BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja (job statisfaction) sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah
keadaan emosional para karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dalam memandang pekerjaan mereka. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas
dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negative terhadap pekerjaan itu.
(Robbins, 2001). Luthans (1998), menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki tiga
dimensi. Pertama, kepuasan kerja adalah tanggapan emosional seseorang terhadap
situasi kerjanya. Kepuasan ini bersifat abstrak, tidak dapat dilihat hanya dapat
diduga. Kedua, kepuasan kerja hanya dapat ditentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi atau melebihi harapan seseorang. Jika mereka bekerja lebih berat
dibandingkan orang lain pada organisasi yang sama, tetapi penghargaan yang
diterima lebih rendah, maka mereka akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya.
Sebaliknya, jika mereka diperlakukan dengan baik, dan diberi penghargaan yang
layak, maka mereka akan bersikap positif terhadap pekerjaannya. Ketiga,kepuasan
kerja menunjukkan beberapa sikap seseorang yang saling terkait.
Menurut Luthans (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu: jenis pekerjaan yang dilakukan karena pekerjaan yang dapat memberikan
kepuasan kerja adalah pekerjaan yang tidak membosankan dan dapat memberikan
pandang manajer terhadap kontribusi yang telah diberikan karyawan pada
organisasi tersebut, kesempatan promosi untuk dapat lebih berkembang dalm
organisasi tersebut, sikap supervisor dalam memberikan bantuan terhadap
karyawan baik berupa teknis maupun dukungan moral, serta lingkungan dan rekan
sekerja yang dapat memberikan bantuan secara teknis dalam melaksanakan tugas
yang diberikan. Dengan adanya kepuasan kerja maka akan mempengaruhi
produktivitas karena semakin tinggi kepuasan kerjanya maka akan semakin
meningkat pula produtivitasnya, kemudian turn over (keinginan untuk berpindah kerja) karyawan akan berkurang keinginan untuk berpindah kerja karena jika
karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya maka kecil keinginan mereka untuk
pindah kerja. Selain itu dapat mempengaruhi tingkat kehadiran karyawan dan
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas kerja misalnya kesehatan fisik
dan mental yang lebih baik, lebih cepat untuk mempelajari tugas-tugas, tidak
banyak kesalahan yang dibuat, tidak banyak keluhan dan lebih mudah untuk dapat
bekerjasama.
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem dan nilai yang
berlaku pada dirinya. Ada 4 pendekatan teoritis yang membahas mengenai
kepuasan kerja (Lawyer dalam Indriani, 1993) :
Teori Fulfillment mengemukakan bahwa kepuasan kerja tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Apabila yang didapat karyawan lebih
rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan merasa tidak puas.
Jadi seseorang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan
dengan kenyataan karena batas minimum yang diinginkan telah dipenuhi.
Teori Equity memiliki prinsip bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keandalan atau tidak atas suatu
situasi. Perasaan ini dapat dirasakan dengan cara membandingkan dirinya dengan
orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Menurut teori ini
elemen-elemen equity yaitu : input, outcome dan comparison person. Yang dimaksud dengan input adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaannya, misalnya : pendidikan, pengalaman, keahlian
dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan outcome adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaan seperti :
pembayaran, simbol status, pengakuan, kesempatan dan sebagainya. Sedangkan
yang dimaksud dengan comparison person bisa berupa seseorang di organisasi yang lain, ditempat lain/ bisa pula dengan dirinya sendiri dimasa lalu. Menurut teori
ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input-outcomes dirinya dengan
input-outcomes orang lain. Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia
akan merasa puas.
Teori terakhir yaitu teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Teori
ini memberi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya ke
dalam 2 kelompok yaitu : kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok
membuktikan sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan,
pekerjaan itu sendiri dan tanggung jawab. Dengan adanya faktor ini, maka akan
menimbulkan kepuasan tapi jika faktor ini tidak ada, tidak selalu mengakibatkan
ketidakpuasan.
