i
SKRIPSI
PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA
PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN
KADAR GARAM TELUR ASIN
SAFRULLAH AMIR K211 10 908
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
ii
SKRIPSI
PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA
PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN
KADAR GARAM TELUR ASIN
SAFRULLAH AMIR K211 10 908
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
iv
“Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam Telur Asin”
(xv + 86 Halaman + 18 Tabel + 15 Gambar + 8 Lampiran)
Telur memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Telur dikonsomsi secara luas di masyarakat, oleh karena telur mudah diperoleh dan harga pasarannya relatif terjangkau. Namun, telur memiliki kelemahan disebabkan telur mudah rusak dan memiliki masa simpan yang pendek. Berbagai upaya pengawetan dilakukan untuk memperpanjang masa simpan telur. Metode yang paling banyak dijumpai adalah melalui proses pengasinan atau penggaraman.
Dalam proses pengasinan, telur ditambahkan adonan garam dengan berbagai konsentrasi. Penambahan garam dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar garam NaCl dalam telur. Selain itu, interaksi garam dengan protein menyebabkan koagulasi pada isi telur dan secara nyata menurunkan kadar protein yang terkandung pada telur.
Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kandungan protein dan kadar garam NaCl pada proses pengolahan hingga periode penyimpanan telur asin. Perubahan yang terjadi dikaitkan dengan pengaruh konsentrasi garam yang berbeda dalam proses pengolahan dan lama masa simpan telur asin setelah proses pengasinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan desain one group pretest-posttest design. Penelitian ini menggunakan tiga formulasi telur asin dengan masa simpan masing-masing formula selama 3 hari, 5 hari, dan 7 hari. Penelitian dilakukan pada lima tahap analisis kandungan protein dan kadar garam NaCl secara duplo.
Hasil penelitian menunjukkan proses pengolahan dan penyimpanan menyebabkan penurunan kadar protein Pada formula A 25,58%, Formula B 30,62%, dan Formula C 28,04%. Sementara kadar garam NaCl pada tiap formula mengalami peningkatan. Pada Formula A meningkat 2,23%, Formula B 2,27%, dan Formula C meningkat hingga 2,65%. Formula A pada masa simpan 3 hari merupakan formula yang paling rendah tingkat denaturasi proteinnya dan kadar garam NaCl-nya relatif masih terkendali.
Penelitian ini merekomendasikan kepada masyarakat agar mengolah telur asin dengan konsentrasi garam 100 gram dengan masa simpan yang tidak terlalu lama. Selain itu, diharapkan kepada praktisi kesehatan atau peneliti yang lain agar menciptakan inovasi baru dalam proses pengolahan telur asin yang dapat mempertahankan dan mengontrol kandungan zat gizi serta meminimalisir kontaminasi mikroba.
Daftar Pustaka : 73 (1963-2012)
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Berhasilnya penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Konsentrasi
Garam dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Protein dan Garam
Telur Asin” menandai berakhirnya suatu dimensi perjuangan yang penuh dengan makna dan kenangan dalam menimba ilmu di Jurusan Ilmu Gizi Fakultas
Kesehaan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan selanjutnya akan menjadi tiik awal bagi penulis untuk dapat berbuat yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Keberhasilan penulis sampai ke tahap penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan, baik berupa materi, motivasi dan do’a dari orang-orang di lingkungan
penulis. Karena itu, perkenankanlah penulis unuk menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku Rektor Universitas
Hasanuddin beserta stafnya yang telah memberikan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung perkuliahan selama menempuh pendidikan di Universitas
Hasanuddin.
vi
selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku pembimbing I sekaligus Kepala Laboratorium Terpadu FKM Unhas dan Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar
Apt., M.Kes selaku pembimbing II sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas, yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan penulis dari awal perkuliahan dan dari awal penulisan hinggga terselesaikannya skripsi
ini.
4. Ibu DR. dr. Citra Kesumasari, M.Kes, Ulfah Najamuddin, S.Si, M.Kes dan
Bapak Zakaria, STP, M.Kes sebagai penguji yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.
5. Dosen dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya Program
Studi Ilmu Gizi yang dengan tulus dan ikhlas memberikan pengetahuan, berbagi pengalaman, dan tak lelah membimbing dan mengarahkan penulis ke
arah yang lebih baik.
6. Teman-teman tim penelitian, Wahyudi Eka Putra dan Armenia Eka Putriana yang telah menunjuukkan solidaritas, rasa simpati, kerjasama, dan kontribusi
yang begitu berarti selama penelitian ini dilaksanakan hingga tahap akhir penyelesaian studi.
7. Bapak Sahrul selaku penenggung jawab Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu, tak pernah lelah membimbing dan memberikan arahannya kepada penulis
vii
8. Kakak-kakak Laboran di Laboratorium Terpadu FKM Unhas, Kak Ria, Kak Alfi, Kak Ian, dan Kak Mira yang tak henti-hentinya memberikan bantuan
dan saran kepada penulis.
9. Kakak-kakak senior, Kak Bohari, Kak Guruh, Kak Ratna, Kak Mutiah, Kak
Arul atas sumbangsih pemikiran yang menjadi landasan berarti bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman-teman asisten laboratorium yang banyak berperan dan berbagi ilmu
selama penulis menempuh jenjang pendidikan.
11. Teman-teman FKM angkatan 2010 “KANIBAL” atas proses panjang yang
telah dilalui bersama dalam keadaan suka maupun duka.
12. Teman-teman Gizi Angkatan 2010 “G010K” atas bantuan, kebersamaan, kekompakan yang tak hingga nilainya, serta canda tawa yang tak akan pernah
terlupakan dalam bingkai kenangan penulis.
13. Seluruh keluarga yang telah memberikan pendidikan, dukungan, motivasi,
dan do’a kepada penulis jauh sebelum proses ini sehingga dapat menjadi pribadi seperti sekarang ini.
14. Kepada Ros yang telah memberikan banyak hal berarti bagi penulis, bantuan
dan jasa-jasamu tak akan pernah terlupakan.
