• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERADABAN EKONOMI PADA MASA PRA ISLAM MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERADABAN EKONOMI PADA MASA PRA ISLAM MA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERADABAN EKONOMI PADA MASA PRA-ISLAM

MAKALAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Ekonomi Islam

Dosen:

Dr. Yadi januwari, MA

Oleh:

Yudistia Teguh Ali Fikri, S.E.Sy

2.215.2.040

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)

ABSTRAK Nama : Yudistia Teguh Ali Fikri1

Judul : Peradaban Ekonomi Pada Masa Pra-Islam

Dalam arti geografis yang luas, Saudi bisa di bagi menjadi tiga bagian khas, utara, tengah dan selatan. Ini adalah seluruh semenanjung arab yang di mulai dari selatan palestina di utara, membentang keteluk Persia dan teluk oman di timur dan laut merah di barat, dan berhenti di samudra hindia di selatan. Ini adalah tanah yang luas, sebagian besar sebagai salah satu keempat erofa dan satu sepertiga dari amerika serikat.

Pertanian dan perdagangan adalah unsur penting dalam perekonomian masyarakat arab pra-Islam. Karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat perniagaan.Dikarenakan tanahnya yang tandus dan jarang turun hujan, maka perekonomian mereka umumnya bergerak di bidang perdagangan. Transportasi yang mereka andalkan saat itu adalah onta yang dianggap sebagai perahu padang pasir.

Kata Kunci: Perekonomian Pra-Islam, Ekonomi, dan Jazirah Arab

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, kami selaku penyusun tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat selesai tepat waktu.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami dalam tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam proses pembuatan makalah ini.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat agar kami bisa mengikuti proses belajar selanjutnya. Makalah ini memuat secara singkat tentang “Peradaban Ekonomi Pada Masa Pra-Islam” Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami selaku penyusun mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun, dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi kesempurnaannya dalam penyusunan makalah di masa yang akan datang.

Bandung, September 2015

(4)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Mamfaat Penulisan ...3

1.4. Metode Penulisan ...3

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Keadaan Geografis Jajirah Arab ...4

2.2 Aspek Sosial Arab Pra-Islam ...5

2.3. Pranata dan Kebijakan-kebijakan Ekonomi Pada Masa Pra-Islam ...7

2.4. Faktor-Faktor yang Mendorong Kemajuan Perdagangan Arab Pra-Islam ...16

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ...19

(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa

jahiliyyah.2 Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral

masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman yang hidup menyatu dengan padang

pasir dan area tanah yang gersang. Mereka berada dalam lingkungan miskin

pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut,

mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan,

membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian,

membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana

semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.

Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali

tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai

bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnyapada waktu itu

merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya

yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur

perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.

Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal

yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun

peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa

sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat

hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam

dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam. 2Al-Qur’an, 33 (al-Ahzab): 33

(6)

Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam

sebelum menulis sejarah Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan

sesudahnya. Mereka menggambarkan runtutan sejarah yang saling terkait satu

sama lain yang dapat memberikan informasi lebih komprehensif tentang Arab dan

Islam tentang geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik Arab

pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin pra-Islam.

Kajian semacam ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan

hasilnya bisa menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti

al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita

hanya akan mencukupkan diri pada pembahasan data-data sejarah yang lebih

familiar dan gampang diakses mengenai hal itu.

Dari penuturan di atas penulis tertarik untuk membahas lebih dalam

bagaaimana tingkah laku ekonomi pada masa pra-Islam, baik dampak/pengaruh

masa pra-Islam yang terjadi di zamannya terhadap kehidupan selanjutnya dan

kebijakan pemerintah apa saja yang muncul pada masa pra-Islam mengenai

ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi peradaban ekonomi pada masa Pra-Islam?

1.3 Mamfaat Penulisan

(7)

2. Penulis maupun pembaca dapat mengetahui tentang perputaran ekonomi bangsa

Arab.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah mengambil

referensi dari buku-buku atau sumber yang terpercaya serta dikembangkan dengan

analisis dan argumentasi penulis.