Dissastifiers adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpastian, yang terdiri dari kebijaksanaan dan administrasi organisasi, gaji, hubungan antar
karyawan, kondisi kerja, keamanan kerja dan status. Perbaikan kondisi ini akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan
kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan
2.2. Anggaran
2.2.1. Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan penjabaran dari rencana yang telah ditetapkan
perusahaan. Anggaran juga merupakan proses pengendalian manajemen yang
melibatkan komunikasi dan interaksi formal di kalangan para manajer dan
karyawan dan merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen atas
operasional perusahaan pada tahun berjalan. Program atau strategic plan yang telah disetujui pada tahap sebelumnya, merupakan titik awal dalam mempersiapkan
anggaran. Anggaran menunjukkan jabaran dari program dengan menggunakan
informasi terkini.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2002), anggaran merupakan alat
yang utama dalam perencanaan jangka pendek yang efektif dan pengendalian dalam
organisasi. Sebuah anggaran operasi biasanya disusun untuk satu tahun dan
Anggaran mempunyai karakteristik sebagai berikut (Anthony dan Govindarajan,
2002) :
1. Anggaran memperkirakan keuntungan yang potensial dari unit perusahaan.
2. Dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter mungkin
didukung dengan jumlah non-moneter (contoh : unit yang terjual atau
diproduksi).
3. Biasanya meliputi waktu selama satu tahun.
4. Merupakan perjanjian manajemen, bahwa manajer setuju untuk
bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan suatu anggaran.
5. Usulan anggaran diperiksa dan disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari
pembuat anggaran.
6. Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
7. Secara berkala kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran dan
perbedaannya dianalisis dan dijelaskan.
Menurut Garrison dan Noreen (2000) anggaran adalah rencana rinci
tentang perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan dan sumber daya lainnya
untuk suatu periode tertentu. Adisaputro dan Asri (1995), memberikan definisi
anggaran yang banyak dipakai adalah sebagai berikut : “ Suatu pendekatan yang
formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggungjawab manajemen di dalam
perencanaan, koordinasi dan pengawasan.” Dari definisi tersebut dapgat diambil
intinya bahwa anggaran disusun dalam bentuk tertulis, berurutan dan berdasarkan
logika. Selain itu anggaran juga dapat membantu manajer dalam hal pengambilan
keputusan yang merupakan bagian dari fungsi manajer yang berdasrkan pada
Di dalam menyusun suatu anggaran perusahaan maka perlu diperhatikan
beberapa syarat yakni bahwa anggaran tersebut harus realistis, luwes dan kontinyu.
Realistis artinya tidak terlalu optimis dan tidak pula terlalu pesimis. Luwes artinya
tidak terlalu kaku, mempunyai peluang untuk disesuaikan dengan keadaan yang
mungkin berubah.
Dalam konteks anggaran daerah, anggaran daerah merupakan rencana kerja
pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang selama periode waktu
tertentu (satu tahun). Anggaran ini digunakan sebagai alat untuk menentukan
besarnya pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan prencanaan
pembangunan, otorisasi pengeluaran dimasa-masa mendatang, sumber
pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kerja dan sebagai alat untuk
memotivasi pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit
kerja (Raharjo, 2000).
2.2.2. Manfaat dan Tujuan Anggaran
Tujuan utama penyusunan anggaran (Copelend dalam Indriani,1993)
sebagai berikut (1) pernyataan harapan yang eksplisit (explicit satatemen of epectation), (2) komunikasi (communication), (3) koordinasi (coordination), (4) sebagai suatu kerangka harapan dalam mempertimbangkan prestasi (epectation as a trame work performance).
Berikut ini akan dijelaskan tujuan penyusunan anggaran satu persatu.
1. Pernyataan harapan yang eksplisit
Salah satu tujuan penyusunan anggaran adalah untuk menyatakan harapan
dengan bentuk formal. Seperti diketahui suatu organisasi pasti memiliki tujuan
kesejahtraan karyawan, prestasi dan sebagainya. Tujuan jangka panjang ini dapat
diperoleh secara bertahap dalam suatu priode waktu dengan kata lain, tujuan jangka
panjang dipilih dalam perencanaan operasi jangka pendek. Anggaran dapat
dikatakan sebagai alat untuk mengoperasikan tujuan yang akan dicapai oleh jangka
pendek tersebut. Dengan demikian anggaran memformulasikan target prestasi
harapan.
Target ini secara langsung dapat membantu kegiatan organisasi ;
mengindentifikasikan masalah, membantu memotivasi karyawan tingkat bawah,
dan menjelaskan hubungan aktivitas yang berlangsung dengan kebijaksanaan masa
yang akan datang. Kondisi ini secara eksplisit juga menyatukan kontribusi
penyusunan anggaran adalah perencanaan dan pengendalian manajerial.