Akhirnya, Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta
dan terkasih Ayahanda Muh. Amir Mustari dan Ibunda Mutiara, terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pemberian, pengorbanan, perhatian, dan do’a tulus yang senantiasa mengiringi perjalanan penulis dalam menuntut ilmu serta
viii
Manusia tak pernah luput dari kekhilafan, karena itu penulis sangat menghargai bila ada kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin
Makassar, Juni 2014
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...iii
RINGKASAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Telur ... 10
B. Tinjauan Umum Pengawetan Telur ... 16
C. Tinjauan Umum Daya Simpan ... 21
D. Tinjauan Tentang Protein ... 26
E. Tinjauan Umum Denaturasi Protein... 32
x
G. Tinjauan Umum Hubungan Cara Pengolahan dan Penyimpanan
Telur Asin terhadap Denaturasi Protein dan Kadar Garam ... 37
H. Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan... 39
I. Kerangka Teori... 40
J. Kerangka Konsep ... 40
K. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43
B. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 44
C. Bahan Dan Alat ... 44
D. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 45
E. Pelaksanaan Percobaan ... 46
F. Diagram Alur Penelitian ... 49
G. Pengolahan Data Dan Penyajian Data... 50
H. Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51
1. Karakteristik Bahan ... 51
2. Standarisasi H2SO4 ... 52
3. Standarisasi AgNO3... 52
4. Pembuatan Telur Asin ... 53
5. Hasil Uji Kadar Protein ... 55
6. Hasil Analisis Denaturasi Protein ... 58
xi
8. Hasil Analisis Kadar Garam NaCl ... 65 B. Pembahasan
1. Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kandungan Protein Telur Asin ... 74
2. Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kandungan Garam NaCl Telur Asin ... 79 3. Pengaruh Lama Waktu Simpan terhadap Kandungan Protein
Telur Asin ... 81 4. Pengaruh Lama Waktu Simpan terhadap Kandungan Garam
NaCl Telur Asin ... 83 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 85 B. Saran ... 86
xii
4.1 Persen Kadar Protein Telur Itik Sebelum Perlakuan ... 55
4.2 Kadar Protein Telur Asin Formula A Berdasarkan Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan... 56
4.3 Kadar Protein Telur Asin Formula B Berdasarkan Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan... 57
4.4 Kadar Protein Telur Asin Formula C Berdasarkan Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan... 58
4.5 Persen Denaturasi Protein Telur Asin Formula A Berdasarkan Lama Penyimpanan ... 59
4.6 Persen Denaturasi Protein Telur Asin Formula B Berdasarkan Lama Penyimpanan ... 60
4.7 Persen Denaturasi Protein Telur Asin Formula C Berdasarkan Lama Penyimpanan ... 61
4.8 Persen Kadar NaCl Telur Itik Sebelum Perlakuan ... 62
4.9 Kadar NaCl Telur Asin Formula A Berdasarkan Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan... 62
4.10 Kadar NaCl Telur Asin Formula B Berdasarkan Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan... 63
xiii
4.12 Analisis Kadar NaCl Telur Asin Formula A Berdasarkan
Lama Penyimpanan ... 65 4.13 Analisis Kadar NaCl Telur Asin Formula B Berdasarkan Lama
Penyimpanan ... 66 4.14 Analisis Kadar NaCl Telur Asin Formula C Berdasarkan
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Bagian-bagian Telur ... 11
2.2 Struktur Umum Asam Amino ... 29
2.3 Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan Modifikasi ... 39
2.4 Kerangka Teori Proses Pengolahan dan Penyimpanan Telur Asin Modifikasi ... 40
2.5 Kerangka Konsep ... 40
3.1 Diagram Alur Penelitian ... 49
4.1 Telur Asin Formula A ... 53
4.2 Telur Asin Formula B ... 54
4.3 Telur Asin Formula C ... 54
4.4 Grafik Perbandingan Kadar Protein Berdasarkan Konsentrasi Garam ... 68
4.5 Grafik Perbandingan Kadar Protein Berdasarkan Lama Penyimpanan ... 69
4.6 Grafik Perbandingan Kadar Garam NaCl Berdasarkan Konsentrasi Garam... 70
4.7 Grafik Perbandingan Kadar Garam NaCl Berdasarkan Lama Penyimpanan ... 71
4.8 Grafik Persen Denaturasi Protein pada Formula Telur Asin ... 72
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Foto Alat dan Bahan
2. Bagan Alir Proses Pembuatan Telur Asin, Analisis Kadar Protein, dan Analisis Kadar Garam NaCl
3. Foto Ruangan Penelitian
4. Surat Izin Penelitian 5. Surat Bukti Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan yang dicapai bidang peternakan unggas telah memberikan hasil panen yang berlimpah. Hasil utama yang diperoleh dari usaha ini selain daging adalah telur (1).
Telur merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Selain itu, telur juga
mengandung lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh dan sangat mudah dicerna. Rasa yang enak, harga yang relatif murah serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan, menyebabkan telur banyak
dikonsumsi oleh masyarakat(2).
Ketersediaan telur tidak mengenal musim, namun telur juga memiliki
beberapa kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah, kelembaban relatif udara dan
suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi mutu telur dan dapat menyebabkan perubahan secara kimiawi dan mikrobiologis. Maka dari itu,
usaha pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur(3). Konsumsi telur lebih besar daripada konsumsi hasil ternak lain, karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah sehingga terjangkau bagi
2
Konsumsi telur yang besar dibarengi oleh tingkat produksi yang semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan
produksi telur itik segar di Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2005 secara nasional terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 6,42% setiap
tahun. Secara agregat tingkat partisipasi masyarakat terhadap konsumsi telur itik segar di wilayah pedesaan lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan dengan perbandingan presentase 6,8% dan 68% pada tahun 2005 dengan
tingkat konsumsi yang sama yaitu 0,28 kg/kapita/tahun. Secara agregat pada tahun 2005 rumah tangga yang mengonsumsi telur itik segar meningkat
seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan, yaitu 2,94% untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, 4,65% penghasilan sedang, dan 5,56% pada penghasilan tinggi, dengan konsumsi berturut-turut 0,20, 037, dan 0,52
kg/kapita/tahun. Pada komoditas telur asin, tingkat partisipasi masyarakat kota dalam mengonsumsi telur asin lebih tinggi dibandingkan masyarakat
pedesaan(5).
