TUGAS 1
a. Tuliskan persamaan dan perbedaan antara pendekatan, strategi, metode, teknik, kiat dan model
pembelajaran.
Jawab:
Berikut persamaan dan juga perbedaan antara pendekatan, strategi, metode, teknik, kiat dan
model pembelajaran:
1. Pendekatan pembelajaran merupakan konsep dasar berupa sudut pandang atau titik tolak
kita terhadap proses pembelajaran, yang mana merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang bersifat umum yang memberi wadah, menginspirasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
2. Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang prosedural yang dapat dilakukan untuk
mencapai kondisi pembelajaran yang optimal. Dalam arti sempit, pengertian strategi sama
dengan metode yakni sama-sama merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Namun secara luas, ada 4 (empat) unsur strategi dari setiap usaha yaitu:
a). Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan
sasaran yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukannya
b). Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama yang paling efektif untuk
mencapai sasaran
c). Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah yang akan ditempuh sejak awal
sampai dengan sasaran
d). Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (kriteria) dan patokan ukuran
(standar) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan dari sebuah usaha.
3. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk menerapkan rencana
pembelajaran yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis, memuat
langkah-langkah yang prosedural untuk mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa contoh
metode pembelajaran adalah : metode ceramah, metode demonstrasi, metode diskusi,
metode simulasi, dan sebagainya.
4. Teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh guru untuk mengimplementasikan
metode pembelajaran secara spesifik. Misalnya teknik dalam pembelajaran dengan metode
diskusi tentu berbeda-beda, dapat disesuaikan dengan situasi belajar sehingga dapat
mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
5. Kiat pembelajaran dapat juga dikatakan sebagai taktik pembelajaran merupakan gaya
Melalui kiat pembelajaran ini dapat dilihat kekhasannya sesuai dengan kemampuan,
pengalaman, serta pribadi guru tersebut.
6. Model pembelajaran merupakan rangkaian proses dari awal sampai akhir yang telah
dikembangkan oleh guru yang dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam pembelajaran.
Dapat juga dikatakan bahwa model pembelajaran merupakan kesatuan yang utuh dari
pendekatan, strategi, metode, teknik, serta taktik dari pembelajaran yang hendak
dilaksanakan.
b. Model-model pembelajaran serta teori yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
1. Model Inquiry Learning
Salah satu model pembelajaran yang cukup efektif adalah metode inquiry. David L. Haury
dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha
manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa
ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif
yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu
(Haury, 1993). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Hal ini berarti
bahwa inquiry learning berlandaskan teori konstruktivisme. Menurut Roestiyah (2001:75) inquiri adalah suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan
kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Kesuma, (2010:62)
yang menyatakan bahwa, inquiry yaitu proses pembelajaran yang didasarkan pada
pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Prinsip-prinsip pembelajaran inquiry menurut Wina Sanjaya (2011: 199) sebagai berikut:
a) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual, yakni pengembangan kemampuan
berpikir.
b) Interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan
interaksi antara siswa dengan lingkungan.
c) Bertanya, guru sebagai “penanya”. Mengembangkan sikap kritis siswa dengan selalu mempertanyakan segala fenomena yang ada.
d) Belajar untuk Berpikir, yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak secara
optimal
e) Keterbukaan, yakni pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai
Langkah-langkah pembelajaran Inquiry adalah sebagai berikut:
a) Orientasi
b) Merumuskan masalah
c) Mengumpulkan data
d) Merumuskan hipotesis
e) Menguji hipotesis
f) Merumuskan kesimpulan
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika:
Materi Pembelajaran : Sifat-sifat Dua Segitiga Kongruen
Orientasi
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas
2) Apresepsi : Guru mengingatkan materi sebelumnya yang berhubungan dengan
kesebangunan dan kekongruenan segitiga.
Misalnya : tentang segitiga yang sebangun.
Suatu desain rumah memiliki skala 1 : 100, rumah tersebut memiliki kuda – kuda
berbentuk segitiga, jika ukuran salah satu sisi kuda – kuda pada gambar adalah 4,
berapakah ukuran sisi kuda – kuda tersebut pada ukuran yang sebenarnya ?
3) Motivasi : Guru menjelaskan kepada siswa tentang pentingnya mempelajari materi
ini, agar siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya,
Pak Budi ingin membuat kusen untuk memperbaiki jendelanya yang rusak, jendela
tersebut berbentuk segitiga dengan ukuran sisi bawahnya adalah 60cm, bagian sisi
lainnya masing – masing adalah 50 cm, 50cm. Bagaimanakah ukuran kusen yang harus
di buat pak budi ?. dan berapa panjang kayu yang diperlukan pak budi untuk membuat
kusen ?.
4) Guru memberi penjelaskan tentang cara belajar siswa (termasuk dalam pembagian
kelompok)
5) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa untuk diselesaikan dalam kelompok.
6) Setiap kelompok mengerjakan LKS untuk menemukan sifat – sifat dari segitiga yang
kongruen.
Merumuskan masalah
Misalnya, bagaimana menemukan sifat – sifat segitiga yang kongruen melalui sisi–
sisinya.
Pengumpulan data
8) Guru membantu siswa melakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang hal-hal penting yang berhubungan dengan sifat kekongruenan segitiga.
Merumuskan hipotesis
9) Guru membimbing siswa membuat hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskan. Menguji Hipotesis
10) Guru membimbing siswa untuk membuat rencana pemecahan masalah
11) Guru menugaskan kepada masing-masing kelompok untuk berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan sesuai dengan LKS.