2. Komunikasi
Tujuan penyusunan anggaran lain adalah mengkomunikasikan tujuan dan
metode yang ditetapkan oleh manajemen puncak. Penyusunan anggaran yang
berhubungan dengan kebijaksanaan dan tujuan fundamental di persiapkan oleh
manajemen puncak. Anggaran formal itu sendiri tidak menjamin bahwa kegiatan
organisasi secara otomatis sesuai dengan tujuan yang telah disusun dalam anggaran.
Untuk itu, manajer dan karyawan tingkat bawah harus memahami dan mendukung
tujuan tersebut. Dan mengkordinasikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan itu.
Dengan kata lain, karyawan harus tahu prestasi apa dari tujuan anggaran yang telah
3. Koordinasi
Tujuan lain dari penyusunan anggaran adalah koordinasi. Koordinasi
menuntut adanya keselarasan tindakan bekerja dari setiap individu atau bagian
dalam organisasi untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
untuk menciptakan adanya koordinasi diperlukan perencanaan yang baik, yang
dapat menunjukkan keselarasan rencana antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Anggaran yang berfungsi sebagai alat perencanaan harus dapat
menyesuaikan rencana yang dibuat untuk berbagai bagian dalam organisasi,
sehingga rencana kegiatan yang satu akan selaras dengan lainnya. Untuk itu
anggaran dapat dipakai sebagai alat koordinasi untuk seluruh bagian yang ada
dalam organisasi karena semua kegiatan yang saling berkaitan antara satu bagian
dengan bagian lainnya sudah diatur dengan baik.
4. Sebagai suatu kerangka harapan untuk mempertimbangkan prestasi
Anggaran merupakan penentu tujuan, dengan kata lain anggaran sebagai
alat mengimplementasikan tujuan tersebut. Dengan demikian, anggaran dapat
digunakan untuk mencerminkan tingkat prestasi karyawan, dan kesuksesan
karyawan pada tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, anggaran dapat
menjadi suatu bahan pertimbangan, melalui perbandingan antara prestasi yang
sebenarnya atau yang telah ditetapkan dalam anggaran.
2.3. Karakteristik Tujuan Anggaran
Menurut Kenis (1979, p. 708) karakteristik tujuan anggaran meliputi
sebagai berikut :
2. Kejelasan tujuan anggaran (budget goal clarity)
3. Umpan balik anggaran (budgetary feed back)
4. Evaluasi anggaran (budgetary evaluation)
5. Tingkat kesuliatan anggaran (budget goal difficulty) 2.3.1. Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran
Partisipasi anggaran pada sector publik terjadi ketika antara pihak
eksekutif, legislative dan masyarakat bekerjasama dalam pembuatan anggaran
(Sardjito dan Muthaher, 2007). Anggaran Anggaran dibuat oleh kepala daerah
melalui usulan dari unit-unit kerja yang disampaikan kepada kepala bagian dan
diusulkan kepada kepala daerah, dan setelah itu bersama-sama DPRD menetapkan
anggaran yang dibuat sesuai dengan Peraturan daerah yang berlaku. Pada konteks
pemerintah daerah, partisipasi anggaran menunjukkan pada luasnya partispasi bagi
aparat pemerintah dalam memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya
dan pengaruh tujuan pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. Partisipasi yang
sukses akan memberikan beberapa manfaat antara lain (Arifin, 2007:25) :
1. Memberi pengaruh yang sehat pada kepentingan inisiatif, moral, dan
antusiasme.
2. Memberi hasil suatu rencana yang lebih baik, karena adanya kombinasi
pengetahuan beberapa individu.
3. Dapat meningkatkan kerjasama antar departemen.
4. Para karyawan dapat lebih menyadari situasi di masa yang akan datang, dan
Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan keterlibatan yang
meliputi pemberian pendapat, pertimbangan dan usulan dari bawahan kepada
pimpinan dalam mempersiapkan dan merevisi anggaran. Partisipasi dalam proses
penyusunan anggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam pembuatan
keputusan yang melibatkan dua kelompok atau lebih yang berpengaruh pada
pembuatan keputusan di masa yang akan datang. Disini partsipasi menjadi salah
satu unsur yang sangat penting yang menekankan pada proses kerjasama dari
berbagai pihak, baik bawahan maupun manajer level atas. Penerapan partisipasi
dalam penyusunan anggaran memberikan banyak manfaat antara lain (Siegel dan
Marconi dalam Abriyani, 1998) sebagai berikut :
1. Partisipasi (orang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran) menjadi
ego-involved tidak hanya task-involved dalam kerja mereka.
