• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMAKS IMALKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMAKS IMALKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

DINA NADIRA AMELIA SIAHAAN

Mahasiswi IAIN Sumatera Utara

Program Studi Bimbingan Konseling Islam Semester VI NIM : 33.11.4. 039

Abstract:

Nationally, education is a process of educating the nation. In the context of a process, education is the process of developing the potential of their students in reaching maturity through cultural transformation. Likewise, the national education has been developed in a long time since Indonesia's independence. At least 67 years have been managed. But still less boast of national education, because the quality of education is still low. Necessary reform efforts through innovation or educational reform. For that there are some policies to improve the quality of national education, namely: improving the management and leadership education, improving the quality of teachers and resources, implementing national education standards well, maximizing the educational curriculum implementation unit level, and develop a culture of quality by improving the quality of education sustainable.

Key Words

:

Peningkatan, Mutu dan Pendidikan

PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peran strategis dalam mengembangkan sumberdaya

manusia (SDM) bangsa Indonesia. Terutama pendidikan yang berkualitas akan

mempercepat pengembangkan SDM berkelanjutan. Karena itu, pendidikan

nasional harus mampu menghasilkan SDM dengan tiga kemampuan sekaligus.

Pertama, kemampuan melahirkan manusia yang dapat memberikan sumbangan

terhadap pembangunan nasional. Kedua, kemampuan untuk menghasilkan

manusia yang dapat mengapresiasi, menikmati dan memelihara hasil-hasil

pem-bangunan itu. Ketiga, kemampuan melahirkan proses pemanusian dan kemanusian

secara terus-menerus menuju bangsa yang adil dan bijak lagi bijak, dalam makna

(2)

untuk membangun, memelihara, dan menyikapi secara positif hasil-hasil

pem-bangunan. Termasuk di dalamnya adalah rasa memiliki inventrasi publik dan

privat serta sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik, dan non- fisik

(Danim, 2003;78).

Namun fenomena menunjukkan pencapaian tujuan pendidikan nasional

masih kurang maksimal. Pendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak

bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial,

budaya, maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan dengan

tantangan globalisasi, peniadaan sekat-sekat ideologis politik, budaya, dan

sebagainya. Selain itu, kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh

corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang

nyaris sama, globalisasi (Hamzah, 2007;1).

Mengapa pendidikan harus bermutu?. Pendidikan saat ini, dalam hal ini

pendidikan persekolahan, dihadapkan pada berbagai tantangan baik nasional

maupun internasional. Tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial,

budaya, politik, dan keamanan. Pembangunan ekonomi sampai saat ini masih

belum beranjak dari dunia krisis semenjak tahun 1997/1998. Bahkan

per-kembangan ekonomi pada level bawah (ekonomi kerakyatan) masih dalam

kondisi stagnan kalau tidak dikatakan mundur. Sosial kemasyarakatan bangsa ini

seperti ada yang salah, dimana kerusuhan, konfilik antara daerah, pencurian,

perkelahian, tawuran, freesex pada kalangan remaja dan dewasa dan berbagai

kondisi negatif kemasyarakat lainnya semakin meningkat dari tahun ketahun.

Perkembangan budaya global saat ini malah mengikis berbagai budaya asli

bangsa, khususnya budaya daerah.

Dari sisi keamanan, masyarakat merasa tidak aman untuk berjalan di

malam hari atau di tempat- tempat sepi, padahal ini adalah negara merdeka! “ Apa

kata dunia?” tentang Indonesia ini. Kondisi nasional tersebut menantang dunia

pendidikan untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memecahkan dan

(3)

Tantangan dunia internasional menunjukkan bahwa Indonesia saat ini akan

menghadapi berbagai persaingan global, seiring dengan berlangsungnya

globali-sasi, khususnya dalam perdagangan (ekonomi). Globalisasi menghantarkan pada

perubahan lingkungan strategis bangsa di mata bangsa-bangsa lainnya di dunia

ini. Selain globalisasi, perkembangan teknologi informasi juga menjadi tantangan

besar bagi bangsa Indonesia. Perubahan lingkungan strategi pada tataran global

tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti GATT, WTO, dan

APEC, NAFTA dan AFTA, IMG- GT, IMS- GT, BIMP – EAGA, dan

SOSEKMALINDO yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan

bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang sangat ketat

(Riduwan, 2011;289).