12) Guru membimbing siswa selama proses eksperimen dan berperan sebagai fasilitator 13) Guru membimbing siswa agar aktif bekerja sama dalam memecahkan masalah.
14) Guru berkeliling mengamati kerja setiap kelompok dan membantu kelompok jika ada yang mengalami kesulitan
15) Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja mereka.
16) Guru bersama siswa mengkaji kembali proses pemecahan masalah yang digunakan siswa
Merumuskan kesimpulan
17) Siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari kegiatan belajar ini.
2. Model Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah
belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan
mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru.
Budiningsih (2005:43) mengatakan bahwa :”Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Menurut Wilcox (dalam Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa
didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman
diri mereka sendiri. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa terlibat aktif dalam penemuan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi
sebagai objek budaya.
Langkah-langkah pembelajaran Discovery menurut Syah (2004:244) adalah sebagai
berikut:
a) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) b) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) c) Data Collection (Pengumpulan Data)
d) Data Processing (Pengolahan Data) e) Verification (Pembuktian)
f) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika:
Materi Pembelajaran : Volume Benda Putar
Stimulation
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas
2) Apersepsi : Mengingat kembali materi tentang jumlah Riemann, integrasl tentu,
integral trigonometri, dan volume bangun ruang
3) Motivasi : Memotivasi siswa dengan cara menunjukkan contoh gambar benda
putar
4) Guru meminta siswa menyebutkan contoh benda-benda putar lainnya
5) Menyampaikan langkah pembelajaran dengan discovery learning Problem Statement
Kasus:
Apa yang akan kamu lakukan untuk menghitung volume benda seperti gambar di atas?
Data Collection
7) Mengumpulkan informasi
Guru membimbing siswa dalam kelompok untuk mendiskusikan masalah berikut:
a. Dengan membaca buku referensi lainnya, siswa mengerjakan setiap kegiatan yang
ada dalam LKS untuk menemukan rumus volume benda putar yang mengelilingi
sumbu-x
b. Siswa menghitung volume benda putar yang dibatasi sebuah kurva dan
mengelilingi sumbu-x 3600 Data Processing
8) Diskusikan tentang rumus volume benda putar yang mengelilingi sumbu-x,
berpedoman pada kegiatan di LKS
9) Gambar daerah yang dibatasi oleh sebuah kurva yang diputar 3600 terhadap sumbu-x Verification
10) Siswa mencocokkan jawaban dengan referensi yang ada
Generalization
11) Siswa menuliskan kesimpulan tentang volume benda putar yang mengelilingi sumbu-x
12) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka, kelompok lain
menanggapi, dan guru memberi komentar terhadap hasil presentasi.
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali
diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun
60-an. Boud dan Feletti dalam Rusman (2010) mengemukakan bahwa Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah inovasi yang paling signifikan dalam y
x b a
f(x)
∆x y
pendidikan. Margetson dalam Rusman (2010) mengatakan bahwa Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka,
reflektif, kritis, dan belajar aktif, serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah,
komunikasi, kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding
model lain. Teori belajar yang mendasari model pembelajaran berbasis masalah adalah
teori belajar konstruktivis, teori belajar dari Piaget (anak memiliki rasa ingin tahu bawaan
dan secara terus menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya sehingga dapat
memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai
lingkungan yang mereka hayati), teori belajar bermakna dari David Ausubel (proses belajar
dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar), teori belajar Vigotsky (Perkembangan intelektual terjadi
pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika
mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan, interaksi sosial dengan
teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
siswa), teori belajar dari Albert Bandura (seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep
dari belajar observasional, imination dan modeling), teori belajar Jerome S. Bruner (konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas dalam menyelesaikan
masalah) (Rusman, 2010).
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005), karakteristik PBL dalah
sebagai berikut:
a) Learning is student-centered, proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya
sendiri.
b) Authentic problems form the organizing focus for learning, masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah
memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
profesionalnya nanti.
c) New information is acquired through self-directed learning, dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan
prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik
dari buku atau informasi lainnya.
dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas
dan penetapan tujuan yang jelas.
e) Teachers act as facilitators, pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan
aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah (Trianto, 2011:98) adalah sebagai
berikut:
a) Orientasi siswa pada masalah
b) Mengorganisasisiswa untuk belajar
c) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pembecahan masalah
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika:
Materi Pembelajaran : Pola Bilangan
Orientasi siswa pada masalah
1) Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas
2) Guru mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah terkait pola,
memotivasi siswa dengan menyampaikan kegunaan praktis dari pemahaman siswa
terhadap penerapan pola yang dapat dipergunakan untuk menduga atau membuat suatu
generalisasi atau kesimpulan.
3) Guru memberikan masalah terkait penerapan pola bilangan yaitu siswa diminta untuk
memperkirakan berapa banyak kursi yang dibutuhkan dalam suatu gedung pertunjukan
jika susunan kursi yang dirancang dalam gedung tersebut berbentuk trapesium, dimana
baris pertama diisi 4 kursi, baris kedua diisi 6 kursi, baris ketiga diisi 8 kursi, dan
seterusnya setiap baris ke belakang bertambah 2 kursi. Berapakah banyak kursi yang
dibutuhkan jika susunan kursi ada 12 baris, 15 baris dan 20 baris? Temukanlah rumus
untuk memprediksikan banyak kursi yang dibutuhkan dalam gedung tersebut untuk n baris.
4) Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Mengorganisasi siswa untuk belajar
5) Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang
6) Guru memberi tugas kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan melalui
7) Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca buku referensi yang ada
serta melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi yang berkaitan dengan
masalah yang diberikan
Membimbing penyelidikan indidividual maupun kelompok
8) Guru mengarahkan siswa untuk melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan
informasi terkait banyak kursi yang dibutuhkan dalam setiap baris dan banyak kursi
dalam beberapa baris
9) Guru membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis dalam
mencari jawaban terkait dengan masalah yang diberikan.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
10) Guru meminta siswa untuk mengembangkan hasil penyelidikan menjadi bentuk umum
yaitu berapa banyak kursi yang dibutuhkan jika terdapat n baris
11) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil temuannya dan
memberi kesempatan kepada kelompok lain untuik menanggapi dan memberi
pendapat terhadap presentasi kelompok
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
12) Guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap pemecahakn masalah
terkait pola bilangan yang telah ditemukan siswa
13) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
14) Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari siswa
4. Model Project Base Learning
Joel L Klein et. al (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah strategi
pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan
pemahaman baru berdasar pengalamannya melalui berbagai presentasi. Sedangkan
Olson(1993) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa
merencanakan dan melaksanakan penyelidikan terhadap beberapa topik atau tema yang
menggunakan lintas mata pelajaran atau lintas materi. Dari The National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM) Principles and Standards for School Mathematics (2000) menjelaskan bahwa bahwa pembelajaran berbasis proyek mempunyai ciri-ciri bahwa siswa dapat memilih topik dan / atau proyek presentasi/produk, menghasilkan
produk akhir misal presentasi, rekomendasi untuk memecahkan masalah yang terkait
dengan dunia nyata, melibatkan berbagai disiplin ilmu, bervariasi dalam durasi waktu,
Menurut Buck Institute for Education (BIE) (dalam Khamdi, 2007) Project Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah
dan tmemberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruksi belajar mereka
sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai dan realistik.
Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model kegiatan dikelas yang berbeda dengan
biasanya. Kegiatan pembelajaran PBL berjangka waktu lama, antardisiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata (Harun, 2006).
Langkah-langkah model Project Base Learning yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation adalah sebagai berikut:
a) Dimulai dengan pertanyaan yang esensial
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk memancing pengetahuan,
tanggapan, kritik dan ide siswa mengenai tema proyek yang akan diangkat.
b) Perencanaan aturan pengerjaan proyek
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek
yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek.
c) Membuat jadwal aktifitas
Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui berapa lama waktu yang
dibutuhkan dalam pengerjaan proyek.
d) Memonitoring perkembangan proyek siswa
Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik
selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta
didik pada setiap proses.
e) Penilaian hasil kerja siswa
Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu
pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f) Evaluasi pengalaman belajar siswa
Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan refleksi
baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek.
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika
(http://p4tkmatematika.org/file/ARTIKEL/Artikel_Matematika/Penerapan_Model_Project
_Based_Learning.pdf)
Materi Pembelajaran : Bilangan
Lembar Kerja Proyek
“Temukan Barisan Bilangan Fibonacci(BBF) dalam Alam Sekitar Kita”
Leonardo da Pisa yang lahir pada tahun 1170 merupakan matematikawan Itali yang
banyak belajar di kawasan Timur Tengah. Pada umur 32, ia mempublikasikan apa yang
telah ia pelajari dalam buku Liber Abaci (Book of Abacus, atau Book of
Calculation) yang sebenarnya merupakan buku pegangan bagi pedagang dalam
aritmetika dan aljabar. Dalam buku tersebut, memuat permasalahan menyangkut
pertumbuhan populasi kelinci, yang penyelesaiannya membentuk suatu barisan bilangan.
Pola bilangan ini terdapat di alam sekitar kita.
1). Buatlah rencana pelaksanaan proyek bersama tim kelompok yang sudah dibentuk,
meliputi pembagian tugas setiap anggota kelompok, menyusun jadwal pelaksanaan
penyelesaian tugas, melaksanakan proyek, membuat hasil proyek dalam bentuk
sajian presentasi atau majalah dinding, membuat undangan perwakilan kelas VII dari
kelas lain, guru mapel IPA dan Kepala sekolah untuk menghadiri pada presentasi
proyek, melakukan presentasi terkait hasil proyek
2). Lakukan pengamatan di alam sekitar kita yang memiliki pola BBF.
3). Buatlah sajian presentasi atau majalah dinding terkait BBF. Dalam presentasi memuat:
a). Sejarah singkat BBF.
b). Bagaimana memperoleh perbandingan emas(Golden Ratio) dari BBF.
(bisa mengambil contoh yang diberikan guru).
4). Lakukan presentasi di hadapan siswa se kelasmu dan perwakilan kelas VII dari kelas
lain di sekolahmu.
5). Pertemuan ke-4 adalah membelajarkan siswa terkait dengan memecahkan masalah
pada pola bilangan melalui tugas proyek
6). Pertemuan ke-5 adalah membelajarkan siswa terkait dengan memecahkan masalah
pada pola bilangan melalui tugas proyek
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek ada enam langkah seperti
berikut ini:
1. Penentuan pertanyaan mendasar
Pertanyaan yang dapat memberikan tugas kepada siswa dalam melakukan aktivitas
adalah lah “Temukan barisan bilangan Fibonacci(BBF) dalam alam sekitar kita, selanjutnya buatlah presentasi terkait BBF dalam bentuk power point(PPT) atau dalam bentuk mading”
2. Untuk menyelesaikan tugas proyek tersebut siswa perlu mendesain
(merencanakan) penyelesaian dari tugas tersebut.
