• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Uma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Uma"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pemikiran Pendidikan Islam (Revisi Makalah)

Oleh:

Hafizah Fitri Rambe

NIM.3003163009

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Dja’far Siddik, MA

Prodi : Pendidikan Islam

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

(2)

Abstract

The state of education in the reign of the Umayyads was more developed than at the time of Khulafur Rashidin. The development of education is the most prominent is on aspects of institutional and science are taught. In the institutional aspect has emerged and developed new educational institutions, namely the palace, badiah. The science that is taught not only the field of religion, but also the general sciences. Nevertheless, the religious sciences are still dominant compared to general science. As for when we see in terms of the system is still simple and conventional, and can not be equated with the education system that has developed as at this time.

Keywords : Thinking, Islamic Education, In Umayyah

Abstrak

Pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Perkembangan sejarah pemikiran pendidikan Islam dari masa kemasa selalu mengalami proses perubahan yang berdampak baik bagi perkembangan intelektual masyarakat Islam pada saat itu. Pemikiran pendidikan Islam terus mengalami perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafaur Rasyidin, dan pada masa dinasti Umayyah. Perubahan pemikiran pendidikan Islam ini juga mengubah sistem pendidikan Islam menjadi lebih maju.

Setelah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir, dan dilanjutkan oleh dinasti Umayyah. Pada masa Umayyah pemikiran pendidikan Islam memasuki babak baru, dimana kstabilan politik telah dirasakan oleh negara-negara Islam lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang Islam sudah mengarah pada masalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban- peradaban baru. Dalam waktu yang sama mereka memberikan perhatian besar pada ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk pemilihannya dari pikiran – pikiran luar.

Pada masa ini terjadinya perubahan sistem pemerintahan yang berubah menjadi Monarki atau Kerajaan. Pada priode dinasti Umayyah, pendidikan di lakukan di beberapa lembaga seperti: kuttab, masjid dan majelis sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode pengajarannya pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu, selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola pemikiran pendidikan Islam pada masa ini, mulai dari adanya perbedaan kurikulum antara murid yang sekolah di khuttab dengan murid yang sekolah di sekolah Istana dan lain sebagainya.

(4)

pengetahuan, serta berkembang pula gerakan-gerakan ilmiah yang belum digalakkan pada masa-masa sebelumnya.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah

Lahirnya Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M) bertepatan dengan suasana pertentangan yang sangat memuncak antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M), yang kemudian menelorkan perang saudara pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.1

Keberhasilan Muawiyah pendiri dinasti Umayyah mencapai ambisi mendirikan kekuasaan daulah ini disebabkan dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan administrator. Ia yang mudah bergaul dengan berbagai karakter manusia, sehingga ia dapat menguasai berbagai karakter tokoh-tokoh pendukungnya bahkan yang pernah menjadi bekas lawan politiknya sekalipun. Secara esensial, pendidikan Islam pada masa bani Umayyah tiak jauh beda dengan pendidikan masa Khulafaur Rasyidin. Hanya ada sedikit perbedaan dan perkembangannya tersendiri.2 Bidang pendidikan

masa ini sedikitnya perhatian para raja untuk memperlihatkan perkembangan pendidikan yang telah maksimal, sehingga pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak diketemukan. Oleh karena itu sistem pendidikan Islam yang terjadi ketika itu masih berjalan secara alamiah.3

Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaiatan sekali dengan mantapnya sistem pemerintahan Islam sebagai suatu negara. Dalam negara itu perhatian kaum muslimin diarahkan kepada pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Hal ini tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa – bangsa lain yang telah di taklukan.4

1A. Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1993), h. 151.

2Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis (Surabaya: Salsabila Putra

Pratama, 2015), h.46.

3Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.14.

(6)

Pola pemikiran terhadap pendidikan Islam pada masa ini telah berkembang, sehingga peradaban Islam mulai bersifat internasional dengan meliputi tiga Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Dalam hal ini periode dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi. Dasar-dasar dari kemajuan pendidikan yang dimunculkan, sehingga intelektual muslim berkembang.5

B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah

Masa dinasti Umayyah karakteristik pendidikan berbeda dengan masa Rasulullah dan Khulafa Ar-Rasyidin, pada masa ini ada beberapa karakteristik pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bersifat Arab

Pendidikan pada masa dinasti Umayyah adalah bersifat Arab dan Islam tulen, artinya yang terlibat dalam dunia pendidikan masih didominasi oleh orang-orang Arab, karena pada saat itu elemen-elemen Islam yang baru belum begitu tercampur. Hal ini disebabkan karena pada saat itu unsur-unsur Arab yang memberi arah pemerintahan secara politik agama dan budaya.

2. Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam yang Baru Muncul

Pendidikan Islam yang baru mengalami berkembang, memerlukan peneguhan terhadap dasar-dasar Agama Islam. Oleh karena itu pendidikan Islam pada periode ini berusaha untuk menyebarkan Islam dan ajaran-ajarannya. Itulah sebabnya pada periode ini banyak dilakukan penaklukan-penaklukan wilayah dalam rangka menyiarkan dan menguatkan prinsip-prinsip agama. Dalam pandangan mereka Islam adalah agama dan negara, sehingga para khalifah mengutus para ulama dan tentara keseluruh negeri untuk menyiarkan agama dan ajaran-ajarannya.

3. Perioritas pada Ilmu-ilmu Naqliyah dan Bahasa

5Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa

(7)

Pada periode ini, pendidikan Islam memberi prioritas pada ilmu-ilmu naqliyah dan bahasa. Kecenderungan naqliyah dan bahasa dalam aspek pendidikan Islam, yang dimana pendidikan Islam sejalan yang berciri khas Arab dan Islam tulen yang terutama bertujuan untuk mengukuhkan dasar-dasar agama.

4. Menunjukkan Perhatian pada Bahan Tertulis Sebagai Media Komunikasi Datangnya Islam merupakan faktor penting bagi munculnya kepentingan penulisan. Pada mulanya penulisan dirasa penting ketika Nabi Muhammad hendak menulis wahyu dan ayat-ayat yang diturunkan. Atas dasar itulah beliau mengangkat orang-orang yang bisa menulis untuk memegang jabatan ini. Beda halnya di masa Umayyah ini, dimana tugas penulisan semakin banyak dan terbagi pada lima bidang yaitu, penulis surat, penulis harta, penulis tentara, penulis polisi dan penulis hakim. Oleh karena itu masa ini pun terjadinya arabisasi pada semua segi kehidupan manusia dan bahasa Arab dijadikan bahasa komunikasi baik secara lisan maupun secara tulisan diseluruh wilayah Islam.

5. Membuka Pengajaran Bahasa-bahasa Asing

Untuk memudahkan berkomunikasi dengan negara lain pengajaran bahasa-bahasa asing pun di ajarkan. Bahasa-bahasa asing ini dirasa sangat perlu semenjak kemunculan Islam yang perama kali walaupun hanya dalam ruang lingkup yang terbatas. Bahasa-bahasa asing ini sangat penting karena wilayah Islam pada masa bani Ummayyah sudah semakin meluas sampai ke Afrika utara dan Cina serta negeri-negeri lainnya yang bahasa mereka bukanlah bahasa Arab. Dengan demikian pengajaran bahasa asing menjadi suatu keharusan bagi pendidikan Islam masa itu bahkan sejak kemunculan Islam pertama kali.6

6. Menggunakan Surau (Kuttab) dan Masjid

Penggunaan surau (kuttab) sebagai lembaga pendidikan untuk memudahkan pelaksanaan pendidikan saat itu. Lembaga ini merupakan jasa besar dari dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai pusat aktifitas ilmiah. Pada masa ini pula pendirian masjid banyak

6Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Husna, 1998),

(8)

dilakukan terutama didaerah-daerah yang baru ditaklukkan, pada masa ini pula didirikan masjid zaitunah di Tunisia yang merupakan universitas tertua didunia yang masih terkenal dan berjalan sampai sekarang. Universitas ini didirikan oleh Uqbah bin Nafi’ yang pernah menaklukkan Afrika utara pada tahun 50 H. Dari sini tempat ini dilihat bahwa fungsi pendidikan dari masjid itu betul-betul merupakan tumpuan utama penguasa kerajaan Umayyah pada saat itu.7