2. Partisipasi akan menaikkan rasa kebersamaan dalam kelompok, yang
akibatnya akan menaikkan kerjasama anggota kelompok di dalam penetapan
sasaran.
3. Partisipasi dapat mengurangi rasa tertekan akibat adanya anggaran.
4. Partisipasi dapat mengurangi rasa ketidaksamaan di dalam alokasi sumber
daya diantara bagian-bagian organisasi.
Meskipun partisipasi mempunyai banyak manfaat bukan berarti partisipasi
tidak mempunyai keterbatasan dan masalah yang berkaitan dengan partisipasi.
Sedangkan menurut (Siegel dan Marcaroni dalam Abriyani, 1998), masalah
yang berkaitan dengan partisipasi ada 3 hal. Masalah pertama adalah adanya
dengan jumlah yang lebih besar yang ditambahkan pada kegiatan tersebut. Masalah
kedua adalah Pseudoparticipation (partisipasi semu), yakni tampak berpartisipasi tapi dalam kenyataannya tidak, artinya para manajer ini (sebagai bawahan) ikut
berpartisipasi, tetapi tidak diberi wewenang atau pendapat untuk menentukan atau
menetapkan isi anggaran . Masalah ketiga adalah status dan pengaruh di dalam
organisasi mengurangi efektifitas partisipasi. Hal ini disebabkan biasanya orang
yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi akan mempunyai pengaruh yang
lebih besar didalam proses penetapan sasaran.
2.3.2. Kejelasan Tujuan Anggaran
Kejelasan tujuan anggaran menunjukkan adanya tujuan anggaran yang
dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang
bertanggungjawab (Munawar, 2006:6) Kejelasan tujuan anggaran berhubungan
dengan sejauh mana tujuan-tujuan anggaran dinyatakan secara khusus dan jelas
serta dipahami oleh orang-orang yang bertanggungjawab memenuhinya. Dengan
adanya kejelasan tujuan, dapat diinformasikan kepada manajer level bawah tentang
apa yang diharapkan oleh manajer yang lebih tinggi. Sebaliknya, manajer yang
lebih tinggi dapat mempelajari dukungan-dukungan dan persoalan-persoalan
manajer di bawahnya melalui laporan-laporan dari bawah. Dengan kata lain tujuan
anggaran yang jelas akan mengarahkan para pelaksana anggaran untuk
merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya keraguan dalam
pelaksanaan anggaran.
Dalam penyusunan anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas,
spesifik dan dapat dimengerti oleh aparat pemerintah yang bertanggungjawab untuk
akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya kejelasan tujuan
anggaran akan mempermudah aparat pemerintah provinsi dalam menyusun
anggaran untuk mencapai target-target anggaran yang telah ditetapkan.
2.3.3. Umpan Balik Anggaran
Umpan balik merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
yang berfungsi sebagai variabel motivasional. Hasil dari usaha yang dilakukan
dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
usahanya, serta dapat pula menjadi pendorong untuk bekerja lebih efesien dan
berprestasi lebih baik. Becker dan Green (1962) menyatakan bahwa umpan balik
anggaran adalah hasil yang diperoleh dari usaha untuk mencapai tujuan sebagai
dasar untuk merasakan kesuksesan atau kegagalan dan tidak ada insentif untuk
menunjukkan kinerja yang lebih baik, dan pada akhirnya menjadi tidak puas.
Pada umumnya, memberikan informasi kepada para pelaksana anggaran
tentang kekurangan mereka dapat mendatangkan perasaan tidak senang, bahkan
dapat membuat masalah semakin buruk. Akan tetapi untuk tujuan peningkatan
prestasi dan peningkatan efesiensi, umpan balik tentang keberhasilan pegawai
adalah sangat penting meskipun dalam beberapa hal rasa tanggung jawab yang
tinggi dapat disertai perasaan frustasi yang tidak tertolerir apabila kegagalannya
diungkapkan. Oleh sebab itu umpan balik harus dimaksudkan untuk memberitahu
karyawan mengenai keberhasilan atau kegagalannya dalam mencapai tujuan yang
pengambilan keputusan yang tepat khususnya untuk perbaikan prestasi di masa
yang akan datang maupun pencapaian efesiensi biaya organisasi.