Pada langkah ini dilakukan mendesain (merencanakan) penyelesaian tugas proyek
bersama tim kelompok yang sudah dibentuk, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukan, alokasi waktu, menyusun jadwal dan pembagian tugas
masing-masing anggota kelompok. Jadwal pelaksanaan proyek pada pertemuan ke-4 dan
selama satu minggu setelah pertemuan ke-4 sebelum pertemuan ke-5 dimana
selama satu minggu tersebut siswa berkonsultasi dengan guru tentang pelaksanaan
penyelesaian tugas proyek sedangkan pada pertemuan ke-5 adalah presentasi hasil
proyek.
CONTOH
DESAIN (RENCANA) PENYELESAIAN TUGAS PROYEK
No Deskripsi Kegiatan Petugas
1 Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber misal browsing Internet, buku, perpustakaan, toko buku, dll untuk
menemukan barisan bilangan Fibonacci serta menemukan
barisan bilangan Fibonacci yang ada di alam sekitar atau
kehidupan kita
Semua
2 Mencari atau mengamati atau menyelidiki benda-benda
yang ada di alam sekitar atau kehidupan kita yang
mengikuti barisan bilangan Fibonacci
Semua
anggota kelompok
3 Menulis catatan serta memfoto atau merekam benda benda-
benda yang ada di alam sekitar atau kehidupan kita yang
mengikuti barisan bilangan Fibonacci dengan menggunakan
kamera atau ponsel
7 Membuat undangan yang hadir dari kelas lain dan guru lain pada waktu presentasi
digunakan, papan untuk menempelkan majalah dinding, lcd,
dll)
11 Pelaksanaan presentasi Semua
anggota kelompok
12 Mencatat komentar dan saran dari teman teman dan guru Semua
anggota kelompok
CONTOH
JADWAL PENYELESAIAN TUGAS PROYEK
No Tanggal Deskripsi Kegiatan Petugas Keterangan
1 …. Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber misal browsing
Internet, buku, perpustakaan, toko
buku, dll untuk menemukan barisan
bilangan Fibonacci serta menemukan
Semua anggota
kelompok
barisan bilangan Fibonacci yang ada
di alam sekitar atau kehidupan kita
2 … Mencari atau mengamati atau menyelidiki benda-benda yang ada di
alam sekitar atau kehidupan kita yang
mengikuti barisan bilangan Fibonacci
kita yang mengikuti barisan bilangan
Fibonacci dengan menggunakan
7 … Membuat undangan yang hadir dari
kelas lain dan guru lain pada waktu
presentasi
Anggota 1
dan anggota
2 dari
kelompok
8 … Konsultasi guru terkait dengan Semua
kegiatan yang sudah dilakukan anggota
kelompok
9 … Persiapan presentasi(pengecekan kelas yang akan digunakan, papan
untuk menempelkan majalah dinding,
lcd, dll)
Semua anggota
kelompok
10 … Perencanaan presentasi Anggota 3 dan anggota
4 dan
anggota 5
dari
kelompok
11 … Pelaksanaan presentasi Semua
anggota
kelompok
12 … Mencatat komentar dan saran dari
teman teman dan guru
Semua
anggota
kelompok
4. Memonitor siswa dalam pelaksanaan proyek.
Agar memudahkan guru dalam proses mengamati siswa terkait pelaksanaan proyek perlu dibuat rubrik yang merekam keseluruhan aktivitas siswa.
No Kategori Skor Keterangan
1 Persiapan 4= pembagian tugas anggota kelompok,
pembuatan rencana penyelesaian proyek,
pembuatan rencana jadwal, perencanaan
persiapan peralatan, pembuatan rencana
undangan pembuatan rencana presentasi
sudah lengkap
3 = sebagian besar sudah ada pembagian
tugas anggota kelompok, pembuatan
rencana penyelesaian proyek, perencanaan
persiapan peralatan, pembuatan rencana
jadwal, pembuatan rencana undangan
pembuatan rencana presentasi secara
lengkap
2 = sebagian kecil sudah ada untuk
pembagian tugas anggota kelompok,
pembuatan rencana penyelesaian proyek,
perencanaan persiapan peralatan,
pembuatan rencana jadwal, pembuatan
rencana undangan pembuatan rencana
presentasi
1= tidak ada untuk pembagian tugas
anggota kelompok, pembuatan rencana
penyelesaian proyek, perencanaan persiapan
peralatan, pembuatan rencana jadwal,
pembuatan rencana undangan pembuatan
rencana presentasi secara lengkap
2 Pelaksanaan 4 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
sudah dilaksanakan lengkap
3 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
sebagian besar sudah dilaksanakan
2 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi
No Kategori Skor Keterangan
1 2 3 4
sebagian kecil sudah dilaksanakan
1= item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
tidak dilaksanakan
kegiatan pada desain penyelesain proyek
sudah dilaksanakan
3 = item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
sebagian besar sudah dilaksanakan
2= item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
sebagian kecil sudah dilaksanakan
1= item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi
kegiatan pada desain penyelesain proyek
tidak dilaksanakan
Sedangkan Instrumen penilaian tugas proyek dengan skala rentang (rating scale) digunakan seperti berikut ini:
No Nama
format untuk pengumpulan data secara langsung maupun dengan lembar isian
2) Aspek yang dinilai pada tahap pelaksanaan adalah: proses
pencatatan data, pengelompokan data dan analisis data.
3) Aspek yang dinilai pada tahap pelaporan adalah: ketepatan isi laporan dan
bentuk sajian laporan.
5. Langkah terakhir adalah mengevaluasi pengalaman
Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok.