BAB II PEMBAHASAN

(8)

Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di sebelah barat

daya Asia. Wilayahnya memiliki luas 1.745.900 kilometer persegi. Semenanjung

ini dinamakan jazirahkarena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah

timur berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persia, di sebelah selatan

berbatasan dengan Samudra Hindia dan teluk Aden, di sebelah barat berbatasan

dengan laut merah. Hanya di sebelah utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan

atau padang pasir Irak dan Syiria.3

Dalam arti geografis yang luas, Saudi bisa di bagi menjadi tiga bagian

khas, utara, tengah dan selatan.4 Ini adalah seluruh semenanjung arab yang di

mulai dari selatan palestina di utara, membentang keteluk Persia dan teluk oman

di timur dan laut merah di barat, dan berhenti di samudra hindia di selatan. Ini

adalah tanah yang luas, sebagian besar sebagai salah satu keempat erofa dan satu

sepertiga dari amerika serikat.

Klasifikasi semenanjung ketiga bagia khas ditentukan oleh sifat tanah dan

tingkat peradaban yang telah di kembangkan di kuno Saudi. Utara dan selatan

menikmati tanah yang subur, yang memungkinkan pengembangan ekonomi yang

layak dan membantu membangun peradaban yang signifikan (Della Vida, 1944).

Tapi bagian Tengah, tanah yang Islam muncul dan rumah dari saham Arab yang

memiliki pemimpin Islam penaklukan selama berabad-abad, adalah, selain oasis

sporadis, seluruhnya gersang. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ada

sebuah peradaban di ini bagian tengah sebanding dengan Utara atau Selatan. Tapi

telah Central Saudi selalu gersang? Ini adalah pertanyaan yang telah diminta oleh

3Al-Din, Burhan, Jazirat- Arab al-Islam, Beirut: t. p. 1989

4 El-Ashker ahmed A.F, Rodney Wilson, Islamic Economics, a Short Histor, (Brill Laiden, Boston, 2006) Hal. 1

(9)

sejarawan dalam usaha mereka untuk mendirikan sebuah "teori" untuk asal

Semit. Keberadaan "wàdies", yang tempat tidur sungai kering, telah memberikan

asumsi untuk teori yang mengemukakan yang pra-sejarah Arabia adalah subur

dan mampu mengakomodasi menetap penduduk sebelum menderita kekeringan

progresif, sebelum awal sejarah.

2.2 Aspek Sosial-Budaya Arab Pra-Islam

Sifat masyarakat dari penduduk Saudi bisa dibagi menjadi dua5, meskipun

tidak sama, jenis, nomaden dan menetap. Bagian dari Southern Saudi, di mana

beberapa peradaban dikembangkan seperti yang kita akan lihat segera,

pemukiman menetap terkonsentrasi terutama di oasis sporadis Saudi dan di

kota-kota kafilah utama di rute perdagangan antara Selatan makmur dan subur Utara.

Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali

daerah Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara

yang akan bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak

penjajah juga tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di

daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah

hidup mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput dan

menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain

pengembaraan itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz,

Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup

(10)

pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita

kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan

kebebasan kabilah yang penuh.

Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas

segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di Indonesia yang

lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan

dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding

penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial

dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan

fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah

mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah.

Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan

yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala

itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat

dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah

yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi,

sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum

gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan

sama-sekali.

Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan

pusat perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh

perdagangannya ke Persia dan Byzantium di sebelah selatan dan Yaman di

(11)

terpenting di Jazirah Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū

al-Majāz yang menjadikannya kaya dan tempat bertemunya aliran-aliran

kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban kecil. Bahkan masa Jahiliah

bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi

ia merupakan masa-masa peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah utara sudah ada

sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila peradaban di suatu tempat melemah,

maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan dengan Wādī

al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbāṭ (400-105 SM) yang

mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan Helenisme, Tadmur yang

mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Bizantium, Ḥimyar,

al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang

berhubungan dengan bermacam-macam penjuru.