Bentuk olahan telur itik yang sampai sekarang paling dikenal dan paling digemari oleh masyarakat Indonesia adalah telur asin. Telur asin
merupakan telur yang diawetkan dengan cara penggaraman. Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan
rasa yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur(6).
Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur,
3
diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya simpannya(1).
Namun, penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat menyebabkan tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata
terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan
menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan
garam yang berlebihan(7).
Dalam bentuk garam, WHO (2003) menganjurkan konsumsi garam kurang dari 5 g/kapita/hari untuk hidup sehat. Ini menunjukkan bahwa
konsumsi garam penduduk Indonesia sudah melebihi batas anjuran WHO. Hal ini berkaitan langsung dengan slogan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
yang memiliki batasan konsumsi garam sebanyak 6 gram setiap hari dan tidak sejalan dengan anjuran WHO. Kebijakan dalam PUGS perlu dikaji ulang dan disinkronkan dengan anjuran WHO mengingat prevalensi hipertensi di
Indonesia semakin meningkat(7).
Natrium memiliki hubungan yang sebanding dengan timbulnya
hipertensi. Semakin banyak jumlah natrium dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah(8).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto menunjukkan
4
berisiko terserang hipertensi sebesar 3,95 kali lipat dibandingkan orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan asin(9).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunnya(7, 10).
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan 8,3% penduduk
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (11). Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999,
menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban 31,7%(12, 13).
Data Riskesdas (2007) dalam Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi
di Indonesia menunjukkan prevalensi hipertensi di daerah Sulawesi-Selatan sebanyak 20,3%(14).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah Penyakit Tidak Menular (PTM), yaitu penyakit kardiovaskuler (31,9%)
termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%)(14).
Sementara hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit
5
berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular(11, 15, 16).
Berdasarkan penelitian NHANES III (The Third National Health and Nutrition Examination Survey), hipertensi mampu meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan resiko stroke sebesar 24%. Karena tidak menunjukkan gejala dan tanda – tanda manifestasi penyakit, hipertensi juga dikenal sebagai the silent killer(17).
Selain meningkatkan kejadian hipertensi, penambahan garam yang berlebihan juga dapat mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Protein
yang ada di dalam telur mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tersier akibat terjadinya interaksi dengan garam(18).
Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya. Suatu protein mempunyai arti bagi tubuh apabila protein
tersebut mampu melakukan aktivitas biokimiawinya di dalam tubuh. Aktivitas ini sangat bergantung pada struktur dan konformasi molekul protein yang tepat. Apabila konformasi molekul protein berubah akibat adanya perubahan
lingkungan atau bereaksi dengan senyawa lain, maka aktivitas atau manfaatnya dalam tubuh akan berkurang. Perubahan konformasi alamiah menjadi
konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang disebut dengan denaturasi(19).
Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
6
Sahat (1999) membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin
terutama kadar protein, kadar garam dan uji organoleptiknya(20).
Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein.
Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa
dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi(21).
Protein dalam putih telur sangat rentan mengalami denaturasi akibat
pengaruh lingkungan. Putih telur merupakan komponen utama dan terbesar yang menyusun sebuah telur. Menurut Suprapti (2002), presentasi putih telur sekitar 57% dari berat total telur(1).
Hasil penelitian yang dilakukan Tri Rizki Miranty Gumay (2009), menunjukkan proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar protein telur
asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena
pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan(22).
Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang
mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang
7
Penelitian Elly Maya Ramdani (2008), keadaan putih telur yang telah encer akibat penyimpanan mempengaruhi kuning telur. Kondisi putih telur
yang encer tersebut menyebabkan larutan garam mudah masuk ke dalam telur. Akibatnya kadar garam dalam telur mengalami peningkatan yang berarti(23).
Sementara itu penelitian yang dilakukan Astri Damayanti (2008), menunjukkan semakin lama umur simpan telur maka akan menyebabkan putih telur menjadi encer. Kondisi putih telur yang encer akan mengakibatkan
larutan garam mudah masuk ke dalam telur pada saat pengasinan. Jumlah larutan garam yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran
kuning telur. Rasa asin pada telur selanjutnya dijadikan indikator untuk menilai tingginya kadar garam yang berpenetrasi ke dalam isi telur. Jumlah garam yang berpenetrasi ke dalam telur sebanding dengan tingkat denaturasi yang terjadi
(24).
Berdasarkan kajian berbagai referensi, jumlah konsentrasi garam yang
digunakan dalam proses pengawetan dan lama waktu simpan berpengaruh terhadap kandungan protein dan kadar garam pada telur asin. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengajukan
8
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terjadi perubahan kandungan protein dan kadar garam pada proses pengolahan telur asin?
2. Apakah perlakuan dengan konsentrasi garam yang berbeda dalam proses pengawetan memengaruhi kandungan protein dan kadar garam pada telur asin?
3. Apakah lama waktu penyimpanan memengaruhi kandungan protein dan kadar garam pada telur asin?
4. Manakah konsentrasi garam dan lama penyimpanan yang paling tepat untuk mempertahankan kandungan protein dan mengontrol kadar garam pada telur asin?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap kandungan zat gizi pada telur asin.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui perubahan kandungan protein dan kadar garam pada pengolahan dan penyimpanan telur asin.
b. Mengetahui kandungan protein dan kadar garam dengan perlakuan penambahan konsentrasi garam yang berbeda dalam proses
9
c. Mengetahui kandungan protein dan kadar garam dengan perlakuan lama waktu simpan yang berbeda pada telur asin.
d. Mengetahui cara pengolahan dan penyimpanan yang paling tepat untuk mempertahankan kandungan protein dan mengontrol kadar
garam pada telur asin.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak, diantaranya:
1. Manfaat Ilmiah
Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan memberi kontribusi dalam pengetahuan, khususnya Gizi Keamanan Pangan (Makanan Olahan
Tradisional) sehingga dapat menjadi acuan dalam penentuan kebijakan program gizi.