5. Model Cooperative Learning
Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan
di Amerika Serikat. Siswa ke sekolah dengan tujuan untuk berkompetisi dengan
teman-temannya karena dilandasi oleh tekanan orang tua untuk menjadi yang terbaik. Belajar
kompetitif seperti ini cenderung mengarahkan siswa untuk bersifat egois, dan cenderung
mengasingkan diri dari teman-temannya. Pembelajaran seperti ini masih terjadi dalam
pendidikan di Indonesia saat ini (Trianto, 2011:55). Beberapa kelemahan pada belajar
kompetitif dan individualitis, yaitu 1) kompetisi siswa kadang tidak sehat, misalnya jika
seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang
diberikan sala. 2) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi. 3) siswa
berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, 4) dapat membuat
siswa lainnya merasa frustrasi (slavin, 1995). Oleh sebab itu, untuk menghindari hal-hal
tersebut dan untuk memotivasi siswa agar membantu siswa lainnya dalam belajar maka
muncullah istilah belajar kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibagi dalam
beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi
yang diberikan oleh guru (Slavin, 1995; Eggen & Kauchak). Artzt & Newman (1990:448)
mengatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota
(2011:56) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berlandaskan teori konstruktivis.
Siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Siswa dibagi dalam kelompok yang sederajat tapi heterogen
dari segi kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, agama. Tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan salig membantu teman untuk
mencapai ketuntasan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa diajari
keterampilan-keterampilan khusus seperti menjadi pendengar aktif dalam kelompok,
mampu memberi penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, mampu berdiskusi,
dll. Siswa juga diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk diajarkan.
Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok. Kesuksesan
kelompok ditandai dengan pencapaian tujuan dan penguasaan materi oleh semua anggota
kelompok (Slavin, 1995). Sementara menurut Johnson & Johnson (1994) menyatakan
bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok. Zamroni (2000) mengemukakan manfaat penerapan belajar kooperatif yakni
dapat mengurangi kesenajngan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level
individual. Louisell & Descamps (1992) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
dapat memperbaiki hubungan antara siswa dari berbagai latar belakang etnis dan
kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajarn yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan
Kauchak, 1997: 279). Tujuan pembelajaran kooperatif mencakup 3 jenis yakni hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial
(Ibrahim, dkk, 2000:7).
Ada 5 (lima) untuk penting dalam belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson (1994) da
Sutton (1992) yaitu sebagai berikut:
a) Saling ketergantungan positif antara siswa.
b) Interaksi antara siswa yang semakin meningkat
c) Tanggungjawab Individual, artinya siswa membantu temannya untuk belajar serta tidak
hanya sekedar menunggu teman untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
d) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Kemampuan berinteraksi antar siswa
dalam kelompok kemampuan bersikap sebagi anggota kelompok dalam menyampaikan
e) Proses kelompok, yang mana terjadi jika anggota saling berdiskusi tentang strategi agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
Beberapa prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) yaitu sebagai
berikut:
a) Penghargaan kelompok, jika mencapai kriteria yang telah ditentukan
b) Tanggungjawab individual
c) Kesempatan yang sama untuk sukses, artinya siswa dengan berbagai tingkat
kemampuan tertantang dan sama-sama memiliki kesempatan untuk melakukan yang
terbaik, dan kontribusi semua anggota kelompok sangat berharga.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Arends (1997:111) adalah sebagai berikut
a) Siswa bekerja dala kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar
b) Kelompok dibentuk dari siswa ang mempunyai kemampuan rendah, sedang, dan tinggi
c) Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin, yang beragam
d) Perhargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu
Ibrahim dalam Trianto (2011:66) menguraikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang dingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
b) Menyampaikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa melalui demonstrasi atau lewat bahan bacaan
c) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaiman caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
d) Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka
e) Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
f) Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
6. Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
yang pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
Johns Hopkins.
Langkah-langkah pembelajaran STAD sama dengan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif secara umum. Hanya saja pada pembelajaran STAD, seluruh siswa diberikan tes
tentang materi yang telah didiskusikan untuk mengevaluasi pencapaian siswa dalam
menguasai materi tersebut. Trianto (2011: 69-70) mengatakan bahwa apabila kelas terdiri
atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat
didasarkan pada prestasi akademik, dengan cara:
a) siswa dalam kelas terlebih dahulu dirangking, bisa dengan menggunakan nilai ulangan
sebelumnya .
b) kelas dibagi dalam 3 kelompok sesuai dengan urutan hasil rangking, yaitu kelompok
atas sebanyak 25% mulai urutan (rangking) pertama, kelompok tengah 50% diambil
setelah kelompok atas, kelompok bawah 25% diambil setelah kelompok tengah.
Lebih lanjut, Trianto menjelaskan bahwa dalam pembelajaran STAD terlebih dahulu
diadakan latihan kerjasama kelompok agar masing-masing anggota kelompok dapat saling
mengenal lebih jauh satu dengan yang lain. Penghargaan atas keberhasilan kelompok
dilakukan melalui beberapa tahapan yakni menghitung skor perkembangan individu,
menghitung skor kelompok dengan cara menghitung rata-rata skor perkembangan anggota
kelompok, lalu memberikan pengakuan skor kelompok dan memberi penghargaan sesuai
dengan predikat.
