• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Peradaban Islam Jilid 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Peradaban Islam Jilid 1"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan Sejarah & Peradaban Islam

All rights reserved @ 2010, Indonesia: Pontianak

Rianawati

Seting

Zulfian &Fahmi Ichwan

Publishing STAIN Pontianak Press

(Anggota IKAPI)

STAIN Pontianak Press

Jl. Letjen Soeprapto No. 19 Pontianak 78121 Telp./Fax. (0561) 734170

Cetakan Pertama, Desember 2010

Rianawati

Sejarah & Peradaban Islam

(3)

Alhamdulillah, akhirnya Diktat Sejarah dan Peradaban Islam ini dapat diselesaikan dalam bentuk Buku Daras. Buku ini semula merupakan catatan-catatan kecil setiap kali memberikan mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dimulai tahun 2000, di tingkat S1. Diktat Sejarah dan Peradaban Islam ini, disusun sepenuhnya berdasarkan sillabus Fakultas Tarbiyah. Mengenai isi dan jabaran dari uraian sillabus tersebut dimungkinkan terjadi perbedaan, ini lebih disebabkan karena setiap dosen memiliki titik tekan atau sudut pandang yang berbeda. Namun secara umum tetap mengacu pada sillabus yang ada.

(4)

Afrika dan Asia.

Seluruh catatan mata kuliah Sejarah dan Peradaban Islam yang ada dalam Buku Daras ini, masih sangat terbuka untuk mendapatkan penyempurnaan. Ini disadari, karena dinamika ilmu pengetahuan, apalagi pengetahuan ilmu-ilmu sosial selalu mengalami interpretasi baru. Oleh karena itu, kritikan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi penyempurnaan isi buku ini.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah, kawan-kawan para dosen dan pihak-pihak lain yang telah memberikan saran, kritik dan masukan, sehingga Buku Daras ini dapat diselesaikan.

Billahit Taufiq wal Hidayah Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pontianak, 16 Nopember 2010

(5)

Bab I

Pengantar Sejarah Peradaban Islam

A. Sejarah Peradaban Islam Sebagai

Ilmu Pengetahuan 1

B. Dasar-Dasar Peradaban Islam 8 C. Periodesasi Perkembangan Peradaban Islam 9

Bab II

Arab Pra Islam

A. Sistem Politik dan Kemasyarakatan 14 B. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan 20

Bab III

Masa Nabi

A. Pendahuluan 27

B. Fase Mekkah: Sistem Dakwah 29

(6)

Bab IV

Masa Khulafaur Rasyidin

A. Tsaqifah Bani Saidah 45 B. Sistem Politik, Pemerintahan dan Bentuk Negara 46 C. Sistem Pergantian Kepala Negara 62 D. Khalifah dan Imam 74

Bab V

Masa Abu Bakar Al-Siddiq

Dan Umar Bin Khattab

A. Riddah 79

B. PengembanganIslam Sebagai Kedaulatn Politik 82

Bab VI

Masa Utsman Bin Affan

A. Kehidupan Awal 99

B. Pemilihan Sebagai Khalifah 100 C. Perluasan Wilayah dan Pembengunan

Angkatan Laut 101

D. Tuduhan Atas Kebijaksanaan Khalifah Utsman 102 E. Penilaian atas Pemerintahan Khalifah Utsman 107

Bab VII

Ali Bin Abi Thalib

(7)

C. Masalah Yang Timbul 112

Bab VIII

Masa Umayyah Timur

A. Kebijakan dan Orientasi Politik 117 B. Tali Ikatan Persatuan Masyarakat

(Politik dan Ekonomi) 122 C. Sistem Sosial (Arab dan Mawali) 123

D. Sistem Militer 124

E. Pembangunan Peradaban 128

F. Sistem Fiska 131

G. Sistem Peradilan 133

H. Perkembangan Intelektual, Bahasa dan Sisitem Arab 134 I. Sistem Pergantian Kepala negara 135 K. Keruntuhan Ummayah di Timur 138

Bab IX

Islam Di Andalusia

A. Dakwah Islam dan Gerakan Pembebasan 141 B. Perkembangan politik dan Masa Keamiran 144 C. Masa Kekhalifahan 147

Bab X

Dinasti Abbasiyah

(8)

D. Sistem Sosial 195 E. Perkembangan Intelektual: Keagamaan, Kedokteran Pendidwan, Sains, Teknologi, Astronomi, Matematika,

Filsafat dll 197

(9)

A. Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan

Sejarah menurut definisi yang paling umum dapat diartikan masa lampau umat manusia. Apa yang tercakup dalam definisi tersebut sebenarnya baru menunjukkan sebagian dari pengertian sejarah; ia baru menunjukkan kepada apa yang betul-betul terjadi dimasa lampau.

Agar sesuai dengan pengertian yang sebenarnya, yaitu sejarah sebagai suatu ilmu terdapat pembatasan-pem-batasan tertentu tentang peristiwa masa lampau itu. Menurut Taufik Abdullah ada empat hal yang membatasi peristiwa masa lampau itu sendiri (Taufik Abdullah dan Abdurrahman, 1985:x-xii); Pertama, pembatasan yang menyangkut dimensi waktu. Salah satu konsensus dalam ilmu sejarah menyatakan bahwa zaman sejarah bermula ketika bukti-bukti tertulis telah ditemukan, sedangkan yang sebelumnya disebut prasejarah. Zaman sejarah itu bagi

(10)
(11)

Peradaban Islam sendiri adalah merupakan terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan ke-budayaan Islam. Keke-budayaan dalam bahasa Arab adalah

al-tsaqafah. Di Indonesia juga di Arab dan di Barat, istilah

kebudayaan disinonimkan dengan peradaban. Dalaim ilmu Antropologi kedua istilah itu dapat dibedakan, kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan kepada seni, sastra, religi dan moral, maka peradaban lebih terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi. (Effat al-Sharqawi, 1986:5)

(12)

Peradaban Islam di wahyukan kepada Nabi Mu-hammad saw, telah membawa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. HAR Gibb di dalam bukunya Whither Is-lam menyatakan, “Islam is indeed much more than a system of theology, it is complete civilization”. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.

Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama. Jadi dalam Islam tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama “bumi” (non samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.

Sejarah Peradaban Islam (SPI) sebagai ilmu penge-tahuan adalah bagaimana menuangkan peradaban Islam masa lampau ke dalam karya tulis.

(13)

kemampuan untuk mencari, menemukan dan menguji sumber-sumber yang benar. Sedangkan di dalam penulisan dibutuhkan kemampuan menyusun fakta-fakta yang bersifat fragmatis itu ke dalam suatu uraian yang sistematis, utuh dan komunikatif. Kesemuanya membutuhkan kesadaran teoritis yang tinggi serta imajinasi historis yang baik. Sehingga sejarah yang dihasilkan bukan saja dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer, yang terkait pada pertanyaan pokok, tentang apa, siapa, dimana, dan apabila, tetapi juga mengenai bagaimana serta mengapa dan apa jadinya. Jawaban terhadap pertanyaan elementer dan mendasar itu adalah fakta sejarah dan memungkinkan unsur adanya sejarah. Sedangkan jawaban terhadap pertanyaan “bagaimana” adalah suatu rekonstruksi yang berusaha menjadikan semua unsur itu terkait dalam suatu deskripsi yang disebut “sejarah” dan secara teknis disebut “keterangan sejarah’. Adapun jawaban terhadap pertanyaan “mengapa” dan apa “jadinya”, yang menyangkut kausalitas adalah hasil puncak yang bisa diharapkan dari studi sejarah tersebut, yang biasa disebut dengan studi sejarah kritis. Hasil dari penulisan sejarah disebut historiografi. Dengan demikian, historiografi berarti penulisan sejarah yang didahului oleh penelitian (analisis) terhadap peristiwa-peristiwa di masa silam. Penelitian dan penulisan sejarah itu berkaitan pula dengan latar belakang teoritis, latar belakang wawasan, latar belakang metodologis penulisan sejarah, latar belakang sejarawan/ penulis sumber sejarah, aliran penulisan sejarah yang digunakan dan lain sebagainya.

(14)

bidang politik, hanya dalam satu abad lebih sedikit, Islam sudah menguasai Spanyol. Afrika Utara, Syria, Palestine, Semenanjung Arabia, Irak, Sebagian Asia Kecil, Afghani-stan, Uzbekistan dan Kirgis di Asia Tengah. Kebangkitan Islam itu telah melahirkan sebuah imperium, mengalahkan dua imperium besar yang sudah ada umumnya; Persia dan Bizantium. Sejalan dengan menanjaknya imperium besar ini, Islam juga menggalakkan pengembangan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum. Perkembangan ilmu pengetahuan itu semakin dipercepat akibat terjadinya kontak-kontak pemikiran dan budaya antara orang-orang Arab Islam dengan bangsa-bangsa yang telah ditaklukannya di samping semakin meningkatnya pengalaman umat Islam itu sendiri.

Puncak dari perkembangan budaya dan peradaban Is-lam itu terjadi pada abad ke 9 dan ke 10 M. Ketika itu cendikiawan-cendikiawan Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, tetapi juga menambahkan ke dalam hasil-hasil penelitian yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka dalam bidang filsafat. Pada masa ini pula ilmu-ilmu kenegaraan dalam Is-lam disusun seiring dengan perkembangan budaya dan peradaban Islam itulah Ilmu Sejarah Peradaban Islam lahir dan berkembang.

(15)

Pertama-tama, karya sejarah yang paling banyak dikarang adalah dengan tujuan mengambil manfaat dan teladan, karena mereka mendapatkan hal yang sama di dalam al-Qur’an tentang kisah-kisah umat-umat yang telah lalu. Oleh karena itu, karya sejarah pertama berisi penciptaan bumi turunnya nabi Adam, kisah para nabi, riwayat hidup nabi Muhammad dan lain-lain. Karya-karya seperti itu sebagian besar sangat panjang dan isinya berulang-ulang.

Sejarawan muslim juga mengaitkan sejarah dengan berbagai disiplin ilmu seperti sastra, politik, sosial, fiqih, geografi dan rihlah (kisah-kisah perjalanan).