2. Manfaat Institusi
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi penting bagi civitas akademika FKM Unhas untuk melakukan pengkajian
dan penelitian berkelanjutan mengenai keamanan bahan pangan. 3. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi khayalak dan sebagai bahan informasi kepada peneliti lainnya dalam penyusunan suatu karya ilmiah dan pengaplikasian ilmu
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
L. Tinjauan Umum Telur
Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani di samping daging, ikan, dan susu. Secara umum,
telur terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu kulit telur (11% dari berat total telur), putih telur (57% dari berat total telur), dan kuning telur (32% dari
berat total telur)(1).
Struktur dari telur secara detail, yaitu(25): a. Kulit
b. Membran sel (luar & dalam) c. Kantong udara
d. Lapisan albumen encer luar e. Lapisan albumen encer dalam f. Lapisan albumen kental dalam
g. Chalaza
h. Membran vitelline
11
Gambar 2.1: Bagian-bagian Telur
Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan
lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, dan tempe. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan
makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur(27).
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga
dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi, juga merupakan
suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak(28).
Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur
12
fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya
sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat(29).
Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari
protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur(30).
Secara umum kandungan zat gizi pada telur adalah(30): a. Protein
Protein disusun dari asam-asam amino yang terikat satu dengan
lainnya. Mutu protein ditentukan oleh asam-asam amino dan jumlah masing-masing asam amino. Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi
dan mudah dicerna. Dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaitu sebanyak 16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang berbobot sekitar 50 gram, kandungan total proteinnya
adalah 6 gram. b. Lemak
Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur . Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur
13
trigliserida dan fosfolipida umumnya menyediakan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari.
c. Vitamin dan Mineral
Telur mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin,
telur juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, zink, klorida dan sulfur.
Sebutir telur berisi enam sampai tujuh gram protein. Protein telur mempunyai kualitas yang tinggi untuk pangan manusia. Protein telur berisi
semua asam amino essensial yang berkualitas sangat baik sehingga digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi protein pangan lain. Telur juga mengandung enam gram lemak yang mudah dicerna. Jumlah asam lemak
jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat produk hewani yang lain(31).
Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan, kecuali vitamin C. Vitamin larut lemal (A, D, E, dan K). Vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat, dan
vitamin B 12) dan faktor pertumbuhan yang lain juga ditemukan dalam telur. Kuning telur cukup tinggi kandungan kolesterolnya(31).
Kandungan kolesterol telur lebih tinggi daripada kandungan kolesterol daging dan susu. Kolesterol dalam tubuh berfungsi sebagai prekursor beberapa hormon steroid, seperti testosteron, progesteron, estrogen,
14
sebagai vitamin D. Kolesterol juga berperan sebagai prekursor asam folat dan sangat penting dalam perkembangan embrio(28).
Manfaat telur bagi tubuh manusia selain dikonsumsi sebagai ramuan obat, lauk pauk juga digunakan sebagai bahan untuk membuat kue, puding,
dan produk industri pangan lainnya seperti makaroni, mie, biskuit, roti, dan lain-lain. Telur juga digunakan sebagai bahan untuk industri lainnya seperti industri penyamaan kulit, industri kosmetik dan sebagai bahan perekat(32).
Selain manfaat telur yang sedemikian banyak, telur juga mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat mempertahankan kesegarannya dalam waktu
yang lama. Kesegaran telur ditandai oleh keadaan fisik dan kimiawi, selama proses penyimpanan keadaan ini akan terus mengalami perubahan dan menjadi tanda kesegaran telur semakin menurun(32).
Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga
kurang baik, karena protein telur mengalami denaturasi atau rusak, hal ini berarti mutu protein dalam telur akan menurun(33).
Manfaat mengkonsumsi telur sedikitnya 1 butir perhari sangat
dianjurkan, mengingat telur adalah sumber protein dengan nilai biologis paling tinggi. Hal ini berarti protein telur mudah diserap oleh tubuh. Telur
memiliki nilai biologi 93,7%. Sementara susu hanya sekitar 83%, ikan sekitar 76%, dan daging 74,3%. Sebutir telur mengandung berbagai vitamin dan mineral esensial yang penting bagi tubuh seperti tiamin dan riboflavin.
15
dan B. Kandungan mineralnya juga baik karena terdapat fosfor dan zinc. Pada telur terdapat Lutein dan Zeaxanthin(33).
Kualitas telur ditentukan oleh(33):
a. Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning
telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur).
b. Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan,
dan kebersihan kulit telur).
Sifat spesifik dari telur, antara lain(25):
a. Kulit mudah pecah
b. Bentuk atau ukuran tidak sama
c. Telur sangat sensitif terhadap temperatur dan kelembapan
d. Performans telur mempengaruhi harga.
Jika telur terlalu lama disimpan tanpa mengalami proses pengawetan,
maka telur tersebut dapat mengalami perubahan pada isi telurnya. Adapun bentuk perubahan tersebut adalah(25):
a. Penurunan Berat : Penguapan air, CO2, H2S, NH3
b. Pembesaran Kantong Udara c. Berat Jenis Menurun
d. Terdapat motling (bintik–bintik ) pada kulit telur
16
f. Diameter Yolk membesar, hal ini terjadi karena adanya pergerakan air dari albumen ke yolk
g. pH albumen meningkat dari pH 7 menjadi pH 10-11.
Kerusakan pertama pada telur berupa kerusakan alami (pecah atau
retak). Udara yang keluar dari dalam telur membuat derajat keasaman naik serta keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat
pula disebabkan oleh masuknya mikroorganisme ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama
disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur(34).
B. Tinjauan Umum Pengawetan Telur
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
1168/MenKes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, yang dimaksud
bahan pengawet adalah bahan tambahan pada makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme(35).
Untuk mendapatkan telur yang tetap berkualitas tinggi hingga sampai ke tangan konsumen maka perlu diterapkan suatu cara untuk memperpanjang
daya tahan telur selama penyimpanan, yaitu dengan proses pengawetan. Salah satu metode untuk mengawetkan telur adalah dengan merendam telur pada ekstrak kulit akasia, sebuah cara pengawetan yang sederhana dan tidak
17
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-.
Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan
tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba, yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut,
menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan
air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik
ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik(28).
Salah satu cara pengawetan telur yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat sejak lama adalah pengasinan telur. Usaha pengawetan dengan
cara ini lebih populer di masyarakat daripada usaha pengawetan telur jenis lain, seperti pengeringan (pembuatan tepung telur) dan pembekuan (telur beku), karena selain teknologinya yang tergolong sangat sederhana (dapat
dikerjakan secara tradisional), telur asin juga banyak digemari dan sudah biasa dilidah konsumen Indonesia. Bagi konsumen telur asin banyak digemari
karena lebih tahan lama disimpan dengan mutu dan gizi yang tetap baik dan sangat praktis dihidangkan(6).
Tujuan utama dari pengawetan telur adalah(25):
18
b. Menghambat terlepasnya CO2 dari dalam isi telur
c. Menghambat aktivitas dan perkembangbiakan mikroba
Adapun komposisi kimia telur segar dan telur asin tercantum pada
Pengawetan untuk telur utuh dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu(25): 1. Dry Packing
Menyusun telur–telur segar dalam kulit gabah, pasir, serbuk gergaji. Hanya menghambat penguapan air & CO2 tapi tidak menghambat
aktifitas mikroba. 2. Perendaman (Dipping)
Teknik perendaman biasanya diikuti dengan penyimpanan pada
suhu rendah. Misalnya direndam dalam lime water atau Ca(OH)2 jenuh .
Aktivitas mikroorganisme terhambat karena pH larutan tinggi dan pori–
19 3. Chilling
Teknik chilling merupakan penyimpanan pada suhu rendah,
misalnya pada suhu -2oC dan kelembapan 80–90%, diikuti kadar CO2
ruangan 3%. Metode ini akan menghambat kehilangan CO2 dan
menghambat pertumbuhan jamur. Prinsip pengawetan chilling adalah: a. Aktivitas mikroorganisme dihambat
b. Kehilangan CO2 dan H2O dihambat
c. Pergerakan air dari albumen ke yolk diperlambat
d. Mempertahankan ruang udara tetap kecil 4. Shell Sealing Treatment
Pada teknik penyimpanan ini telur direndam dalam agar–agar,
gelatin, dan parafin cair pada suhu -10oC. Setelah perlakuan ini, telur dapat disimpan dalam kurun waktu 6 bulan.
5. Flash Heat Treatment
Teknik penyimpanan ini dilakukan dengan cara merendam telur dalam air mendidih selama 30 detik sampai terbentuk lapisan albumen
yang terkoagulasi.
Pembuatan telur dengan cara perendaman merupakan cara yang
sangat sederhana yaitu hanya menyangkut kegiatan perendaman telur dalam larutan garam. Menurut Suprapti (2002) untuk membuat 30 butir telur asin, diperlukan 1 kg garam yang dilarutkan pada 1,6 liter air bersih. Telur
20
Selain direndam, pembuatan telur asin dengan larutan garam dapat dilakukan dengan meletakkan telur dalam tumpukan kemudian diguyur
dengan larutan garam secara terus-menerus. Dengan cara ini diharapkan telur asin dapat diproduksi secara massal dengan waktu yang lebih singkat. Namun
dengan cara ini, rasa asin dari telur asin yang dihasilkan kurang merata(38). Keunggulan pembuatan telur asin dengan cara perendaman adalah prosesnya lebih singkat, sangat mudah dan praktis dilakukan, namun kualitas
telur asin yang yang dihasilkan kurang bagus (Astawan, 2005). Menurut Suprapti (2002) telur asin yang dibuat dengan perendaman dalam larutan
garam jenuh akan memiliki putih telur yang berlubang-lubang (keropos). Kesulitan teknis juga dapat terjadi dalam pembuatan telur asin dengan metode ini karena telur akan terapung dalam larutan garam(39, 1, 40).
Menurut Margono dkk. (2000), telur asin dapat dibuat dengan adonan pengasin yang terdiri dari campuran abu gosok dan garam dengan
perbandingan 1:1. Dapat pula digunakan adonan yang terdiri dari serbuk batu-bata dan garam. Telur kemudian diperam selama 15-20 hari. Telur asin matang yang dibuat dengan cara ini dapat bertahan selama 2-3 minggu(37).
Pembuatan telur dengan cara pemeraman adalah dengan membungkus telur dalam adonan garam. Ada beberapa macam adonan garam yang
21
Cara ini menggunakan bahan pembungkus telur yang terbuat dari campuran serbuk gergaji, kapur dan garam dengan perbandingan 1:1:1. Cara
pengasinan halidan menggunakan bahan pembungkus dari campuran tanah liat atau batu bata dan garam dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur
akan mampu bertahan selama 30 hari(6).
C. Tinjauan Umum Daya Simpan
Umur simpan adalah selang waktu sejak bahan pangan diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat
khususnya. Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik setelah
disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan(41).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah(41):
1. Jenis dan karakteristik produk pangan
Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami
rancidity, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat).
2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan
22 3. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan meliputi suhu penyimpanan, lama penyimpanan,
kadar air, kelembapan, dan aspek lainnya.
Menurut Arpah (2001), penentuan umur simpan dari produk pangan
dilakukan dengan salah satu cara diantara tiga kategori yaitu(42):
1. Percobaan dirancang dengan cara menentukan umur simpan produk yang ada.
2. Percobaan dirancang dengan mempelajari pengaruh faktor-faktor spesifik dan kombinasi dari berbagai faktor seperti suhu penyimpanan, bahan
pengemas atau bahan tambahan makanan.
3. Percobaan dilakukan untuk menentukan umur simpan dari produk yang sedang dikembangkan. Selain itu, pendugaan umur simpan makanan ini
juga dapat diketahui melalui metode yang dilakukan. Terdapat 2 metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui umur simpan suatu bahan atau
produk pangan, antara lain: a. Metode Konvensional
Sistem penentuan umur simpan secara konvensional
membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan metode EES (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara
23 b. Metode Akselerasi
Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan dapat
digunakan metode ASLT (Accelerated shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar
kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan. Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang
mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan.
Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis
produknya. Produk berlemak biasanya menggunakan parameter ketengikan. Produk yang disimpan dingin atau beku menggunakan parameter pertumbuhan mikroba. Produk berwujud bubuk atau kering yang diukur
adalah kadar airnya(42).
Ketersediaan telur sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan
yang kurang baik. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis. Seperti yang kita ketahui kandungan gizi yang tinggi pada telur, bila tidak ditangani dengan baik dalam
penyimpanan akan cepat rusak sehingga mengakibatkan penurunan kualitas interior telur. Masyarakat umumnya menyimpan telur pada suhu kamar dan
sebagian kecil masyarakat menyimpan telur ayam kampung di suhu chilling. Sebagian masyarakat berpendapat jika sudah disimpan di dalam suhu chilling maka kualitasnya tetap terjaga dibanding pada suhu kamar. Penyimpanan
24
telur tersebut masih layak dikonsumsi oleh masyarakat. Zona bahaya untuk bahan pangan pada 5oC-65oC, dimana pada zona tersebut bahan makanan
mudah terkontaminasi oleh bakteri(43).
Menurut Bobyda (2009), pada suhu kamar telur mempunyai masa
simpan lebih pendek yaitu delapan hari sedangkan pada suhu chilling bisa bertahan sampai tiga minggu, menurut Fardiaz (1993) hal ini disebabkan Karena penyimpan telur pada suhu chilling dapat memperlambat reaksi
metabolisme dan pertumbuhan bakteri dibanding di suhu kamar kecepatan metabolisme dan pertumbuhan bakteri dipercepat. Berdasarkan hubungan
antara suhu diatas, bakteri digolongkan menjadi bakteri psikrofilik dan bakteri-bakteri mesofil. Bakteri psikrofilik adalah bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 5-15oC, dengan suhu minimum pertumbuhan -5
sampai 0oC. Bakteri yang tergolong mesofil adalah bakteri yang mempunyai suhu pertumbuhan 20-40oC dengan suhu minimum pertumbuhan 10-20oC,
dan suhu maksimum 40-45oC. Bakteri termofil adalah bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 45-60oC dengan suhu minimum pertumbuhan 25-45oC dan suhu maksimal 60- 80oC(44, 45).
Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi
25
Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan.
Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan
oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari sekeliling. Ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor warna, penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis
maupun makrobiologis(42).
Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang
nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah atau retak).
Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran
telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya.
Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur(33).
Cara mengatasi kerusakan dengan pencucian telur sebenarnya hanya
26
lebih awet daripada yang telah dicuci. Penurunan mutu telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan(33).
Berbagai perubahan fisik maupun kimiawi dapat terjadi pada telur selama penyimpanan(42):
1. Ukuran rongga udara meningkat. Ini disebabkan karena keluarnya air melalui kulit telur yang berpori dan penggantian air tersebut oleh udara. 2. Air bergerak dari putih ke kuning telur sebagai akibat dari tekanan osmotik
kuning telur. Kuning telur tersebut akan membesar dan membran yang mengelilinginya melemah.
3. Putih telur kental berubah menjadi encer oleh reaksi enzim lisozim.
4. Nilai pH putih maupun kuning telur meningkat. Ini terjadi karena hilangnya karbon dioksida melalui kulit telur. Larutan karbon dioksida
dalam air merupakan asam lemah dan karenanya kehilangan karbon dioksida akan meningkatkan kebasaan.
5. Bila telur disimpan lama, maka akan terjadi kerusakan oleh bakteri. Bakteri memasuki telur melalui kulit telur yang berpori. Salah satu pengaruh yang paling nyata adalah timbulnya hidrogen sulfida hasil
pemecahan protein oleh bakteri, ini menimbulkan bau ”telur busuk” yang khas.
D. Tinjauan Tentang Protein
Protein terdapat di dalam semua sistem kehidupan dan merupakan
27
kering sel. Setiap sel mengandung ratusan protein yang berbeda-beda dan tiap jenis sel mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut. Sebagian
besar protein disimpan di dalam jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan sisanya terdapat dalam darah(47).
Istilah protein yang dikemukakan pertama kali oleh pakar kimia Belanda, G.J. Mulder pada tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani ‘proteios’. Proteios sendiri mempunyai arti “yang pertama” atau “yang paling utama” .
protein ternyata memegang peranan sangat penting pada organisme, yaitu dalam struktur, fungsi, dan reproduksi(47).
Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Kira-kira dari 50% berat yang
terdiri atas unsur-unsur karbon (50-55%), hidrogen (±7%), oksigen (±13%), dan nitrogen (±16%). Banyak pula yang mengandung belerang (S) dan fosfor
(P) dalam jumlah sedikit (1-2%). Ada beberapa protein lainnya mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi(48).
Protein adalah komponen yang terdiri atas karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu
berkisar 8.000 sampai 10.000. Protein yang tersusun dari hanya asam amino disebut protein sederhana. Adapun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein
28
terdiri dari protein. Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan jenis asam aminonya(49).
Pada umumnya, terdapat 20 macam asam amino yang diperlukan tubuh. Sebanyak sepuluh diantaranya sangat diperlukan untuk pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh. Asam amino demikian disebut asam amino esensial. Jika tubuh mengandung cukup nitrogen, maka tubuh mampu membentuk asam amino lainnya. Asam amino yang dapat dibuat di dalam tubuh disebut
asam amino nonesensial. Asam amino esensial diantaranya adalah leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treotin, lisin, histidin, dan
arginin. Sedangkan asam amino nonesensial diantaranya yaitu prolin, serin, tirosin, sistein, asam aspartat, aspargin, glisin, asam glutamat, alanin, dan glutamine(50).
