• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peradaban Islam Pada Masa Kerajaan Safaw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peradaban Islam Pada Masa Kerajaan Safaw"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA (1501-1732 M)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang diampu oleh Bapak AKH. SYAIFUL RIJAL, S.Th.I., M.Pd.I.

Oleh:

NAMA KELOMPOK

FAIZZATUL HASANAH (20170701062016)

ABIDATIN NISA’ (20170701062002) NURUL QOMARIAH (20170701062046) R. SYAFIRA DWI ANNISA (20170701062049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI JURUSAN TARBIYAH

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah swt. dan karunianya kami memiliki kesanggupan dan kemampuan untuk menyelesaikan Makalah dengan judul “PERADABAN ISLAM MASA KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA (1501-1732 M)” semoga dengan adanya Makalah ini dapat memberikan kontribusi positif sebagai ilmu pengetahuan khususnya pada Sejarah Peradaban Islam.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang telah diutus oleh Allah swt. Untuk mengadakan sebuah Reformasi dengan misi pencerahan didalam kehidupan manusia sebagai Rahmatal Lil Alamin. Dan tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu Bapak AKH. SYAIFUL RIJAL, S.Th.I.,M.Pd.I. ” yang telah membantu kami dalam mengerjakan Makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi kontribusi/saran dalam pembuatan Makalah ini.

Dengan selesainya Makalah ini semoga memberikan manfaat yang besar bagi semua yang membacanya terutama para pelajar dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar Makalah ini lebih sempurna lagi.

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A.Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan...1

BAB II PEMBAHASAN...2

A.Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi...2

B. Perkembangan Kerajaan Safawi...4

C. Sebab-Sebab Mundurnya Kerajaan Safawi...9

BAB III PENUTUP...13

A.Kesimpulan...13

B. Saran...13

DAFTAR PUSTAKA...14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sepeninggal Rasulullah, Islam sudah tersebar di Seantero Jazirah Arab. Islam terus melakukan ekspansi dibawah kendali pada khalifah Ar-Rasyidin dan selanjutnya oleh Dinasti Umayyah kemudian Dinasti Abbasiyah. Di akhir pemerintahan Abbasiyah, Islam semakin merosot selama beberapa abad.

Ditengah-tengah keterpurukan Islam muncullah tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Turki Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India. Ketika Kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, Kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat dan dalam perkembangannya, Kerajaan Safawi sering bentrok dengan Kerajaan Turki

Usmani. Selain itu, Kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai mazhab

negaranya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang berdirinya Kerajaan Safawi? 2. Bagaimana perkembangan Kerajaan Safawi?

3. Apa yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Safawi?

C.Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerjaan Safawi. 2. Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Safawi.

(5)

2 BAB II PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi

Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M. Dinasti Safawiyah merupakan kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni Kerajaan Safawi.1

Safi Al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi

sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al -Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka

sebut “ahli-ahli bid’ah”. Tarekat yang dipimpin Safi Al-Din ini semakin penting, terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatolia. Di negeri-negeri diluar Ardabil, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar

“khalifah”.2

Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi

(6)

tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan, dan menentang setiap orang

bermazhab selain Syi’ah.

Kecenderungan memasuki dunia politik itu dapat terwujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.3

Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpin dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.4

Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.

Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kera Koyunlu, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal, sebagaimana telah disebutkan, Safawi adalah sekutu AK Koyunlu. AK Koyunlu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.

(7)

4

Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentara untuk menuntut

balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Tetapi Ya’kub

pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim dan Ismail, dan ibunya, di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan ini (1494 M).

Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada ditangan Ismail, yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail bersama pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syiria, dan Anaotalia. Pasukan yang dipersiakan tersebut dinamakan Qizilbash (baret merah).5

Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu di Sharus, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ismail inilah yang yang dipandang sebagai pendiri yang pertama dari Kerajaan Safawiyah.6

B. Perkembangan Kerajaan Safawi

Ketika gerakan Safawiyah dipimpin oleh Ismail I, eksistensi gerakan ini semakin kuat. Inilah kemudian ia memproklamirkan dirinya sebagai pendiri Kerajaan Safawiyah setelah Qizilbash sukses mengalahkan pasukan AK Koyunlu yang semula sebagai sekutunya, dan akhirnya menjadi rival politiknya, di Sharur dekat Nakhchivan pada tahun 1501 M dan menguasai Tabriz, pusat kekuasaan dinasti AK Koyunlu.7

Pemerintahan Ismail I berlangsung selama 23 tahun yaitu sejak 1501-1524. Sepuluh tahun pertama, dikonsentrasikan untuk ekspansi keluar. Ismail I sukses menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamdan (1503),

5 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 189. 6 Ibid.

