah dan Hakim Taufiq, ‘Tafsir Ayat-ayat Gender dalam Al-Qur’ân: Tinjauan terhadap Pemikiran Muhammad Syahrûr dalam Bacaan Kontemporer’, dalam M. Aunul Abied Shah et.al. (ed.) Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 237”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

8 “Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 7-8”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

9 “Ibid.,hlm. 8-9”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

(4)

Perbedaan gender (gender differences) ini tidak menjadi masalah krusial jika tidak melahirkan struktur ketidakadilan gender (gender inequalities). Akan tetapi pada kenyataannya, perbedaan gender justru melahirkanstruktur ketidakadilan dalam berbagai bentuk: dominasi, marginalisasi dan diskriminasi, yang secara ontologis merupakan modus utama kekerasan terhadap kaum perempuan.11 Pada kondisi inilah, “kekuasaan laki-laki” mendominasi perempuan, bukan saja

melanggengkan budaya kekerasan, tetapijuga melahirkan rasionalitas.

Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan pengukuran terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua tokoh feminis dari Asia Selatan, tidak mudah untuk merumuskan definisi feminisme oleh dan atau diterapkan kepada semua feminis dalam semua waktu dan di semua tempat. Karena feminisme tidak mendasarkanpada satu grand theory yang tunggal, tetapi lebih mendasarkan pada realitas kultural dan kenyataan sejarah yang konkrit, dan tingkatan-tingkatan kesadaran, persepsi serta tindakan.12

Menurut Kamla dan Nighat, feminisme tetap harus didefinisikan secara jelas dan luas, agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman, bahkan ketakutan terhadap feminisme. Dengan asumsi ini maka keduanya mengajukan definisi yang menurutnya memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu: “Suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalamkeluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untukmengubah keadaan tersebut.”13Jadi, gerakan feminisme adalah suatu faham yang memperjuangkan kebebasan

perempuan dari dominasi laki-laki.

Di samping beberapa aliran feminisme yang telah disebut di atas, terdapat dua kelompok lain gerakan feminisme, yaitu: pertama, gerakan feminisme yang menganggap bahwa gender adalah

11 “Ibid. Lihat juga Fakih, Analisis Gender, hlm. 12”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, no. 108.

12 “Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir Al- Qur’an Klasik dan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 40”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

(5)

konstruksi sosial budaya (nurture) dan menyepakati bahwa perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan prilaku gender dalam tataran sosial.14 Oleh karena itu, gerakan

ini menganggap perlu ditegakkan kesetaraan kedudukan, hak, kewajiban serta peran antara lakilaki dan perempuan. Tidak ada pembagian kerja secara seksual; yang laki-laki bekerja di luar rumah sementara perempuan bekerja di dalam rumah.15

Kedua, kelompok feminis yang menganggap bahwa perbedaan jenis kelamin adalah alamiah

(nature) dan tetap akan berakibat pada konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender. Perbedaan jenis kelamin menimbulkan perbedaan pelayanan, perbedaan pemberian hak dan kewajiban terhadap laki-laki dan perempuan, sehingga tidak mungkin adanya kesetaraan antara keduanya.16 Karena kedua kelompok ini berdiri di

atas landasan teori dan ideologi yang berbeda, tentunya hal tersebut berpengaruh dalam kiprahnya pada tatanan sosial. Bahkan di antara keduanya saling kritik dan saling tuding.

C.Hakikat Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin.17 Dalam Webster's New World

Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.18 Dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender

adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.19 Sedangkan Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan

budaya terhadap lakilaki dan perempuan (cultural expectations for women and men).20 Pendapat ini

sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan

14 “Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 20”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

15 “Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 5”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

16 “Ibid. Dalam istilah teoritisnya, kelompok pertama disebut teori nurture. Sedangkan kelompok kedua disebut teori nature. Lihat Komaruddin Hidayat dalam pengantar buku karya Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Qur’an (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. xviii-xix”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 110.

