• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

“Bagaikan anak burung yang sayapnya telah dikerat sebelum mampu terbang”. Mungkin kiasan Y.B. Mangunwijaya ini tepat digunakan untuk menggambarkan tentang efek kekerasan terhadap proses tumbuh kembang seorang anak. Kekerasan yang melekat dalam keseharian anak-anak telah meremukkan sekaligus dua dunia yang semestinya menjadi milik mereka. Dunia di dalam badan ; kekayaan imajinasi, keriangan hati, dan kreativitas yang murni, luas, penuh pesona, dan merdeka. Yang lain ialah dunia diluar jasa mereka ; lingkungan bermain, cinta kasih keluarga, dan masa depan, ruang waktu tempat mereka tumbuh dan berkembang dengan segumpal cita-cita dan harapan (Dijk, 1999: 2).

Tindak kekerasan acapkali diterima seorang anak tanpa sedikitpun seorang anak dapat membela diri. Penderitaan getir yang tak berujung harus ditelan begitu saja oleh anak-anak korban kekerasan yang polos dan tak berdaya. Ketakutan menjadi penjara tanpa pengadilan bagi mereka. Kesakitan, kesedihan, kesepian, kekecewaan, dan kemarahan mereka, tak urung dalam beberapa gradasi menimbulkan gangguan psikis seperti stress, phobia, atau trauma yang merusak kepercayaan terhadap diri dan orang lain.

(2)

mengatakan, semua jenis gangguan mental (mental disordis) ada hubungannya dengan perilaku buruk yang diterima manusia ketika ia masih kecil (Dijk, 1999: 30).

Sering kali orang dewasa tidak menyadari bahwa apa yang terjadi disekitar mereka begitu mempengaruhi anak. Sering dikatakan, anak merupakan cermin dari apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Jika suasana lingkungan sekitarnya sehat dan bahagia, maka wajah anak begitu ceria dan berseri. Sebaliknya jika mereka murung atau sedih, biasanya telah terjadi sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Jika kekerasan begitu dominan tidaklah mengherankan jika anak-anak kemudian melakukannya dan bahkan terbawa sampai ia dewasa. Karena kekerasan begitu sering terjadi dalam lingkungan anak, maka ia menganggap hal itu sebagai hal yang “normal” dan sudah seharusnya (Huraerah, 2006 : 48).

Dibesarkan dengan pengalaman buruk bukan mustahil mereka kelak (jika mujur menjadi survivor), akan menjelma menjadi pelaku kekerasan baru yang lebih kejam dan lebih menyeramkan. Kekerasan menjadi satu-satunya cara yang dipahami untuk memecahkan masalah. Ada siklus yang berulang, ada proses dialektis: sebentuk kekerasan, muncul sebagai reaksi atas kekerasan sebelumnya. Begitu seterusnya hingga menjadi modus vivendi, dalam menyikapi hubungan dengan sesama. Situasi psikis yang oleh pakar kriminologi disebut monomanien (gangguan terhadap kekuatan jiwa) ini dapat menimbulkan depresi yang meruntuhkan mental dan kepribadian anak, dan disisi ekstrim lain, juga dapat menghilangkan rasa takut. Kekerasan kemudian dianggap sebagai sesuatu yang biasa, sah, dan wajar.

(3)

pendek, kesehatan fisik dan mental yang buruk, masalah pendidikan (termasuk drop-out dari sekolah), kemampuan yang terbatas sebagai orang tua kelak, dan menjadi

gelandangan.

Sementara itu Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia yang dikutip oleh Suharto (dalam Huraerah, 2006 : 46) menyimpulkan bahwa kekerasan dapat menyebabkan anak kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari, antara lain :

1. Cacat tubuh permanen. 2. Kegagalan belajar.

3. Gangguan emosional bahkan dapat pada gangguan kepribadian.

4. Konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain.

5. Pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru dengan orang lain.

6. Agresif dan kadang-kadang melakukan tindakan kriminal. 7. Menjadi penganiaya ketika dewasa.

8. Menggunakan obat-obatan atau alkohol. 9. Kematian.

(4)

belajar lebih lamban, sakit perut, asma dan sakit kepala; (7) serta kematian. Adapun dampak kekerasan pada anak dalam masyarakat adalah pewarisan lingkaran kekerasan secara turun temurun, memiliki kepercayaan yang keliru bahwa orrang tua memiliki hak untuk melakukan apa saja terhadap anaknya (termasuk melakukan kekerasan), kualitas hidup masyarakat yang merosot sebab anak yang dianiaya tidak mengambil peran yang selayaknya dalam kehidupan kemasyarakatan.