(8)

menduduki propinsi Kapsis di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504), Diyar Bakr (1505-1507), Baghdad dan daerah barat daya Persia (1508), Sirwan (1509) dan Khurasan (1510). Karena itu, wilayah kekuasaan Ismail I meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent), yaitu di Asia Tengah yang membentang mulai dari Laut Tengah melalui daerah antara Sungai Tigris dan Sungai Euphart, hingga ke Teluk Persia. Ini merupakan capaian yang cukup luas untuk sebuah penguasaan yang berlangsung selama sepuluh tahun.

Sebenarnya, kekuatan besar yang menjadi pesaing Kerajaan Safawiyah saat itu adalah dua kekuatan penting yaitu Uzbeg di sebelah timur yang dikuasai oleh Khan Muhammad Syaibani dan Turki Usmani di barat yang dikuasai Sultan Salim. Ismail melakukan penyerangan terhadap kelompok pertama membawa kemenangan di pihak Ismail. Tetapi ketika pada peperangan dengan kelompok kedua, Turki Usmani yang dipimpin Sultan Salim dan kemenangan berada dipihak Sultan Salim. Pertempuran ini tidak hanya bermotif politis semata, tetapi juga bermotif agama. Salim benci terhadap orang-orang Syi’ah yang berada di wilayah kekuasaannya, sehingga ia mengadakan pengejaran terhadap orang-orang yang dipandangnya telah meninggalkan faham Sunninya. Angkatan perang Turki yang melangkah ke wilayah Azerbaijan dan Persia Barat akhirnya berhasil mengalahkan orang-orang Persia. Pada saat itu Turki Usmani memang dalam masa-masa yang kuat, dan capaian ekspansinya sangat luas, termasuk mileternya juga tangguh.8

Oleh karena itu, kemenangan Turki Usmani atas Persia ini bisa dibilang karena sejumlah faktor, diantaranya adalah karena memang jumlah pasukannya lebih besar dan dilengkapi dengan persenjataan yang cenderung lebih canggih. Kekalahan dipihak Safawiyah, tetapi tidak sampai menjatuhkan Kerajaan Safawiyah. Setelah pertempuran tersebut, Sultan Salim dan pasukannya kembali ke Turki dan dalam tubuh tentaranya terdapat konflik internal yang menimbulkan perpecahan. Tetapi kondisi demikian tidak bisa dimanfaatkan oleh Ismail karena kekalahan yang dideritanya dari pasukan tersebut.

Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya, kehidupan Ismail I berubah. Ia lebih senang menyendiri, menempuh

(9)

6

kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini menimbulkan dampak negatif bagi Kerajaan Safawi, yaitu terjadinya persaingan segitiga antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash dalam merebut pengaruh untuk memimpin Kerajaan Safawi.9

Ismail meninggal dunia pada tahun 1524 M. Kendali pemerintahan kemudian dipegang oleh putranya, Tahmasp I yang berkuasa pada tahun 1524-1576 M. Meskipun dia seorang pertapa, namun ia juga dikenal sebagai seorang ahli strategi militer. Hal itu dibuktikan dengan kemampuan Tahmasp I mematahkan lima serangan orang Uzbeg Khurasan dan empat serangan pasukan Turki Usmani Azerbaijan. Setelah Tahmasp I wafat, kepemimpinan dipindahkan kepada Syah Ismail II (1576-1577) dan kemudian dipegang oleh Syah Muhammad Khudabanda (1577-1587). Tetapi kedua raja ini tidak mampu mengembalikan kondisi pemerintahan yang begitu memprihatinkan, yang disebabkan oleh karena sering terjadinya konflik politik dengan Turki Usmani disamping diperburuk dengan adanya pertentangan internal lingkungan wilayah Kerajaan Safawi sediri, yang justru merugikan Safawiyah secara politis.

Situasi seperti ini kemudian berakhir ketika Syah Abbas naik menjadi pimpinan Safawiyah. Ia memerintah dari tahun 1558 sampai dengan 1628 M. Pada masa inilah Kerajaan Safawi mengalami masa keemasannya, ada kemajuan-kemajuan pada masa Abbas I, yaitu:10

1. Bidang Politik

Pada saat Abbas I memulai memegang kepemimpinan, sebenarnya kondisi Safawiyah berada pada situasi yang memprihatinkan. Abbas I kemudian mengambil sejumlah langkah penting diantaranya:

a. Abbas I membentuk pasukan baru yang direkrut dari para budak dan tawanan perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia dan Sircassia, untuk menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash. Dalam kenyataannya, ternyata langkah ini cukup strategis bagi tegaknya kekuasaan Abbas I. Langkah ini dilakukan karena pasukan Qizilbash merasa telah banyak berjasa sebelumnya, sekaligus sebagai penguasa pemerintahan. Oleh karena itu rekrutmen