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika:
Materi Pembelajaran : Himpunan
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh setiap
siswa
2) Guru memotivasi siswa dan memberitahu langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan
3) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah mengenai konsep
himpunan dalam pemecahan masalah
4) Guru memberikan tes awal setelah menyampaikan materi pembelajaran mengenai
konsep himpunan dalam pemecahan masalah untuk mendapatkan skor awal sebagai
5) Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang yang
kemampuan akademiknya heterogen
6) Guru membagi bahan-bahan diskusi kelompok pada setiap kelompok untuk
dikerjakan, guru sebagai motivator, fasilitator dan mediator selama proses diskusi
berlangsung
7) Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing
8) Guru memberikan kuis/tes secara individual kepada siswa
9) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui
10) Guru bersama siswa melakukan refleksi
7. Model Pembelajaran Jigsaw
Pembelajaran Jigsaw pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh Elliot Arronson di
Austin Texas (http://www.Jigsaw.org/history.htm). Pembelajaran Jigsaw dikembangkan
untuk memperbaiki hubungan antar siswa di Austin sehingga lebih akrab, menghargai satu
sama lain, siswa merasa lebih percaya diri, tingkat ketidakhadiran menurun dan terjadi
peningkatan kemampuan akademik yang besar. Ramon (2012) mengatakan bahwa
pembelajaran merupakan salah satu jenis metode pembelajaran kooperatif yang membantu
siswa memecahkan materi pembelajaran melalui kelompok-kelompok belajar, dan
kemudian siswa diajarkan agar dapat mengajar orang lain dari materi yang telah diberikan,
dan selanjutnya menggabungkan bagian-bagian tersebut menjadi satu kesatuan.
Pembelajaran Jigsaw didasarkan pada perspektif bahwa setiap siswa pertama-tama akan
menjadi "ahli" di bagian kecil dari materi pembelajaran secara keseluruhan, dan kemudian
mengajar siswa lain dalam kelompok asalnya. Senada dengan itu, Arronson dalam Naomi
(2013) menyatakan bahwa keuntungan strategi pembelajaran Jigsaw adalah siswa
mengerjakan tugas yang menantang dan menarik dalam kelompok ahli masing-masing
dengan antusias sejak mereka tau bahwa mereka lah satu-satunya yang menguasai bagian
itu ketika mereka kembali ke kelompok mereka masing-masing.
Rusman (2011:218) menguraikan langkah-langkah pembelajaran Jigsaw adalah sebagai
berikut:
a) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;
b) Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;
c) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli);
d) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai; e) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
Dalam Trianto (2011:73) langkah-langkah pembelajaran Jigsaw diuraikan sebagai berikut:
a) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang) b) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi
menjadi beberapa sub-bab.
c) Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya.
d) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
e) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
f) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Lebih jelas lagi dalam http://www.Jigsaw.org/steps.htm, 10 langkah-langkah pembelajaran
Jigsaw sebagai berikut:
a) Bagilah siswa menjadi kelompok-kelompok Jigsaw 5-6 orang. Kelompok-kelompok harus beragam dalam hal gender, etnis, ras, dan kemampuan.
b) Menunjuk salah satu siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin. c) Bagilah pelajaran hari itu menjadi 5-6 segmen.
d) Tugasi setiap siswa untuk belajar satu segmen.
e) Berikan waktu kepada siswa untuk membaca segmen yang mereka dapatkan setidaknya dua kali dan menjadi akrab dengannya. Tidak perlu bagi mereka untuk menghafalkannya.
f) Bentuk "kelompok ahli" dengan menggabungkan siswa yang mempelajari segmen yang sama dari masing-masing kelompok asal. Beri waktu bagi siswa untuk membahas segmen mereka serta berlatih untuk mempresentasikannya pada kelompok Jigsaw (asal).
g) Bawa siswa kembali ke kelompok Jigsawnya (kelompok asal)
h) Mintalah setiap siswa untuk mempresentasikan segmen yang dipelajarinya kepada kelompok Jigsaw. Doronglah siswa lainnya dalam kelompok tersebut untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami.
i) Amatilah setiap proses yang berlangsung dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain. Jika setiap kelompok mengalami kesulitan (misalnya, seorang anggota mendominasi atau mengganggu), lakukan intervensi yang tepat. Sebenarnya, lebih baik pimpinan kelompok yang menangani hal seperti ini agar dapat terlatih.
j) Pada akhir sesi, berikan kuis seputar materi yang sudah.
Jhonson and Jhonson (dalam Rusman, 2011:219) menguraikan pengaruh positif dari
pembelajaran Jigsaw sebagai berikut:
a) Meningkatkan hasil belajar;
b) Meningkatkan daya ingat;
c) Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi;
d) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu);
e) Meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen;
f) Meningkatkan sikap positif terhadap guru;
h) Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif;
i) Meningkatkan keterampilan hidup bergotongroyong.
Contoh dalam pembelajaran matematika
Materi pembelajaran : Bangun ruang
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru menjelasan model pembelajaran yang akan digunakan
3) Guru menyampaikan materi yang akan dibahas yaitu kubus, balok, prisma, dan limas
4) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 siswa, dan
masing-masing anggota kelompok diberi materi yang akan dibahas
5) Guru mengarahkan siswa dengan materi yang sama untuk berkumpul membentuk
kelompok ahli untuk materi kubus, balok, prisma dan limas
6) Guru membagi LKS mengenai kubus, balok, prisma dan limas (tentang unsur, gambar,
rumus menghitung luas permukaan dan rumus menghitung volume bangun ruang)
kepada kelompok ahli
7) Guru memberikan kesempatan siswa berdiskusi membangun pengetahuan dan
menemukan sendiri jawaban LKS yang diberikan
8) Guru memantau kerja setiap kelompok dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya
jika mengalami kesulitan
9) Setelah selesai diskusi pada kelompo ahli, anggota kelompok tersebut diarahkan untuk
kembali ke kelompok asal masing-masing
10) Siswa yang telah bergabung pada kelompok asal secara bergantian
menjelaskan/mempresentasikan informasi atau pengetahuan yang telah mereka
peroleh pada kelompok ahli. Guru berfungsi sebagai mediator, motivator dan
fasilitator selama proses presentasi berlangsung.