Dirasakan adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan, manajemen

pendidikan nasional, dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah

menik-mati demokrasi di dalam kehidupan masyarakatnya. Selanjutnya keberhasilan

yang dicapai dalam era Orde Baru telah menimbulkan rasa patriotisme yang

sempit yang juga menimpa sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional

memang telah menjadi penopang dari keberhasilan yang relatif positif di dalam

pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, keberhasilan tersebut ternyata

keber-hasialan yang semu, karena kehidupan demokrasi bukan hanya menuntut

per-tumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harga diri dan kemampuan manusia

Indonesia yang tidak kalah dengan kemajuan bangsa- bangsa yang lain (Tilaar,

2006;11).

Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan hambatan besar di

era informasi dan globalisasi saat ini jika dilihat dari berbagai indikator. Indikator

pertama, berdasarkan laporan World Economic Forum pada tahun 2006 posisi

daya saing Indonesia berada pada urutan 50 diantara 125 negara. Posisi Indonesia

tersebut lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, yang

berturut-turut berada pada posisi ke-5, 26, dan 35 tetapi lebih tinggi dibandingkan Filipina

(4)

Rendahnya daya saing sumberdaya manusia Indonesia dapat menjadi

indikator rendahnya mutu pendidikan nasional, sebab kualitas keunggulan

sum-berdaya manusia suatu bangsa dipengaruhi oleh pendidikannya. Rendahnya daya

saing SDM berarti kualitas pendidikan bangsa ini juga cenderung rendah. Prestasi

akademik yang dicapai belum maksimal dalam semua satuan pendidikan yang

dilaksanakan selama ini.

Kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk. Selama

ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang

dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di

masa depan. Bukti ini ditunjukkan dengan rendahnya kemampuan murid tingkat 8 (SMP

kelas 2) dibandingkan dengan negara tetangga Asia pada ujian-ujian internasional di tahun

2001 (lihat tabel 1), terlihat cukup jelas bahwa ekspansi partisipasi sekolah di Indonesia

tidak diikuti dengan peningkatan kualitas.

Fenomena rendahnya mutu pendidikan nasional ditandai dari hasil ujian

nasional yang kurang maksimal, lemahnya kepribadian anak sebagai lulusan,

kinerja guru dan tenaga kependidikan kurang berkualitas, sarana dan prasana

pendidikan masih belum memenuhi standar, guru cenderung masih belum

sepenuhnya layak mengajar, iklim pembelajaran siswa yang kurang kondusif

(5)

Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam bagaimana upaya meningkatkan

mutu pendidikan menjadi fokus kajian tulisan ini.

PENDIDIKAN NASIONAL KONTEMPORER

Pendidikan memiliki peran strategis dalam membina potensi anak didik

dalam mencapai kedewasaan. Dalam hal ini kecerdasan anak dicapai melalui

proses pembelajaran, latihan dan bimbingan yang berkesinambungan di sekolah,

keluarga dan masyarakat. Melalui pendidikan yang efektif dapat diharapkan

kecerdasan anak akan terbina dan tercapai baik kecerdasan intelektual, emosional,

dan spiritual.

Begitupun, setelah 67 tahun Indonesia merdeka, pada saat ini pendidikan

nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang mengemuka,

yaitu: (1) masih rendahnya pemerataan untuk memperoleh pendidikan, (2) masih

rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih lemahnya manajemen

pendidikan di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu

pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis. Ketimpangan pemerataan

pendidikan juga terjadi antar wilayah geografis perkotaan dan pedesaan, serta

antar kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan

antar tingkat pendapatan penduduk dan antar gender (Hamzah, 2007;133).