17 “John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia (Cet. I; Jakarta: Gramedia, cet. XII, 1983), h. 265.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

18 “Victoria Neufeldt (ed.), Webster’s New World Dictionary (New York: Webster’s New World Cleveland,1984), h.561.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

19 “Helen Tierney (Ed.), Women’s Studies Encyclopedia Vol. I (NewYork: Green Wood Press), h. 153.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

(6)

masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin isa component of gender).21

Dalam perkembangannya, menurut Mansour Fakih perbedaan gender akan melahirkan manifestasi ketidakadilan antara lain:terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan, terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, pelabelan negatif (stereotype), kekerasan (violence), menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (doble burden), pada umumnya yang menjadi korban adalah perempuan dengan adanya tradisidan keyakinan masyarakat bahwa perempuanlah yang bertugasdan memelihara kerapian rumah, serta tanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik.22

Perspektif gender dalam al-Qur’an tidak hanya sekedar mengatur keserasian relasi gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi antara mikro-kosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan Tuhan. Konsep berpasang-pasangan (azwaj) dalam al-Qur’an tidak saja menyangkut manusia melainkan juga binatang QS. al-Syura: 11, dan tumbuh-tumbuhan QS. Thaha: 53. Bahkan kalangan sufi menganggap makhluk-makhluk juga berpasang-pasangan.23 Langit diumpamakan dengan suami

yang menyimpan air QS. al-Thariq: 11 dan bumi diumpamakan istri yang menerima limpahan air yang nantinya melahirkan janin atau berbagai tumbuh-tumbuhan QS. al- Thariq: 12. Satu-satunya yang tidak mempunyai pasangan ialah Sang Khaliq Yang Maha Esa QS. al-Ikhlas: 14.

D.Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam literatur kependidikan agama islam, istilah pendidikan mengandung pengertian ta’lim, tarbiyah, irsyad, tadris, ta’dib, tazkiyah dan tilawah. Sebelum diuraikan mengenai pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pendidikan secara umum agar pembahasannya lebih sistematis. Mengingat pengertian pendidikan Islam itu tidak terlepas dari pengertian pendidikan pada umumnya. Dengan demikian akan kita ketahui arti dan batasan-batasan pendidikan Islam yang jelas.

Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

21 “Linda L. Lindsey, Gender Roles a Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1990), h. 2.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

22 “Mansur Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 72-75.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 378.

(7)

Sehubungan dengan itu, banyak orang yang merancukan pengertian istilah “Pendidikan agama Islam” dan “Pendidikan Islam”. Kedua istilah ini dianggap sama sehingga ketika berbicara tentang pendidikan Islam, isinya terbatas pada pendidikan agama Islam atau sebaliknya, ketika berbicara tentang pendidikan agama Islam, yang dibahas justru pendidikan Islam. Padahal, secara substansial kedua istilah tersebut berbeda.

Solihin dan M. Rosyid Anwar (2005:21) menjelaskan kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari khuluq. Secara bahasa akhlak mempunyai arti budi pekerti, dan watak. Akhlak merupakan kehendak dan kebiasaan manusia yang menimbulkan kekuatan-kekuatan yang sanagt besar untuk melakukan sesuatu.

Dalam konteks ini, penulis sependapat dengan Ahmad Tafsir yang membedakan antara Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan agama Islam, karena yang diajarkan adalah agama Islam dan bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya adalah usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam.24

Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.25

Pendidikan itu pada dasarnya adalah perpindahan budaya dari satu generasi kegenerasi lainnya, agar manusia tetap berada pada fase yang telah diraihnya. Dalam islam, pendidikan adalah sumber cahaya kehidupan seseorang. Oleh karena itu, agama islam bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib bagi laki-laki dan perempuan, dan berlangsung seumur hidup.

Dengan demikian, pendidikan agama Islam merupakan salah satu bagian dari pendidikan Islam, sehingga istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yakni:

1. Pendidikan menurut Islam atau pendidikan yang berdasarkan Islam atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumbernya yakni al- Qur’an dan Hadits. Dengan makna lain, pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari atau disemangati serta dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumbernya (al-Qur’an dan Hadits. Dalam pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori- teori pendidikan yang

24 “Periksa Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005). Kata pendidikan tersebut ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini, PAI sejajar atau sekatagori dengan kata Pendidikan Matematika atau Pendidikan IPA/IPS dan lainnya (nama mata pelajarannya adalah matematika atau IPS/IPA), Pendidikan Olah Raga (nama mata pelajarannya adalah olahraga), Pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah biologi).”, dalam jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 4. Nomor 2. 2009, p. 173.