Asam amino adalah bahan dasar pembentuk protein. Asam amino ini juga dapat dioksidasi untuk menghasilkan bahan bakar dan berfungsi sebagai
prekursor untuk sintesis senyawa yang mengandung nitrogen lainnya, misalnya neurotransmiter, hem, serta basa purin dan pirimidin. α-Karbon pada asam amino mengandung sebuah gugus karboksil, sebuah gugus amino,
dan sebuah rantai sisi. Struktur rantai sisi asam amino berbeda-beda. Protein disintesis dari asam amino yang disatukan bersama oleh ikatan peptida untuk
membentuk rantai linear. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbagai cara untuk membentuk struktur tiga-dimensi dari protein(51).
Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun
29
terikat satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2) dari
asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang terbentuk atas dua asam amino disebut dipeptida. Sebaliknya, peptida yang
terdiri atas tiga, empat atau lebih asam amino masing-masing disebut tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya(48).
Gambar 2.2: Struktur Umum Asam Amino (Sumber: Rahayu, 2009)
Protein adalah suatu polipeptida yang memiliki kira-kira 100 sampai
1.800 atau lebih residu asam amino. Protein alamiah memiliki 20 jenis asam amino. Untuk setiap protein urutan dan jenis-jenis asam amino penyusunnya
sangat spesifik. Suatu protein yang hanya tersusun atas asam amino dan tidak mengandung gugus kimia lain disebut protein sederhana. Contohnya, enzim ribonuklease dan khimotripsinogen. Namun, banyak protein yang
mengandung bahan lain selain asam amino seperti derivat vitamin, lipid, atau karbohidrat. Protein ini disebut protein konjugasi. Bagian yang bukan asam
30
Selain 20 asam amino dasar dikenal 150 lebih asam amino yang kurang umum. Kebanyakan dari asam amino ini tidak ada hubungannya
dengan pembentukan protein dan banyak merupakan turunan sederhana dari 20 asam amino yang biasa. Asam-asam amino demikian mungkin merupakan
bentuk antara metabolik atau bagian dari suatu biomolekul bukan protein. Ada dua kelompok asam amino yang bukan pembentuk protein, yaitu yang jarang didapatkan sebagai satuan pembentuk protein dan yang sama sekali
tidak merupakan satuan pembentuk protein. Termasuk dalam golongan pertama, yaitu asam amino yang jarang terdapat pada protein adalah
4-hidroksipialin (turunan prolin yang banyak terdapat pada kolagen), 5-hidroksilisin (turunan dari lisin yang juga terdapat pada kolagen), desmosin, dan isodesmosin (terdapat pada protein elastin) yang mempunyai struktur luar
biasa, yaitu terdiri 4 molekul lisin dengan gugus R bergabung membentuk lingkaran piridin yang tersubstitusi(53).
Banyak jenis protein yang telah diketahui. Senyawa-senyawa ini mempunyai sifat koloid yang menyebabkan sangat sukar dipisahkan dan dimurnikan dari campurannya. Perbedaan diantara jenis-jenis protein ini
terkadang tidak jelas sehingga sukar sekali untuk menentukan apakah sebuah sediaan protein terbentuk dari satu macam molekul protein atau dari berbagai
macam protein(47).
Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau
31
dapat menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti urea, alkohol, atau sabun. Proses
denaturasi kadang berlangsung secara reversibel, tetapi ada pula yang irreversibel, tergantung pada penyebabnya. Protein yang mengalami
denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis dan berkurang kelarutannya sehingga mudah mengendap(48).
Molekul protein mempunyai gugus amino (-NH2) dan gugus
karboksilat (-COOH) pada ujung-ujung rantainya. Hal ini menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter,yaitu
dapat bereaksi dengan asam dan basa. Dengan larutan asam atau pH rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa gugus karboksilat berekasi
dengan ion OH-, sehingga protein bermuatan negatif. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein bergerak di bawah pengaruh medan
listrik(48).
Dalam semua sel hidup ditemukan protein. Peranan utama protein didalam tubuh manusia adalah untuk membangun sel baru, memelihara
sel-sel yang telah ada, dan mengganti sel-sel-sel-sel yang telah rusak. Protein juga dapat berperan sebagai sumber energi, apabila konsumsi makanan berenergi tinggi
yaitu lemak dan karbohidrat tidak mencukupi. Dari berbagai jenis protein, ada yang mempunyai peranan spesifik untuk tubuh, misalnya sebagai pengatur metabolik (hormon), biokatalisator (enzim), sebagai pertahanan tubuh
32
Beberapa protein tertentu yang terdapat dalam tubuh mempunyai kemampuan untuk mengikat zat tertentu, serta mengangkut zat-zat tersebut
melalui aliran darah. Hemoglobin dapat mengikat oksigen dan mengangkut oksigen tersebut dari paru-paru ke jaringan. Hemosianin berfungsi sebagai
alat pengangkut oksigen dalam darah beberapa jenis invertebrata. Mioglobin sebagai alat pengangkut oksigen dalam jaringan otot dan serum albumin sebagai pengangkut asam lemak dalam darah. Lipoprotein juga dapat
berperan sebagai pengangkut lipoid dalam darah dan seruloplasmin sebagai pengangkut ion tembaga dalam darah(47).
Berdasarkan struktur molekulya, protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu(48):
1. Protein Globuler, yaitu protein yang berbentuk bulat atau elips dengan
rantai polipeptida yang berlipat. Umumnya, protein globuler larut dalam air, asam, basa atau etanol. Contohnya, albumin, globulin, protamin,
semua enzim dan antibodi.
2. Protein Fiber, yaitu protein berbentuk serat atau serabut dengan rantai polipeptida memanjang pada satu sumbu. Hampir semua protein fiber
memberikan peran struktural atau pelindung. Protein fiber pada rambut, kolagen pada tulang rawan, fibroinpada sutera.
E. Tinjauan Umum Denaturasi Protein
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang
33
reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi.
Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi
yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui
adalah proses presipitasi dan koagulasi protein(54).
Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai
berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antarasam
amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alcohol(55).
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama
34
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas
akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang
berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit(54).
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai
molekul protein menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun
basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan
H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan
negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol(55).
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein
ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila
garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik
35
menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang(55).