Di sisi lain dilihat perspektif pembelajaran, maka kondisi fasilitas

pendi-dikan dan keterbatasan waktu guru untuk berperan sebagai pendidik dalam arti

yang sesungguhnya dipeparah dengan sistem kurikulum yang meliputi banyak

mata pelajaran dan masing- masing mata pelajaran sarat dengan bahan pelajaran.

Sistem kurikulum yang demikian ini ditambah dengan sistem EBTANAS/ UN,

menjadikan tugas guru dipersepsikan tidak lebih dari mengupayakan semua

peserta didik dalam waktu yang sama, mempelajari materi peljaran yang sama,

dengan cara yang sama (Soedijarto, 2000:43).

Mencermati pendapat Andriani dalam Syafaruddin (2012;7) bahwa

mana-jemen dan gaya kepemimpinan pendidikan merupakan legacy masih tetap

(6)

mengikuti jalur yang sudah digariskan, tidak berdaya, terbelenggu, dan kurang ada

kemauan untuk berinisiatif, melakukan terobosan, perubahan dalam berbagai

aspek. Munculnya sekolah unggulan, pada tingkat sekolah dasar dan menengah

serta kelas-kelas internasional pada PT merupakan suatu refleksi dari

ketidak-puasan dalam pengelolaan pendidikan nasional. Hal itu perlu disambut baik dan

terus dikembangkan meskipun masih membutuhkan perjalanan panjang untuk

terus mengembangkan manajemen dan kepemimpinan organisasi (Soedijarto,

2000:7).

KONSEP MUTU PENDIDIKAN

Dunia yang semakin maju dewasa ini menuntut dan sangat memperhatikan

mutu dalam segala hal untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan hidup. Baik

dalam dunia industri, ekonomi, perdagangan, kesehatan, perbankan maupun

pen-didikan persoalan mutu semakin mengemuka dalam berbagai forum dan

per-temuan ilmiah dan kalangan profesi.

Menurut Charles Hoy dalam Improving Quality in Education, menjelaskan

mutu pendidikan adalah suatu evaluasi terhadap proses pendidikan dengan

harapan tingggi untuk dicapai dan mengembangkan bakat- bakat para pelanggan

pendidikan dalam proses pendidikan (Syafaruddin, 2004;26).

Mutu adalah hal yang esensial sebagai bagian dalam proses pendidikan.

Proses pembelajaran adalah tujuan organisasi pendidikan. Perbaikan proses

pen-didikan adalah level tertinggi dari keunggulan yang akan dicapai (Syafruddin,

2006;57).

Mutu pendidikan adalah mutu lulusan dan pelayanan yang memuaskan

pihak terkait pendidikan. Mutu lulusan berkaitan dengan lulus dengan nilai baik

(kognitif, efektif, dan psikomotorik) diterima melanjutkan ke jenjang pendidikan

lebih tinggi yang berkualitas dan memiliki kepribadian yang baik. Sedangkan

mutu pelayanan berkaitan dengan aktivitas melayani keperluan pelajar, guru dan

masyarakat secara cepat dan tepat sehingga semua merasa puas atas layanan

(7)

Di samping kriteria di atas, kualitas pendidikan yang berhasil ditandai dari:

1. Tingginya rasa kepuasan pengajaran, termasuk tingginya pengharapan murid.

2. Tercapainya target kurikulum pengajaran.

3. Pembinaan yang sangat baik terhadap spiritual, moral, sosial dan

pengem-bangan budaya para pelajar.

4. Tidak ada murid yang bermasalah dalam kejiwaan atau risiko emosional.

5. Tidak ada pertentangan antara hubungan murid dengan para staf/guru.

Mengingat pentingnya fungsi pendidikan adalah keharusan lembaga yang

memberi layanan publik itu secara terus-menerus meningkatkan mutu kinerjanya.