11) Guru memberikan soal-soal yang dikerjakan secara individual
8. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Berdasarkan arti katanya, Group berarti “kelompok, golongan”, sedangkan Investigation berarti “penyelidikan”. Jadi, model pembelajaran kooperatf tipe Group Investigation berarti model pembelajaran kooperatif dengan cara penyelidikan yang dilakukan oleh kelompok.
(2011:90) yang mengatakan bahwa “metode investigasi kelompok sering dipandang
sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi”. Secara umum perencanaan
pengorganisasian kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah pembagian siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 2-6 orang secara heterogen, kemudian masing-masing kelompok membahas topik berbeda
yang menjadi tanggungjawab masing-masing, dan mempresentasikan laporan kelompok
untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Rusman, 2011:220).
Rusman (2011:221-222) menguraikan enam langkah implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), yaitu:
a) Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa ke dalam Kelompok (Para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorikan saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi;
b) Merencanakan Tugas-tugas Belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki, bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi;
c) Melaksanakan Investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok, para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide); d) Menyiapkan Laporan Akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial
proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana presentasi); e) Mempresentasikan Laporan Akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam
berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas);
f) Evaluasi (Para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis.)
Sharan, dkk (dalam Trianto, 2011:80) menguraikan langkah-langkah model pembelajaran
Group Investigation sebagai berikut:
a) Siswa memilih topik tertentu dari beberapa topik yang telah ditetapkan oleh guru.
Kemudian berdasarkan topik tersebut, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok
yang bersifat heterogen dari aspek kemampuan akademis maupun latar belakang
suku/ras.
b) Siswa bersama-sama dengan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan
c) Implementasi dari rencana yang telah dibuat, diharapkan adanya kegiatan pembelajaran
yang beragam serta keterampilan yang luas. Siswa diarahkan untuk memanfaatkan
semua sumber belajar yang ada di sekitarnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator dalam
kegiatan ini.
d) Siswa melakukan kegiatan analisis dan sistesis terhadap informasi yang mereka
dapatkan lalu mengemas informasi tersebut secara ringkas umtuk kemudian
dipresentasikan dengan menarik di kelas.
e) Masing-masing kelompok menyajikan hasil investigasi dengan menarik di depan kelas
yang dikoordinasi oleh guru.
f) Guru bersama-sama dengan siswa melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi
kelompok di kelas berupa penilaian individu atau kelompok.
Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika:
Materi Pembelajaran : Ukuran Pemusatan Data
1) Menyampaikan topik yang akan dipelajari, yakni : Pengumpulan Data, Rataan Hitung
(mean), Nilai Tengah (median), dan Nilai yang sering muncul (Modus).
2) Memberi kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memilih topik.
3) Memberi kesempatan kepada siswa yang memilih topik yang sama untuk bergabung
dalam satu kelompok, sehingga siswa terbagi dalam 4 kelompok yang heterogen.
4) Memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelidiki dan
mendiskusikan informasi tentang topik yang menjadi tanggungjawabnya
5) Siswa menyiapkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan akhir, dan guru menjadi
fasilitator dalam kegiatan siswa
6) Memberi kesempatan kepada kelompok 1 untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya. Sedangkan kelompok lain mendengarkan/memperhatikan dan
memberikan tanggapan setelah presentasi selesai
7) Guru memberikan tes/kuis individual kepada siswa
9. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran TPS pertama kali dikembangkan oleh FrangLyman dan
teman-temannya di Universitas Maryland (Trianto, 2011:81). Pembelajaran TPS merupakan
pembelajaran berpikir berpasangan berbagi, dirancang untuk membuat variasi suasana pola
interaksi siswa dalam kelas. Pada pembelajaran TPS, siswa memiliki lebih banyak waktu
untuk berpikir, berinteraksi dengan temannya serta saling membantu.
a) Berpikir (Thinking)
Pada langkah pertama ini, guru mengajukan pertanyaan atau memberikan masalah yang
terkait dengan materi yang akan dipelajari, dan siswa diberi kesempatan beberapa menit
untuk memikirkan jawaban atau solusi dari masalah tersebut.
b) Berpasangan (Pairing)
Siswa diarahkan untuk berinteraksi dalam mendiskusikan jawaban atau solusi yang
mereka peroleh secara berpasangan dalam waktu 4 sampai 5 menit.
c) Berbagi (Sharing)
Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diarahkan untuk berbagi dengan
teman-temannya yang lain dalam satu kelas tentang apa yang mereka diskusikan.
10. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Model pembelajaran NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan memeriksa sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi tersebut (Trianto,
2011:82).
Lebih lanjut, Trianto (2011:82-83) menguraikan langkah-langkah NHT sebagai berikut:
a) Penomoran
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota 3-5 orang dan
memberi nomor antara 1-5.
b) Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa seputar materi yang akan didiskusikan.
c) Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya dengan teman-teman dalam kelompoknya tentang
jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.
d) Menjawab
Guru memanggil nomor tertentu secara acak, dan siswa yang sesuai dengan nomor
tersebut menjawab pertanyaan di depan kelas.
11. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran TGT dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995).