(8)

mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber tersebut. Pada realitasnya, pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dengan kedua sumber asasi tersebut memiliki beberapa perspektif: a) Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya melepaskan diri atau kurang mempertimbangkan situasi konkret dinamika pergumulan masyarakat Muslim (era klasik dan era kontemporer) yang mengitarinya, b) Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah intelektual ulama klasik, c) Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan situasi sosio historis kultural masyarakat kontemporer dan melepaskan diri dari khazanah intelektual ulama klasik, dan d) Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah intelektual Muslim klasik serta mencermati situasi sosio-historis kultural masyarakat kontemporer. 2. Pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama Islam atau

ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang. Dalam pengertian ini dapat berwujud: a) Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam dalam keterampilan hidupnya sehari-hari, dan b) Segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang berdampak pada tertanamnya atau tumbuh kembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak. 3. Pendidikan dalam Islam atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan

berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti proses tumbuh berkembangnya pendidikan Islam dan umatnya, baik Islam sebagai agama, ajaran maupun sistem budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad sampai sekarang. Dengan demikian, dalam pengertian ketiga ini, istilah pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya. Dalam pengertian ini, realitas historis sistem pendidikan Islam dapat mengalami kesenjangan dengan ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber asasinya.26

Dengan demikian, dari beberapa definisi tersebut, secara substansial dapat dirumuskan pengertian sekaligus karakteristik pendidikan Islam yaitu bahwa pendididikan Islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan dan didirikan dengan hasrat dan niat untuk nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan pendidikannya.

(9)

E.Pendidikan Islam Berperspektif Gender

Salah satu hak dasar individu baik laki-laki maupun perempuan adalah mendapatkan pendidikan yang setara. Pendidikan menjadi sangat penting karena dengan pendidikanlah manusia dapat berpengetahuan,bermartabat, dan pada akhirnya mencapai hidup sejahtera di tengahtengah masyarakat. Konsep pendidikan dalam Islam dikaitkan dengan istilah tarbiyah, ta‘lim, dan ta’dib.

Ketiganya memiliki makna mendalam yang menyangkut manusia, masyarakat, dan lingkungan dalam hubungannya dengan Tuhan. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, pemindahan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua warga negara bisa mengakses pendidikan yang layak. Masalah bias gender di kalangan masyarakat ternyata menjadi salah satu penyebab beberapa anak bangsa tidak mendapatkan hak pendidikan. Padahal ajaran Islam menyebutkan bahwa tidak ada perlakuan diskriminatif bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan di muka bumi ini yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, status sosial, ataupun ras. Semua manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah. Allah membedakan kedudukan manusia di sisi-Nya berdasarkan kualitas ketakwaannya.27

Pendidikan Islam berperspektif gender hadir untuk memberikan dan menjamin terpenuhinya hak pendidikan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Ia merupakan proses transformasi pengetahuan dan nilai-nilai Islam berlandaskan al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk mengantarkan terbentuknya kepribadian Islami dengan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan pengetahuan laki-laki dan perempuan akibat konstruksi sosial lingkungannya, menuju pendidikan berkesetaraan gender agar keduanya memperoleh manfaat yang sama dari hasil pendidikan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup Muslim, yaitu menciptakan pribadi-pribadi bertakwa yang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Idealisme ini seringkali disebut sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Pendidikan Islam diharapkan mampu merealisasikan tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam ajaran Islam, yaitu beribadah kepada Allah.28

Tujuan mulia pendidikan Islam tersebut sama sekali bebas dari bias gender akibat perbedaan jenis kelamin. Sayangnya, implementasi ajaran Islam yang sebenarnya tidak mendiskriminasi

27 “Tim Penyusun, Membangun Relasi Setara antara Perempuan dan Lakilaki Melalui Pendidikan Islam (Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Kementerian Agama-Australia Indonesia Partnership, 2010), 33–34”, dalam jurnal Al-Tahrir, vol. 11, No. 2 November 2011, p. 399.

(10)

pendidikan bagi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari masih patut dipertanyakan. Adapun tujuan khusus pendidikan Islam responsif gender dirumuskan secara spesifik berupa harapan-harapan yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Hasil pendidikan tersebut selanjutnya dinilai berdasarkan capaian terhadap indikator yang telah dirumuskan sebelumnya dengan mempertimbangkan kesetaraan gender pada akses, partisipasi, kontrol atas sumber daya pendidikan Islam, dan manfaat dari hasil pendidikan Islam.