Pengertian kualitas (quality) dan kualitas pendidikan (quality of education) dalam

makna kuantitatif dan kualitatif barangkali mudah dirumuskan, akan tetapi sukar

dinyatakan di dalam realita.

Menurut Sallis (1993) mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar

biasa yang diterima oleh kustomer sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

Achmad (1993) mengemukakan bahwa mutu pendidikan di sekolah dapat

diarti-kan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan

efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga

menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar

yang berlaku.

Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan

sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang

ber-mutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu

yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung

oleh faktor- faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses

pendi-dikan yang bermutu harus didukung oleh profesional. Hal tersebut didukung pula

oleh sarana dan perasana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang

memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencakupi, manajemen

yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat

menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan,

(8)

mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya dengan satu

kom-ponen atau kegiatan yang bermutu. Kegiatan pendidikan cukup kompleks,, satu

kegiatan, komponen, pelaku, waktu, terkait, dan membutuhkan dukungan dari

kegiatan, komponen, pelaku, serta waktu lainnya (Sukmadinata, 2006;6).

Para ahli telah merumuskan standar umum yang dapat dipakai untuk

mengukur mutu pendidikan pada setiap jalur dan jenjang dengan spesifikasi

standar mutu yang masih kabur adanya. Klarifikasi mengenai standar mutu

lulusan lembaga pendidikan antara lain dapat dilakukan dengan jalan menjabarkan

konsep link and match, di mana educational outcomes dari jenjang pendidikan

yang lebih tinggi. Ukuran mutu pendidikan juga dapat diakses dari tercapai

tidaknya tujuan institusional lembaga itu, yaitu atas dasar persentase lulusan yang

dapat diserap di dunia kerja dan lulusan yang dapat diterima pada jenjang

pendidikan di atasnya. Ukuran ini pun tidak akurat. Pertama, belum tentu setiap

lulusan diterima pada bidang pekerjaan yang relevan dengan kemampuannya

benar- benar karena kemampuannya itu.

Akses seseorang memasuki dunia kerja satu di antaranya memang

ditentu-kan oleh kemampuan yang ia miliki. Faktor lainnya dapat bersumber dari hal- hal

yang tidak ada kaitannya dengan kemampuan dasar itu, seperti status sosial

ekonomi orang tua, ciri- ciri fisik, asal daerah, kesiapan mental memasuki

peker-jaan, dan kemampuan lain sebagai penunjangnya. Kedua, tidak secara otomatis

setiap lulusan lembaga pendidikan bercita- cita melanjutkan studi pada jenjang

pendidikan yang lebih tinggi (Danim, 2003;79).

Ada banyak pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan. Engkoswara

(1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan itu dari tiga sisi, yaitu prestasi,

suasana, dan ekonomi. Sallis (1993) mengemukakan dua standar utama untuk

mengukur mutu, yaitu: (1) standar hasil dan pelayanan, dan (2) standar kustomer.

Indikator yang termasuk ke dalam standar hasil dan pelayanan adalah

conformance to specification, fitness for purpose or use, zero defects, dan right

first time, every time. Terkandung makna di sini bahwa standar hasil pendidikan

(9)

anak didik; hasil pendidikan itu dapat dimanfaatkan di masyarakat atau di dunia

kerja; tingkah kesalahan yang sangat kecil; bekerja benar dari awal, dan benar

untuk pekerjaan berikutnya. Indikator yang termasuk ke dalam standar kustomer

adalah consumer satisfaction, exceding customer expectations, dan delightimng

the customer. Dengan demikian, standar kustomer mencakup terpenuhinya

kepuasan, harapan dan pencerahan hidup bagi kustomer itu.