C. Tempat-tempat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah

Pola pendidikan yang berbeda dari masa sebelumnya menjadikan pendidikan Islam pada periode ini terlah berkembangnya tempat-tempat pendidikan sebagai sarana pencari ilmu pengetahuan. Diantara tempat-tempat pendidikan pada periode dinasti Umayyah ini adalah sebagai:

1. Kuttab

Kuttab yang merupakan tempat anak-anak belajar menulis, membaca, dan menghafal alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam lainnya. Didalam kuttab pendidikan yang dilakukan oleh pendidik bukan hanya mengajarkan alquran tapi mereka juga mengajarkan belajar menulis dan tata bahasa serta tulisan. Dengan menggunakan alquran sebagai bahasa bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis untuk dipelajari. Bukannya hanya itu pendidik juga mengajarkan untuk menulis dan membaca kepada murid-murid dan mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadis dan pokok agama.8

2. Masjid

Sehubungan dengan fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan pada periode pertama ini, maka tidak saja digunakan sebagai tempat pendidikan orang dewasa (laki-laki), tetapi juga digunakan sebagai tempat belajar bagi kaum wanita dan anak- anak. Bagi orang dewasa, masjid berfungsi sebagai tempat belajar alquran, hadis, fiqh, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra Arab. Pendidikan dan pengajaran bagi kaum wanita diberikan satu kali seminggu. Mereka diajarkan alquran, hadis, dasar-dasar agama dan

7Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Keduapuluh Satu (Jakarta: Al-Husna

Zikra, 2001), h.18.

(9)

keterampilan menenun atau memintal. Pendidikan anak-anak juga diberikan di masjid serta suffah dekat masjid. Dalam pendidikan mereka disatukan tanpa adanya pembagian kelas. Anak-anak orang Islam yang sudah berumur enam tahun diharuskan belajar alquran, agama, bahasa Arab, dan berhitung, untuk seterusnya diajarkan pula menunggang kuda, berenang dan memanah. Masjid sebagai tempat pendidikan anak pada umumnya, tidak digunakan oleh anak-anak khalifah dan pangeran pada masa dinasti Umayyah.9 Ada dua tingkatan pendidikan yang di lakukan di

masjid yaitu pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi.10

Ada beberapa masjid yang berkembang pada masa ini diantaranya adalah masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, dan masjid Zaitunnah di Tunisia.11

3. Majelis Sastra

Selain masjid lembaga lainnya adalah majelis sastra yang digunkan sebagai tempat berdiskusi untuk membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik. Perhatian penguasa Ummayyah sangat besar terhadap pendidikan pada pencatatan kaidah-kaidah nahwu, pemakaian bahasa Arab dan mengumpulkan syair-syair Arab dalam bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.12

4. Pendidikan Istana

Pendidikan Istana merupakan pendidikan untuk bangsawan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.13

9Fathurrahman, “Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam dalam Jurnal Ilmiah Kreatif

Vol. XII No. 1 (2015), h. 4-5.

10Athiyya Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, terj Bustami A. Ghani (Jakarta, Bulan

Bintang, 1993), h. 56.

11Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21 (Jakarta, Pustaka Al Husna,

1980), h. 19.

12Ahmad Salabi, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1972), h.72.

(10)

5. Pendidikan Badiah

Pendidikan baidiah merupakan tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah Badiah, yaitu dusun Badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab tersebut. Ditempat ini bukan hanya banyak anak-anak khalifah yang sengaja dikirim ke Badiah untuk belajar bahasa Arab tetapi juga para ulama, ulama yang belajar disana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.14

D. Pusat-pusat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah

Selain lembaga-lembaga pendidikan yang menunjang perkembangan pendidikan dimasa dinasti Umayyah, dimasa ini juga telah didirikan pusat-pusat pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sedang berjalan. Pusat-pusat pendidikan ini seperti madrasah yang dimana telah menggunakan kurikulum walaupun tidak banyak menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam. Pendidikan madrasah ini hanya dilakukan dalam suatu jangka waktu, pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru diperbolehkan mempelajari materi yang lain atau yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, pada tahap awal siswa diharuskan belajar baca tulis, berikutnya ia belajar berhitung dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena belum adanya koordinasi antar lembaga-lembaga dengan pemerintah seperti pada saat ini. Meskipun pada kasus tertentu penguasa turut mengendalikan pelaksanaan pengajaran di madrasah-madrasah sedangkan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung kepada guru yang memberikan pelajaran.15

Negara Islam yang diperluaskan dilakukan dengan bukan dengan cara merobohkan dan menghancurkan negara lain, tetapi dengan perluasan dengan cara teratur yang diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut

14Ibid., h.96.

(11)

bersama-sama tentara Islam. Adapun pusat pendidikan yang telah tersebar di kota-kota besar yaitu sebagai berikut:16

1. Madrasah Mekkah

Di madrasah ini guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah guru yang mengajarkan alquran dan mengajarkan tentang hukum untuk membedakan yang halal dan haram dalam Islam. Bukan hanya itu saja pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, dan di Masjidil Haram ia mengajar disana. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah yang merupakan pendiri madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.

2. Madrasah Madinah

Selain madrasah Mekkah ada juga pusat pendidikan yang lainnya yaitu madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.

3. Madrasah Basrah

Ada juga madrasah Basrah. Di tempat ini ada banyak ulama sahabat yang memberika ilmunya diantara ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadis, serta ahli alquran. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

4. Madrasah Kufah

Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada

(12)

Abdullah bin Mas’ud yang menjadi guru di Kufah Bahkan mereka pergi ke Madinah.

5. Madrasah Damsyik (Syam)

Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam, yaitu, Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.

6. Madrasah Fistat (Mesir)

Sahabat yang pertamakali mendirikan madrasah dan menjadi guru dimesir adalah Abdurrahman bin Amr bin Al-Ash. Beliau adalah seorang ahli hadis yang bukan saja menghafal hadis-hadis nabi tapi beliau juga menuliskannya dalam catatan pribadinya, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadis-hadis itu kepada muridnya. Guru berikutnya yang terkenal sesudahnya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Diantara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan Al-Lais bin Said yang dikenal sebagai ulama’ yang mempunyai madzzhab tersendiri dalam bidang fiqih sebagaimana Al-Auza’i di Syam.

E. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

(13)

kaderisasi ilmu.17 Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini

diantaranya adalah sebagai berikut:18

1. Ilmu agama, seperti: alquran, hadis, dan fiqh. Dibidang Ilmu agama ini terjadinya proses untuk pembukuan hadis yang terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.

2. Ilmu sejarah dan geografi. Di bidang ilmu pengetahuan ini membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ilmuan sejarah yang terkenal saat itu adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi yang berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.

3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa. Imu pengetahuan ini membahas tentang segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.

4. Bidang filsafat. Di bidang ilmu filsafat ini banyak diambil dari bangsa asing dan dikembangkan pada masa ini. Diantara ilmunya yaitu ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.

F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan Gerakkan Ilmiah

Sebagaimana telah dikemukakan, sistem penyelenggaraan pendidikan pada masa Bani Umayyah tidak berbeda jauh dari sistem yang berlaku pada masa Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin. Ada beberapa perbedaan pada periode ini adalah penyebarannya yang semakin meluas seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan. Selain itu pemikiran pendidikan juga mengalami perkembangan sebagai akibat dari persentuhan budaya antara umat Islam dengan masyarakat lain yang berada pada wilayah kekuasaan yang

17Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: kencana, 2008), h.59.

18Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam

(14)

semakin meluas. Ilmu-ilmu asing pun kemudian mulai masuk dan diterima di kalangan pemikir dan tokoh pendidikan Islam walaupun masih sangat terbatas. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam pada masa itu.

Orang-orang Islam pada waktu itu mulai mengarahkan perhatiannya kepada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban-peradaban yang mereka jumpai di negeri-negeri yang ditaklukan. Transmisi ilmu-ilmu asing ke dalam peradaban Islam telah dimulai pada masa ini. Pada waktu yang sama mereka juga memberi perhatian besar pada Ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk memeliharan pemikiran dan budaya Arab Islam dari pemikiran asing. Dalam hal memilih, orang-orang Islam lebih mengutamakan budaya dan peradaban Arab Islam dari pada budaya dan peradaban asing. Bani Umayyah terkenal fanatik kepada budaya Arab Islam, sekalipun di antara mereka ada orang-orang politik dan pemerintahan yang bukan ahli Ilmu dan Agama. Fanatisme terhadap budaya Arab Islam di sini selain perilaku politik juga perilaku keagamaan.

Pemikiran pendidikan pada zaman Bani Umayyah ini nampak pula dalam nasihat para Khalifah kepada para pendidik anak-anaknya, yang termuat dan hampir memenuhi buku-buku sastra, yang menunjukkan bagaimana teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab Islam.19 Pemikiran

pendidikan Islam pada zaman Bani Umayyah ini juga tersebar pada tulisan-tulisan para para ulama ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Ulama-ulama pada zaman in mulai mencatat ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaganya agar tidak diselundupi pemikiran asing dan perubahan-perubahan yang merusak ajaran Islam.

Gerakan ilmiah masa Bani Umayyah antara lain ditandai dengan adanya transmisi ilmu pengetahuan asing ke dalam peradaban Islam. Penerjemahan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia oleh Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah merupakan bukti bahwa embrio gerakan penerjemahan telah muncul pada periode ini. Khalid bin Yazid disebut-sebut sebagai penerjemah pertama buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan secara besar-besaran memang terjadi setelah berlalunya Daulah

(15)

Umawiyyah, namun hal tersebut setidaknya menunjukkan bahwa penerjemahan itu telah dimulai pada masa ini. Selain astronomi, kedokteran, dan kimia ilmu-ilmu asing yang mulai tumbuh dan berkembang pada masa ini antara lain ilmu mantik, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu.20

Adapun ilmu-ilmu alquran, hadis, fiqh merupakan pengembangan dari ilmu yang telah ada sebelumnya. Ilmu sejarah, geografi serta ilmu bahasa juga tumbuh berkembang menyemarakkan gerakan ilmiyah pada masa ini.21

Gerakan ilmiah bidang keagamaan antara lain ditandai dengan munculnya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama-nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadis, fiqih, dan kalam. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir yang mengemukan antara lain Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin al-Ajda’, Qatadah. Pada masa ini jangkauan ilmu tafsir alquran bertambah luas karena persentuhan dengan peradaban asing seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan.

Penyempurnaan penulisan alquran juga terjadi pada masa ini. Mushaf Usmani pada mulanya tidak memakai tanda baca, seperti titik dan syakal. Ketika bahasa Arab mulai mendapat berbagai pengaruh dari luar karena bercampur dengan bahasa lainnya, maka para penguasa Bani Umayyah mulai melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara baca yang benar. Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan alquran mulai dirasakan ketika Ziyad bin Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (661-680 M). Ia melihat telah terjadi kesalahan di kalangan kaum muslim dalam membaca alquran. Melihat kenyataan seperti itu, Ziyad bin Samiyah meminta Abu al Aswad al Duali (w.69H/638 M) untuk memberi syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda bunyi (a) dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah atau tanda bunyi (i) dengan membubuhkan tanda titik satu di bawah huruf, tanda dammah atau tanda bunyi (u) dengan membubuhkan tanda titik satu

20Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16. 21Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam

(16)

terletak di antara baAian-bagian huruf, sementara tanda sukun atau tanda bunyi konsonan (huruf mati) ditulis dengan cara tidak membubuhkan tanda apa-apa pada huruf bersangkutan.22 Kemudian, tanda baca Abu al-Aswad

tersebut disempurnakan lagi oleh ulama sesudahnya pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu oleh al Khalil bin Ahmad dengan fathah, dhammah dan kasrah seperti sekarang ini.

Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ia menginsturksikan kepada al Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf al quran. Untuk mewujudkan usaha tersebut, al Hajjaj menugaskan hal ini kepada Nasr bin Ashim dan Yahya bin Ya’mur, keduanya adalah murid Abu al-Aswad al-Duali. Akhirnya, mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada huruf alquran dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk membedakan huruf yang satu dengan lainnya. Misalnya, huruf dal dengan huruf dzal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf tsa. Demikian pula dengan huruf-huruf lainnya sebagaimana kita kenal saat ini.

Awal periode Bani Umayyah bertepatan dengan masa sahabat kecil dan tabi’in yang dalam istilah ilmu hadits disebut masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadits.23 Seiring dengan perluasan wilayah pada waktu

itu, Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai. Pada saat yang sama, muncul pula usaha pemalsuan hadis yang dilatarbelakangi masalah politik, yakni perpecahan antara pengikut Ali bin Abu Thalib dan pengikut Muawiyah bin Abu Sofyan yang memunculkan kelompok Syi’ah, Khawarij, dan jumhur (kelompok pemerintah pada waktu itu).

Berdasarkan pada kekhawatiran akan hilangnya hadis karena wafatnya para ulama hadis, pada masa kepemimpinannya Khalifah Umar bin Abdul

22Nur Faizah, Sejarah Alquran (Jakarta:CV.Artha Rivera, 2008), h.194.

23M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,

(17)

Aziz mengambil inisiatif untuk melakukan pembukuan hadis.24 Untuk

mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm (120 H) yang menjadi guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabi’in dan salah salah satu dari tujuh orang ahli fiqh di madinah.25 Di samping itu, Umar

mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab al-Zuhri, seorang tabi’in yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis. Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah berhasil dilakukan oleh al-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya. Tercatat dalam sejarah bahwa pembukuan hadis yang pertama kali dilakukan oleh Imam al-Zuhri atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, akan tetapi buku hadits yang dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri tersebut tidak diketahui dan tidak sampai kepada kaum muslimin di era sekarang ini.

Gerakan ilmiah ini juga memunculkan ulama-ulama fiqih seperti Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq al-Ajda’, al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim al-Nakh’i (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil al Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah. Terkait dengan gerakan ilmiah dalam bidang fiqh pada saat itu berkembang dua pola ijtihad, pertama, tokoh-tokoh hadis dalam memberikan ketetapan hukum sangat tergantung pada ketetapan Rasulullah, sehingga bagaimana pun juga, mereka berusaha mendapatkan hadis-hadis

(18)

tersebut dari sahabat-sahabat lain. Mereka inilah yang akhirnya mendorong usaha pengumpulan dan pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Yang mendapat dukungan sepenuhnya dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tetapi sayangnya pada masa itu telah berkembang pula hadits-hadits palsu untuk kepentingan-kepentingan politik. Kedua adalah pola ijtihad yang dikembangkan oleh Ahl-al-Ra’yu (ahli pikir). Mereka ini karena keterbatasan hadis yang sampai pada mereka dan terdapatnya banyak hadis-hadis palsu. Sehubungan dengan itu, mereka hanya menerima hadis-hadis yang kuat atau sahih saja, dan mereka lebih mengutamakan penggunaan ra’yu dalam berijtihad. Selanjutnya aliran Ahl-al-Ra’yu ini mendorong usaha penelitian terhadap hadis-hadis sehingga berkembanglah ilmu hadis. Disamping itu, mereka juga mengembangkan bagaimana cara dan pelaksanaan menggunakan

ra’yu dalam berijtihad. Sehingga melalui mereka berkembanglah apa yang kemudian disebut sebagai ilmu ushul fiqih.26 Dari dua pola umum ijtihad

tersebut, kemudian berkembang sebagai madzhab (aliran) dalam fiqih, yang masing-masing mengembangkan hukum-hukum fiqihnya. Diantara ahli-ahli fiqih yang saat itu berhasil mengembangkan satu corak madzhab fiqih adalah Abu Hanifah yang memimpin madrasah Khuffah dan Imam Malik yang memegang madrasah Madinah.

Persentuhan antara bangsa Arab Muslim dengan negeri-negeri taklukan pada masa Bani Umayyah telah melahirkan kreativitas baru yang mengagumkan di bidang ilmu pengetahuan dan seni.27 Sebagaimana

dimaklumi, perselisihan antara Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah telah menyisakan problem teologis di kalangan kaum muslimin. Pemeluk Islam dari kalangan non Arab pada masa awal Daulah Umaiyyah memperkenalkan tradisi argumentasi filsafat Yunani dan teologi Kristen yang dengannya para pemikir muslim dapat menggunakan untuk qmenyaring konsep-konsep mereka. Perdebatan Islam-Kristen di istana khalifah di Damaskus dan penerjemahan literatur Siria dan Yunani ke dalam bahasa Arab mendorong para pemikir muslim untuk mengadopsi peristilahan dan bentuk-bentuk

26Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.85.

(19)

argumentasi rasional mereka.28 Di antara pejabat Istana masa khalifah Abdul

Malik ada pula beberapa penganut kristen yang tetap mempertahankan akidahnya. Dengan metode logikanya ia mempertahankan Nabi Isa sebagai oknum Tuhan yang kedua. Sikap demikian mendorong para pemikir muslim untuk menyelidiki keyakinan dan mempelajari logika mereka untuk mempertahankan Islam sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka. Perdebatan mereka sampai menyoal tentang qadar dan sifat-sifat Tuhan.

Kemajuan juga dicapai dalam pengembangan ilmu bahasa, sastra, dan seni. Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa Arab digunakan sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua orang. Penguasaan bahasa Arab juga merupakan syarat mutlak dalam berbagai studi alquran. Seiring dengan perluasan wilayah bahasa Arab berkembang menyimpang dari alquran. Sebuah lingua franca bahasa Arab tumbuh untuk beberapa suku yang berbeda. Lantaran lingua franca bahasa Arab telah berubah, para ulama khawatir akan kehilangan pertalian dengan bahasa Arab alquran sehingga mereka akan kehilangan makna yang terkandung dalam wahyu Tuhan. Untuk menghindari hal ini diperlukan adanya usaha mempertahankan kemurnian bahasa Arab Makkah dan bahasa Arab suku-suku padang pasir serta perlu dilakukan upaya pembakuan bahasa Arab Klasik.29

Hal inilah yang mendorong lahirnya lembaga pendidikan badi’ah dan memotivasi para ulama ahli bahasa untuk menciptakan produk intelektual yang berupa kitab-kitab bahasa Arab. Seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam Syibawaihi dan beberapa kamus bahasa Arab generasi pertama merupakan produk dari periode ini.

Seiring dengan perkembangan ilmu bahasa, seni sastra turut melaju dengan pesat. Segmen-segmen Arab yang terinspirasi oleh orientasi yang lebih sekuler turut memperkaya bahasa Arab. Terlepas dari syair-syair klasik bahasa Arab padang pasir, pada masa ini muncul suatu bentuk syair baru yang mencerminkan interes, kesenangan, serta tamsil lingkungan istana dan

28M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),

h.160-161.

(20)

perkotaan.30 Sastrawan-sastrawan terkemuka yang muncul pada saat ini antara

lain Qays Bin Mullawah wafat tahun 699 M, Jamil al-Uzri wafat tahun 701 M, al-Akhtal wafat tahun 710 M, Umar Bin Abi Rubi’ah wafat tahun 719 M, al-Farazdaq wafat tahun 732 M, Ibnu Al-Muqoffa wafat tahun 756 M, Ibnu Jarir wafat tahun 792 M. 31

Ilmu lain yang juga berkembang dan turut meramaikan gerakan ilmiah pada masa ini antara lain adalah ilmu sejarah, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.32 Kekhilafahan etnis,

kebanggaan akan berbagai penaklukan, hasrat mengagungkan masa silam yang dapat menghadirkan gengsi dan hasrat untuk mempertahankan status mereka terhadap beberapa klaim dari warga non Arab yang secara kultural merupakan kelompok superior, telah memotivasi bangkitnya keilmuan sejarah.33 Selain itu berkembang pula ilmu filsafat, segala ilmu yang umumnya

berasal dari bangsa Asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan lain-lain ilmu yang ada hubungannya dengan itu.

Sunanto mengemukakan bahwa pada masa ini pendukung ilmu tidak lagi hanya bangsa Arab asli, melainkan didukung pula oleh golongan non Arab, bahkan golongan non Arab inilah yang merubah sistem ilmu pengetahuan pada saat itu. Pembidangan ilmu pada saat itu meliputi empat bidang ilmu pengetahuan, yaitu; ilmu pengetahuan bidang agama, ilmu pengetahuan bidang sejarah, ilmu pengetahuan bidang bahasa, dan ilmu pengetahuan bidang filsafat. Keempat bidang ilmu tersebut bahu membahu, saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Ilmu pengetahuan sudah merupakan suatu keahlian, masuk ke dalam bidang pemahaman dan pemikiran yang membutuhkan sistematika dan penyusunan. Sementara itu, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non Arab yang disebut dengan Mawali, yaitu golongan yang berasal dari bangsa asing atau turunannya. Tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, al-Farisi, al-Zujaj; tokoh-tokoh hadits seperti al-Zuhri, Bukhari,

30Ibid, h. 137.

31Ahmad Jamil dkk,Sejarah Kebudayaan Islam, (Gresik: CV.Putra kembar jaya, 2008),

h.38.

(21)

Muslim; Tokoh-tokoh ilmu tafsir seperti ikrimah dan Mujahid bin Jabbar, semua nama yang disebutkan itu adalah Mawali. Masih banyak lagi ulama yang berasal dari darah campuran yang juga disebut Mawali. Cucu-cucu Khulafaa’ al-Raasyidiin; Salim.bin Abdullah bin Umar bin Khaththab, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abu Thalib masing-masing adalah anak dari putri-putri Yazdajird, raja Persi terakhir. 34

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Pada masa dinasti Umayah telah terjadi perubahan sistem pemerintahan, yakni dari theo demokrasi menjadi monarci (kerajaan/dinasti). Pada saat itu situasi politik masih belum stabil sehingga kebijakan pemerintahan dalam pendidikan terus berubah-ubah. Ini dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari Hasan dianggap dilakukan atas dasar kelicikan. Muawwiyyah yang sebelumnya telah berjanji tidak akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah tetap saja merubah sistemnya pemerintahannya menjadi monarci

(Kerajaan/Dinasti). Perubahan ini sangat berdampak terhadap pola pemikiran dan pendidikan Islam pada masa itu. Pada masa sebelum dinasti Umayah, pendidikan

34Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

(22)

difokuskan di kuttab dan di masjid dan kini telah ada munculnya madrasah-madrasah dengan berbagai ilmu yang berkembang.

Ketika sistem dinasti yang kini diberlakukan, maka secara otomatis pemimpin dicari dengan pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Hal ini pun mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Pendidikan ini bertujuan agar anak-anak para raja diajarkan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan dari sebuah kerajaan. Kurikulum dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum yang diberlakukan di kuttab atau masjid. Kurikulum di pendidikan istana ini ditentukan dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan kurikulum.

Keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.

(23)

orang-orang Islam bisa memperoleh ilmu dari buku tersebut. Akan tetapi penerjemahan buku-buku tersebut terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. 2004. Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI. Ahmad Masrul Anwar. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam

pada Masa Bani Ummayah, Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.

Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang.

Ash-Shidieqy, M. Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.

Faizah, Nur. 2008. Sejarah Alquraan. Jakarta:CV.Artha Rivera.

Fathurrahman. 2015. “Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam”, dalam Jurnal Ilmiah Kreatif Vol. XII No. 1.

(24)

Jamil, Ahmad, dkk. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam, Gresik: CV.Putra Kembar Jaya.

Langgulung, Hasan . 1998. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna. . 1980. Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21. Jakarta:

Pustaka Al Husna.

. 2001. Pendidikan Islam Dalam abad Kesatu. Jakarta: Al-Husna Zikra.

Lapidus, M. Ira. 1999. Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta. 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.

Rozy, Fakhrur Dalimunthe. 1986. Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang, Analisis Dan Pemikirannya, Medan : Firma RIMBOW.

Salabi, Ahmad. 1972. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Siswanto. 2015. Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis, Surabaya : Salsabila Putra Pratama.

Sulastri, Tuti. 2016. “Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam, dalam Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. 2.

Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.

Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hida Karya Agung Yuslem, Nasir, 2001, Ulumul Hadist, Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara. dkk, 2004, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

PT Rema Tip Top Indonesia (No Doubt Smart Control) merupakan perusahaan alarm mobil dengan mengaplikasikan sistem kendali mobil jarak jauh pada produk alarmnya yang

Bahwa benar pada tanggal 1 September 2009 sekira pukul 03.00 Wit dini hari Terdakwa kembali ke Rindam XVII / Cenderawasih menggunakan sepeda motor Jenis Garuda

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh gelar Sarjana

[r]

Penelitian tingkat kecemasan dari hasil distribusi frekunsi kecemasan berdasarkan perubahan tekanan darah dan denyut nadi setelah ekstraksi gigi peneliti mendapatkan

Seluruh Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah memberikan bekal pada peneliti melalui

Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja selama ini paling banyak terjadi karena tindakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak

Namun, rekrutmen internal pun memiliki kelemahan, antara lain kemungkinan terbatasnya calon tenaga kerja yang potensial dalam organisasi, kurangnya ide baru yang segar