Sadar ataupun tidak sadar, anak merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa yang dasarnya telah dibangun oleh generasi sebelumnya. Tindakan kekerasan terhadap anak merupakan dasar yang telah dibangun oleh generasi sebelumnya sebagai warisan, untuk selanjutnya ketika pada usia anak-anak ia telah menerima tindakan kekerasan maka ketika ia tumbuh kembang menjadi dewasa, ia akan memperlakukan anak-anak lain termasuk anaknya seperti apa yang dialaminya saat anak-anak.

Mengingat anak merupakan penerus cita-cita dan peradaban manusia, seyogyanya anak mendapat perlakuan sebaik-baiknya. Kasih sayang, perhatian dan perlindungan merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang mampu bertanggung jawab dan mandiri. Ironisnya cita-cita mulia sekaligus berat yang ditumpahkan pada anak-anak tidak diiringi dengan tindakan dalam fakta lapangannya. Kekerasan terhadap anak yang terjadi di indonesia justru meningkat dan memprihatinkan.

(5)

atau setara 62,7 persen adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, pencabulan serta inces. Sedangkan persentase kasus sisanya adalah kekerasan fisik dan psikis (www.news.detik.com : Selasa, 20/12/2011 11:42 WIB diakses tanggal 13 Maret 2012).

Hal serupa juga terlihat berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatra Utara. Terdapat peningkatan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebanyak sekitar delapan persen pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2010. Berdasarkan pengaduan masyarakat yang tercatat oleh KPAID SUMUT terdapat 164 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di tahun 2011 setelah sebelumnya terdapat 153 kasus pada tahun 2010. KPAID juga menambahkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang ada di Provinsi Sumatera Utara dapat berkembang lebih banyak lagi mengingat pihak korban maupun keluarga yang kerap malu dan menutup-nutupi kasus tersebut sehingga menyulitkan dalam pemonitoringan data jumlah korban kekerasan anak yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu KPAID juga mengatakan bahwa kasus kekerasan anak yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh kasus kekerasan seksual yaitu sekitar lebih dari 30 persen atau sebanyak 64 kasus (www.eksposnews.com: Kamis, 19/01/2012 19:58:09 diakses tanggal 13 Maret 2012).

(6)

untuk tumbuh dan berkembang secara normal, keintiman, kontrol tubuh, pengasuhan dan kasih sayang yang normal, maupun keselamatan dan keamanannya. Semua itu dapat mengakibatkan dampak kerugian jangka pendek maupun jangka panjang terhadap perkembangan anak baik perkembangan psikologi, fisik, emosi, sosial, maupun perkembangan psikopatologi seorang anak.

Dampak psikologis, emosional, fisik dan sosial yang dialami anak korban

kekerasan seksual meliputi

gangguan psikologis yang umum seperti perilaku termasuk ada beberapa hipotesis lain pada asosiasi kausalitas ini Maret 2012).

Pada penganiayaan seksual dapat berakibat pada kondisi fisiknya seperti terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal didaerah kemaluan, pendarahan dari vagina atau anus, infeksi saluran kencing yang berulang, keluarnya cairan dari vagina. Sering pula korban menunjukkan gejala sulit untuk berjalam atau duduk dan terkena infeksi penyakit kelamin, bahkan bisa terjadi suatu kehamilan (Suyanto, 2010 :100)

(7)

Mereka juga sering kali menunjukkan keluhan-keluhan somatik tanpa adanya dasar penyebab organik, kesulitan disekolah atau kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan teman, gelisah, kehilangan kepercayaan diri, tumbuh rasa tidak percaya pada orang dewasa, phobia, cemas, perasaan terluka yang sifatnya permanen.

Anak perempuan pada situasi sekarang ini sangatlah rentan terhadap kekerasan seksual. Data yang dihimpun oleh pusat krisis terpadu untuk perempuan dan anak di pusat Klinik terpadu RSCM dari juni 2000 hingga Desember 2007 menunjukkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan mencapai 708 kasus dan kasus kekerasan seksual pada anak laki-laki mencapai 118 kasus. Alasan pelaku pada umumnya sangat beragam, selain tidak rasional juga mengada-ada. Selain itu para pelaku sebelum dan sesudah melakukan kekerasan seksual umumnya melakukan kekerasan, dan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat dan serangkaian kebohongan. Walaupun sebagian besar korban pelecehan seksual dan perkosaan adalah wanita, akan tetapi dalam beberapa kasus, laki -laki juga dapat menjadi korban pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh laki-laki juga dan dalam hal ini didominasi oleh kasus kekerasan seksual berupa sodomi