Mutu pendidikan itu ternyata tida semata- mata diukur dari mutu keluaran

pendidikan secara utuh (educational outcomes) akan tetapi dikaitkan dengan

konteks di mana mutu itu ditempelkan dan berapa besar persyaratan tambahan

yang diperlukan untuk itu. Misalnya, jika seseorang lulusan SMK untuk termasuki

dunia kerja tidak perlu mendapatkan pelatihan tambahan sebelum memberikan

layanan di tempat kerjanya, berarti dia adalah lulusan yang lebih bermutu

dari-pada yang masih harus menempuh pelatihan pra penempatan dengan spesifikasi

yang sama. Mutu pendidikan juga dapat diukur dari besarnya kapasitas layanan

pendidikan dalam memenuhi customers needs and wants dikaitkan dengan

besar-nya harus dikeluarkan oleh masyarakat dan pemerintah, lama belajar, dan biaya-

biaya tidak langsung.

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, mutu pendidikan dapat diukur dari

besarnya earnings yang diperoleh oleh lulusan setelah ia secara formal

menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu dengan kurun waktu kerja yang

tertentu pula (Danim, 2003;80).

Dengan begitu mutu pendidikan adalah hasil atau pencapaian pendidikan

oleh sekolah dan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan. Baik nilai

akademik maupun non akademik, serta kualitas seluruh komponen pendidikan

sesuai standar mutu yang ditetapkan.

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Masalah dasar yang perlu kita telaah lebih lanjut adalah bagaimana

pendi-dikan nasional dapat benar- benar berfungsi mengembangkan kemampuan, nilai,

(10)

perkem-bangannya di era globalisasi ini. Dengan kata lain, bagaimana berbagai fungsi

pendidikan nasional dan institusional yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan

Undang- Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat dilaksanakan secara

efesien dan efktif.

Dalam kaitan dengan hal-hal tersebut di atas, penulis berpendapat sebagai

berikut :

Pertama, bahwa melaksanakan fungsi pendidikan nasional, yaitu ikut

mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur melalui dihasilkannya

manusia berpendidikan yang memiliki kemampuan, nilai, sikap, watak, dan

peri-laku yang tangguh adalam memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat

memer-lukan suatu lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat sosialisasi dan

pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku yang pada

umumnya belum dimiliki oleh anggota masyarakat negara berkembang.

Kedua, bahwa untuk melaksanakan fungsi sebagai lembaga sosialisasi dan

pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku manusia

Indonesia baru maka setiap lembaga pendidikan perlu dilengkapi dengan

infra-struktur yang memadai dengan tenaga kependidikan yang profesional sehingga

dapat terjadi proses pembelajaran yang menantang dan merangsang otak,

menyentuh dan menggerakkan perasaan, serta memungkinkan peserta didik

mem-peraktekkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana konkrit. Ini tidak dapat

terjadi di lembaga pendidikan dengan fasilitas yang terbatas, dengan ruang kelas

yang dipadati peserta didik, dalam waktu yang terbatas, dengan peralatan

pendi-dikan yang tidak lebih dari papan tulis dan kapur, dan dengan guru yang hanya

berfungsi sebagai penyaji informasi yang telah dikemas dalam buku teks.

Ketiga, bahwa lembaga pendidikan seperti yang diharapakan pada butir

kedua di atas yang memungkinkan peserta didik berada dalam suasana

kepen-didikan selama belum berkumpul dengan orang tua dan dilengkapi dengan

lampangan bermain, berolahraga, olahseni, dan rekreasi disamping peralatan

pendidikan lainnya, dengan guru profesional yang melayani peserta didik dalam

(11)

tekad nasional untuk mengalokasikan 4% GDP untuk pndidikan, fungsi

pendi-dikan nasional dapat dilaksanakan secara optimal.

Keempat, bahwa melalui lembaga pendidikan yang demikian itu kita dapat

berharap bahwa proses pembelajaran yang meli[puti empat pilar belajar untuk

memasuki abad ke- 21, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and

learning to live together dapat berlangsung. Proses pembelajaran yang ideal ini

dengan sendirinya akan selalu berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan

masyarakat, dan akan dapat menghasilkan manusia terdidik yang mampu

mem-bangun masyarakat, dan dengan demikian masyarakat akan merasakan manfaat

pendidikan. Melalui pengembangan pendidikan yang dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat kita akan dapat memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari

masyarakat.

