• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

(Jurnal)

Oleh:

FITRI DWI YUDHA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk)

Fitri Dwi Yudha, Eddy Rifai, Diah Gustiniati email: (dwiyf@yahoo.com)

Abstrak

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana, terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana salah satu contoh Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Permasalahannya bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk). Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana Hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dasar pertimbangan hakim dalam hal ini yaitu dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Saran dalam penelitian ini adalah Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan putusan pemidanaan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih tergolong anak,. Dan Hakim dalam mengambil keputusan harus lebih bijak dan adil dalam memberikan vonis terhadap pelaku yang masih dikategorikan anak, sebaiknya putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium).

(3)

CRIMINAL LIABILITY OF MEMBERS POLICE THREATHENING ACTORS MADE BY CHILDREN

( PN DECISION STUDY NUMBER : 701/Pid.B/2014/PN.Tjk )

Fitri Dwi Yudha , Eddy Rifai, Diah Gustiniati Email : (dwiyf@yahoo.com)

Abstract

Criminal responsibility is something that is accounted for criminal , against a person who committed the crime one example of criminal liability criminal threats to Police members are committed by children in Decision Case Number: 701/Pid .B/2014/PN.TJK. The problem is how accountability Criminal threats against members of the police perpetrators of child (PN Decision Study Number: 701/ Pid.B/2014/ PN.Tjk) and what is the basic consideration in decisions judge criminal case against the perpetrators of threats against members of the Police performed by children (PN Decision Study Number : 701/Pid.B/2014/PN.Tjk). Approach the problem in this study using juridical normative and empirical. Based on the results of criminal liability criminal threats against members of the police carried out by children in Decision Case Number : 701/Pid.B/2014/PN. TJK.), The defendant can be held accountable, because the defendant has met the elements of criminal responsibility Judge sanctions imprisonment for 1 ( one ) year, the application of Article downed by the judge deemed not appropriate because it does not use Law No. 3 of 1997 which has been converted into Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System Child. Basic considerations that the judge in this case the indictment, the purpose of punishment, things lighten and burdensome. Suggestions in this study were the judges in giving judgment sentencing considerations, should be considered state actors still considered a child. And the judge in making decisions should be wise and fair in giving a verdict against perpetrators who are still categorized as a child, should the decision of the judge in imposing imprisonment as a last resort (ultimum remedium).

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan : Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, artinya: “Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”.

Salah satu tujuan hukum adalah keadilan menurut pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya ada kesinambungan diantara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan penguasa. Indonesia sebagai negara hukum menganut asas dan konsep pancasila yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: 1. Asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang anti agama dan anti ajaran agama.

2. Asas kemanusiaan

mengamanatkan bahwa hukum nasional harus menjamin, melindungi hak asasi manusia

3. Asas kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia, berfungsi sebagai pemersatu bangsa

4. Asas demokrasi mengamanatkan bahwa kekuasaan harus tunduk pada hukum yang adil dan demokratis. 5. Asas keadilan sosial mengamanatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum.

Berdasarkan asas-asas tersebut maka segala tindakan yang melanggar hukum harus segera ditindak lanjuti dengan dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan yang relevan dan tegas untuk mengaturnya, seperti halnya kejahatan pengancaman atau afdreiging yang diatur dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan pengancaman dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pengertian anak sendiri dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas), tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

(5)

prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.1

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Bandar lampung yaitu pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri pada beberapa bulan lalu di Jl. Agus Salim Gg. Mangga Dua, Kelurahan Kaliawi,

Tanjungkarang Pusat,

Bandarlampung. Hal ini diawali dari penangkapan yang akan dilakukan oleh polisi terhadap seorang warga yang diduga sebagai bandar narkoba, dengan melihat kedatangan polisi tersebut memicu AS (17) melakukan tindakan pengancaman dengan menggunakan senjata tajam terhadap anggota Polresta Bandarlampung yang hendak menangkap tersangka narkoba di Kaliawi.2

Tindakan pengancaman yang dilakukan AS (17) terhadap anggota Polri membuatnya ditangkap. Ketua majelis hakim Ahmad Virzha menyatakan, AS (17) bersalah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP. ’’Terdakwa dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Dia dinilai telah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP,” Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Sayekti Chandra, yakni dua tahun penjara.