(8)

Pada sebagian besar kasus, kekerasan seksual dilakukan oleh orang sudah sangat dikenal korban, misalnya teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan. Sedangkan sebagian kasus lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang - orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai orang baik -baik yang menawarkan bantuan, misalnya meng-antarkan korban ke suatu tempat

Monitoring data anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia tahun 2011 menunjukkan dari 110 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 72 kasus dimana pelaku merupakan orang-orang yang berada disekitar korban seperti tetangga, teman, pacar, guru dan bahkan oleh orang-orang yang seharusnya memiliki tanggung jawab terbesar untuk melindungi anak yaitu keluarga. Dimana 26 kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelaku merupakan tetangga korban sendiri. Kemudian sebanyak 24 kasus dimana keluarga (orang tua kandung/tiri, abang kandung/tiri, paman, dan kakek) merupakan pelaku dalam tindak kekerasan seksual terhadap anak. 9 kasus pelaku merupakan teman dari korban. 9 kasus pelaku adalah pacar dari korban. Dan 4 kasus pelaku merupakan guru dari korban.

(9)

Lingkungan sosial yang tidak sehat (sakit) akan memberikan pengaruh besar kepada pembentukan kebiasaan atau perkembangan anak. Apabila terdapat perangsang-perangsang negatif dari luar yang mengkondisionir anak-anak maka mereka sendiri kemudian akan mengembangkan pola kebiasaan yang tidak wajar atau ”sakit” menirukan tingkah laku “tidak sehat” orang dewasa yang dilihat atau dialami oleh seorang anak. Maka, sebagai akibat dari stimulus sosial yang kurang baik, dan salah ulah dalam proses belajar anak-anak itu, muncul kemudian banyak gejala penyimpangan perilaku anak setelah dewasa.

Sementara itu, sistem pencegahan, perlindungan dan penanggulangan anak korban kekerasan (termasuk didalamnya kekerasan seksual) dinilai masih sangat minim dan hampir tidak ada sama sekali. Bahkan banyak kekerasan yang menimpa anak-anak tidak terjangkau oleh hukum dengan alasan kultural (tradisi), privasi, interest politik, ataupun rasa malu baik dari pihak korban ataupun keluarga. Maka merebaklah impunity (kejahatan tanpa hukuman) yang memungkinkan kekejaman bisa terus berlangsung. Dalam hal ini negara dan masyarakat telah melakukan tindakan pembiaran (act of ommision) yang memungkinkan pelaku bebas dari tuntutan hukum (Dijk, 1999: 4).

(10)

dengan tetap memperoleh hak-haknya sebagai anak yang harus dilindungi karena anak merupakan pewaris dan pelanjut masa depan bangsa.

Maka atas dasar tujuan memastikan anak menjalani proses tumbuh kembangnya secara maksimal dan tetap memperoleh haknya sebagai seorang anak yang seharusnya juga dimiliki oleh anak korban kekerasan seksual, dengan ini peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak dengan studi kasus anak korban kekerasan seksual yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak Dalam Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual yang Didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan anak dengan studi kasus anak korban kekerasan seksual yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

(11)

penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat khususnya permasalahan sosial anak.

b. Bagi Fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka pengembangan konsep - konsep dan teori – teori keilmuan mengenai Permasalahan Sosial Anak yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya, serta dapat bermanfaat.

(12)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang digunakan berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti. BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pengumuman ini kami sampaikan dan bagi peserta pengadaan yang keberatan atas penetapan hasil kualifikasi dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada

LAPORAN PUBLIKASI (BULANAN)/CONDENSED FINANCIAL STATEMENT (MONTHLY) KOMITMEN KONTIJENSI/OFF BALANCE SHEET. PT BANK DINAR

ADCs for dry matter, energy and nitrogen were highest for fish meal, although several other ingredients, including some animal meals and gluten from wheat and corn, had similar ADCs

LAPORAN PUBLIKASI (BULANAN)/CONDENSED FINANCIAL STATEMENT (MONTHLY) KOMITMEN KONTIJENSI/OFF BALANCE SHEET. PT BANK DINAR

, a high protein meal based on selected ingredients, were determined for juvenile silver perch. Experimental diets comprised a reference diet plus meat meal products at either 15%

[r]

Ž. There was no significant difference between the performance of silver perch fed the two test diets. The diet ingredient cost to produce 1 kg fish was significantly lower for

Kesimpulan yang dapat diambil adalah kita dapat mengetahui cara kerja sebuah web browser dan ternyata pembuatan aplikasi tersebut tidaklah terlalu sulit. Selaian itu kita pun