Pada model ini, siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2011:83). Pembelajaran TGT
merupakan pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
unsur permainan serta reinforcement. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan skor pada tim mereka. Permainan
disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk
mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan
kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap
meja turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, namun memiliki
kemampuan setara.
Langkah-langkah pembelajaran TGT diuraikan oleh Hamdani (2010:92-93) sebagai
berikut:
1) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas. Biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2) Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3) Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4) Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengejakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5) Team Recognize (Penghargaan Kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.
12. Model Pembelajaran Problem Solving
Pembelajaran Problem Solving ditemukan oleh George Polya ( 1887- 1985) sehingga dia
yang digunakan dalam pembelajaran matematika (Albert Posamenter, 2008). Problem
Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Komariah, 2011). Masalah
dalam Problem Solving bersifat menantang dan tidak rutin. Lebih lanjut Komariah menguraikan 3 ciri utama dari problem solving sebagai berikut:
1. Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. 2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem solving
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Beberapa tahapan dalam menyelesaikan masalah seperti yang diuraikan oleh Polya yaitu:
a) Memahami problem (See)
Problem apa yang dihadapi? Bagaimana kondisi dan datanya? Bagaimana memilah
kondisi-kondisi tersebut?
Siswa harus memikirkan dan membicarakan tentang masalah dan menyatakan kembali
dalam kata-kata mereka sendiri
b) Menyusun rencana (Plan)
Menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui. Apakah
pernah ada masalah yang mirip?
Siswa harus dipandu untuk mengembangkan suatu rancangan. Perencanaan mereka
masih bersifat sementara dan mungkin bisa berubah sewaktu-waktu selama proses
pembelajaran berlangsung. Mereka dapat mempertimbangkan strategi apa yang akan
digunakan.
c) Melaksanakan rencana (Do)
Menjalankan rencana guna menemukan solusi, periksa setiap langkah dengan seksama
untuk membuktikan bahwa cara itu benar.
Pada tahap ini siswa mencoba melaksanakan dan menyelesaikan rencana mereka dan
guru membantu siswa memahami permasalahan yang ditimbulkan .
Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat. Selama tahap ini, siswa memberikan
berbagai gagasan mereka dalam kelompoknya. Sehingga mereka dapat membedakan
penyelesaian mereka dari berbagai strategi. Mereka juga melakukan evaluasi secara
kritis.
Djamarah (2002) mengemukakan langkah-langkah metode problem solving sebagai berikut:
a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan,
b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanay, diskusi, dan
lain-lain.
c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja
disadarkan kepada data yng telh diperoleh, pada langkah kedua diatas.
d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Siswa harus berusaha memecahkan
masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.
e) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang
jawaban dari masalah tadi.
13. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan
dan penerapannya dalam kehidupan (Trianto, 2011:104). Pembelajaran CTL pertama kali
diusulkan oleh John Dewey di Amerika pada tahun 1916. Dia mengusulkan agar kurikulum
dan metodologi pengajaran dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. CTL diasumsikan
dapat mengarahkan siswa untuk mampu menguatkan, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan akademiknya untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Ngalimun (2012) menyatakan bahwa CTL dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga siswa merasa perlu dan penting untuk
mempelajari materi tersebut, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret
dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. University of Washinghton dalam Trianto (2011:106) menguraikan 6 unsur kunci CTL sebagai berikut:
a) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan priadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari
b) Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana pengetahuan yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang
d) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengna suatu rentang dan bergama standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan/atau industri
e) Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik.
f) Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, check list, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri.
Trianto (2011:109) mengatakan bahwa kurikulum dan pembelajaran berbasis CTL
dirancang untuk merangsang 5 (lima) bentuk dasar dari pembelajaran yaitu
Menghubungkan (Relating), Mencoba (Experiencing), Mengaplikasi (Applying), Bekerjasama (Cooperating), dan Proses Transfer Ilmu (Transferring). Lebih lanjut, Trianto (2011:110) mengemukakan bahwa CTL memiliki 5 (lima) elemen belajar yang
konstruktivistik, yaitu:
a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) b) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
c) Pemahaman pengetahuan (Understanding knowledge)
d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (Applying knowledge) e) Melakukan refleksi (Reflecting knowledge)
sedangkan karakteristik yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya adalah:
a) Kerja sama
b) Saling menunjang
c) Menyenangkan, mengasyikkan
d) Tidak membosankan (joyfull, comfortable) e) Belajar dengan bergairah
f) Pembelajaran terintegrasi
g) Menggunakan berbagai sumber siswa aktif
Langkah-langkah CTL secara garis besar adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
b) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik c) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
f) Melakukan refleksi di akhir pertemuan
g) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
14. Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan
vertikal (reorgnisasi matematika melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan
matematika).
Prinspi-prinsip Pendidikan Matematika Realistik adalah sebagai berikut:
Menurut Gravemeijer (dalam Marpaung), prinsip-prinsip RME terdiri dari:
a) Guided reinvention and progressive mathematization (Reinvensi terbimbing dan
matematisasi berkelanjutan)
b) Didactical phenomenology (fenomenologi didaktis)
c) From informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between
informal knowledge and formal mathematics (dari matematika informal ke
matematika formal)
Sementara Van den Heuvel-Panhuizen (dalam Marpaung) merumuskan prinsip-prinsip
RME sebagai berikut:
a) Prinsip aktivitas
Matematika adalah aktivitas manusia. Si pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika matematika. Si pebelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan matematika.
b) Prinsip realitas
Pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan ole siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan teratrik untuk belajar. Secara gradual siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.
c) Prinsip berjengjang
Dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mamu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah lain yang ekuivalen