2.3 Pranata dan kebijaka-kebijakan ekonomi pada masa pra-islam

Perdagangan makmur di Selatan, Utara dan di Makkah, tempat lahirnya

Islam.6 The Makkahn pedagang bepergian selatan dan utara, dalam dua perjalanan

satu di musim panas dan satu lagi di musim dingin sebagai Qur "an mengatakan

kepada kita dalam mengutip karunia yang diberikan oleh Allah pada Makkahn

Qurayshites (Qur "an 106: 1-4) yang telah menetap di kota dan akumulasi

kekayaan besar dan kekuasaan. Finansial pengembangan perdagangan telah

menciptakan tiga situasi khas keuangan: permintaan, dan pasokan, keuangan,

penampilan penukaran uang dan perlunya asuransi. Kebutuhan, dan penyediaan,

(12)

mengambil tiga berbeda bentuk tergantung pada tingkat risiko pemodal, atau

investor, jika istilah modern yang akan dipinjam, bersedia menanggung. Bagi

mereka bersedia menerima risiko pengembalian yang lebih besar, kemitraan

adalah cocok untuk m. Bagi mereka yang tidak bersedia menerima risiko,

pinjaman yang alternative.

Apapun juga yang di peroleh sarjana-sarjana arkelogi dalam bidang

sejarah itu, sama sekali tidak akan mengubah sesuatu dari kenyataan yang

sebenarnya, yang dalam penggalian benda-benda kuno tiongkok dan timu jauh

belum memperlihatkan hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber

peradaban pertama baik di mesir, funisia atau asiria, ada hubungannya dengan laut

tengah; dan bahwa mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban

pertama ke yunani atau rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang ini, masih

erat sekali, hubungannya dengan peradaban pertama ini.7

Apapun yang pernah di perlihatkan oleh timur jauh dalam penyelidikan

tetang sejarah peradaban-peradaban fira’un, asiria atau yunani, juga tidak pernah

mengubah tujuan dan perkembangan peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru

terjadi sesudah ada akulturasi dan saling hubungan dengan peradaban islam. Di

sinilah poses saling pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang

sudah sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban dunia

yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.

Salah atau aspek penting perekonomian arab pra-Islam adalah pertanian.

Dua ratus tahun sebelum kenabian muhammad (610 M), masyarakat arab sudah

(13)

mengenal peralatan pertanian semi modern seperti alat bajak, cangkul, garu, dan

tongkat kayu untuk menanam. Penggunaan hewan ternak seperti, unta,keledai,

dan sapi jantan sebagai penarik bajak dan garu serta pembawa tempat air juga

sudah dikenal. Mereka telah mampu membuat bendungan raksasa yang

dinamakan al-ma’arib. Yaman adalah negeri yang subur, khususnya di sekitar

bendungan Ma’rib, di mana pertanian maju secara pesat dan menakjubkan. Di

masa itu juga telah berkembang industri, seperti industri kain katun dan

persenjataan berupa pedang, tombak, dan baju besi. Akan tetapi, mereka tidak

bersyukur dan justru berpaling dari ketaatan kepada Allah. Karena kekufuran itu,

Allah pun menghancurkan bendungan Ma’rib.

Namun setelah bendungan tersebut rusak dan tidak berfungsi era

kesejahteraan mereka juga hancur. Tanah sebagian di Arab berupa padang pasir

yang sangat luas, panas dan gersang tetapi juga terdapat lahan yang subur yang

terletak di lembah-lembah yang terdap mata air (oase) dan sering turun hujan.

Tanah pertanian yang utama terdapat di daerah Thaif. Hasil pertanian mereka

antara lain sayur dan buah-buahan. Hasi pertanian itu kemudian dijual ke

kota-kota seperti makah dan madinah.

Dimikian pula sistem irigasi, mereka telah mempraktikkanya pada saat itu.