Pada pH isoelektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4–4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama sehingga
saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada
temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder, tersier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi(56).
F. Tinjauan Umum Kadar Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian
terbesar Natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium klorida, Magnesium Sulfat, kalsium klorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat atau karakteristik yang mudah menyerap air,
36
Tabel 2.2
Sifat Fisis dan Kimia Natrium Klorida Natrium klorida
Nama IUPAC Natrium Klorida
Nama lain Garam dapur; halit
Identifikasi
Nomor CAS [7647-14-5]
Sifat
Rumus molekul NaCl
Massa molar 58.44 g/mol
Penampilan Berbentuk kristal putih
Densitas 2.16 g/cm3
Titik leleh 801 °C (1074 K)
Titik didih 1465 °C (1738 K)
Kelarutan dalam air 35.9 g/100 mL (25 °C)
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
Sangkalan dan referensi Sumber : Wikipedia, 2010
Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet dapat mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang
37
G. Tinjauan Umum Hubungan Cara Pengolahan dan Penyimpanan Telur
Asin terhadap Denaturasi Protein dan Kadar Garam
Telur memiliki beberapa kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis. Kelembaban
relatif udara dan suhu ruang penyimpanan juga dapat mempengaruhi mutu telur dan dapat menyebabkan perubahan secara kimiawi dan mikrobiologis. Maka dari itu, usaha pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan
kualitas telur(3).
Garam yang merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur
berfungsi sebagai bahan pengawet dapat mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya
simpannya(1).
Namun, penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat
menyebabkan tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara signifikan yang dapat
mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi
makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan garam yang berlebihan. penambahan garam yang berlebihan juga dapat mengakibatkan protein mengelami denaturasi. Protein yang ada di
38
perubahan pada struktur sekunder dan tersier akibat terjadinya interaksi dengan garam(18).
Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil penelitian oleh
Sahat (1999) membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin terutama kadar protein, kadar garam dan uji organoleptiknya(20).
Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein. Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein
globular larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi(21).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Rizki Miranty Gumay (2009), menunjukkan proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar
protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi
endapan karena pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang mengatakan
bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan
39
H. Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan
Gambar 2.3: Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan Modifikasi (Sumber: Goldstein BD and HM Kipen, 1994 dalam Muntaha, 2011, Winarno Jilid 1, 2004, Palar. H.,2004, Ketaren, 2008, Chalid, dkk, 2008, Yuliawati, dkk,
2005, Volk, 1989, Priyana, 2007).
Terabsorpsi Pajanan Dari Luar
40
I. Kerangka Teori
Gambar 2.4: Kerangka Teori Proses Pengolahan dan Penyimpanan Telur Asin Modifikasi
(Sumber: Buckle et al, 1985)
J. Kerangka Konsep
Keterangan: = Variabel Dependen
= Variabel Independen = Variabel yang tidak diteliti
41
K. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Telur Asin
Definisi Operasional
Telur asin didefinisikan sebagai makanan olahan yang diasinkan
dengan garam dapur dalam upaya pengawetan. 2. Konsentrasi Garam
Definisi Operasional
Konsentrasi garam adalah jumlah garam NaCl yang digunakan dalam proses pengasinan telur.
3. Waktu Simpan
Definisi Operasional
Waktu simpan adalah periode antara proses pengasinan telur dan
penggunaannya sebagai bahan makanan. 4. Kadar Protein
Definisi Operasional
Kadar protein adalah jumlah protein total olahan telur asin yang diukur dengan menggunakan metode analisis Kjeldahl setelah
42
5. Denaturasi Protein
Definisi operasional
Denaturasi protein adalah pengurangan kadar protein pada telur asin dalam proses pengolahan dan penyimpanan akibat kadar garam dan
lama penyimpanan.
% Denaturasi
K P A K P AK P A
X 100%
Jumlah Protein Terdenaturasi = Kadar Protein Awal – Kadar Protein Akhir Kriteria Objektif
˃ 0% = Protein terdenaturasi ≤ 0% = Protein tidak terdenaturasi 6. Kadar Garam
Definisi Operasional
Kadar garam adalah total kandungan NaCl pada telur asin setelah mengalami proses penggaraman dan penyimpanan yang dianalisis dengan
43 R = O1 X O2
BAB III
METODE PENELITIAN
I. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Experiment Laboratory dengan desain one group pretest-postest design. Gambaran desain tersebut adalah :
Keterangan :
R : Nilai perbedaan yang diuji
X : Perlakuan (Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan)
O1 : Sebelum Perlakuan
O2 : Setelah Perlakuan
Desain ini dimaksudkan untuk mempelejari dinamika dan variasi
variabel yang berkaitan dengan proses pembuatan dan penyimpanan telur asin dan kandungan protein serta kadar garam pada telur asin olahan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan analisa
laboratorium menggunakan dua perlakuan pada telur, yaitu konsentrasi garam dan lama penyimpanan yang berbeda-beda dengan dua kali pengulangan
(Duplo). Penelitian dilakukan pada tiga tahap yaitu pembuatan telur asin berdasarkan konsentrasi garam yang berbeda, penyimpanan dengan lama waktu simpan berbeda, dan analisis kandungan protein dan kadar garam pada
44
J. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 07 – 18 April 2014. Lokasi
penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk preparasi sampel dan Laboratorium Kimia Makanan
Ternak Fakultas Peternakan untuk analisis kandungan protein dan kadar garam.
K. Bahan dan Alat
Bahan dan alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
adalah: 1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat sampel adalah: telur itik yang
memenuhi syarat (1) Warna cangkang terang dan cerah (2) Cangkang telur tidak retak atau pecah (3) Tidak berbau busuk (4) Telur bersih dari kotoran
fisik, abu gosok, garam dapur, dan air secukupnya.
Bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein adalah selenium mix, H2SO4 pekat, batu dididh, aquadest, NaOH 40%, larutan asam borat
35, indikator mengsel, indikator PP, dan HCl standar sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis kadar garam adalah AgNO3 0,1 N, K2CrO4
5%, dan aquadest. 2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah