• Tidak ada hasil yang ditemukan

peradilan Agama pada masa kerajaan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "peradilan Agama pada masa kerajaan Islam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERADILAN AGAMA PADA MASA KERAJAAN ISLAM

DI INDONESIA

Makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah:

Peradilan dan Hukum Acara Islam

Di Susun Oleh:

Ahmad Mun’im 11350010 Prodi/Kelompok : AS-b/C No. HP : 089609192529

Dosen Pengampu:

Bpk. Drs. Malik Ibrahim, M.Ag,

AL-AHWAL AS-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

(2)

BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang

Perjalanan peradilan agama yang telah dilalui dalam rentang waktu yang demikian panjang berarti kita berbicara tentang masa lalu yakni sejarah peradilan agama.Hal ini tersebut dianggap penting untuk rencana melangkah ke masa yang akan datang, juga terhindar dari sandungan yang berulang pada lubang yang sama.Namun diakui bahwa data sejarah peradilan agama tidak mudah mendapatkannya, seperti yang dikatakan para ahli mengakui bahwa sumber rujukan peradilan agama sangatlah minim, karena sengaja dilewatkan oleh para cerdik pandai masa lalu yang selalu memandang remeh.

Dengan masuknya agama Islam ke Indonesia yang untuk pertama kali pada abad pertama hijriah (1 H/ 7 M) yang dibawa langsung dari Arab oleh saudagar – saudagar dari Mekkah dan Madinah yang masyarakat mulai melaksanakan ajaran dan aturan agama Islam dalam kehidupan sehari – hari yang tersumber pada kitab fiqih.

Sebelum Melancarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah mempunyai kedudukan yang kuat, baik dimasyarakat maupun dalam peraturan perundang – undangan negara. Kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia melakukan hukum Islam dalam wilayah hukumnya masing – masing.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian peradilan agama ?

2. Bagaimana permulaan peradilan agama pada masa kerajaaan islam diIndonesia ?

(3)

4. Bagaimana Hubungan politik dan keagaamaan antara kerajaan-kerajaan islam ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Peradilan dan Hukum Acara Islam.

2. Untuk mengetahui pengertian peradilan agama.

3. Untuk mengetahui permulaan peradilan agama pada masa kerajaaan islam diIndonesia.

4. Untuk mengetahui sistem peradilan agama pada masa kerajaan-kerajaan islam.

(4)

BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Peradilan Agama

Peradilan agama adalah suatu lembaga peradilan yang memiliki kekuasaan untuk mengadili dan memutuskan perkara antara dua orang atau lebih bagi orang-orang yang beragama islam. Perkara-perkara yang diadili diperadilin ini hanya perkara perdata islam saja tidak mencakup semua perkara yang berbentuk pidana.1

B. Fase- Fase Peradilan Agama Pada Masa Kerajaan Islam

Sebelum VOC datang, agama islam telah lama dianut disini. Ketika VOC mulai membenahi bidang hukum diindonesia, terdapat persoalan hukum apakah yang akan diterapkan di kalangan orang Indonesia asli. Bagi mereka sendiri tidak jadi persoalan yang dipakai adalah hukum yang sesuai berlaku dinegara asal (asas konkordasi) dan gampang diketahui karna tertulis, berbeda dengan Indonesia asli karna tidak tertulis. Lama sekali soal utama tadi tidak terjawab secara tepat.

Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16.Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll.Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.

Masuknya agama islam ke nusantara (indonesia) pada abad 6 akhir dibawa oleh Syech Abdul Kadir Jailani periode I atau Pase Pertama, telah membawa banyak perubahan dan perkembangan pada masyrakat,budaya dan pemerintahan. Perubahan

1Andi Tahir Hamid, S. H. Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya.

(5)

dan Perkebangan tersebut terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang bercorak islam2

Sebelum Belanda melancarkan politik hukumnya diIndonesia, hukum islam merupakan hukum yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang kuat.3 Akan tetapi, ketika VOC ingin menerapkan hukum apa yang harus diberlakukan di Indonesia mereka kebingungan karena hukum diIndonesia tidak tertulis.4

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan Islamdidorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok.Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16.Berikut beberapa kerajaan besar Islam di Indonesia.

1. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia, didirikan oleh Malik As-Saleh.Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh Utara.Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional.Pada masa pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi bandar-bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.

2http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Islam

3 Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011, Hlm. 197

(6)

Di Aceh, sistem peradilannya berdasarkan hukum islam menyatu dengan pengadilan negeri yang mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu :

a. Tingkat Kampung b. Tingkat Oeloebalang c. Panglima Sagi

Tingkatan peradilan kampung hanya menangani perkara-perkara yang tergolong ringan, diperadilan ini pemimpinya disebut Keucik dan pelaksanaanya dilaksanakan dikampung, apabila yang berpekara tidak puas dengan putusan ditingkat pertama maka bisa mengajukan banding ditingkat kedua yang disebut tingkat oeloebalang dan jika ditigkat ini belum memenuhi keinginan pencari keadilan maka bisa mengajukan banding di tingkat ketiga yang disebut panglima sagi. Seandainya ditingkat panglima sagi ini belum juga memuaskan maka masih dapat mengajukan banding kepada sultan yang pelaksanaanya oleh mahkamah agung yang anggotanya terdiri dari:

a. Malikul Adil

b. Orang Kaya sri Paduka Tuan c. Orang Kaya raja Bandahara d. Faqih (ulama).5

2. Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya.Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah

(7)

( 1465 – 1497 ). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.6Menurutnya, pada masa pemerintahannya Aceh darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis ( 1511 M ). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian, Aceh menajadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri.

Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wilayah Aceh, dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.Menurutnya, kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar al-kamal. Ia juga berpendapat bahwa rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah.

Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi balatentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik.Aceh ketika itu nampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan kekhalifahan dalam Islam.

3. Kerajaan Malaka

Pendiri Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar Syah.Kerajaan ini letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis sebagai jalur perdagangan dan pelayaran.Karena letaknya tersebut, kerajaan ini sering kali menjadi

(8)

tempat persinggahan para pedagang Islam yang berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah, terdapat beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya sebagai berikut.

a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424.

b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa pada 1458-1477. c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488.

d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511.

Kerajaan Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab, Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk meningkatkan kegiatan ekonominya.Karena kemajuannya dalam perdagangan, Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.

4. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478.Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah) adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa (daerah yang sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam).Pada awal abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri kepada Brawijaya di Kerajaan Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua negara.Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapatkan tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada semua kemauan sang putri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan dalam istana Majapahit.

(9)

putri cantik itu dihibahkan oleh Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya Sedamar.Di sanalah Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan.

Dari Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan kata lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi berbeda ayah. Setelah memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan diantar ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden Patah mendarat di pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi.Jim-Bun atau Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ampel Denta di rumah pamannya, kakak-misan ibunya.

Sunan Ampel juga bersama para saudagar besar Muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina, Panglima Cheng Ho atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin. Panglima berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam.

Saat itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian kecil Jawa Timur.Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh menantunya, Pati Unus.Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis.Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggono.

Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.Wilayah - wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai ahli waris takhta Majapahit.Pada masa itu, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.Sementara, Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.

(10)

Portugis di Malaka.Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.

Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono.Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.

Kepemimipinan Sunan Prawoto tidak mulus.Sunan Prawoto ditentang oleh adik Sultan Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh, dan akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh suruhan Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen.

Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak.Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh pasukan Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.

5. Kerajaan Mataram Islam

(11)

Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.

Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga berubah menjadi kerajaan kecil.Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa.

Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.

a. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.

b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.

Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.

Perkembangan peradilan agama kerajaan Mataram yang paling menonjol adalah pada masa Sultan Agung (1613-1645). Pada saat itu sebelum pengaruh islam masuk dalam sistem peradilan, maka yang berkembang dan mempegaruhi sistem peradilan adalah ajaran hindu.

Ketika itu perkara dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Perkara pradata

(12)

yang termasuk perkara pradata adalah perkara-perkara yang berhubungan dengan stabilitas negara, seperti keamanan dan ketertiban umum, penganiayaan, perampokan, pencurian, dan lain-lain.Perkara dan pelanggaran seperti ini diproses dan diputuskan oleh raja.

2. Perkara padu

Perkara padu yaitu perkara yang bukan urusan pengadilan raja.Hukum padu berasal dari adat dan kebiasaan masyarakat.Perkara-perkara yang termasuk perkara padu adalah perkara yang berkaitan dengan masalah pribadi seperti perselisihan antara rakyat yang tidak bisa didamaikan dilingkungannya masing-masing.7

Dengan munculnya Mataram menjadi kerajaan islam yang dibawah pemerintahan Sultan Agung maka beliau mengadakan perubahan dalam sistem peradilan. Beliau memasukkan unsur-unsur hukum dan ajaran islam dalam hukum pradata yaitu dengan mengorbitkan orang-orang yang berkompeten dalam bidang hukum islam dilembaga peradilan. Sultan Agung tidak mengganti semua sistem peradilan secara keseluruhan dengan hukum islam yang hanya mengenal Qodhi. Sultan Agung mengambil kebijakn politik hukumnya dengan mengisi lembaga yang telah berkembang dengan prinsip keislamaan. Namun, setelah kondisi masyarakat dipandang siap dan paham dengan kebijakan yang diambil Sultan Agung, maka peradilan pradata diubah menjadi peradilan surambi. Lembaga ini tidak secara langsung berada dibawah raja akan tetapi dipimpin oleh ulama.

Dinamakan pengadilan surambi karena diselenggarakan diserambi masjid Agung.Ketua pengadilan meskipun pada tataran kebijakan masih berada ditangan sultan, tetapi dalam pelaksanaannya berada ditangan penghulu yang didampingi beberapa ulama dari lingkungan pesantren sebagai anggota majelis.Keputusan

(13)

pengadilan surambi berfungsi sebagai nasihat bagi sultan dalam mengambil keputusan.

Dikerajaan Mataram Yogyakarta dan Surakarta, korps penghulu disebut kewedanan yang selalu berdampingan dengan kadipaten Anom Suranata dalam menggiring penghulu mengikuti upacara kenegaraan. Pada tingkat pusat diangkat penghulu Ageng, ditingkat kabupaten diangkat penghulu Kabupaten, ditingkat kecamatan diangkat Na’ib, ditingkat desa diangkat pejabat yang mengurusi bidang agama islam yang disebut Kayim, Lebai, Modin, Amil atau Marbot. Hanya penghulu ageng dan penghulu kabupaten saja yang diberi kedudukan sebagai qodhi (hakim) yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara-perkara yang dijatuhkan diperadilan surambi.8

6. Kerajaan Cirebon

Kerajaan ini lahir pada abad ke-16.Pada abad tersebut, daerah Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. Di Cirebon atau Priangan terdapat tiga bentuk peradilan, yaitu :

1. Peradilan Agama

Peradilan agama mempunyai kompetensi untuk menangani perkara-perkara yang dijatuhi hukuman badan atau hukuman mati, yaitu menjadi kompetensi

(14)

absolut peradilan pradata di Mataram.Akan tetapi ini tidak berlaku lama karena tidak lama kemudian Kerajaan Mataram mengalami kemunduran.

2. Peradilan Drigama

Peradilan drigama mempuyai kewenangan absolut yaitu menangani perkara-perkara perkawinan dan waris.

3. Peradilan Cilaga

Peradilan Cilaga hanya mempunyai kewenangan khusus yaitu menangani perkara-perkara sengketa perniagaan. Peradilan ini jug dikenal dengan sebutan peradilan wasit.9

Istilah agama dan drigama terdapat dalam pepakem cirebon yang digunakan untuk mengadakan pemisahan menurut sifatnya diantaranya perkara-perkara yang harus diadili. Igama adalah perkara-perkara keagamaan dan harus diselesaikan berdasarkan hukum adat sedangkan toya gama adalah perkara-perkara yang diselesaikan berdasarkan percobaan hukum yang berat.10

Semua aturan dan proses beracara dalam persidangan serta pengambilan keputusan merujuk kepada perundang-undangan dan hukum Jawa. Kitab hukum yang menjadi rujukan adalah pepakem cirebon. Kitab ini merupakan kompilasi dari hukum perundang-undangan Jawa Kuno, memuat kitab hukum Raja Niscaya, Undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, kontra menawa, dan adidulloh. Namun, yang tidak bisa dipungkiri bahwa pepakem cirebon sangat dipengaruhi dengan hukum islam. Selain pepakem cirebon ada juga kitab muharrar yang terbit pada 1768.

9Abdul halim, Peradilan Agama dalam politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2000, hlm. 43

(15)

7. Kerajaan Banten

Pendiri Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati.Semula wilayah ini termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran.Kerajaan Banten memiliki hubungan dengan kerajaan Demak.Hasanuddin menikah dengan putri Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara.

Dalam perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570 menggantikan ayahnya untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580. Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian Abdul Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah Abdulfatah yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan11.

Di Banten, peradilan disusun menurut syariat islam. Pada masa dibawah kekuasaan Sultan hasanudin hanya ada satu peradilan yang dipimpin oleh qodhi sebagai hakim tunggal. Pada sultan Ageng Tirtayasa berkuasa (1651-1680),hukum islam sudah diberlakukan secara sempurna. Misalnya, hukum potong tangan bagi pencuri dengan memotong tangan kanan, kaki kiri dan seterusnya itu diberlakukan bagi pencurian 1gram emas.Pada masa ini syaikh tertinggi bergelar Kyai Ali atau Ki Ali yang kemudian dikenal dengan sebutan qodhi. Posisi qodhi pada awalnya dijabat oleh seorang ulama dari Makkah, tetapi mulai tahun 1650 dan awal 1651 para qodhi mulai dijabat oleh para bangsawan Banten.12

8. Kerajaan Gowa dan Tallo

Sejarah Gowa tentu tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Daerah ini menjadi salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang kini berpenduduk tidak kurang dari 600 ribu jiwa yang mayoritasnya adalah Muslim. Setelah Kerajaan Gowa-Tallo

11http://www.sibarasok.info/2013/04/kerajaan-islam-di-indonesia-dan.html.

(16)

memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini. Kerajaan ini juga adalah kerajaan yang menerapkan syariah Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai “Serambi Madinah”.

Sejak agama Islam menjadi agama resmi di Gowa-Tallo’, Raja Gowa Sultan Alauddin makin kuat kedudukannya. Sebab, beliau juga diakui sebagai Amirul Mukminin (kepala agama Islam) dan kekuasaan Bate Salapanga diimbangi oleh

qadhi, yang menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orang-orang

Makassar, Bugis dan Mandar yang telah lebih dulu memeluk agama Islam pada abad XVI. Sultan Alauddin dipandang sebagai pemimpin Islam di Sulawesi Selatan.[16]

Cara pendekatan yang dilakukan oleh Sultan Alauddin dan Pembesar Kerajaan Gowa adalah mengingatkan perjanjian persaudaraan lama antara Gowa dan negeri atau kerajaan yang takluk atau bersahabat yang berbunyi antara lain:

barangsiapa di antara kita (Gowa dan sekutunya atau daerah taklukannya) melihat suatu jalan kebajikan, maka salah satu dari mereka yang melihat itu harus menyampaikan kepada pihak lainnya.

Karena itu, dengan dalih bahwa Gowa sekarang sudah melihat jalan kebajikan, yaitu agama Islam, Kerajaan Gowa meminta kepada kerajaan-kerajaan taklukannya agar turut memeluk agama Islam.

9. Kerajaan Banjar

Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan selatan selalu mengidentifikasikan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin.Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu.Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung.

(17)

Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar,13ketika Raja Sukarama merasa sudah

hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang mengantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera. Tentu saja keempat orang puteranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih Pangeran Tumanggung yang sangat berambisi.Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi.Waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun.Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa.Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang tampil menjadi raja Daha.

Dalam pada itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara.Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih.Atas bantuannya Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan.Dalam serangan pertamanya Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.

Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam, diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.

Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Sambangan.

Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang bergelar Sultan Rahmatullah. Raja-raja banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah ( putera Sultan

(18)

Rahmatullah ) dan Marhum Panembahan yang dikenal dengan Musta’inullah. Pada masa Marhum Panembahan, ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan huru-hara.

10. Kerajaan Kutai

Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di bandang, yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari makassar; yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato’Ri Bandang kembali ke Makassar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai.Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam.Setelah itu, segera dibangun sebuah mesjid dan pengajaran agama dapat dimulai.Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa.

Sejak itu, Raja mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang.Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575.penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya, Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya, meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.

Didaerah lain seperti sumatera Utara, tidak ada kedudukan tersendiri bagi penyelenggaraan peradilan islam, sebagaimana ditemukan di Palembang.14 Di Palembang, pengadilan Agama yang dipimpin pangeran penghulu merupakan bagian dari struktur pemerintahan, disamping pengadilan syahbandar dan pengadilan patih.

(19)

Di pengadilan syahbandar perkara-perkara diputus dengan berpedoman kepada hukum islam dan ajaran Al-qur’an, sedangkan dipengadilan patih perkara-perkara diputus dengan berpedoman kepada hukum adat. Kesultanan Palembang Darussalam menganut tiga sistem peradilan, yaitu:

1. Pengadilan Agama

Pengadilan Agama ini dipimpin oleh Pangeran Penghulu Nato Agomo 2. Pengadilan Umum

Pengadilan Umum ini dipimpin oleh Tumenggung Karto Negoro 3. Pengadilan Adat ( Rapat Esak-Rapat Kecik)

Pengadilan Adat ini dipimpin oleh Pangeran Adipati atau Dipati.15

Kehidupan dan adat istiadat masyarakat pada saat dibawah kekuasaan kesultanan Palembang Darussalam disesuaikan dengan hukum Syara’ yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Adat Simbur Cahaya; dan pelaksanaannya secara nyata ditegakkan dengan prinsip “ Adat bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah”.16

C. Hubungan Politik dan Keagamaan antara Kerajaan-kerajaan Islam

Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka penyebaran Islam itu pula Fadhillah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunda Kelapa.

15 Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011, Hlm. 209

(20)

Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan.

Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi antarkerajaan-kerajaan Islam itu sendiri terancam, persamaan agama tidak menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan di kalangan kerejaan-kerajaan Islam sendiri sering terjadi. Misalnya, antara Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh karena kepentingan yang berbeda di antara kerajaan-kerajaan itu pula, sering satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk mengalahkan kerajaan islam yang lain.

Hubungan antarkerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan

Serambi Mekah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini

ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu ke sana.

Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastera dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.17

(21)

BAB III KESIMPULAN

(22)

Pelaksanaan hukum Islam pada masa ini menyatu dengan pengadilan dan diselenggarakan secara berjenjang. Tingkat pertama dilaksanakan oleh pengadilan tingkat kampung yang dipimpin oleh keuchik. Pengadilan itu hanya menangani perkara-perkara ringan sedangkan pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan banding kepada ulee balang (pengadilan tingkat kedua). Selanjutnya dapat di lakukan banding kepada Sultan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung yang keanggotaannya terdiri atas Malikul Adil, Orang Kaya Sri Paduka Tuan, Orang Kaya Raja Bandhara, dan Faqih (ulama).

2. Peradilan islam pada masa kerajaan Mataram

Pengadilan Pradata, yang ada pada saat itu diubah menjadi Pengadilan Surambi, yang dilaksanakan di serambi-serambi mesjid. Pemimpin pengadilan, meskipun prinsipnya masih tetap di tangan Sultan telah beralih ke tangan penghulu yang di dampingi beberapa orang alim ulama dari lingkungan pesantren sebagai anggota majelis. Keputusan Pengadilan Surambi berfungsi sebagai nasihat bagi Sultan dalam mengambil keputusan yang bertentangan dengan Pengadilan Surambi.

3. Peradilan islam pada masa kesultanan Banten

Peradilan dipimpin oleh Kadhi sebagai hakim seorang diri. Namun ada satu hukum / peraturan yang masih mengingatkan pada pengaruh hukum Hindu, bawa hukuman mati yang dijatuhkan oleh Kadhi, masih memerlukan pengesahan dari Raja.

4. Peradilan islam pada masa Gowa dan Tallo

(23)

Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Tapi pada akhirnya masing-masing kerajaan Islam saling perang, seperti : antara kerajaan Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

Rasyid,Roihan A, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.

Halim, Abdul, Peradilan Agama dalam politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2000

Rahim, Husni, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam : Studi tentang pejabat agama masa kesultanan dan kolonial di Palembang, Jakarta: Logos, 1998.

Koto, Alaiddin, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.

Manan, Abdul, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007

Fuadi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:Teras cet I. 2011.

Shiddieqy , T.M. Hasbi AS, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1970

Bisri, Cik Hasan, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2002.

CURRICULUM VITAE

(25)

2. Nim : 11350010

3. Tempat & tanggal Lahir : Cirebon, 16 November 1990

4. Alamat Asal : Ds. Jagapura Kec. Gegesik Kab. Cirebon

5. Alamat sekarang/Jogja :Wisma Sincan Pedak Baru Banguntapan Bantul Yogyakarta

6. Hobby :Olahraga

7. Riwayat Pendidikan : SD Jagapura Kulon I

: MTsN Tambakberas Jombang

: MMP Muallimin Tambakberas Jombang : MMA Muallimin Tambakberas Jombang : S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 8. Pengalaman Organisasi : OSIS MTsN Tambakberas Jombang

: OSIS MMA Muallimin Tambakberas jombang : ISKC (Ikatan santri dan alumni karesidenan Cirebon) : IKABU ( Ikatan Alumni Bahrul ‘Ulum Jawa Barat) : PMII Rayon Ashram Bangsa F. Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

: BEM-F Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

9. Motto Hidup : “ Ana Qola Wa Anta Sami’”

10. Contact Person : 089609192529

Yogyakarta, 17 September 2014

Referensi

Dokumen terkait

(iv) Untuk mengimplementasikan hal tersebut, akan dibentuk kelompok kerja selambat-lambatnya dalam 2 bulan yang akan melakukan analiss data dan informasi

Alat ukur ini menawarkan kemudahan untuk memahami caranya tentukan posisi saat ini (as-is) dan posisi masa depan (to-be) dan memungkinkan organisasi membuat

a) Jumlah kredit macet adalah jumlah kredit atau pinjaman yang mengalami masalah dalam pengembalian sesuai dengan jadwal yang telah disepakati yang dialami oleh nasabah Koperasi

Orang yang bertanya kepada Rasulullah dalam hadis S{ahi>h Muslim tersebut adalah ‘Imra>n bin al-H{us}ayn dan yang masuk neraka adalah ayahnya yang bernama

Pendapatan sumber lain adalah pendapatan yang diperoleh dari usaha lain diluar usahatani bunga krisan yang dijalankan oleh petani itu sendiri atau anggota rumah tangganya

Bila kemungkinan terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan Ijazah yang

pada Bank BPR JATIM (UMKM JAWA TIMUR) Cabang

Perner-ntah Republik Indonesia cq. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara bertahap telah melakukan perubahan kurikulum sejak awal Pelita I 1969 satnpai