Untuk menyuburkan tanah, masyarakat arab pra-Islam telah menggunakan apa

yang sekarang disebut pupuk alami, seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan

binatang tanah tertentu, misalnya cacing dan rayap. Mereka juga telah meneneal

(14)

Ada tiga sistem yang dipakai oleh para pemilik ladang atau sawah dalam

mengelola pertanian mereka pada saat itu. Pertama ialah sistem sewa menyewa

dengan emas logam mulia lain, gandum, atau produk pertanian sebagai alat

pembayaran. Kedua, ialah sistim bagi hasi produk, misalnya separuh untuk

pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan ongkos penggarapan dari

pemilik. Ketiga ialah sistem pendigo, yakni seluruh modal datang dari pemilik,

sementara pengairan, pemupukan, dan perawatannya di kerjakann oleh penggarap.

Sawah yang di garap oleh sekelompok budak tani di daerah yang subur, nasib para

penggarap sawah sama sebagaimana yang terjadi si semenanjung liberia

(Andalusia) sebelum dikuasai islam. Mereka tidak memiliki hak kemerdekaan

sama sekali.8

Di samping pertanian, perdagangan adalah unsur penting dalam

perekonomian masyarakat arab pra-Islam. Karena letak geografisnya yang sangat

strategis maka ia menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang

dan pergi menuju pusat perniagaan.Dikarenakan tanahnya yang tandus dan jarang

turun hujan, maka perekonomian mereka umumnya bergerak di bidang

perdagangan. Transportasi yang mereka andalkan saat itu adalah onta yang

dianggap sebagai perahu padang pasir. Onta merupakan kendaraan yang

menakjubkan. Onta memiliki kekuatan tangguh yang mampu menahan haus dan

mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta ini pergi membawa

barang dagangan dari negara lain, dan kemudian membawa produk negeri tempat

berniaga. Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja dengan sesama

8Drs. Nur Chamid MM, Jejak Langkah Swjarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(15)

arab, tetapi juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bukan saja dengan

sesama arab, tetapi juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bangsa arab

pra-Islam dimungkinkan antara lain kerena pertanian yang telah maju. kemajuan

tersebut ditandai dengan adanya kegiatan ekspor impor yang mereka lakukan.

Para pedagang arab selatan dan yaman pada 200 tahun menjelang islam datang,

telah mengadakan transaksi dengan india (Asia Selatan sekarang), negeri pantai

afrika, sejumlah negeri teluk persia, Asia tengah, dan sekitarnya.9

Dalam hal ini, komoditas ekspor arab selatan dan yaman adalah dupa,

kemenyan, kayu, gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, anggur, dan

barang-barang lainnya. Pada musim dingin, mereka berduyun-duyun ke Yaman

untuk berdagang. Dan ketika musim panas, mereka memilih Syam sebagai tujuan

perdagangannya.

Adapun komoditas yang mereka impor dari afrika timur antara lain adalah

kayu untuk bahan bangunan, bulu burung unta, lantakan logam mulia, dan badak;

dari asia selatan dan china berupa daging, batu mulia, sutra, pakaian, pedang, dan

rempah-rempah; serta dari negara lain teluk persia, mereka mengimpor intan

(lombard,1975:1-1).

Masyarakat Arab dikenal sebagai bangsa pedagang. Mereka berdagang

hingga keluar keluar Jazirah Arab, misalnya negeri Mesir,Syiria,Sundan,Oman,

dan sebagainya. Tata cara berdagang bangsa Arab adalah sebagai berikut:

a. Pengelompokkan perjalanan perdagangan

(16)

Empat putra Abdi Manaf /pemimpin dan penguasa suku Quraisy (kakek

moyang Nabi Muhammad saw.) yang ditunjuk memimpin perjalanan besar

pedagang (khafilah), yaitu

1. Hasyim,memimpin ke negeri Syam(Syiria)

2. Abdus Syam,memimpin khaifilah ke negeri Habasiyah(Ethopia)

3. Abdul Muttalib(kakek Nabi Muhammad saw.) memimpin kafilah ke negeri

Yaman

4. Naufal,memimpin perjalanan kafilah ke negeri Persia

b. Perdagangan dilakuakan dengan cara berombongan(kafilah)

Masyarakat Arab, terutama suku Quraisy dikenal sebagai pedagang yang

tangguh. Mereka sering mengadakan perjalanan peerdagangan ke luar negeri

dengan rombongan besar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan, baik

ketika dalam perjalanan maupun setelah sampai di tempat tujuan.

c. Cara pengaturan waktu perjalanan perdagangan

Ada dua musim perjalanan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy, yaitu

musim panas dan musim dingin. Perjalanan musim panas digunakan untuk

perjalanan dagang ke negeri Syam, sedangkan pada musim dingin

untuk perjalanan kenegri Yaman.

Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak adalah suku Arab

pendalaman. Jenis binatang yang dipelihara adalah domba dan unta. Dalam

menggembala hewan-hewan ternaknya, mereka harus hidup berpindah-pindah

untuk mencari oase(tanah yang subur yang memiliki rumput-rumput yang hijau)

(17)

adalah susu,daging,dan kulit untuk pakaian atau menjual sebagian ternaknya

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya

hewan ternak yang mereka miliki.

Perlu dijelaskan bahwa kota mekkah merupakankota suci yang setiap

tahunnya dikunjungi, terutama karena di situlah terdapat bangunan suci ka’bah.

Selain itu di Ukaz terdapat pasar sebagai tempat pertukaran barang dari berbagai

belahan dinia dan tempat berlangsungnya perlombaan kebudayaan (puisi arab).

Oleh karena itu kota tersebut menjadi pusat peradaban baik pilitik, ekonomi, dan

budaya yang penting.

Para pedagang tersebut menjual komoditas itu kepada para konglomerat,

pejabat, tentara dan keluarga penguasa, karena komoditas tersebut mahal,

terutama barang-barang impor yang harus di kenai pajak yang sangat tinggi. Alat

pembayaran yang mereka gunakan adalah koin yang terbuat dari perak, emas atau

logam mulia lain yang ditiru dari mata uang persia dan romawi. Sampai sekarang

berapa koin tersebut masih tersimpan di sejumlah museum di timur tengah

(Hitti,2005:108-136 dan Abdullah, 2002:14-18)

Mekkah merupakan jalur persilangan ekonomi internasional, yaitu

menghubungkan mekkah ke Abysinia seterusnya menuju ke afrika tengah. Dari

mekkah ke damakus seterusnnya ke daratan eropa. Dari mekkah ke al-madain

(persia) ke kabul, kashmir, singkiang (sinjian) sampai ke zaitun dan contoh,

selanjutnya menembus daerah melayu. Selain itu juga dari mekkah keadaan

melalui laut menuju ke india, nusantara, hingga canton (al-haddad,1957). Hal ini

(18)

dalam dunia perekonomian tersebut. Mereka di golongkan menjadi tiga, yaitu para

konglomerat yang memiliki modal. Kedua, para pedagang yang mengolah modal

dari para konglomerat, dan ketiga, para perampok dan rakyat biasa yang

memberikan jaminan keamanan kepada para khalifah pedagang dari perantauan,

mereka mendapatkan laba keuntungan sebesar sepuluh persen. Oleh karena itu,

tepatlah kata whatt:bahwa al-Qurr’an tidaklah di turunkan dalam suasana gurun

pasir, melainkan pada perekonomian yang tinggi (Rahman, 1974:106, karim,

1974: 19-20, dan Husaini, 1949: 10-12).10

Orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki pasar-pasar seabgai pusat

perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu: Ukazh, Mijannah, dan Zul

Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling besar dan paling banyak

pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai

daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku)

Mudhar, karena memang pasar ini terletak di daerah mereka.

Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan,

tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan para orator.

Mereka berkumppul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan

kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak

sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat peradaban,

kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.

Sebagai pusat perdagangan, pada masa Jahiliyah transaksi riba merata di

Semenanjung Arab. Bisa jadi mereka terjangkiti penyakit ini karena pengaruh

(19)

orang-orang Yahudi yang menghalalkan transaksi riba. Islam datang

menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak tatanan perekonomian.