Kelima, melalui serangkaian uraian yang disajikan, penulis berkesimpulan

bahwa pendidikan yang bebasis masyarakat adalah pendidikan yaang berorientasi

pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dan ini adalah pendidikan yang

dapat menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi pembangunan masyarakat

melalui kemampuan, sikap, nilai, dan watak serta perilaku lulusan yang dapat

memenuhi harapan masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan

mereka.

Dengan pendidikan seperti ini, seorang lulusan pendidikan dasar

diharap-kan adiharap-kan memiliki kemampuan lebih dari orang tuanya yang hanya lulusan SD

dalam bertani secara berilmu, dan dalam berdagang secara berilmu, dan dalam

yang diajukan ini dapat memperoleh tanggapan bersama dalam mengembangkan

sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan daya tahan dan jati diri

bangsa (Soerdijarto, 2000;84).

Dalam proses peningkatan mutu pendidikan nasional ini perlu ditempuh

cara-cara yang lebih inovatif. Banyaknya masalah yang diakibatkan oleh lulusan

pendidikan yang tidak bermutu, program mutu atau upaya-upaya untuk

(12)

melak-sanakan program mutu diperlukan beberapa dasar yang kuat, yaitu sebagai berikut

(Sukmadinata, 2007;8).

a. Komitmen pada perubahan

Pemimpin atau kelompok yang ingin menerapkan program mutu harus

memilki komitmen atau tekad untuk berubah. Pada intinya, peningkatan mutu

adalah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot.

Lazimnya, perubahan tersebut menimbulkan rasa takut, sedangkan komitmen

dapat menghilangkan rasa takut.

b. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada

Banyak kegagalan dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu

sebelum sesuatu itu jelas.

c. Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan

Hendaknya, perubahan yang akan dilakukan berdasarkan visi tentang

per-kembangan, tantangan, kebutuhan, masalah, dan peluang yang akan dihadapi

pada masa yang akan datang. Pada awalnya, visi tersebut hanya dimiliki oleh

pimpinan atau seorang inovator, kemudian dikenalkan kepada orang- orang

yang akan terlibat dalam perubahan tersebut. Visi dapat menjadi pedoman

yang akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program mutu.

d. Mempunyai rencana yang jelas

Mengacu pada visi, sebuah tim menyusun rencana dengan jelas. Rencana

menajadi pegangan dalam proses pelaksanan program mutu. Pelaksanaan

program mutu dipengaruhi oleh faktor- faktor internal ataupun eksternal.

Faktor- faktor internal dan eksternal tersebut akan selalu berubah. Rencana

harus selalu di- up- dated sesuai dengan perubahan- peruabahan. Tidak ada

program mutu yang terhenti (stagnan) dan tidak ada dua program yang identik

karena program mutu selalu berdasarkan dan sesuai dengan kondisi

ling-kungan. Program mutu merefleksikan lingkungan pendidikan di mana pun ia

(13)

Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program

mutu pendidikan, diantaranya sebagai berikut :

a. Peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan profesional dalam

bidang pendidikan. Manajemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat

digunakan oleh para profesional pendidikan dalam memperbaiki sistem

pendidikan bangsa kita.

b. Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan

mereka dalam menghadapi “ kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari

pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu

pendidikan yang ada.

c. Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan

kepercayaan lama harus di ubah. Sekolah harus belajar bekerja sama dengan

sumber-sumber yang terbatas. Para profesional pendidikan mampu para siswa

dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna

ber-saing di dunia global.

d. Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan

dapat perbaiki jika administrator, guru, stap, pengawas, dan pemimpin kantor

Diknas. Mengambangkan sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work,

kerja sama, akuntabilitas, dan rekognisi. Uang tidak menjadi penentuan dalam

peningkatan mutu.

e. Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan.