Hukum merupakan jaminan bagi kepastian perlindungan anak.

1

http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul

Sebagaimana Arif Gosita,3 mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak” (Studi

Putusan PN Nomor:

701/Pid.B/2014/PN.Tjk).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

1) Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak?, 2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak ?

C. Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu, pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap editing, evaluasi, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah

3

Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan

(6)

diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.)

Pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan.Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan pidana sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.4Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbutan tersebut dengan pidana, apabila ia mempunyai kesalahan. Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan, dilihat dari segi masyarakat menujukkan pandangan yang normative mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. Untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah:5 a. Melawan perbuatan pidana b. Mampu bertanggungjawab c. Dengan sengaja atau kealpaan d. Tidak ada alasan pemaaf

4

Roeslan Saleh. Loc. Cit.

5 Ibid.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Madison,6 menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana pada pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Didasarkan pada aturan undang-undang yang dilanggar oleh pelaku, tentu hal ini menjadi dasar hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana kepada AS bin Samijan yaitu 1 (satu) tahun penjara,menetapkan masa penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan memerintahkan terdakwa supaya tetap berada dalam tahanan, membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah).. penjatuhan pidana tersebut dirasa telah sesuai dengan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 214 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum kepada AS bin Samijan.

Beliau pun menambahkan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan harus melihat terlebih dahulu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dan telah memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan, dalam penerapan hukum pidana terhadap pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk tidak boleh merampas masa depan anak tersebut karena terdakwa tetap harus mendapatkan masa depan yang lebih baik.

6

(7)

Menurut Erna Dewi,7 berdasarkan hasil wawancara dengan penulis bahwasannya hakim dalam menjatuhkan putusan pidana khususnya terhadap pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak harus melihat usianya terlebih dahulu dan latar belakang perbuatannya serta tidak pidananya tersebut. Dimana tindak pidana tersebut bukan merupakan tindak pidana berat sehingga terdakwa perlu dibina dan dididik, akan tetapi seharusnya ada tindakan diversi dan restoratif justice dalam menangani kasus ini, jadi penyelesaiannya tidak harus melalui persidangan.

Menurut pendapat narasumber lain, Suswanto8 mengatakan bahwa pertanggung jawaban pidana yang dilakukan pelaku pengancaman anggota Polri oleh anak, yaitu tergantung dengan tindak pidana beserta ancaman pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pertanggungjawaban pidana atas terdakwa AS bin Samijan sebagai mana telah diatur dalam Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah dapat dipidana penjara paling lama 7 Tahun, denga ketentuan Pasal ini hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa yaitu berdasarkan pertanggungjawaban pidana yang telah ditetapkan undang-undang.

7

Berdasarkan hasil wawancara dengan Erna Dewi pada tanggal 15 Januari 2015 Pukul 13.20

8

Berdasarkan hasil wawancara dengan Suswanto pada tanggal 20 Januari 2015 Pukul 10.23

Sebelum Majelis Hakim menentukan tinggi rendahnya pidana yang dijatuhkan terhadap diri Terdakwa, maka akan terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

Terdakwa. Setelah

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Menggala menjatuhkan putusannya, sebagaimana termuat dalam putusan dalam perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. sebagai berikut: Berdasarkan fakta persidangan, maka hakim dalam mengadili pidana dalam perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa AS Bin Samijan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Paksaan dan Perlawanan

terhadap pegaiwai negeri yang sedang melaksanakan tugas yang sah

yang di

lakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan terdakwa supaya tetap berada dalam tahanan;

(8)

Menurut Sayekti Chandra,9 menyatakan hukum acara yang digunakan, yaitu: “Hukum acara yang digunakan yaitu dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa yang sebagaimana diatur dalam KUHAP, Setelah berkas perkara sampai pengadilan, maka Ketua Pengadilan menunjuk Hakim yang akan memeriksa berkas perkara tersebut, kemudian menetapkan hari persidangan dan memerintahkan Penuntut Umum supaya memanggil tersangka dan saksi untuk datang di sidang Pengadilan”.

Menurut penulis, dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu :

1. Perbuatan (manusia) 2. Diancam pidana

3. Dilakukan dengan unsur kesalahan

Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum melakukan tindak pidana pengancaman yang diatur dalam Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Akan tetapi penerapan Pasal yang dijatuhkan terhadap terdakwa AS bin Samijan dirasakan tidak tepat karena tidak digunakannya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang telah dirubah menjadi Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hal ini lah yang menimbulkan pertanyaan karena di satu sisi pelaku tindak pidana pengancaman pada

9

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Ridwan, selaku Hakim Pengadilan Negeri Menggala, tanggal 18 september 2014

Polri ini masih dikategorikan anak, tentu berbeda halnya dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Maka penggunaan Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dirasakan belum tepat yang dijatuhkan kepada anak sebab tidak memperhatikan atau memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan oleh hukum.

Dalam permasalahan anak dan kasus tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak pada putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk seharusnya diutamakan upaya Diversi dan Restoratif Justice dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu upaya penyelesaian perkara tanpa melalui proses persidangan dipengadilan, dimana semua pihak yaitu, pihak keluarga baik pihak dari pelaku maupun korban dan pihak-pihak penegak hukum lainnya yang terkait untuk duduk bersama-sama mencari penyelesaian yang terbaik dan adil dengan tujuan pemulihan kembali pada keadaan semula kepada anak bukan pembalasan.

(9)

yang jelas, sehingga ringan atau beratnya pidana yang dijatuhkan tergantung pada subyektifitas hakim. Sehubungan dengan hal tersebut, Sudarto (Muladi, 1998:57) menjelaskan bahwa :

“KUHP kita tidak memuat pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk undang-undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana yang ada hanya aturan pemberian pidana.

Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

perkara pidana terhadap Pelaku

Pengancaman Terhadap Anggota Polri

yang dilakukan

oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), penulis menggunakan teori dasar pertimbangan hakim yang

disampaikan oleh Mackenzie, ada

beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim

dalam mempertimbangkan

penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut : 1. Teori Keseimbangan

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi 3. Teori Pendekatan Keilmuan 4. Teori Pendekatan Pengalaman 5. Teori Ratio Decidendi

6. Teori Kebijaksanaan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Madison,10 menyatakan bahwa dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri, hakim, dalam hal ini tidak boleh mengesampigkan dakwaan dari jaksa sebagai penuntut umum. Karena dakwaan jaksa adalah salah satu

10

Berdasarkan hasil wawancara dengan Madison pada tanggal 19 Januari 2015 Pukul 10.15

dasar pertimbangan untuk hakim sebelum memutus atau menjatuhkan pidana. Apabila dalam pandangan antara jaksa dan hakim ada kesamaan maka hakim akan menjatuhkan pidana yang sama dengan jaksa, tetapi apabila sebaliknya hakim dapat melebihi tuntutan jaksa sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP. Hakim dalam menjatuhkan putusan akan memilih pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa hal ini sesuai dengan pasal 182 ayat (6) KUHAP.

Berdasarkan pendapat narasumber diatas, penulis menganalisis bahwa majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku tindak pidana pengancaman yang terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak. Berdasarkan putusan perkara nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk berdasarkan keyakinan dengan alat bukti yang cukup, terdakwa dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun penjara dan membebankan biaya perkara sebesar dua ribu rupiah. Majelis hakim tidak menjatuhkan vonis dengan ancaman maksimum karena berdasarkan pertimbangan putusan dalam hal-hal yang meringankan dan juga pelaku masih dikategorikan sebagai anak dan belum dewasa selain itu melihat teori pemidanaan, bahwa pemidanaan bukanlah suatu pembalasan melainkan pembinaan bagi terdakwa yang berbuat salah agar menagarah kelebih baik dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.