Dari uraian tersebut jelas, bahwa tradisi pertanian dan perdagangan di arab

sebenarnya sudah ada jauh sebelum islam. Walaupun demikian, harus diakui

bahwa tradisi pertanian dan perdagangan yang ada memiliki ruh atau semangat

kemanusiaan seperti keadilan dan persamaan. Hal tersebut dapat dilihat dari

bagaimana permodalan di kuasai oleh elit-elit pemodal. Sebagai contoh, para

pedagang meminjam modal pada konglomerat, akan tetapi harus membayar utang

tersebut dengan bayaran yang jauh lebih tinggi, hal ini lah yang menyebabkan

yang sebagian di antara para pedagang mengalami kebangkrutan, sehingga

mereka banyak melarikan diri ke gurun-gurun (Rahman, 1974 : 2-3). Sejak islam

datang, nilai-nilai keadilan dan persamaan mulai dimaksukkan dalam

perekonomian masyarakat arab. Misalnya dalam dalam hal pertanian dan

perdagangan, islam mengayakannya dengan semangat keadilan, kejujuran, dan

kesamaan.

Kalangan kaya tidak diperbolehkan monopoli perekonomian dan budak

yang miskin. Nabi muhammad mencontohkan bagaimana orang kaya membantu

dan membina yang miskin, sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi.11

2.4 Faktor-Faktor yang Mendorong Kemajuan Perdagangan Arab Pra-Islam

Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat

Arab pra-Islam. Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja dengan

orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab

pra-Islam dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan

(20)

ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-inpor yang mereka lakukan. Para

pedagang arab selatan dan yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah

mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika dan Persia. Komoditas ekspor Arab

binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika

adalah kayu, logam, dan budak, dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan

pedang, dan dari Persia adalah intan.12 Data ini menunjukan bahwa perdagangan

merupakan urat nadi perekonomian yang sangat penting sehingga kebijakan

politik yang dilakukan memang dalam rangka mengamankan jalur perdagangan

ini.

Faktor-Faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab pra-Islam

sebagaimana dikemukakan Burhan Al-Din Dallu adalah sebagai berikut:

a. Kemajuan produksi local serta kemajuan aspek pertanian.

b. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling

bergengsi.

c. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan local

maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa

Syam, Persia, dan Ethiopia di pihak lain.

d. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di Jajirah Arab.

e. Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah,

karena keduanya terlibat peperangan terus menerus.

f. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia

pada tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.

(21)

g. Dibangunnya pasar local dan pasar musiman di Hijaz, seperti ukaz, Majna,

Zu al-Majaz, Pasar bani Qainuna, Dumat al-jandal, Yamamah, dan pasar

Mahat.

h. Terblokadenya lalulintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan Laut

Merah.

i. Terisolasinya perdagangan orang Ethiopia di laut merah karena diblokade

tentara Yaman pada tahun 575 M.13

Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukan bahwa antara ekonomi

dan politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat arab

pra-Islam. Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan

dalam memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua

kerajaan ini sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.

Di lain sisi, Mekkah dimana terdapat Ka’bah yang pada waktu itu sebagai

pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur perdagangan international.14 Hal ini

diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan

jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke

Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya mekkah didirikan sebagai pusat

perdagangan local di samping juga pusat kegiatan Agama. Karena Mekkah

merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan

jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada

di daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu system

13Burhan al-Din Dallu, Jajirat Al-Arab Qabl Al-Islam (Beirut: t.p, 1989) 129-130

(22)

keamanan di bulan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada si sekitarnya.15

Keberhasilan system ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada

gilirannya menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan

bertaraf international, komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja

barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi,

kemenyan, dan lain-lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah

padamulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi dalam

pengembangan selanjutnya orang-orang mekkah memperoleh sukses besar,

sehingga mereka menjadi pengusahadi berbagai bidang bisnis.16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari letak geografis bangsa arab pada masa pra-Islam pemakalah

meyimpulkan bahwa adanya peradaban prilaku ekonomi di setiap daerah pada

saat itu, di daerah yang memang subur masyarakat pada masa itu mayoritas

15Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam: Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomer 2 (Maret,2003) 12-13

(23)

bertani dan menjadi pemasok hasil tani ke daerah-daerah yang lainnya. Sedangkan

daerah yang gersang mayoritas masyarakat berdagang.