Jika semua staf sekolah setelah memiliki komitmen pada perubahan,

pemim-pinnya dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk

memperbaiki evisiensi, produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan. Guru

akan menggunakan pendekatan yang baru atau model-model mengajar,

men-didik, dan melatih dalam membantu perkembangan siswa. Demikian juga stap

administrasi, ia akan mengggunakan proses-proses baru dalam menyusun

(14)

f. Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan

dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang

ber-sifat global.

g. Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara

langsung dalam pendidikan, tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian

dan penyempurnaan.

h. Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pengukuran.

i. Masyarakat dan manajemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan

menggunakan “program singkat”, peningkatan mutu dapat dicapai melalui

perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program-program singkat.

PENUTUP

Mutu pendidikan nasional masih tergolong rendah mengingat hasil

pen-didikan yang dicapai belum memuaskan dan sepenuhnya memenuhi standar

nasional pendidikan dari seluruh komponen pendidikan. Rendahnya mutu

pendidikan juga ditandai dari rendahnya daya saing sumberdaya manusia

Indonesia saat ini di antara negara-negara Asia.

Diperlukan upaya perbaikan mutu pendidikan melalui perubahan dan

perbaikan manajemen dan kepemimpinan pendidikan yang berfokus mutu. Karena

itu, harus dibenahi lebih dahulu manajemen dan kepemimpinan pendidikan

melalui perbaikan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga dapat

dilanjutkan perbaikan yang berkelanjutan dalam hal program pembelajaran dan

pembinaan siswa, termasuk kurikulum dan pemenuhan standar nasional

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan,. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hermana, Budi. 2010. Mendorong Daya Saing di Era Informasi dan Globalisasi: Pemanfaatan Modal Intelektual dan Teknologi Informasi sebagai Basis Inovasi di Perusahaan, http://bhermana.staff.gunadarma.ac.id, pdf, h.2. Riduwan, 2011. Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta

Soerdijarto, 2000. Pendidikan Nasional, Jakarta: Cinaps

Syafaruddin, dkk. 2012. Inovasi Pendidikan, Medan: Perdana Publishing.

Syafaruddin, dkk, 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta: Grasindo.

Sukmadinata, Nana.2006. Pengndalian Mutu Pendidikan Sekolah Menegah, Bandung: PT Refika Aditama

Syafaruddin, dkk. 2006. Pendidikan Bermutu Unggul, Bandung: Citapustaka Media.

Tilaar, 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT Rineka Cipta

Referensi

Dokumen terkait

Dalam matematika dan ilmu komputer, algoritma adalah urutan atau langkah-langkah untuk penghitungan atau Dalam matematika dan ilmu komputer, algoritma adalah urutan atau

Kajian tentang perkawinan, dan hal-hal yang berkaitan dengan tata aturan, baik dalam konteks fikih ataupun perundang-undangan “UU Perkawinan atau KHI” telah banyak diuraikan,

Dari situlah mereka bergabung dalam satu misi dan memutuskan untuk menjadikan Khurasan sebagai tempat propaganda sekaligus tempat pemberontakan pertama kali yang dilakukan

Karcis harian adalah tarif pelayanan pemeriksaan kesehatan umum pasien Rawat Jalan, atau Rawat Darurat oleh tenaga medis tanpa tindakan medik dan/atau

Adapun kekurangan dari alat ini adalah masih menggunakan sistem digital konvensional yang menggunakan banyak rangkaian dan banyak komponen, serta berkemungkinan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa variabel independen proporsi dana pihak ketiga dan biaya operasional pendapatan

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul” Faktor-Faktor Ibu Menyusui Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tahun

(PRB) yang dilakukan oleh siswa dan pihak sekolah dalam mitigasi bencana gempa bumi dan letusan gunung api terhadap kesiapsiagaan di SMA Negeri 1 Batipuh