Konsep pendidikan Islam secara umum bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah, nilai-nilai sosial kemasyarakatan, dan wawasan pemikiran Islam.29 Dengan demikian pendidikan Islam

berperspektif gender diimplementasikan berdasarkan pada: Pertama, ajaran Qur’an dan al-Sunnah yang meliputi penghargaan Islam terhadap akal, keutamaan dan kewajiban menuntut ilmu, serta nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender; Kedua, nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang selaras atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam atas dasar manfaat, dan menghindari kendala-kendala yang dihadapi oleh laki-laki maupun perempuan, sehingga kedua jenis kelamin sama-sama memperoleh hasil belajar yang baik; Ketiga, warisan pemikiran Islam yang berpotensi mendorong terwujudnya kesetaraan gender sebagai bahan pengembangan pendidikan Islam yang bermuara pada prinsip dasar Islam sebagai agama yang ramah terhadap perbedaan gender dan perbedaan-perbedaan lainnya.

Kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan Islam merupakan konsep besar yang bersifat universal. Upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender tersebut membutuhkan strategi implementasi khususnya pada lingkup pendidikan Islam. bidang pendidikan Islam adalah suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan pembangunan yang mengintegrasikan pengalaman dan masalah perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pendidikan Islam di tingkat nasional, daerah, dan setiap satuan pendidikan Islam guna mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

E.Simpulan

Di sebagian besar belahan dunia, termasuk di negara-negara Muslim, perempuan secara umum mengalami keterasingan. Di banyak Negara tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, dan bisnis. Bahkan dalam melakukan perjalanan pun, perempuan harus mendapat persetujuan suami.

Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (sex). Pada awalnya kedua kata tersebut (gender dan sex) digunakan secara kurang jelas. Sejak terakhir di tengah maraknya

(11)

gerakan feminis, kedua kata tersebut dapat diartikan secara berbeda. Perbedaan konseptual antara

gender dan sex pertama-tama diperkenalkan oleh Ann Oakley. Oleh karena itu, penulis akan mengemukakan perbedaan definisi tersebut untuk menghindari pemahaman yang keliru.

Dalam konteks ini, penulis sependapat dengan Ahmad Tafsir yang membedakan antara Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan agama Islam, karena yang diajarkan adalah agama Islam dan bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya adalah usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.

Sementara konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Contohnya perempuan dianggap sangat lemah lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah selamanya seperti itu, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan dan sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat dapat berubah. Singkatnya, gender membicarakan laki-laki dan perempuan dari sudut pandang yang non biologis

Pendidikan Islam berperspektif gender hadir untuk memberikan dan menjamin terpenuhinya hak pendidikan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Ia merupakan proses transformasi pengetahuan dan nilai-nilai Islam berlandaskan al-Qur’an dan Hadis Nabi. Tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup Muslim, yaitu menciptakan pribadi-pribadi bertakwa yang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Idealisme ini seringkali disebut sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.

Islam, sebagaimana termuat dalam Al-qur’an memperlakukan baik individu perempuan dan laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah dan individu perempuan dan laki-laki tersebut. Dalam perspektif normativitas Islam, tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.

(12)

al-Qur’an dalam hukum Islam terlihat pada adanya transformasi hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan seperti pada hukum poligami dan kewarisan dalam Islam. Begitu juga di bidang profesi seperti hakim perempuan serta memicu lahirnya produk hukum yang berpespektif kesetaraan dan keadilan gender.

Pendidikan karakter menjadi sebuah jawaban yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang telah disebut di atas dan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat yang mampu mewujudkan misi dari pendidikan karakter tersebut.

REFERENSI

“Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 46.”, dalam jurnal Al-Tahrir, vol. 11, No. 2 November 2011, p. 400.

“Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 5”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

“Dalam konteks kajian untuk pengembangan pendidikan Islam, Azyumardi Azra mengemukakan bahwa pola kajian kependidikan Islam di Indonesia, selama ini lebih berfokus pada tiga kategori. Pertama, kajian sosio historis pendidikan Islam, kedua, kajian pemikiran dan teori pendidikan Islam, ketiga, kajian metodologis pendidikan Islam. Jika dikaitkan dengan ketiga pengertian pendidikan Islam di atas, maka kajian sosio-historis terkait dengan pengertian pendidikan Islam yang ketiga. Kajian pemikiran dan teori terkait dengan pengertian pendidikan Islam yang pertama dan kajian metodologis terkait dengan pengertian pendidikan Islam dalam perspektif kedua di atas. Periksa Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 1999).”, dalam jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 4. Nomor 2. 2009, p. 175.

“Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1979), 6.”, dalam jurnal Al-Tahrir, vol. 11, No. 2 November 2011, p. 399.

“Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1979), 7.”, dalam jurnal Al-Tahrir, vol. 11, No. 2 November 2011, p. 400.