Dalam segi pertanian Ada tiga sistem yang dipakai oleh para pemilik

ladang atau sawah dalam mengelola pertanian mereka pada saat itu. Pertama ialah

sistem sewa menyewa dengan emas logam mulia lain, gandum, atau produk

pertanian sebagai alat pembayaran. Kedua, ialah sistim bagi hasi produk, misalnya

separuh untuk pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan ongkos

penggarapan dari pemilik. Ketiga ialah sistem pendigo, yakni seluruh modal

datang dari pemilik, sementara pengairan, pemupukan, dan perawatannya di

kerjakann oleh penggarap. Sawah yang di garap oleh sekelompok budak tani di

daerah yang subur, nasib para penggarap sawah sama sebagaimana yang terjadi si

semenanjung liberia (Andalusia) sebelum dikuasai islam. Mereka tidak memiliki

hak kemerdekaan sama sekali.

Dari segi perdagangan, Perdagangan merupakan unsur penting dalam

perekonomian masyarakat Arab pra-Islam. Mereka telah lama mengenal

perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab.

Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra-Islam dimungkinkan antara lain karena

pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan

ekspor-inpor yang mereka lakukan. Para pedagang arab selatan dan yaman pada 200

tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika

dan Persia. Komoditas ekspor Arab binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan

yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam, dan budak, dari Hindia adalah

(24)

gading, sutra, pakaian dan pedang, dan dari Persia adalah intan.17 Data ini

menunjukan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian yang sangat

penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam rangka

mengamankan jalur perdagangan ini.

Daftar Pustaka

Ahmed , El-Ashker A.F, Rodney Wilson, Islamic Economics, a Short Histor, (Brill Laiden, Boston, 2006)

Al-Din, Burhan, Jazirat- Arab al-Islam, Beirut: t. p. 1989

Hendri anto, pengantar ekomoni islam (yogyakarta:ekonosia, 2003),

(25)

Drs. Nur Chamid MM, Jejak Langkah Swjarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Asy Syarkowi, Abdurrahman, Muhammad Sang Pembebas, Yogyakarta: Mitra Pustaka 2003

Heri sudarsono, konsep ekonomi islam (yogyakarta: ekonosia, 2004),

Syafiq A. Mugnhi, “Masyarakat Arab Pra-Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, I (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002),

Lajnah Pentathasihan Mushap Al-Quran “Tafsir Al-Quran Tematik, Pembangunan Ekonomi Umat” (2012, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI)

Montgomery Watt, Muhammad at Mecca (Oxford: Oxford University Press, 1956)

Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam: Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomer 2 (Maret,2003)

ar-Razi, Fakhruddin. at-Tafsir al-Kabir, (Beirut Darul-Fikr)

Asyur, Ibnu. at-Tahrir wat-Tanwir (Maktabah Syamillah)

http://putridwidiwanti.blogspot.co.id/2015/02/kehidupan-ekonomi-bangsa-arab-masa-pra.html

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kapasitansi spesifik (Csp) untuk masing-masing variasi elektroda sel superkapasitor dari karbon aktif TKKS disajikan dalam kurva siklus voltamogram seperti pada

Kepemilikan terkonsentrasi tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan pada dasarnya tidak berdampak terhadap kinerja, akan

A.. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Dimana kedudukannya sebagai lambang kebanggan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tercapainya kualitas audit yang baik dan berkualitas dapat terwujud apabila Aparat Pengawas Internal Pemerintah di Inspektorat

3.3 Report Hasil Drive Test RSRQ ( Reference Signal Received Quality ) Dedicated Mode Rural RSRQ merupakan perbandingan antara RSRP dan RSSI dan merupakan salah satu indikator

Base on data of the absorption of micro nutrients which is tolerable by plants (Pais dan Jones, 1991) that Fe contained in plant leaves of matoa, coconut, and sago which growing up

– Padi varietas IR 64 di tanah tidak subur, tumbuh kerdil  Keragaman karena faktor lingkungan Tidak Diwariskan.. KERAGAMAN KARENA