Dalam konteks pemerintah provinsi, umpan balik anggaran yang
diperolehnya yaitu dengan mengetahui hasil usaha aparat pemerintah prvinsi dalam
menyusun anggaran maupun dalam melaksanakan anggaran sehingga mereka
merasa sukses.
2.3.4. Evaluasi Anggaran
Evaluasi anggaran adalah tindakan yang dilakukan untuk menelusuri
penyimpangan atas anggaran ke departemen yang bersangkutan dan digunakan
sebagai dasar untuk penilaian kinerja departemen (Kenis, 1979). Evaluasi anggaran
selalu dilaksanakan oleh aparat pemerintah provinsi yaitu dalam setiap menyiapkan
anggaran, aparat pemerintah selalu melakukan evaluasi atau kegiatan-kegiatan yang
telah diprogramkan. Evaluasi anggaran pada dasarnya membandingkan antara
anggaran dengan pelaksanaan sehingga dapat ditentukan penyimpangan yang
terjadi. Penyimpangan ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengukur efesiensi
serta penilaian prestasi. Prestasi ini akan digunakan sebagai dasar dalam
memberikan penghargaan. Penghargaan yang berdasarkan atas prestasi yang telah
dicapai akan menimbulkan ketidakpuasan. Penghargaan dapat berupa gaji,
tunjangan, promosi, pengakuan, senyuman, pujian, dan sebagainya. Anggaran yang
digunakan dalam mengevaluasi prestasi cenderung mempengaruhi perilaku dan
prestasi para pelakunya. Menurut Brownell et.al (1978), evaluasi yang bersifat
punitive dapat menyebabkan rendahnya motivasi, sebaliknya evaluasi yang bersifat
Pada umumnya pemberian imbalan atau sanksi kepada para bawahan
berdasarkan terpenuhi tidaknya anggaran aan mempengaruhi perilaku para
pelaksana anggaran. Sebagai contoh seorang bawahan yang melampaui tingkat
pengeluaran tidak akan dinaikkan gajinya, sementara bagi yang tetap dibawah
anggaran akan dinaikkan gajinya. Dalam hal ini tingkah laku bawahan akan terarah
kepada pencapaian anggaran, akan tetapi kemungkinan penggunaan anggaran
sebagai alat evaluasi akan mengundang beberapa kelemahan sebagai berikut
(Merchant, 1981) :
1. Imbalan untuk mencapai sasaran kinerja barangkali tidak dinilai tinggi oleh
bawahan sebagaimana penilaian atasan.
2. Anggaran hanya merupakan salah satu syarat penilian kinerja. Disamping
anggaran masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam penilian
kinerja.
3. Frekuensi peninjauan kinerja pada umumnya hanya sekali atau dua kali
dalam satu tahun.
4. Ada beberapa atasan yang tidak memandang anggaran sebagai alat evaluasi
yang cukup bermanfaat, karena dalam anggaran masih banyak faktor
penaksirannya.
2.3.5. Tingkat Kesulitan Anggaran
Tujuan anggaran adalah rentang (range) dari sangat longgar dan mudah
dicapai sampai sangat ketat dan tidak dapat dicapai (Munawar, 2006). Tujuan yang
mudah dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipasi, dan
dicapai mengarahkan pada perasaan gagal, frustasi, tingkat aspirasi yang rendah
dalam pencapian tujuan anggaran dari partisipan penyusun anggaran.
Kenis (1979) manajer yang memiliki tujuan anggaran yang ”terlalu ketat”
memiliki ketegangan kerja tinggi dan motivasi kerja rendah, kinerja anggaran, dan
efisiensi biaya dibandingkan untuk anggaran memiliki tujuan anggaran ”tepat” atau
”ketat” tetapi dapat dicapai. Hal ini mengindikasikan bahwa ”ketat” tetapi dapat
”dicapai” adalah tingkat kesulitan tujuan anggaran. Dalam penetapan anggaran
yang dilakukan oleh pihak eksekutif berdasarkan usulan yang disampaikan oleh
unit kerja sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam penyusunan
anggaran oleh satuan unit kerja harus memperhatikan tingkat kesulitan anggaran
yang akan dilaksanakan nantinya.