(13)

“Hilary M. Lips, Sex & Gender an Introduction (California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993), h. 4”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

“Ibid. Dalam istilah teoritisnya, kelompok pertama disebut teori nurture. Sedangkan kelompok kedua disebut teori nature. Lihat Komaruddin Hidayat dalam pengantar buku karya Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Qur’an (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. xviii-xix”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 110.

“Ibid., hlm. 41”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

“Ibid. Lihat juga Fakih, Analisis Gender, hlm. 12”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, no. 108.

“Ibid.,hlm. 8-9”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

“Jhon M. Echol dan Hassan Syadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 265”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

“John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia (Cet. I; Jakarta: Gramedia, cet. XII, 1983), h. 265.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

“Julia Cleves Mose, Gender dan Pembangunan, Terj. Hartian Silawati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)”, DALAM JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

“Lihat misalnya Muhyiddin Ibn ‘Arabi, Fushûsh al-Hikam, (Beirut: Dâr al- Kitab al-Arabi, 1980), h. 297-298.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 378.

(14)

“M. Aunul Abied Shah dan Hakim Taufiq, ‘Tafsir Ayat-ayat Gender dalam Al-Qur’ân: Tinjauan terhadap Pemikiran Muhammad Syahrûr dalam Bacaan Kontemporer’, dalam M. Aunul Abied Shah et.al. (ed.) Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 237”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

“Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 7-8”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

“Mansur Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 72-75.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 378.

“Moh. Roqib, Bahasa, hal. 7”, JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

“Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 4.”, dalam jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 4. Nomor 2. 2009, p. 173.

“Periksa Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005). Kata pendidikan tersebut ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini, PAI sejajar atau sekatagori dengan kata Pendidikan Matematika atau Pendidikan IPA/IPS dan lainnya (nama mata pelajarannya adalah matematika atau IPS/IPA), Pendidikan Olah Raga (nama mata pelajarannya adalah olahraga), Pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah biologi).”, dalam jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 4. Nomor 2. 2009, p. 173.

“Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 20”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 109.

“Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: Kompas, 2001), hlm. 160”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 108.

(15)

“Susiloningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004), hal. 11.”, DALAM JURNAL STUDI GENDER DAN ANAK, vol. 3 | No. 2 | Jul-Des 2008 | 262-274, p. 2.

“Tim Penyusun, Membangun Relasi Setara antara Perempuan dan Lakilaki Melalui Pendidikan Islam (Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Kementerian Agama-Australia Indonesia Partnership, 2010), 33–34”, dalam jurnal Al-Tahrir, vol. 11, No. 2 November 2011, p. 399.

“Umar, Argumen Kesetaraan Gender, hlm. 34”, dalam jurnal Islâm, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender, vol. 19 No. 2 Tahun 2011, p. 107.

“Victoria Neufeldt (ed.), Webster’s New World Dictionary (New York: Webster’s New World Cleveland,1984), h.561.”, dalam Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, vol. 13 Nomor 2, Desember 2013, p. 376.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks di atas, hukuman mati yang diberlakukan untuk kasus- kasus tertentu, semisal narkoba, terorisme dan korupsi, termasuk kategori hukuman ta`zìr yang disebut dengan

Penelitian menggunakan referensi literatur yang berkaitan dengan objek yang dibahas dan dilakukan dengan mengamati karakter animasi komunikasi sosial, sehingga dapat

C. Penyusunan dan Pengolahan Daftar Urut Kepangkatan Yang Baik Harus Mengacu Pada Asas Sistem Administrasi Kepegawaian.. Penyusunan dan pengolahan Daftar Urut Kepangkatan

During flood events, river water is dominated by conduit flow, which causes decreasing values of calcium and bicarbonate while the CO 2 content increases.. In this

Pada pukul 16.25 WIB hari jum’at tanggal 20 September 2013, dimulai penanaman kacang hijau, pertama-tama siapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan,

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA BANK.. PEMBANGUNAN

a) Apabila sampai dengan pukul 15.00 WIB Tanggal Penyelesaian (S+0) AK- EBU atau Agen Setelmen yang ditunjuk AK-EBU tidak memenuhi kewajiban sesuai DHK-EBU terakhir, maka AK-EBU

Mulai dari proses penerimaan zakat, infak/sedekah yang diakui sesuai dengan nominal yang disetorkan kepada BAZNAS dari muzzaki, penyaluran zakat, infak/sedekah yang diakui ketika