Posisi Sejarah Peradaban Islam sebagai suatu ilmu di dalam jajaran ilmu-ilmu lainnya, baik agama maupun umum, dalam prakteknya di lembaga-lembaga pendidikan Islam, pendapat yang menyebutkan sebagai ilmu yang bersifat elementer, mungkin lebih dominan. Hal ini terbukti SPI hanya masuk dalam bagian pendidikan dasar dan menengah Islam pada zaman klasik dan pertengahan, tidak di perguruan tinggi. Meskipun demikian, hal itu juga tidak berarti kemudian dalam perkembangannya SPI menjadi ilmu yang tidak penting karena ternyata karya-karya sejarah terus bermunculan dan secara sistematis tetap dibaca oleh sarjana-sarjana yang mempunyai minat terhadap SPI.

(16)

Di samping dua faktor utama tersebut, perkembangan penulisan sejarah Islam dan Hadits itu menurut Husein Nashar, terdapat faktor-faktor yang kebangkitan gerakan sejarah dengan lebih cepat lagi. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Khalifah membutuhkan suatu pengetahuan yang dapat membimbing mereka menjalankan roda pemerintahan, sementara hal itu tidak mereka dapatkan satu warisan budaya mereka.

2. Orang-orang asing yang berada dalam wilayah kekuasaan Islam membanggakan diri mereka (merasa lebih super) terhadap orang-orang Arab dengan mengungkapkan sejarah dan peradaban mereka di masa lalu. Hal yang demikian itu membuat orang-orang Arab menulis sejarah mereka agar dapat mempertahankan diri dari sikap superioritas bangsa-bangsa asing.

3. Sistem pemerintahan, terutama sistem keuangan dalam pemerintahan Islam, termasuk salah satu pendorong berkembang dan tersebarnya penulisan sejarah.

4. Gerakan menulis ilmu-ilmu yang lain yang sudah dikenal oleh bangsa Arab, seperti Kimia, Fiqih, Kedokteran dan lain-lain

5. Berkembangnya apa yang sudah ada pada kebudayaan Arab sebelumnya, yaitu penulisan silsilah dan al-Ayyam.

B. Dasar-Dasar Peradaban Islam

(17)

Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.

Dalam mengambil tema “peradaban”, tidak berarti bahwa masalah-masalah yang menyangkut “kebudayaan” Islam menjadi tidak penting dalam studi Islam Arab Islamiyah), bahkan penting sekali, karena ia merupakan landasaannya. Akan tetapi, meskipun tidak seluruhnya dibahas secara historis, semuanya tercakup dalam dirasah Islamiyah. Di dalam Islam, sumber nilai adalah al-Qur’an dan hadits yang dipelajari dalam buku Dirasah Islamiyah I (al-Qur’an dan Hadits). Hukum yang juga dalam wujud ideal kebudayaan dibahas dalam Dirasah Islamiyah III (Hukum lzah dan Pranata Sosial). Aspek ide, gagasan dan pemikiran terkandung di dalam Islamiyah IV (Ilmu Kalam, Falsafah Islam dan Tasawuf/Akhlaq) dan Dirasah (pemikiran Mo-dem Dalam Islam).

C. Periodesasi Perkembangan Peradaban Islam

Perkembangan peradaban Islam dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode klasik (650 – 1250 M), periode pertengahan (1250 – 1800 M) dan periode modern (1800 -sekarang).

(18)

budayanya. Pada masa/periode klasik memang terwujud apa yang dinamakan kesatuan budaya Islam. (Badri Yatim, 1998; 3)

Pada periode pertengahan dan periode modern, sudah terdapat kebudayaan-kebudayaan dan peradaban-peradaban Islam. Pada masa pertengahan umat Islam masih memandang, bahwa tanah airnya adalah satu, yaitu wilayah kekuasaan Islam, agama masih dilihat sebagai tanah air dan ke-warganegaraan. Hal itu bukan saja karena terjadi desintegrasi kekuatan politik Islam ke dalam beberapa kerajaan dalam wilayah yang sangat luas, tetapi karena ungkapan-ungkapan kebudayaan dan peradaban tidak lagi diekspresikan melalui satu bahasa. Bahasa administrasi pemerintahan Islam sudah berbeda-beda, seperti Persia, Turki, Urdu di India dan Melayu di Asia Tenggara. Bahkan peran Arab sudah jauh menurun. Tiga kerajaan besar Islam pada periode pertengahan tidak satupun dikuasai oleh bangsa Arab. Apalagi karena Islam disebarkan dengan cara damai, maka Islam dengan sangat toleran memperlakukan kebudayaan setempat, sejauh tidak menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran. Bahkan pada mulanya yang juga masih terlihat hingga sekarang. Ajaran-ajaran Islam yang berkembang di berbagai aspek dipengaruhi oleh kebudayaan lokal. Namun sejak periode pertengahan, sudah terdapat kebudayaan dan peradaban-peradaban Islam disebut dengan kebudayaan Islam dan perdaban Islam.

(19)

1. Kawasan pengaruh kebudayaan Arab (Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk Spanyol Islam).

2. Kawasan pengaruh kebudayaan Persia (Iran dan negara-negara Islam Asia Tengah).

3. Kawasan pengaruh kebudayaan Turki 4. Kawasan pengaruh kebudayaan India-Islam

Pada periode klasik peran Arab sangat menonjol, karena memang Islam hadir disana.

(20)
(21)

Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk bangsa/ras Caucasoid dalam sub ras Mediterania, yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Ar menia, Arabia dan Irania (Koentjoroningrat dalam Ali Mufradi, 1997: 5). Bangsa hidup berpindah-pindah karena tanahnya dari gurun pasir dan sedikit turun hujan. Bangsa Arab disebut juga disebut juga bangsa Badawi, Badawah, atau Badui yang menggembalakan ternaknya. Mereka mendiami wilayah Jazirah Arabia.

Penduduk Arab tinggal di kemah-kemah dan hidup berburu untuk mencari nafkah. Bangsa Arab dibagi menjadi dua, yakni Qahtan dan Adnan, Qahtan berdiam di Yaman, tetapi hancurnya bendungan Ma’rib (120 SM), kemudian mereka berimigrasi ke utara dan mendiami kerajaan Hirah dan Ghassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Islami ibn Ibrahim yang banyak mendiami Arabia dan Hijaz (Hasan Ibrahim Hasan, 1989:17)

(22)

Mekah selalu ramai didatangi oleh para haji pada bulan-bulan haji, suku Amaligah adalah suku yang berkuasa sebelum lahirnya Ismail, kemudian datang suku Jurhum ke Mekah yang bersamaan dengan kelahiran Ismail. Suku Jurhum kemudian digantikan oleh suku Khuza’ah (207 SM). Dan kemudian suku Khuza’ah dibawah pimpinan Qusai. Ia mengatur urusan Ka’bah, setelah wafatnya (480 M) dan digantikan oleh anaknya Abdud Dar. Tetapi sepeninggal

Abdud Dar terjadi perselisihan antara cucu­cucu dan

anak-anak saudaranaya Abdul Manaf pertentangan itu diselesaikan dengan membagi kekuasaan yakni, pengaturan air dan pajak atas Mekah diserahkan kepada Abduh Syam. Penjagaan Ka’bah diserahkan pada cucu Abdud Dar, sedangkan Abduh Syam menyerahkan lagi urusannya kepada saudaranya yang bernama Hasyim, tetapi anak Abduh Syam, Umaiyah,

berlaku sombong kepada pamanya Hasyim. Urusan­urusan

itu Akhirnya dipegang oleh anak Hasyim, yaitu Abdul Muthalib, kakek Nabi saw. Ia adalah orang yang terhormat dalam memegang tampuk pemerintahan Mekah, sehingga ia dapat bertahan selama 59 tahun di kota itu. (Syalabi, 1995:26-35)

A. Sistem Politik dan Kemasyarakatan

(23)

Abdud Dar terjadi perselisihan antara cucu­cucu dan

anak-berlaku sombong kepada pamanya Hasyim. Urusan­urusan

sekalipun semua institusi tetap berlangsung. Sedangkan dunia imperial pada umumnya merupakan masyarakat agrikultural, Arabia bertahan sebagai masyarakat menggembala (pasto-ral). Ketika dunia imperial pada umumnya merupakan wilayah perkotaan, Arabia bertahan sebagai negeri perkemahan dan oasis. Ketika masyarakat imperial mengembangkan keyakinan monotheistik, masyarakat Arabia pada umumnya sebagai warga papan. Ketika dunia imperial pada umumnya secara politik terorganisir secara baik, maka Arabia secara politik tercerai berai.

(24)

strategic mereka. Bizantium dan Sasania memperebutkan kekuasaan atas Yaman, dan keduanya giat menciptakan suasana pengaruhi di Arabia Utara. Mereka juga men-datangkan tehnik kemiliteran kepada bangsa Arab. Dari bangsa Romawi dan Persia, bangsa Arab mendapat sejumlah pasukan baru dan mempelajari bagaimana menggunakan baju baja. Mereka mempelajari taktik baru tentang arti penting kedisiplinan. Perembesan tehnik kemiliteran ini datang melalui peranan non Arab sebagai pembantu-pembantu dalam militer Romawi dan Persia, dan kadang militer Romawi dan Persia dan terkadang melalui pengalaman yang tidak menyenangkan dalam keterdesakannya oleh sejumlah kekuatan superior pada wilayah batasan kerajaan.

Jadi peradaban Timur Tengah merembes ke Arabia, sebagaimana terjadi dimana saja, dimana kerajaan besar yang mempertahankan wilayah perbatasan dengan masyarakat yang secara politik dan kultural kurang terorganisir.

(25)

Jika seorang warga teraniaya, maka hal itu menjadi tanggung jawab klan. Sebagai konsekuensi solidaritas kelompok, yang disebut ASABIYAH, klan Badui memandang dirinya sendiri sebuah kebijakan yang penuh dan tidak menganggap tidak ada otoritas eksternal. Sebuah klan dipimpin oleh Syaikh yang biasanya dipilih oleh warga klan yang tua-tua dari salah satu keluarga berpengaruh dan ia senatiasa bertindak setelah meminta saran-saran mereka. Mereka menyelesaikan perselisihan internal sesuai dengan tradisi kelompok, namun ia tidak berhak mengatur atau memerintah. Syaikh haruslah seorang yang kaya dan suka berderma kepada fakir miskin dan kepada pendukungnya; ia haruslah seorang yang berprilakui adil dan bijak– sabar, pemaaf dan rajin bekerja. Di atas segalanya, ia haruslah seorang yang memiliki keputusan yang adil untuk menghindarkan pertentangan dikalangan pengikutnya.