Menurut Erna Dewi,11 berdasarkan hasil wawancara dengan penulis menjelaskan, bahwa faktor yang

11

(10)

menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri. Berdasarkan putusan perkara nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Adalah :

1. Adanya hal-hal yang meringankan, yaitu : - Putusan diambil dengar suara

terbanyak

- Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat

hakim yang paling

menguntungkan bagi

terdakwa 3. Dakwaan Jaksa

- Dakwaan disini juga mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan pidana artinya berat ringannya pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak boleh menyampingkan pelaku tidak mengulangi perbuatanya.

5. Sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana pengancaman

- Disini melihat apakah pelaku rasa menyesal atau tidak

terhadap perbuatan yang dilakukannya dan menyadari atau tidak menyadari dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Penulis melakukan analisis bahwa putusan hakim terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda Rp. 2000,- hanya berpegang pada peraturan hukum positif saja, yaitu atau peraturan tertulis atau dengan pasal 214 ayat (1) KUHP. Tampaknya hakim dalam memutuskan melihat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh anak tersebut bukan pidana yang berat dan terdakwa belum pernah dihukum telah menyesali perbuatannya sehingga masih dapat memperbaiki diri maka penulis beranggapan seharusnya pelaku anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, dapat diketahui pertimbangan hakim pada perkara pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri (Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) dengan menggunakan teori Mackenzei, yaitu:

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbanngan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

(11)

Tanjung Karang cenderung tidak menjatuhkan pidana maksimum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) Hakim melihat latar belakang keadaan pelaku yang masih tergolong anak dengan menjatuhkan hukuman yang sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dengan harapan pelaku tidak mengulangi perbuatannya. 2. Teori Pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan Putusan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan

putusan, hakim akan

menyesuaikan denga keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu tergugat pang penggugat dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan hakim.

Menurut pandangan penulis, Hakim memutus perkara ini dengan melihat sikap terdakwa yang mengakui terus terang perbuatannya, bersikap sopan dipersidangan dan menyesali perbuatannya sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan dan belum pernah dihukum serta dakwaan jaksa juga melatarbelakangi pertimbangan berat ringannya pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) atas nama AS bin Samijan.

3. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

(12)

kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat.

III. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa :

1.Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadapanggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : Perbuatan (manusia), Diancam pidana, Dilakukan dengan unsur kesalahan. Akan tetapi penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga penerapan Pasal 214 Ayat (1) yang dijatuhkan kepada anak dirasakan belum tepat.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Yaitu dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan.

DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur :

Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo

Saleh, Roeslan, 1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana, Jakarta: Akasara Baru.

Budiardjo,Tri. 2010, Anak-Anak; Generasi Terpingirkan, (membangun Karakter Generasi Baru Lewat Pelayanan

Anak).,Yogyakarta: Penerbit Andi

Chazawi, Adami. 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo..

Internet :

http://anjarnawanyep.wordpress.com

Referensi

Dokumen terkait

Sub-sub judul dalam buku ini antara lain, Kota Raya di Tepian Brantas (membahas tentang sejarah Kerajaan Majapahit dan lahirnya Kota Mojokerto), Batik

[r]

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Perumahan. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Untuk membuat format kolom seperti yang umum kita jumpai pada koran adalah dengan mengakses perintah :A. Format > Bullets and Numbering

8. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002, tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan

PtrRSAMAAN DIFERtrNS]AL IINIER OITDE SA'TU DiNCAN MtrNGGUNAKAN METODf, ADAMS... IUFT'ENFUSTAK'AN L'{IV€RSI',AS

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

umumnya ada empat menu hidangan: appetizer (merupakan hidangan pembuka yang bertujuan menggugah selera makan, umumnya mempunyai rasa yang asin); soup (disajikan sebelum