9

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 142. 10

(10)

kelompok budak dan tawanan perang ini dimaksudkan untuk menciptakan pasukan yang memilki posisi fungsional dan strategis sebagai pasukan inti dan penjaga garda terdepan dalam pemerintahannya. Pasukan inilah yang nantinya disebut Ghulam.

b. Jalin hubungan dengan Turki Usmani. Dalam usaha untuk membangun stabilitas politik negerinya, Abbas I menempuh langkah diplomatik dengan Kerajaan Turki Usmani. Langkah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi permusuhan dengan pihak lawan. Namun demikian, untuk kepentingan ini Abbas I harus menyerahkan sebagian kekuasaannya yaitu Azerbaijan, Georgia dan Luristan kedalam cakupan wilayah Turki Usmani. Bahkan lebih juh dari itu, sebagai jaminannya Abbas mengirimkan saudaranya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul. Satu hal yang agaknya

tidak bisa dilupakan adalah pengorbanan faham Syi’ah yang selama ini salah satu ajarannya adalah memaki-maki khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman dalam setiap khutbah, maka dihapuskanlah caci makian tersebut. Sehingga tidak ada lagi caci makian kepada para sahabat Rasul tersebut kala itu.

c. Aliansi dengan Inggris. Sebagai sebuah pemerintahan besar kala itu, Turki Usmani memilki sejumlah musuh, diantaranya adalah Inggris yang sulit dikalahkan. Inggris membuat strategi untuk menghancurkan musuhnya, yaitu dengan jalan menyulut peperangan antara Safawiyah dan Turki Usmani. Untuk mewujudkan upayanya, Inggris mengirimkan dua orang utusannya, yaitu Sir Anthony Shearly dan Sir Robert Shearly untuk memperkenalkan strategi perang dan pembuatan senjata canggih untuk menghancurkan lawannya. Ketika terjadi peperangan antara Turki dengan Austria, moment tersebut dimanfaatkan Abbas untuk mengalahkan Turki Usmani dan berhasil merebut wilayah Tibbiz, Syirwan, Kaukasus, Balkh, Marw dan Baghdad pada tahun 1602 M. Sedangkan kota Nachivant, Erivan, Ganja dan Tiflis dikuasai pada tahun 1605-1606 M. Pada tahun 1622 M, pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz, basis kekuatan Portugis dan menjadikan pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas, yang merupakan pelabuhan penting Kerajaan safawi.

(11)

8

Sejak dikuasainya kepulauan Hurmuz dan dibukanya Bandar Abbas, maka Safawiyah akhirnya menjadi pemegang kunci perdagangan Internasional lewat jalur laut saat itu. Ternyata Bandar Abbas merupakan jalur dagang laut potensial dan strategi yang posisinya mempertemukan antara timur dan barat yang telah diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis. Demikian juga jalur daratnya, arus perdagangannya tetap melewati kota-kota penting yang dikuasai Safawiyah, seperti Marw dan Baghdad.

Barang-barang yang diperdagangkan waktu itu antara laina adalah rempah-rempah dan hasil industri Persia yang berupa logam, sutera, permadani dan keramik. Selain itu, kemajuan juga terjadi di sektor pertanian yang sering disebut daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).

3. Bidang Fisik dan Seni

Pada masa Abbas I menjadi penguasa, ia memindahkan kekuasaannya dari Qazwin ke Isfahan. Kebujaksanaan dilakukan untuk memudahkan pengontrolan terhadap seluruh daerah kekuasannya serta untuk memperlancar hubungan dengan pintu perdagangan di Teluk Persia. Sebagai pusat kota Kerajaaan Safawi sekaligus sebagai lambang kejayaan dan kewibawannya, maka Syah Abbas I melengkapi dan mempercantik kota Isfahan.

Isfahan sebagai ibu kota Kerajaan Safawi yang indah sesungguhnya juga didukung keindahan bangunan-bangunan lain seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa diatas Zende Rud dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga dipercantik dengan taman-taman wisata yang ditata dengan indah. Jumlah bangunan yang didirikan di Isfahan itu mencapai 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, 2073 pemandian umum. Adapun diantara karya seni dengan arsitektur megah yang monumental adalah masjid Shakh Luthf Allah yang dibangun pada tahun 1603 M, dan masjid Shah yang didirikan pada tahun 1611 M. Disamping itu, dipugar pula makam Ali al-Ridha di Mashhad. Dengan demikian Isfahan betul-betul tertopang oleh bangunan-bangunan lain yang indah yang turut menghiasi keindahan kota ini.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Agama

(12)

karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi, khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuwan terus berkembang.

Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Safawi tidak lepas dari

suatu doktrin mendasar bahwa kaum Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad

selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti kaum Sunni yang mengatakan

bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum Syi’ah tetap berpendirian bahwasannya mujtahid tidak terputus selamanya.11

Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembanagn pemikiran

Islam ini, doktrin keagamaan metafisika Syi’ah dapat dijumpai dalam karya tulis

yang disumbangkan oleh pemikir besar seperti Mir Damad, Baha’ al-Din

al-Amili, salah seoramg Syi’i dari Jabal Amil di Lebanon yang datang ke Persia, dan Sadr al-Din al-Syirazi yang lebih populer dengan nama Mulla Sadra, seorang teosof dan filosof muslim yang telah memadukan konsep antara teori Ibnu Arabi, Al- Suhrawardi, Ibnu Sina dan Nashir al-Din al-Thusi ke dalam perspektif Syi’ah. Dan semenjak itulah pemikiran-pemikiran Syi’ah terus berkembang di Persia, Irak, Lebanon dan beberapa daerah di India, dan bisa pula ke wilayah yang lebih dari itu. Dalam kaitannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan ini, Kerajaan Syafawiyahlah yang paling maju dibanding dengan kerajaan-kerajaan lain di masanya.

Pada masa Abbas I, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa

khalifah-khalifah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat besar.

Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas

mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan.12

C. Sebab-Sebab Mundurnya Kerajaan Safawi

Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintahkan oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman

(13)

10

(1667-1694 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.13

Safi Mirza, cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) lepas dari kekuasaan Kerajaan Safawi, diduduki oleh Kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh Kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada masa itu kota Qandahar dapat direbut kembali. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicuranginya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama

Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni.

Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi.

Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M dibawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Herat, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Ia berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Ia bahkan berusaha menguasai Persia.

Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini Mir Mahmud menjadi lebih leluasa bergerak. Pada tahun 1721 M, ia dapat

(14)

merebut Kirman. Tak lama kemudian, ia dan pasukannya menyerang Isfahan, mengepungnya selama enam bulan dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M, Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.

Salah seorang putra Husein, bernama Tahmasp II, dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Pada tahun 1726 M Tahmasp II bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Namun pada bulan Agustus 1732 M Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya, 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia.14

Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan Usmani,

berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung

terhadap wilayah kekuasaan. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian, Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar Islam tersebut.

Penyebab lainnya adalah dekadansi moral yang melanda sebagian para pemimpin Kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekali pun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein.

Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan Ghulām (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memilki semangat perang yang tinggi seperti

(15)

12

Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memilki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.15 Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.

15

(16)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni Kerajaan Safawi.

2. Pemerintahan Ismail I berlangsung selama 23 tahun yaitu sejak 1501-1524. Sepuluh tahun pertama, dikonsentrasikan untuk ekspansi keluar. Ismail I sukses menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamdan (1503), menduduki propinsi Kapsis di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504), Diyar Bakr (1505-1507), Baghdad dan daerah barat daya Persia (1508), Sirwan (1509) dan Khurasan (1510). Ketika Syah Abbas naik menjadi pimpinan Safawiyah dari tahun 1558 sampai dengan 1628 M, Kerajaan Safawi mengalami masa keemasannya, ada kemajuan-kemajuan pada masa Abbas I, baik di bidang politik, ekonomi, fisik dan seni, maupun di bidang ilmu pengetahuan dan agama.

3. Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan Usmani,

berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman

langsung terhadap wilayah kekuasaan. Penyebab lainnya adalah dekadansi moral yang melanda sebagian para pemimpin Kerajaan Safawi.

B. Saran

(17)

14

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.

Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Yogyakarta: Teras, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa (1). Proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Majapahit melalui beberapa cara, yaitu: perdagangan, hubungan diplomatik, perkawinan,

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa (1). Proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Majapahit melalui beberapa cara, yaitu: perdagangan, hubungan diplomatik, perkawinan,

(Hasan Ibrahim Hasan, 1975: 43) Akhirnya sebagai pengganti dari khalifah al-Mustaqfi Billah ia mengangkat Abu al-Qasim Adlal ibn Muqtadir dengan gelar al-Mufti. Demikian jelas hal

Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka (756 M).maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan

Pertanian dan perdagangan adalah unsur penting dalam perekonomian masyarakat arab pra-Islam.. Karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia menjadi tempat persinggahan

Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan di saat ia mendadak jatuh sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu

Jadi dengan demikian terlihat jelas bahwa kerajaan Samudera Pasai telah berkontribusi besar dalam meng-Islamkan masyarakat Jawa dengan melihat pendekatan abad, dan saat itu

Ketika mereka berseru kepada pasukan yang terpukul mundir supaya kembali ke tempatnya, maka mereka yang terpukul mundur itu pun kembali ke tempatnya semula