Klan ini menggambarkan corak mental orang-orang Badui. Syair mengekspresiakan sebuah perjuangan untuk nama baik dan keamanan kelompok; tanpa klan seorang tiada memiliki tempat di dunia ini. Bahasa Badui tidak menawarkan kesempatan mengekspresikan individual atau personalitas. Term wajib sekalipun diberlakukan untuk pimpinan benar-benar merupakan sebuah konsep yang menunjukkan kepada persona kelompok bukan menunjuk kepada individu syaikh sebagai sebuah pribadi.

(26)

persembahan dewa, yang mencakup elit monarkis dan tuan tanah. Sebuah agama Pantheon dan mengorganisir kuil-kuil persembahan dewa, yang mencakup pertanian, perdagangan dan masyarakat pedusunan.

Di wilayah utara, kerajaan-kerajaan yang ada kurang terlembagakan. Misalnya kerajaan Nabatean kuna (abad keenam - 106 SM) diperintah oleh seorang raja yang mengklaim dan menerima otoritas ketuhanan dan memiliki beberapa administrasi yang memusat, tetapi benar-benar tergantung kepada dukungan koalisi klan dan kepada suku. Pada tahun 85 SM, sebuah kerajaan baru yang beribukota di Petra menguasai sebagian besar Yordania dan Syria. Kerajaan ini menjalin perdagangan dengan Yaman, Mesir, Damascus dan kota-kota pesisir Palestine. Kerajaan ini berakhir pada 106 M, ketika ia dihancutkan oleh pasukan Romawi. Palmyra menggantikan Petra, memperluas kekuasaan atas seluruh wilayah padang pasir dan sejumlah wilayah perbatasan sekitar.

Sebagai pusat kota urban, pengembangan sejumlah kuil, jaringan perdagangan yang luas, pengaruh budaya Hellenistik yang kuat menandai kehebatan warga Palmyra. Kerajaan ini menangani urusan diseluruh penjuru Jazirah Arabia dan memberikan orang Badui pedalaman padang pasir ekonomi dan politik menjadi kerangka kerja politik dan budaya perbatasan. Kalangan nomad menjalin ikatan perdagangan dengan beberapa wilayah perkampungan di tengah-tengah dan sesekali membentuk koalisi politis tyang lebih luas yang disponsori oleh kekuasaan pinggiran.

(27)

Menjadi penduduk yang ahli dalam perdagangan eceran. Pada abad keenam mereka mendirikan sebuah tempat untuk memasarkan rempah-rempah, lantaran kesulitan jalur lain yang menyulitkan lalu-lintas menuju ke seluruh Arabia.

Kegagalan pemerintahan perbatasan, di hampir seluruh Arabia dalam menjaga pemerintahan yang efektif atas pusat Jazirah ini mengakibatkan perkembangan proses baduisasi. Masyarakat Badui yang hidup bebas dari tekanan politik dan perdagangan, maka ketika mereka tertekan oleh sejumlah kerajaan perbatasan, mereka menyiapkan jalan keluar menuju wilayah subur di Arabia Selatan.

Pada abad keempat, kelima dan keenam, berlangsung migrasi masyarakat Badui secara besar-besaran menuju padang Arabia Utara dan sampai ke perbatasan beberapa wilayah subur. Konflik antara suku dan klan berlangsung secara gencar di Arabia. Interes masyarakat kampung secara progesif mengembangkan interes pertanian. Irigasi Badui yang memasuki wilayah pinggiran di Yaman dan wilayah perbatasan antara Iraq dan Syria kembali kepada kehidupan padang rumput. Gerombolan kelompok Badui mengganggu karavan dagang dan masyarakat yang menetap terdesak ke dalam sistem kehidupan perkampungan. Sudan barang tentu proses Baduisasi Arabia tidak berlangsung secara serta merta, melainkan berlangsung secara bertahap dan kumulatif.

(28)

masyarakat sejumlah konsep yang bertentangan mengenai jagad raya dan dewa.

Syair dan kultur keagamaan klan masih mem-pertahankan sebuah elemen Badui. Sedikit atau banyak Badui Arabia merupakan masyarakat animis dan politheis, yang mana mereka meyakini bahwa seluruh obyek alam dan peristiwanya mer upakan kehidupan roh yang dapat membantu atau mengganggu kehidupan manusia. Alam bagi bangsa Arab diwarnai alam kehidupan Jinn, yang harus dijinakan dan dikuasai dengan magis. Melaui praktik magis orang Badui memungkinkan memastikan nasibnya, namun mereka tidak berhubungan baik dengan Jinn. Mereka merupakan suku lain telah memasukkan eksistensinya. Masyarakat Badui juga menyembah nenek moyang bulan dan bintang, juga dewa-dewa yang berupa batu atau pohon besar yang mempati tempat-tempat keramat yang dijaga kesu-ciannya.

B. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan

(29)

Dalam lingkungan tempat-tempat suci, tumbuhlah konsep-konsep baru mengenai indentitas kolektif pekan perdagangan dan perayaan keagamaan tahunan di Mekah dan ada tempat-tempat penziarahan lainnya menghadirkan banyak keluarga dan suku-suku Jazirah. Mereka berkumpul untuk memanjatkan persembahan rakyat dalam peribadatan umum, memungkinkan mereka melaksanakan bentuk peribadatan masing-masing dan membakukan bahasa dan adat yang digunakan untuk berhubungan satu dengan yang lainnya. Kesadaran terhadap keyakinan agama dan pola kehidupan, pengakuan terhadap keluarga dan suku-suku aristokratik, lembaga kesepakatan yang mengatur perihal kehidupan padang rumput, peperangan, perdagangan, prosedur sumpah setia dan arbitrase, merupakan pertanda perkembangan identitas kolektif yang melampaui klan indi-vidual.

(30)

memandang masyarakat tanpa keutuhan dan memandang jagad raya ini tidak dengan makna yang utuh.

Agama-agama monetheistik mengemukakan sesuatu yang lain. Mereka diperkenalkan kepada masyarakat Arabia oleh pengaruh-pengaruh asing dan oleh warga menetap yang beragama Yahudi dan Kristen oleh propaganda dan pedagang keliling dan oleh tekanan kaum imperium Bizantium dan Abyssinia, sekitar abad keenam monotheisme telah memiliki model tertentu. Sejumlah orang kafir telah mengenal agama-agama monotheisme, sedang sejumlah lainnya , yang di dalam al-Qur’an disebut sebagai hanif, merupakan kelompok beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi mereka belum memeluk keyakinan tertentu. Orang-orang Kristen yang banyak tinggal di beberapa oasis kecil di Yaman dan dibeberapa wilayah perbatasan sebelah utara, yang mana mereka mer upakan kelompok minoritas yang sangat berpengaruh, dan masih banyak lagi orang-orang yang terasa lebih berkuasa, lebih berpengalaman dan lebih berbudaya, baik melalui kekuatan ajaran dan kekuatan ungkapan ungkapan mereka. Agama baru ini mengajarkan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan perihal moral dan spritual alam ini yang membuat semua manusia bernafas, apapun ras atau klan mereka dan Tuhan yang memberi petunjuk mereka mencapai kebahagiaan.

(31)

merupakan segala sumber dari segala materi dan spirit (jiwa). Jikalau politheis memandang sebuah masyarakat sebagai orang-orang yang terbagi menjadi klan dengan komunitas dan dewa masing-masing, sebaliknya monotheis me-nginginkan sebuah masyarakat bersaudara dalam keimanan untuk mencapai keselamatan. Jikalau dalam pandangan politheis keberadaan manusia sebagai rentetan kekuatan yang berbeda-becla tanpa pusat moral dan fisik, sebaliknya dalam pandangan monotheis manusia merupakan sebuah moral, makhluk purposive yang tujuan utama hendak dicapainya adalah ganjaran (pahala). Dalam pandangan agama monotheis, Tuhan, manusia dan alam merupakan bagian dari sesuatu yang tunggal, yang semuanya mengandung makna yang utuh.

(32)

Konsep baru mengenai kebajikan pribadi dan status sosial serta hubungan sosial yang baru mendukung semakin kompleksnya masyarakat ini. Pada sisi yang positif, aktifitas perdagangan yang bersifat imperatif, kontak dan identifikasi Arabia yang luas melahirkan individu-individu yang bebas dari tradisi klan mereka dan memungkinkan mengembangkan kesadaran diri, semangat kritis, yang menjadikan mereka mampu bersikap dengan tata nilai baru, dan memungkinkan mereka mengukuhkan sebuah Tuhan universal dan etika universal. Pada sisi negatif, masyarakat tersebut terancam oleh kompetisi ekonomi, konflik sosial dan kerancuan moral. Aktifitas komersial melahirkan stratifikasi sosial berdasarkan kekayaan dan perbedaan yang tidak dapt dipadukan antara situasi individual dan kesetiaan klan yang bersifat imperatif Al-Qur’an tidak menghenclaki pergantian nilai-nilai luhur yang bercorak kesukuan dengan ambisi, tamak, arogansi dan hedonisme. Mekah yang memberikan beberapa standar tata politik dan perniagaan kepada Arabia, telah kehilangan identitas moral dan sosialnya.

(33)
(34)
(35)

A. Pendahuluan

Kenabian merupakan suatu fenomena yang luar biasa dan di atas segala keistimewaan Nabi Muhammad adalah Nabi secara permanen berpengaruh dalam mengubah kehidupan rakyatnya dan meninggalkan suatu warisan diantara agama-agama besar dunia. Jadi untuk memahami kehidupan Muhammad dan perkembangan Islam, kita harus memahami visi keagamaan dan kaitannya dengan prilaku keduniaan Muhammad.