2.4. Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh
seseorang, unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan
Setiap karyawan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya. Dengan demikian keberhasilan kerja karyawan
akan berbeda Untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan kerja seorang
karyawan, maka harus dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan untuk Dalam konteks pemerintah daerah, prestasi
kerja merupakan tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh aparat
pemerintah pada setiap unit kerja dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
mengetahui peran aktif setiap karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Karyawan yang berprestasi hendaknya diberi penghargaan sesuai peraturan yang
berlaku. Dengan demikian maka karyawan akan merasa dihargai dan diperhatikan
kemampuannya.
Prestasi kerja merupakan faktor yang mendukung keefektifan organisasi
(Mahoney dalam Abriyani, 1998). Prestasi kerja didasarkan pada kemampuan
manajer dalam melaksanakan tugas manajerialnya. Prestasi kerja manajer meliputi
kemampuan manajer dalam prencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi,
pegawasan, pemilihan staff, negosiasi, perwakilan dan prestasi kerja secara
menyeluruh.
Prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu faktor organisasional
dan faktor personal (Phalestie, 2009). Faktor organisasional meliputi sistem imbal
jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dan
lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang
paling penting adalah faktor imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan
dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua
yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervisor quality) dimana seorang
bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten
dibandingkan dirinya (Phalestie, 2009). Sementara faktor personal meliputi ciri atau
sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampun ataupun ketrampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk
faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja
adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki
baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk
memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin
menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.
2.5. Hubungan Karakteristik Tujuan Anggaran Dengan Kepuasan Kerja
Partisipasi anggaran menunjukkan pada luasnya partisipasi bagi aparat
pemerintah provinsi dalam menyusun anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya
dan pengaruh tujuan pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. Partisipasi
hendaknya diarahkan kepada penetapan sasaran dengan diskusi yang cukup, yang
memungkinkan setiap pelaksana menyadari bahwa sasaran tersebut diterima oleh
seluruh anggota dalam organisasi (Arifin, 2007 : 25). Partisipasi harus diarahkan
agar memberikan kesempatan yang cukup untk berinteraksi, sehingga semua
anggota dalam organisasi dapat bekerjasama dengan baik serta dapat menerima
sasaran-sasaran kelompok sebagai sasarannya sendiri. Partisipasi akan
menimbuhkan sikap berani bertanggungjawab, yang memungkinkan tujuan
anggaran akan diterima oleh setiap manajer sebagai tujuan mereka sendiri yang
merupakan hasil pemikirannya (Arifin, 2007 : 26). Menurut teori kepuasan Maslow
rasa memiliki dan harga diri merupkan kebutuhan manajer, yang jika terpenuhi
akan meningkatkan kepuasan kerja. Menurut teori kepuasan ERG Alderfer (Gibson,
et.all,, 1988), sumbangsih pemikiran manajer pusat pertanggungjawaban ini
termasuk dalam unsur pertumbuhan, yaitu individu akan merasa puas jika dapat
memberikan kontribusi yang kreatif dan produktif.
Kejelasan tujuan anggaran dapat digunakan sebagai sarana untuk
anggaran yang memiliki tujuan yang tidak jelas dapat membawa kebingungan,
ketegangan, dan ketidak pastian. Pada umumnya manajer yang mempunyai tujuan
anggaran yang jelas dan spesifik dapat berbuat lebih baik dari pada manajer yang
tujuan anggarannya bersifat umum. Locke (1968) menyatakan bahwa tujuan
anggaran yang jelas (spesifik) lebih baik dibandingkan dengan tidak adanya tujuan
yang spesifik dan hanya mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik.
Kejelasan tujuan anggaran disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Tujuan
yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, ketidakpuasan dari
karyawan pelaksana anggaran.
Umpan balik anggaran merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai
tujuan yang berfungsi sebagai variabel motivasional (Arifin, 2007 : 26). Hasil dari
usaha yang dilakukan dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui keberhasilan
atu kegagalan usahanya, serta dapat pula menjadi pendorong untuk bekerja lebih
efisien dan berprestasi lebih baik. Umpan balik anggaran bagi manajer pusat
pertanggungjawaban merupakan pengakuan atas prestasi yang dicapai. Tanpa
adanya pengakuan akan menimbulkan ketidakpuasan bagi manajer pusat
pertanggungjawaban. Menurut teori kepuasan Herzberg pengakuan prestasi
merupakan unsur pemuas atas usaha yang dilakukan.
Evaluasi anggaran menunjuk pada luasnya perbedaan anggaran yang
digunakan kembali oleh individu pimpinan departemen dan digunakan dalam
evaluasi kinerja mereka (Munawar, 2006). Prestasi yang diperoleh dalam
pencapaian anggaran merupakan dasar dalam pemberian imbalan atau hukuman
yang menimbulkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja dapat memotivasi untuk
Anggaran yang baik adalah anggaran dengan tingkat kesulitan yang masih
dimungkinkan untuk dicapai, sehingga para pelaksana termotivasi untuk bekerja
lebih efisien. Untuk alasan motivasi dan peningkatan prestasi ini maka tujuan
anggaran harus ketat namun dapat dicapai sehingga tidak menimbulkan rasa
keputusasaan yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa ketidakpuasan bagi para
pelaku anggaran.
2.6. Hubungan Karakteristik Tujuan Anggaran Dengan Prestasi Kerja
Partisipasi dalam penyusunan anggaran berkenaan dengan tingkat
partisipasi aparat pemerintah dalam mempersiapkan anggaran dan pengaruhnya
terhadap sasaran anggaran pada masing-masing unit kerja. Partisipasi dalam
penyusunan anggaran akan memotivasi aparat pemerintah provinsi untuk mencapai
sasaran anggaran. Motivasi timbul sebagai akibat dari anggaran yang lebih realistis.
Anggaran yang realistis akan menimbulkan rasa percaya diri untuk mencapinya.
Hasil penelitian Milani (1975), menujukkan terdapat hubungan yang sangat lemah
antara partisipasi anggaran dengan prestasi kerja tetapi terdapat hubungan positif
dan signifikan antara partispasi dalam penyusunan anggaran dengan sikap terhadap
pekerjaan dan perusahaan. Abriyani (1998) menunjukkan hubungan yang searah
antara partisipasi anggaran dengan kepuasan kerja sehingga dapat dinyatakan
bahwa semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin tinggi
kepuasan kerja, selain itu ditemukan juga hubungan positif yang menunjukkan
hubungan searah antara partipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajer
sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi dalam penyusunan
Kejelasan sasaran anggaran berkenaan dengan luasnya sasaran anggaran
yang dinyatakan secara jelas, spesifik, dan dipahami oleh aparat pemerintah yang
bertanggungjawab terhadap pencapaian anggaran. Kejelasan sasaran anggaran akan
meningkatkan prestasi anggaran, karena jelas apa yang harus dilaksanakan untuk
mecapai sasaran anggaran. Begitu juga sasaran yang spesifik akan menghasilkan
prestasi yang lebih tinggi dari pada sasaran anggaran yang tidak jelas (Siregar dan
Dalimunthe, 1999). Hasil penelitian Latham dan Yuk (1975), Steers (1976),
Ivancevich (1976), menunjukkan adanya pengaruh positif kejelasan sasaran
anggaran terhadap kepuasan kerja dan keterikatan sasaran serta pencapaian
sasaran.
Umpan balik anggaran berkenaan dengan sejauh mana sasaran anggaran
telah tercapai. Umpan balik merupakan variabel motivasi yang penting untuk
diketahui oleh para anggota organisasi. Jika anggota organisasi tidak mengetahui
hasil dari usahanya, berarti mereka tidak mempunyai dasar untuk menentukan
usahanya sukses atau gagal. Dengan demikian tidak akan mendorong anggota
organisasi untuk meningkatkan prestasinya. Kemungkinan lain para anggota
organisasi akan merasa tidak puas. Hasil penelitian Steers (1975), Kim dan
Hammer (1976), menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara
umpan balik dan prestasi kerja.