Dibandingkan dengan sejarah pendiri agama-agama besar lainnya, sumber-sumber ilmu pengetahuan, mengenal kehidupan nabi Muhammad lebih banyak. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat muslim yang diyakini sebagai wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad melaui malaikat Jibril, wahyu yang berisikan firman dan kehendak Allah, sumber tertinggi bagi keyakinan Islam, inspirasi dalam

(36)

menjalani kehidupan menurut pandangan muslim. Al Qur’an merupakan wahyu Allah terakhir yang, mengungguli wahyu yang terlebih dahulu diturunkan kepada umat Yahudi dan Kristen. Bacaan al-Qur’an nabi Muhammad dibukukan dan Nabi Muhammad sendiri telah mengawali pembukuan al-Qur’an dengan membacakan kepada sejumlah juru tulis dan menunjukkan mereka bagaimana cara penyusunan ayat-ayat wahyu al-Qur’an.

Hadits atau perkataan Nabi Muhammad merupakan sumber kedua bagi pengetahuan terhadap kehidupan dan ajaran nabi Muhammad. Hal ini berbeda dengan al-Qur’an, sebagian besar Hadits, merupakan prilaku Muhammad sendiri, sekalipun ia terilhami oleh wahyu, karenanya hadits sangat berbeda dengan al-Qur’an

Al Qur’an diwahyukan dalam dua dekade terakhir dari usia Nabi Muhammad tahun 610 sampai 632. Karena ia berhadapan dengan sebuah zaman, maka al Qur’an juga menghadapi lingkungan historikal yang spesifik. Sejumlah ahli Tafsir memberikan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang menyertai turunya ayat-ayat partikular. Ayat-ayat al-Qur’an mengutarakan perdebatan Nabi Muhammad dengan orang-orang Mekah dan penyelesaian Muhammad terhadap problem politik dan sosial di Madinah dan memberikan petunjuk yang kongkrit mengenai permasalahan ritual, moral, legal dan urusan politik.

(37)

daripada seorang teoritikus. Nabi Muhammad sebagai seorang penerima wahyu, memberikan petunjuk bar u dalam kehidupan, sebuah petunjuk yang memiliki sejumlah implikasi dan posibilitas yang pernah berlaku sebelumnya.

B. Fase Mekkah: Sistem Dakwah

Periode wahyu bermula semenjak tahun keempat puluh dari usia Nabi Muhammad. Ia dilahirkan pada tahun 570 M. Pada satu diantara keluarga besar dalam Bani Hasyim. Moyang Muhammad adalah penjaga sumur suci Zamzam di Mekah. Namun pada masa nabi klan ini, sekalipun terlibat dalam urusan perniagaan, namun tidak termasuk kelompok yang menguasai bidang-bidang yang bersifat menguntungkan dalam sistem perdagangan karavan. Ayah Muhammad meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia tumbuh dalam asuhan kakeknya dan kemudian dalam asuhan pamannya, Abu Thalib. Muhammad bekerja sebagai Caravaner dan pada usia 25 tahun, ia menikah dengan majikannya Khadijah, seorang janda kaya raya. Perkawinan mereka dikarunia empat anak perempuan dan beberapa anak laki, seluruh anak laki-laki itu meninggal pada usia bayi.

Muhammad adalah seorang laki-laki yang berbakat dalam bidang keagamaan dalam usia sebelum turunnya wahyu ia suka mengasingkan diri pada sebuah pegunungan di luar kota Mekah untuk berdo’a dalam keheningan.

(38)

Dalam tahun-tahun pertama, kandungan dari wahyu yang turun adalah mengenai satu-satunya yang Agung, yakni Allah, yang pada hari pengadilan akan menimbang setiap perbuatan manusia. Wahyu-wahyu yang pertama menekankan kekhawatiran perihal pengadilan hari akhir, anjuran bersikap saleh dan penuh kebajikan dan peringatan atas kelalaian terhadap tugas dan kewajiban dan kelalaian terhadap pembalasan hari akhir. Kebalikan dari pengabdian diri kepada Tuhan dan kekhawatiran akan ancaman dihari akhir adalah sikap kesombongan, membanggakan kekuasaan manusia dan pengrusakan terhadap segala sesuatu di dunia ini. Hal ini merupakan kebanggaan masyarakat mekah, yang mendarong mereka kepada dosa keserakahan, acuh terhadap nasib fakir miskin, acuh akan sikap kedermawanan dan acuh terhadap sikap kesejahteraan kelompok masyarakat lemah. Dalam rangka utuk menyebarkan ajaran-ajaran keluhuran dan kebajikan, Muhammad memperkenalkan ibadah ritual, ketaqwaan, eskatologia, keagungan etik dan shalat membentuk dasar-dasar Islam pada masa awal.

(39)

Setelah tiga tahun, tibalah saatnya untuk me-nyampaikan misi Islam secara terbuka, sekitar tahun 613, Nabi Muhammad menerima wahyu yang terkandung ungkapan “Bangkitlah dan sampaikanlah peringatan ini”. Maka sejak itu Muhammad mulai menyampaikan dakwah secara terbuka, sebuah langkah pertama untuk memasukkan gagasan agama ke dalam aktualitas sosial dan kehidupan politik. Satu hal yang penting adalah kelompok pengikut yang pertama adalah kalangan migran, kalangan miskin, warga klan yang lemah dan anak-anak dari kalangan klan kuat, dimana mereka merupakan kalangan yang paling kecewa terhadap pergeseran moral dan sosial Mekah dan mereka mem-buktikan pesan-pesan Nabi sebagai sebuah alternatif yang vital.

(40)

Perlawan yang nyata adalah didasari oleh latar belakang keagamaan, namun dakwah ajaran Muhammad sesung-guhnya merupakan sebuah ancaman keutuhan struktur keluarga dan komunitas yang akan berkaitan erat dengan keyakinan Quraisy yang berlangsung selama ini. Secara implisit wahyu Islam menantang seluruh institusi masyarakat yang tengah berlangsung saat itu penghambaan diri kepada berhala dan kehiduapan ekonomi yang bergantung pada tempat-tempat suci, nilai-nilai kesukuan tradisional, otoritas para tokoh Quraisy dan solidaritas klan yang dari solidaritas ini Muhammad berimaksud menggalang pengikutnya. Agama, keyakinan moral, struktur sosial dan kehidupan sosial membentuk sebuah sistem ide dan institusi yang tidak mudah digantikan dengan sesuatu yang lain. Menyerang mereka pada poin-poin yang sangat penting berarti menyerang keutuhan akar kemasyarakatan dan juga cabang-cabangnya. Jadi oposisi pihak Quraisy merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan.

(41)

Muhammad bermaksud mendirikan sebuah agama baru yang bersandingan dengan Kristen dan Yahudi.

Lantaran misi Muhammad yang sangat luas caku-pannya, maka jelaslah bahwa seruan tersebut tidak hanya sebatas penyampaian wahyu al-Qur’an tetapi juga berkaitan dengan kepemimpinan masyarakat. Oposisi kalangan Quraisy menunjukkan bahwasanya sebuah kehidupan komunitas tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur keyakinan agama Quraisy. Kenabian mengisyaratkan visi eskatologia dan pengetahuan akan kehendak Tuhan, yang ber usaha mengarahkan menuju petunjuk kebenaran dan kepe-mimpinan sosial.

Pada tahun 615, tanda-tanda kongkrit bahwa Muhammad akan menjadi pimpinan komunitas baru dan bahwa mereka meyakini ajarannya membentuk sebuah kelompok baru yang terlepas dari komunitas Mekah lainnya. Pada tahun tersebut sebuah kelompok dari pengikutnya berpindah ke Abyssinia untuk mengamankan agama, mereka bersedia melepaskan keluarga dan klan mereka untuk membentuk kehidupan bersama di sebuah negeri asing. Ikatan keagamaan ini lebih kuat daripada ikatan darah. Dengan cara demikian, agama baru tersebut mengancam tata kemasyarakatan yang lama dan sekaligus menggantinya dengan tata kemasyarakatan yang baru.

(42)

ia adalah warga kerabat mereka. Dengan dukungan ini, Muhammad dapat terus melanjutkan seruannya, sekalipun dengan disertai caci maki dan penghinaan. Tetapi sejak tahun 615 atau 616 dia tidak lagi mendapatkan pemeluk baru. Pada saat itu ia telah memiliki 100 pengikut, tetapi pemboikotan yang dilaksanakan kalangan Mekah memberikan kesadaran yang jelas, bahwasanya menjadi pengikut Muhammad sama artinya dengan mengundang kepayahan hidup. Kebenaran ajaran Muhammad dan keahlian pribadinya dalam hal oratorikal dan syair sama sekali tidak menimbulkan tanggapan positif, sebab ia dipandang sebagai orang gila.

Demi kesuksesan seruan Islam, Muhammad haruslah menjadi tokoh besar, bahkan harus berkuasa dan ber-kedudukan. Masyarakat tidak dapat digerakkan semata-mata dengan gagasan, tetapi harus digerakkan dengan gagasan yang disertai prestise.

(43)

kepadanya, maka beberapa pola dasar politik sangatlah diperlukan.

C. Fase Madinah

1. Pembentukan Sistem Sosial Kemasyarakatan, Politik dan Militer

Madinah adalah sebuah oasis pertanian, Madinah juga sepertinya halnya Mekah, dihuni oleh berbagai klan dan tidak oleh sebuah kesukuan yang tunggal, namun berbeda dengan Mekah, Madinah merupakan perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sangat sengit dan anarkis antara kelompok kesukuan terpandang suku Aws dan Khazraj. Permusuhan yang berkepanjangan mengancam keamanan rakyat kecil dan mendukung timbulnya permasalahan eksiatensi Maddinah. berbeda dengan masyarakat Badui, warga Madinah telah hidup saling bertetangga dan tidak berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya.

Selanjutnya berbeda dengan Mekah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model Badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besar penduduknya lebih simpatik terhadap monotheisme.

(44)

or-ang yor-ang mewakili suku Khazraj dan Aws menyampaikan sumpah setia kepada Nabi Muhammad dan mereka bersumpah menghindari perbuatan dosa dan pada tahun 622 delegasi yang terdiri 75 warga Madinah meminta Nabi untuk datang ke Madinah seraya menyampaikan sebuah sumpah agabah – sebuah sumpah untuk membela Nabi Muhammad. Sejumlah kesepakatan ini bersandar baik pada penerimaan wahyu al-Qur’an dan juga penerimaan terhadap keunggulan warga Arabia. Dalam sebuah masyarakat yang tidak mengenal hukum umum atau pemerintahan dan tidak mengenal otoritas yang lebih tinggi daripada individu pimpinan klan, permusuhan antar klan seringkali berpihak kepada orang-orang yang memiliki reputasi dalam visi keagamaan dan seorang yang adil, bijaksana dan tentunya seorang yang tidak memihak, untuk dijadikan sebagai arbit-rator atau hakam. Disebabkan hakam tersebut tidak memiliki unsur-unsur yang menekan keputusanya, maka menjadi kebiasaan yang berlaku di kalangan mereka untuk mewawancarai pihak-pihak yang terlibat dalam per-sengketaan dan untuk memastikan bahwasanya pihak-pihak terlibat akan mematuhi keputusan mereka sendiri.

(45)

menjadi sebagai komunitas Muslim. Hijrah juga dapat diartikan sebagai transisi dari pagan menuju dunia muslim; perpindahan dari masyarakat kekerabatan menuju masya-rakat yang dibangun di atas dasar keyakinan agama.

Di Madinah Nabi Muhammad dan pengikutnya dari kalangan tuan rumah Madinah juga mencapai sebuah kesepakatan politik resmi. Muhammad dan pengikutnya dari kalangan Mekah membentuk sebuah kelompok politik bersama dengan klan Madinah, yang dinamakan Ummah, sekalipun istilah ini diperuntukkan bagi komunitas Mus-lim. Muslim mekah dan warga Madinah haruslah bertindak sebagai satu kesatuan untuk mempertahankan nabi Muhammad dan Madinah dari pihak luar. Tidak satupun klan diperbolehkan membentuk perdamaian yang terpisah. Tidak seorang pun diperbolehkan membantu Quraisy Mekah. Perjanjian ini juga menegaskan bahwa setiap perselisihan harus dimajukan kepada Nabi, lebih dari itu, bagi Nabi Muhammad perjanjian tersebut merupakan langkah awal untuk membentuk sebuah ikatan komunitas antara seluruh klan yang ada. Untuk menegakkan otoritas dan prestise dirinya dan pada akhirnya untuk menarik kekuatan-kekuatan politik ke dalam kekuasaannya. Dengan terpecah menjadi klan-klan kecil tanpa kesatuan dan pemerintahan yang efektif, masyarakat Madinah merasa terancam oleh permusuhan yang berkepanjangan. Musuh-musuh Muhammad juga terbagi untuk menghambat konsolidasi kekuatannya dan klan-klan pagan menentang keseluruhan Muhammad dan mereka yang telah memeluk Islam.

(46)
(47)

atau kepada perwakilan klan mereka di Madinah dan untuk merampas properti mereka dan dibagikan kepada pe-ngikutnya. Dengan kemenangan atas masyarakat pagan Madinah dan dengan menghancurkan musuh-musuhnya ter masuk sejumlah klan Yahudi, maka Muhammad membentuk seluruh komunitas Madinah dibawah peme-rintahannya.

Dalam tahun-tahun berikutnya, Muhammad bekerja keras untuk menciptakan sebuah masyarakat yang didasarkan persamaan keyakinan agama, seremoni, etnik dan hukum sebuah komunitas yang melampaui struktur sosial tradisional yang didasarkan pada keluarga, klan dan kesukuan dan sebuah komunitas yang menyatukan keterpisahan kelompok menjadi sebuah masyarakat Arab baru. Program kerja ini berlangsung dalam beberapa tahapan.

(48)

jawab terhadap seluruh warga komunitas muslim (Lapidus, 1999:15-44).

Aspek lain dari kerja Muhammad di Madinah adalah mendirikan konfederasi politis yang akan memperluas pembaharuan Muhammad sampai kepada Mekah dan sampai ke seluruh wilayah Arabia lainnya. Hal ini merupakan bagian dari ambisi keagaamaan Muhammad, bahkan juga me-r upakan kebutuhan politik. Jika Mekah menentang Muhammad, sehar usnya pihak Mekah dapat meng-hancurkannya di Madinah. Namun untuk menjadikan Mekah untuk berada di bawah kekuasannya diperlukan juga penguasan terhadap suku-suku Arabia, kekayaan dan kekuasaan orang-orang Mekah yang berasal dari operasi perdagangan yang bergantung pada kerjasama suku-suku di Arabia. Singkatnya ambisi keagamaan dan logika politik perpindahan Muhammad ke Madinah, keduanya membu-tuhkan konfederasi Arabia sebagai kebutuhan terhadap konfederasi warga Madinah.

(49)

pimpinan Mekah dan meraih kemenangan dan prestise yang gemilang di selur uh penjur u Arabia. Peperangan ini dipandang sebagai tanda atas keunggulan Tuhan dan menimbulkan kecemasan kalangan Badui yang menjadi pengawal Karavan Mekah dan karenanya sejumlah jalur utama perdagangan antara Mekah dan wilayah utara menjadi terputus.

Dalam beberapa tahun berikutnya inisiatif peperangan berbalik pada pihak Mekah, dimana dua kali menyerang Muhammad dan Maddinah. Pertama adalah perang Uhud (625) dan kemudian diausul dalam perang pertempuran Khandaq (627). Dalam perang Uhud, pihak Muhammad menderita kekalahan sedang dalam perang Khandaq pihak Muhammmad berhasil menghancurkan dan membuat kecewa pihak Mekah, tetapi pihak Nabi Muhammad tetap diuntungkan dalam kedua peperangan tersebut. la berhasil bei-tahan dari serangan yang dilancarkan pihak Mekah dan bahkan pada setiap kesempatan menyusun rencana pengusiran atau penghukuman terhadap siaa klan Yahudi, merampas kekayaan mereka dan memperluas pengaruh dirinya terhadap seluruh suku-suku di padang pasir Arabia. Sasaran berperang bukanlah memerangi warga Mekah sampai mereka mati, melainkan untuk mengajak masyarakat Mekah memeluk agama Islam.

(50)

Dalam sejarah Madinah, banyak terjadi serangan sebagai upaya mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri dalam pemerintahannya mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai cara agar disekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah. Pada tahun 630, Muhammad berhasil menyem-purnakan keunggulan atas atas Mekah. Sebuah permusushan antara klien suku-suku Mekah dan Madinah telah mem-batalkan perjanjian damai tersebut, tetapi pemimpin Mekah menyerahkan kota Mekkah. Muhammad memberikan amnesti (pengampunan secara masal) untuk semua orang dan memberikan sejumlah hadiah kepada pimpinan Quraisy. Berhala-berhala di sekitar Ka’bah dihancurkan dan Ka’bah dinyatakan sebagi tempat suci Islam.

2. Dakwah Ekonomi dan Sumber Keuangan Negara

(51)

Harta yang menjadi milik negara pada masa nabi Muhammad saw ada tiga harta; ghanimah (harta rampasan perang), Zakat/pajak dan Fa’i (sitaan).

Ghanimah adalah harta yang didapat dari hasil pertempuran dari kaum kafir. Harta rampasan perang itu selalu dibagi-bagikan berdasarkan petunjuk nabi. Seorang imam diperbolehkan memberikan lebih sedikit dari seperlima kepada pasukan-pasukan yang banyak jasanya, seperti prajurit yang memanjat bukit tinggi, prajurit yang menerobos ke depan pertahahan musuh dan jasa-jasa yang lain. Ketentuan lain, Imam yang membagikan harta ghanimah tidak boleh sedikitpun mengambil bagian tersebut. (korupsi dan Nabi juga memperbolehkan kaum muslimin mengambil harta ghanimah asal dengan persetujuan Iman. Pembagian yang adil menurut nabi adalah untuk pasukan jalan kaki diberi sebagian, dan pasukan berkuda (menunggang kuda perang) mendapat tiga bagian (sebagian untuk orangnya dan dua bagian untuk pemeliharaan kuda). Beginilah caranya Nabi membagikan harta rampasan perang, pada waktu perang Khaibar.

Zakat diwajibkan kepada tiap-tiap kaum muslimin dan penyalurannya pun telah diatur dalam 8 golongan, seba-gaimana yang terdapat dalam aturan Allah dan penjelasan Nabi Muhammad. Bagi non muslim diwajibkaan membayar Jizyah (pajak).

(52)

simpanan yang sukar diketahui siapa pemiliknya dan barang yang berpindah tangan.

Pada zaman Rasulullah dan Abu Bakar belum ada departemen yang mengurus harta-harta yang menjadi milik pemerintah dan harta-harta yang dibagi-bagikan. Nabi Muhammad selalu mengawasi Kepala Daerah dalam masalah harta negara. Pada zaman Rasulullah ada tiga jenis harta.

(53)

A. Tsaqifah Bani Saidah

Tsaqifah bani Saidah telah mengantarkan umat Islam untuk mengenal arti khilafah. Nabi Muhammad yang tidak menunjuk siapa yang menggantikan sepeningal dirinya dalam memimpin umat yang baru dibentuknya. Wafatnya beliau sangat mengejutkan.

Masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya nabi telah bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantara sesama pengikutnya. Ada tiga golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepe-mimpinan yaitu kaum Anshor, Muhajirin, dan keluarga Hasyim (Amin Said, tt,:193)

Dalam pertemuan di Balai Sidang Bani Saidah di Madinah, kaum Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar

(54)

sebagai calon mereka karena ia dipandang yang paling layak untuk menggantikan nabi (Amin Said, tt:193). Di pihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali ibn Abi Thalib, karena nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, karena nabi adalah menantu dan kerabat nabi. (Abu Hasan Ali al-Musawi, 1990:34)

Keadaan semakin tegang, namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khatab dan Abu Ubaidah ibn Jarrah. Dengan semacam Cup, terhadap kelompok memaksa Abu Bakar sendiri sebagai Deputi Nabi. Tanpa intervensi, persatuan umat mereka terima dan dengan semangat ukhuwah Islamiyah, maka terpilihlah Abu Bakar. Dia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak semula dia selalu mendampingi nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Muhammad. Peristiwa ini disebut peristiwa Tsaqifah bani Saidah. Sebagai pemimpin umat Islam setelah nabi, Abu Bakar bergelar Khalifah Rasulillah. Meskipun dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa kedudukan nabi sebetulnya tidak akan pernah tergantikan, karena tidak ada seorangpun menerima ajaran Tuhan setelah Muhammad.

Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti nabi yang pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi Rasulullah demi kemajuan Islam dan umatnya. Karena itu gelar al-Khulafah al-Rasydin (yang mendapat bimbingan di jalan lurus) diberikan kepada mereka.

B. Sistem Politik, Pemerintahan dan Bentuk Negara

(55)

yang mendasarkan diri pada himpunan postulat-postulat jelas yang pasti. Baik semua ajaran utamanya maupun aturan-aturan tindakanya yang terinci, dan peraturan-aturan-peraturan-aturan yang diletakkan diberbagai sektor kehidupan manusia. Pada hakekatnya Islam merupakan renungan, pengembangan dan pencerminan prinsip-prinsip pertamanya. Berbagai tahap kehidupan secara pasti Islam dan kegiatannya mengalir dari postulat-postulat dari dasar secara pasti. Oleh karena itu, aspek manapun dari ideologi yang ingin dikaji pertama kali yang harus dilakukan adalah melihat akarnya serta prinsip-prinsip dasarnya. Hanya dengan tindakan ini Islam dapat dipahami secara pasti dan memuaskan. Tetapi persoalan politik telah mengotori ajaran Islam yang suci dan dan transendental. Islam telah kehilangan makna aslinya, terlebih lagi dalam sejarah Islam dari kurun waktu yang lalu hanya dipenuhi dengan pergolakan politik, sehingga nilai-nilai dan peradaban Islam pun ikut mengalami nasib yang me-nyedihkan akibat persoalan politik yang tiada henti.

(56)

juga bisa disebut sebagai cara yang memang harus lahir sebagai manusia merengkuh harapan.

Pemikiran politik Islam pada umumnya merupakan produk perdebatan besar yang terfokus pada masalah religi politik tentang imamah dan kekhalifahan. Di Madinah pa-gan yang terpilih Nabi Muhammad setelah hijrah dari Mekkah ke Madinah terutama setelah tahun pertama, terdapat sedikit kontroversi mengenai siapa yang pantas mengendalikan kekuatan politik. Dalam teori maupun praktek, Nabi menempati suatu poosisi yang unik sebagai pemimpin dan sumber spiritual undang-undang ketuhanan, namun juga sekaligus pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja konstitusional pemerintahan terungkap dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau Piagam Madinah. (John Williams, 1971: 12-15). Dalam dokumen tersebut terdapat langkah penting perdana bagi terwujudnya sebuah badan peme-rintahan Islam atau Ummah. Menurut piagam itu, konsep suku tentang pertalian darah digantikan dengan ikatan iman yang bersifat ideologi. Piagam ini juga menyuguhkan landasan bagi prinsip paling menghormati dan menghargai antara o-rang-orang Islam dan oo-rang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang bersama mereka. Mereka yang dimaksudkan dalam pembukaan dipiagam itu adalah masyarakat Yahudi Madinah.

(57)

42 secara tegas menyebutkan Allah dan Nabi Muhammad SAW. sebagai hakim terakhir serta sumber segenap kekuatan (wewenang) dan kekuasaan.

Sejak hijrah ke Madinah tahun 622 M, sampai saat wafatnya pada tanggal 6 Juni 632 M, Muhammad berperan sebagai pemimpin yang tidak dapat dibantah bagi negara Is-lam yang baru lahir saat itu. Sebagai Nabi, beliau telah meletakkan prinsip-prinsip agama Islam, memimpin shalat serta menyampaikan berbagai khutbah. Sebagai negarawan, beliau mengutus duta ke luar negeri, membentuk angkatan perang dan membagikan rampasan perang. Wafatnya Nabi yang tidak disangka-sangka menjadi sebab lar utnya masyarakat dalam ketidakpastian tentang krisis peng-gantinya. Nabi memang tidak menyampaikan wasiat tentang siapa yang berhak menggantikannya sebagai pemimpin negara Islam. Inilah yang menjadi picu lahirnya perdebatan sengit dan berkepanjangan mengenai syarat-syarat Imam atau pemimpin ummat Islam.

(58)

sahabat Rasulullah: Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Masa-masa itu merupakan cerminan kejayaan Islam yang diraih dengan berbagai perangkat dan tetap selalu berada di bawah prinsip konsultasi dan akomodasi.

Masalah perebutan kekuasaan telah mulai menguncup tajam selama masa pemerintahan khalifah ke-3, Usman. Ia dipilih oleh sekelompok dewan pemilih yang terdiri enam sahabat Nabi terkemuka yang dibentuk khalifah sebelumnya Umar. (Amir Siddiiqi, 1982 : 46) Kericuhan itu bermuara pada sekelompok pejabat pemerintahan yang didasarkan pada favoritisme dan nepotisme. Cara ini melahirkan rasa tidak puas dan keresahan pada sebagian anggota masyarakat yang kemudian berkembang menjadi pertikaian masal dan memuncak pada kemathian Usman. Ali, kemenakan Nabi dan rival Usman dalam perebutan kursi kekhalifahan kemudian dinobatkan sebagai khalifah dan mampu meraup kesetiaan dari sebagian besar ummat. Meski begitu, ia juga diharapkan dengan oposisi kuat yang terdiri dari unsur masyarakat, terutama dari anak keturunan Umayyah yang pernah mengambil keuntungan pada masa Usman, lebih dari itu, istri Nabi sendiri, Aisyah diiringi dengan sebagian sahabat karib Nabi, menyuarakan sikap anti Ali, maka periode ini tidak terhindar dari kekerasan dan perang sipil yang berakhir dengan terbunuhnya Ali dan kehadiran Dinasti Umayyah yang memerintah sejak tahun 661 – 749 M.

(59)

pembangkang dan pemberontak). Mereka memprotes perjanjian damai antara Ali dan Muawiyah. Mereka percaya bahwa dengan menerima prinsip kompromi sebenarnya Ali telah kehilangan sebagai status resminya sebagai pemimpin ummat yang adil. Bahkan mereka bersikap lebih keras dengan mengkafirkan Ali karena tindakannya dianggap sebagai dosa besar sehingga pelakunya mesti bertaubat nasuha. Kaum khawarij lalu menyimpulkan bahwa Islam akan terjaga baik bila tiga orang yang bertanggung jawab atas terjadinya, perang itu dienyahkan yaitu Ali, Muawiyah dan Amir bin Ash (penasehat Muawiyah) dan penyaji kerangka pemikiran perjanjian itu. Masa sesudah itu menjadi saksi bahwa Ali saja yang terbunuh, sedangkan dua sasaran yang lain terhindar dari maut. (E.A. Belyaev, 1969: 148). Muawiyah bahkan memproklamirkan dirinya sebagai khalifah dengan basis pemerintahan di Syria. Peristiwa ini menandai akhir peristiwa politik yang didasarkan pada pemilihan dan merupakan awal kehidupan sistem warisan dalam pemerintahan Islam.

(60)

namun lebih dari itu tangan tersebut merupakan ungkapan kepercayaan yang mendalam bahwa kursi kepemimpinan setelah Nabi hanya berhak diserahkan pada Ali, kemenakan dan menantunya, bukan Abu Bakar. Menurut kepercayaan Syiah, hanya anggota ahl al-Bait (keluarga Nabi) yang memenuhi syarat untuk menjadi khalifah atau Imam. Sejarah tidak pernah mencatat bahwa Ali tidak pernah menggugat kekhalifahan Abu Bakar, dan tidak menentang Umar atau Usman. Ia menjadi khalifah setelah Usman terbunuh karena didukung oleh sekelompok sahabat utama Nabi. Proses pemilihan itu kemudian dikuduskan dalam masyarakat melalui sumpah setia atau bai’ah. Meskipun demikian Syiah, sebagai suatu ideologi mulai berkembang seusai pembantaian tentara Umayyah terhadap putranya, Husain di Karbala. Kisah tradisional menuturkan bahwa Husain dihubungi para pendukung Ali di Kufah yang meminta kedatangannya di Irak untuk memimpin pemberontakan terhadap rezim Umayyah. Ketika is bergerak menuju Kufah yang diiringi sejumlah pasukan yang terdiri dari para kerabat (sahabat) dan pendukungnya, bala tentara Umayyah mencegat mereka di Karbala dan membantai Husain dan seluruh pengiringnya. (E.A. Belyaev, 1969: 165) Tragedi itu membarakan dendam kaum Syiah yang menganggap Husain sebagai martir luar biasa disamping memperkokoh kepercayaan ideologis mereka terhadap peran Ali dan anak turunnya serta arti kepemimpinan (Imamah).

(61)

dalam pemerintahan. Teori Sunni tentang pemerintahan (dikemukakan oleh para fukaha kebanyakan) merupakan deskripsi sejarah negara Islam sejak masa Khulafaur Rasyidin dan masa-masa sesudahnya serta bukan merupakan evaluasi kritis terhadap apa yang disebut dengan negara Islam.

Istilah negara atau Daulah tidak disinggung dalam al-Qur’an dan Sunnah, tetapi unsur-unsur esensial yang menjadi dasar negara dapat ditemukan dalam al-Qur’an. (Majid Khadduri, dalam Khalid Ibrahin Jindan, 1994: 49) Seperti, al-Qur’an menjelaskan seperangkat atau sangsi yang dapat diterjemahkan dengan adanya tata tertib sosio-politik atau selur uh perlengkapan bagi tegaknya sebuah negara. Termasuk didalamnya adalah keadilan, persaudaraan, pertahanan, kepatuhan dan kehakiman. Dalam al-Qur’an bisa juga ditemukan hukum-hukum yang bersifat umum atau hukum yang secara langsung menyinggung masalah pembagian harta rampasan perang atau upaya untuk menciptakan perdamaian. (Al-Raisy, dalam Khalid Ibrahim Jindan, 1994: 50) subyek-subyek aneka ragam hukum maupun petunjuk-petunjuknya itu tidak lain adalah ummat Islam yang diisyarat al-Qur’an sebagai suatu masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lain yang berbeda karena kebajikan yang mereka miliki. Ummat Islam adalah suatu masyarakat politik yang sanggup mencukupi diri sendiri.

(62)

agama, saling berkaitan antara satift dengan lainnya. Tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya. Tanpa disiplin hukum wahyu, negara pasti menjadi organisasi yang tiraknik. (Laoust, dalam Khalid Ibrahim Jindan, 1994: 50) Dalam al-Siyasah al-Syar’iyyah, ia menganggap penegakan negara sebagai tugas yang suci yang dituntut oleh agama dan merupakan salah satu perangkat untuk mendekatkan manusia kepada Allah. (Ibn Taimiyah, dalam Khalid Ibrahim Jindan, 1994: 50) Mendirikan sebuah negara berarti menyediakan fungsi yang besar untuk menegakkan keadilan, dengan melaksanakan perintah dan menghindar dari kejahatan dan memasyarakatkan tauhid dan mempersiapakan kedatangan sebuah masyarakat yang yang dipersembahkan demi pengabdian kepada Allah.

Dr. Wahid Ra’fat mendefenisikan bahwa negara adalah sekumpulan besar masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah tertentu di belahan bumi ini, yang tunduk pada suatu pemerintahan yang teratur yang bertanggung jawab memelihara eksistensi masyarakatnya, mengurus segala kepentingannya dan kemaslahatan umum. Sedangkan Dr. Abdul Hamid al-Mutawalli mendefenisikan bahwa negara adalah suatu institusi abstrak yang terwujudkan dalam sebuah konstitusi untuk suatu masyarakat yang menghuni wilayah tertentu dan memiliki kekuasaan umum. (Al-Madadi, dalam Dr. Muhammad Kamil Lailah, 223-225 dalam Dr. M. Yusuf Musa, 1963: 25)

(63)

Unsur yang harus ada bagi wujud dan berdirinya bagi sebuah negara adalah adanya bangsa yang mendiami wilayah tertentu dan adanya institusi abstrak yang diterima baik oleh bangsa tersebut dan direalisasikan oleh pemegang kekuasaan, serta adanya sistem yang ditaati dan mengatur jenjang-jenjang kekuasaan serta kebebasan politik yang menjadi identitas bangsa tersebut sehingga tidak mengekor kepada bangsa lain. (Dr. Usman Khalil, dalam Dr. M. Yusuf Musa, 1963: 25)

Islam dengan jelas baik dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasulullah menyatakan hal-hal yang berkaitan dengan kepada negara dan rakyat serta hak-hak dan kewajibannya, begitu pula dengan berbagai peraturannya. Pada masa Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin telah terbentuk sebuah negara Islam. Menurut Dr. R. Gibb, sejak zaman Rasulullah dan para sahabat Islam bukan semata-mata berkaitan dengan akidah keagamaan individual, tetapi sudah mewajibkan pembentukan suatu masyarakat yang mandiri yang memiliki pemerintahan sendiri serta memiliki konktitusi dan sistem pemerintahan secara khusus.

(64)

Bentuk negara Islam pada periode Rasulullah bersifat Theokratis. Theokratis adalah suatu bentuk pemerintahan yang berada dalam cengkraman kekuasaan Tuhan, yakni mengakui Tuhan sebagai penguasa mutlak dalam tata pergaulan masyarakat serta menerima wahyu-Nya yang telah ditafsirkan oleh para wakil-Nya sebagai dasar bangunan negara atau masyarakat. (Detlev H. Khalid, dalam Khalid Ibrahim Jindan, 1994: 73).

Bila dikaitkan dengan tempat kekuasaan dan peranan syariah dalam negara Islam, defenisi Khalid seperti menyuarakan gambaran yang sebenarnya tentang negara Is-lam. Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa dalam pemer-intahan teokrasi, Nabi adalah sebagai mediator atau utusan Allah yang menyampaikan kepada masyarakat perintah-perintah, janji-janji, peringatan-peringatan, Ridha dan murka-Nya. Jadi segala prilaku atau barang yang dihalalkan adalah apa yang pun yang memang ditentukan halal oleh Allah dan Nabi. Sedang apa saja yang dilarang keduanya jelas merupakan prilaku atau barang haram. Tak seorang pun diijinkan melanggar ajaran Nabi Muhammad SAW. Itu pula ajaran yang harus dijalankan pada penguasa. (Ibn Taimiyah, dalam Khalid Ibrahim Jindan, 1994: 73)

Dengan demikian pada periode Rasulullah memang sistem pemerintahannya bersifat theokrasi karena Rasulullah langsung ditunjuk oleh Allah untuk menjalankan tugasnya baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara dan Nabi dalam menjalankan tugasnya beliau bertanggung jawab kepada Allah.

(65)

pemi-lihannya para sahabat tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi mereka dipilih oleh rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya mereka tetap bertanggung jawab kepada Allah sekaligus bertanggung jawab kepada rakyat.

Sistem pemerintahan Islam merupakan suatu sistem tersendiri yang tidak ada bandingannya sama sekali. Ia merupakan suau dalam Islam yang bersifat komplit dan mer upakan sistem yang bertujuan memelihara dan melindungi agama serta mengatur segala kepentingan ummat berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya untuk mencapai kebaikan dunia dan akhirat sekaligus bagi kaum muslimin, bangsa Arab dan seluruh ummat manusia.

Islam menegakkan sistemnya atas musyawarah dan keadilan, menjamin kemerdekaan dan segala bentuk hak bagi setiap warganya dan bukan warganya yang tinggal di negara Islam. Juga memelihara serta melindungi masyarakat dan umat dari perbuatan zhalim, kekejaman dan permusuhan serta memberikan jaminan hidup terhormat dan mulia bagi semua orang. (Yusuf Musa, 1963:207)

Setiap negara mempunyai sistem pemerintahan yang mempunyai tujuan dan dasar-dasar. Tujuan pertama adalah adanya imamah yaitu untuk melaksanakan ketentuan agama sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya dan mem-perhatikan serta mengurus persoalan-persoalan duniawi, misalnya menghimpun dana dari sumber yang sah dan menyalurkannya kepada yang berhak, mencegah timbulnya kezaliman, semuanya itu dilakukan oleh manusia karena perintah agama. (Yusuf Musa, 1994: 174). Oleh sebab itu, tujuan dari sistem pemerintahan Islam sangat luas. Yusuf Musa, mengemukakan beberapa hal :

(66)

menghilangkan keragu-raguan terhadap hakekat Islam kepada seluruh manusia, mengajak manusia kepada dengan penuh kasih sayang, melidungi seseorang dari golongan anti agama serta membela syariah terhadap seseorang yang ingin melanggar hukum.

2. Mengupayakan segala cara untuk menjaga persatuan ummat dan saling tolong menolong sesama mereka dan memperbanyak sarana kehidupan yang baik bagi setiap warga sehingga seluruh ummat dapat menjadi laksana bangunan yang kokoh.

3. Melindungi tanah air dari setiap agresi dan seluruh warga negara dari kezaliman, kedurhakaan dan tirani, mem-perlakukan mereka seluruhnya sama dalam memikul kewajiban dan memperoleh hak, tanpa adanya perbedaan antara amir dan rakyat, kuat dan lemah, kawan dan lawan.

Rasul dan sahabatnya telah melaksanakan kewajiban ini. Bila tujuan yang paling utama dari pemerintahan Islam adalah menjelaskan dan memelihara kemurnian agama, maka hal ini berarti, imam harus berlaku keras pada setiap orang yang dengan terang-terangan ingin melepaskan diri dari agama atau tidak mau mengakui suatu kewajiban yang Al-lah tetapkan di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya. Oleh karena itu pada awal masau pemerintahan Abu Bakar, Beliau memerangi orang-orang yang murtad dari agamanya setelah wafatnya Rasulullah.

(67)

menerima kehendak mereka. Beliau bahkan berpendapat bahwa memerangi mereka adalah suatu hak yang fundamen-tal. Karena menerima sikap mereka yang tidak mau membayar zakat berarti melakukan suatu pemisahan yang tidak sah antara zakat dengan shalat. Disamping sikap semacam ini dapat dipandang suatu persetujuan terhadap kelemahan muslim sepeninggal Rasulullah SAW.

Pendirian Abu Bakar dalam hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap Islam dan kaum muslim. Pasukannya yang dikirim untuk memerangi semua kelompok kaum murtad memperoleh kemenangan dan Islam kembali jaya.

Contoh lain adalah Umar. Ketika beliau memegang jabatan khilafah mulai menjelaskan agama dan me-nempatkannya pada kedudukan yang tinggi dalam ke-bijakan-kebijakannya. Ia tidak pernah lupa menasehati para Gubernur dan para pegawainya mengenai kewajiban ini. Bahkan dalam satu khutbahnya beliau mengisyaratkan kewajiban tersebut seperti ucapannya, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengirimkan para pegawaiku kepada kalian untuk memukul diri kalian dan tidak untuk merampas harta kalian. Akan tetapi aku kirim mereka kepada kalian untuk mengajar agama kalian dan Sunnah Nabi kalian kepada kalian, dan seterusnya”, seperti tercantum pada riwayat Thabary dan para sejarawan lainnya.

(68)

mereka melihat pembelotan dan kemurtadan dari banyak suku Arab. Sedangkan di sisi lain Usamah adalah seorang pemuda, padahal orang-orang yang berada dibawah komandannya, padahal orang-orang yang berada dibawah komandannya adalah sahabat-sahabat senior. Karena itu, sebagian kaum muslimin datang kepada Umar, agar ia berbicara kepada Abu Bakar supaya mengganti Usamah dengan orang lain yang lebih tua umurnya. Akan tetapi Abu Bakar masih kepada Umar, ketika mendengar kata-kata yang disampaikan Umar, sampai Abu Bakar memegang jenggotnya seraya berkata kepadanya, “Wahai Ibnul Khathab, celakalah ibumu! Rasulullah telah mengangkatnya, tetapi engkau menyuruh aku memecatnya!” Selanjutnya pasukan itu terus berjalan dan meraih tujuan yang ditugaskan kepada mereka. Umar sangat kuat kemauannya untuk memberikan hak-hak kaum muslimin. Dia berkata dalam salah satu khutbahnya,” Setiap orang mempunyai hak terhadap kekayaan, “Baitul Mal”, yang aku akan memberinya atau menghalanginya. Setiap orang tidak lebih berhak dari yang lainnya terhadap harta ini, kecuali budak. Dan hakku sama dengan orang-orang lain diantara mereka. Demi Allah, sekiranya harta “Baitul Mal” sisa niscaya penggembala ini (Umar) akan mendatangi orang yang tinggal di gunung Shan’a untuk memberikan haknya.”

(69)

menginginkan aku menjumpai Allah sebagai orang yang berkhianat?” namun orang ini kemudian diberi dari hartanya sendiri sebnyak 10 dirham.

Ibnul Jauzi dalam Sirah Umar bin Khathab, meri-wayatkan bahwa beliau membagikan pakaian kepada para wanita penduduk Madinah dan masih tersisa sepotong lain yang bagus. Lalu beberapa orang yang hadir berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, berikanlah kain ini kepada putri Rasulullah yang dibawah tanggungan anda.” Maksudnya Ummu Kaltsum, putri Ali yang menjadi istri Umar. Tetapi ia menjawab, “Ummu Shalait lebih berhak terhadap sepotong kain ini, karena ia termasuk orang yang membaiat Rasulullah dan kehilangan keluarga pada perang Uhud.”

Umar berkeinginan agar para Gubernur ataupun para pegawainya tidak berbuat aniaya kepada ummat yang lain. Untuk itu, ia melakukan pengawasan dari jauh dengan jalan menanyakan hal ihwal setiap Gubernur kepada orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya. Dan bilamana beliau menemukan tindakan sebagian Gubernurnya yang tidak disenanginya, maka saat itu juga Beliau menjatuhkan qishash kepada Gubernur yang bersangkutan sebagai tuntut balas terhadap pelanggarannya. Tindakannya dalam hal ini sudah populer. Tetapi pengawasan Umar terhadap para Gubernur dan pegawainya menyebabkan banyak pengaduan yang disampaikan kepadanya. Beliau senantiasa mengecek kebenaran setiap pengaduan kepadanya dan memutuskan perkaranya dengan adil. Dengan demikian semua orang aman dalam mendapatkan hak-hak mereka.

(70)

adalah keadilan yang tidak terpengaruh oleh hubungan kerabat, kebesaran dan kekuasaan. Sebaliknya juga terpengaruh oleh rasa bend atau faktor lainnya. Oleh sebab itu Allah menyuruh berbuat adil dan melarang berbuat zalim. Dalam firman Allah dalam Qs.16:90:

“Sesunguhnya Allah menyuruh berbuat adil dan baik serta memberikan kepada kerabat haknya dan mencegah perbuatan keji, munkar dan zalim. Demikian Dia menasehati kamu, mudah-mudahan kamu menjadi ingat”.

Dalam Qs., 4:58 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanat kepada yang berhak. Dan jika kamu menghukum diantara manusia, hukumlah dia dengan adil.”

C. Sistem Pergantian Kepala Negara

Sistem pergantian Kepala Negara pada periode khulafaur-Rasyidin berdasarkan beberapa pemikiran para ulama sebagai berikut :

Pertama, Jumhur Ahlu Sunnah berpendapat bahwa tidak

ada nash baik di dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah yang menentukan kepala negara, atau menetapkan cara penen-tuannya. Kecuali nash-nash umum yang bertalian dengan kekuasaan dan pengangkatan seorang penguasa daerah. Baik adalah kekuasaan besar maupun keuasaan kecil.

(71)

yang berhak diantara mereka menjabat kekhalifahan, bukan sekitar masalah prinsip. Sehingga orang yang terlambat membaiat Abu Bakar tidaklah mengumumkan suatu prinsip tandingan yang mereka yakini disyari’atkannya kepada manusia banyak.

Jika mereka mengerti suatu kaidah atau prisip yang diumumkan Rasulullah saw tentu mereka tak akan tinggal diam. Karena diamnya mereka mereka merupakan suatu penghianatan kepada Allah dan RasulNya. Begitu juga diam tidak memberi nasehat. Setiap perkara pengutamaan si fulan atau pengangguhan si fulan adalah melalui ijtihad pribadi di dalam memilih dan mengutamakan (seseorang).

Begitu juga ahlu sunnah berpendapat bahwa tidak ada nash yang menentukan siapa yang berhak mengganti Rasul saw. Sekalipun sebagian mereka bahwa ada isyarat tersembunyi dan beberapa qarinah (pertalian) yang menunjukkan penetapan atas diri Abu Bakar sebagai pengganti Nabi saw. Ini adalah masalah yang tidak disepakati melalui kesimpulan yang dapat diterima atau ditolak.

Kedua, jika memang di dalam Al-Qur’an dan

As-Sunnah tidak ada suatu penetapan cara penentuan (kepala negara), kita kembali saja kepada aplikasi keilmuan yang selesai di masa mayoritas sahabat dan generasi pertama diantara mereka di dalam memilih khalifah. Agar kesimpulan aplikasi dianggap sebagai ijma’ para sahabat, suatu prinsip dapat dijadikan pegangan dalam membahas tema ini. Disamping pegangan kita terhadap nash-nash umum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ketiga, dari cara terpilihnya Abu Bakar dan ketiga

(72)

Prinsip pertama, Pemilihan mayoritas ahlu halli wa ‘aqd dan kaum cerdik pandai di masyarakat terhadap orang yang mereka pandang cakap menduduki jabatan khalifah dan memerintah orang-orang mukmin. Dan pembai’atan mereka kepadanya. Serta pencalonnya sebelum menjadi seorang khalifah yang melaksanakan pemerintahan untuk mengurus wasiat (khalifah sebelumnya). Akan tetapi tidaklah terlaksana dengan wasiat ini, tetapi dengan wasiat (pesan) kaum muslimin sesudah meninggalnya khalifah yang menga-manatkan kepada orang sesudahnya.

Prinsip kedua, bai’at mayoritas umat Islam kepada

khalifah yang dicalonkan. Mereka rela kepadanya dan menerima kekhalifahannya dan persetujuan mayoritas mereka atasnya. (Baca M. al-Mubarak, 1995: 82-83)

Peraturan tentang pemilihan kepala negara pada masa sahabat atau khulafaur-Rasyidin tidak dibahas di dalam nash, baik Al-Qur’an maupun al-Hadits. Oleh karena itu pemilihan kepala negara pada masa sahabat berdasarkan suara yang terbanyak, melalui lembaga ahlu halli wa ‘aqd yang terdiri dari sahabat yang terpandang, baik ditinjau dari ke-sholehannya maupun dari intelektualitasnya.

Sedangkan kepala negara yang akan dipilih harus memiliki dan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan dan menjadi standar pada masa itu.

Setelah mereka sepakat siapa yang dipilih, maka selanjutnya diadakan Piagam bai’at yang harus dilaksanakan oleh kepala negara yang terpilih. Di bawah ini secara umum dipapar bagaimana proses pemilihan Kepala Negara.

a. Ahlu al-Halli wa-al’Aqd

(73)

Al-Qadhi Abu Ya’la telah menetapkan beberapa syarat kecakapan bagi ahlul halli wal ‘aqd. Pertama, syarat moral (akhlaq), yaitu keadilan, merupakan derajat keistiqamahan (dapat dipercaya dalam hal amanah dan kejujuran). Kedua, ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui dengan baik orang yang pantas menduduki jabatan imamah.

Seakan-akan antara dua syarat terakhir ada kekaburan dan kesamaran, sekalipun nampak bahwa yang dimaksud dengan syarat kedua adalah ilmu teoritis. Seolah-olah merupakan suatu persyaratan penguasaan terhadap derajat tertentu daripada kebudayan (wawasan). Khususnya wawasan kefiqihan perundang-undangan. Ketiga, lebih dekat kepada persyaratan pengetahuan politik dan kemasyarakatan.

Para fuqaha tidak menyebutkan cara untuk menen-tukan atau menetapkan mereka itu. Sekalipun mereka menyebutkan beberapa masalah yang berkaitan dengan tema itu. Ahlul halli wal ‘aqd tidak memberikan persyaratan, berasal dari penduduk satu negeri dengan sang Imam, yaitu penduduk ibu kota Sekalipun pada prakteknya mereka lebih dahulu dari yang lain dan pada umumnya orang yang layak menduduki kekhalifahan ada di ibukota. (Al-Ahkam as-Sulthaniyyah oleh Abu Ya’la, hal 4)

Referensi

Dokumen terkait

Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30

Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai penggagas dan pendiri aliran al-Asy’ari ini pada mulanya adalah pengikut setia ajaran Mu’tazilah, namun karena disebabkan

Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa Al-Siyasah (Mesir: al-Muassasah al-halabi, tt), hal.. Umar tidak sependapat bahkan menentang keras. Suasana semakin lebih panas. Dia berpendapat

Keduanya adalah murid dari seorang Sayyidut tabi`in di wilayah Basrah yang bernama Abu Hasan Al-Basri, kemunculan mu`tazilah ini bermula dari lontaran ketidak setujuan dari Washil

Sejarah tandas awam pada zaman Islam bermula apabila Amru Ibn al-As, seorang gabenor Mesir yang berkhidmat pada zaman pemerintahan Khalifah Umar

Karena luasnya wilayah kekuasaan Islam sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pada masa bani Umayah sejak khalifah Mu’awiyah telah dibentuk suatu badan atau lembaga yang pada

1258M 11..khalifah kedua daulah abasiyah adalah ,,abu jafar al mansyur 12..abu abas asafah berkuasa selama ..4 tahun 13 karya imam bukhori yg terkenal adalah...sahih bukhor 14..

Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah Semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada masa Khalifah Al- Walid ibn Abdul Malik.1 Islam masuk ke Spanyol