Evaluasi anggaran berkenaan dengan usaha mencari tahu besarnya
penyimpangan (variance) masing-masing pusat pertanggungjawaban. Evaluasi
anggaran dimaksudkan untuk mengetahui prestasi manajer pusat
pertanggungjawaan. Dalam konteks Pemerintah daerah, evaluasi anggaran ini
anggaran Provinsi Sumatera Utara pada masing-masing unit kerja. Hasil penelitian
Welsch (1976), menunjukkan penggunaan anggaran dalam penilaian prestasi
cendrung mempengaruhi perilaku, sikap, dan prestasi para partisipan. Pendekatan
hukuman (punitive approach) menghasilkan motivasi yang lebih rendah dan sikap negatif, sedangkan pendekatan sandaran (supportive approcah) menghasilkan sikap da perilaku positif.
Pada umumnya semakin sulit suatu sasaran, semakin tinggi pula
prestasinya, sepanjang sasaran tersebut telah disepakati pihak partisipan.Sasaran
yang sangat sulit dan tidak mungkin untuk dicapai akan menimbulkan frustasi
bukan prestasi. Begitu juga sasaran yang terlalu mudah untuk dicapai tidak
menimbulkan tantangan dan motivasi untuk melaksanakannya. Sasaran yang ideal
adalah sasaran yang sulit untuk dicapai tapi masih mungkin untuk dicapai. Menurut
Hofstede (1967), sasaran anggaran yang lebih ketat akan menimbulkan motivasi
yang lebih tinggi dalam batas tertentu, namun pengetahun berikutnya akan
mengurangi motivasi. Hasil penelitian Carol dan Tosi (1970), menunjukkan
hubungan positif dan signifikan antara tingkat kesulitan anggaran dengan prestasi.
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan partisipasi dalam penyusunan anggaran
dengan kepuasan kerja dilakukan oleh Puspaningsih (1998) membuktikan bahwa
role ambiguity merupakan variabel antara dalam hubungan antara partipisai dalam
penyusunan anggaran dengan kepuasan kerja. Safitri (2006) menunjukkan bahwa
hubungan partisipasi dalam penyusunan anggaran dan kepuasan berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, dan pada hubungannya
partisipasipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Karakteristik tujuan anggaran meliputi partisipasi dalam penyusunan
anggaran, kejelasan tujuan anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan
tingkat kesulitan anggaran. Chrisanti (2008) meneliti Pengaruh Karakteristik
Tujuan Penyusunan Anggaran Terhadap Kepuasan Kerja Manajer Menengah pada
BUMN di Surabaya, dengan manajer menengah sebagai responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara simultan variabel karakteristik tujuan penyusunan
anggaran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja manajer
menengah dengan nilai Fhitung sebesar 16,846 > Ftabel sebesar 2,62. Pengaruh
variabel karakteristik tujuan penyusunan anggaran secara parsial diperoleh hasil
signifikan antara variabel partisipasi anggaran dengan kepuasan kerja manajer
menengah dengan nilai thitung sebesar 2,695 > ttabel sebesar 1,711 dan thitung sebesar
-2,695 < -ttabel
Hasil penelitian (Anggraita, 2009) menunjukkan bahwa karakteristik
anggaran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja manajer
melalui varibel perantara (intervening) prestasi kerja manajer. Hasil penelitian ini
sekaligus membuktikan bahwa prestasi kerja manajer memamng merupakan
perantara bagi hubungan antara karakteristik anggaran dengan kepuasan kerja
manajer.
sebesar -1,711.
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh
karakteristik tujuan anggaran terhadap kepuasan kerja melalui pretasi kerja dapat
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel Yang
Digunakan dan Kinerja Manajer : Role
Ambiguity sebagai akan semakin tinggi kepuasan kerja, selain itu ditemukan juga hubungan positif yang menunjukkan hubungan searah antara partipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajer sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi dalam penyusunan anggaran maka semakin tinggi kinerja manajer.
Safitri (2006)
Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan : Job Relevant Information (JRI) Sebagai Variabel Antara (Studi Pada PT. Merapi Utama Pharma tidak signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Merapi Utama Pharma Cabang Yogyakarta Sementara di sisi lain partisipasi anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap JRI dan kinerja karyawan. Sedangkan dalam pengujian hubungan antara partisipasi anggaran dengan kepuasan kerja yang dimediasi informasi job relevan (IJR) menunjukkan adanya pengaruh positif dan tidak signifikan. dengan nilai F hitung sebesar 16,846 > F tabel sebesar 2,62.