BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular
yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kondisi sampai
tahun 2008 di seluruh dunia dipastikan terdapat 9,4 juta kasus TB Paru. Hal
ini setara dengan 139 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian
akibat TB Paru sebesar 1,1 – 1, 7 juta penduduk. Munculnya pandemi
Human Imunodeficiency Virus (HIV) di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB Paru secara signifikan
yakni sekitar 10 % per tahun. Pada saat yang sama pula, terjadi kekebalan
ganda kuman TB terhadap obat anti TB ( Multi Drug Resistance = MDR).
Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.[1]
Pada tahun 2008 di Indonesia terdapat 296 kasus baru penderita TB
Paru per 100.000 penduduk, 116 kasus diantaranya kasus TB Paru Basil
Tahan Asam (BTA) positif. Secara keseluruhan angka insiden TB paru di
Indonesia berkembang mendekati 1,1 % per tahun. Meskipun demikian,
Indonesia telah mencapai kemajuan yang pesat dalam hal peningkatan
penemuan kasus TB Paru yaitu sekitar 51,6% , namun hanya setengah dari
penderita TB Paru yang dapat diobati di seluruh Puskesmas di Indonesia. [1,2]
Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan penting
dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Salah satunya adalah
program pemberantasan penyakit TB Paru. Sejak tahun 1995 program
pemberantasan penyakit TB Paru telah dilaksanakan dengan strategi Directly
Observed Treatmen Shortcourse (DOTS) yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS – TB Paru),
program pemberantasan penyakit TB Paru berubah menjadi program
penanggulangan penyakit TB Paru. Program tersebut sampai saat ini
yang tinggi. [2,3]
Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota dengan jumlah
penduduk terbesar di provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk di Kota
Semarang menurut registrasi sampai dengan akhir Desember 2008 sebesar
1.481.640 jiwa . Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, angka penemuan
kasus TB Paru di Kota Semarang tahun 2008 hanya mencapai 47%.
Persentase tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2007
(49%). Hal ini dikarenakan beberapa Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang
ada di Kota Semarang belum mencapai target nasional angka penemuan
kasus TB Paru yang ditetapkan dalam program penanggulangan TB Paru
yakni sebesar 70%.[4]
Angka penemuan suspek TB Paru dan angka penemuan kasus TB Paru
BTA positif merupakan tolok ukur yang menentukan keberhasilan program
penanggulangan TB Paru. Salah satu unsur pokok yang dibutuhkan dalam
keberhasilan program penanggulangan TB Paru adalah ketersediaan sumber
daya manusia yang berkualitas dengan kinerja atau prestasi kerja yang baik.
Petugas TB Paru mempunyai peranan penting dalam proses pelaksanaan
program penanggulangan TB Paru [2,4]
Kinerja petugas atau karyawan dapat dilihat dari kemampuan kerja,
prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu
periode tertentu yang telah ditetapkan. Kinerja petugas atau karyawan
tergantung pada kemampuan pembawaan, kemampuan yang dapat
dikembangkan, bantuan untuk terwujudnya performance, insentif baik materi
maupun non materi, lingkungan dan evaluasi.[5,9]
Menurut hasil penelitian tentang Analisis Faktor Kinerja Petugas TB
Paru di Kota Jambi membuktikan bahwa faktor karakteristik pendidikan dan
motivasi petugas TB Paru mempengaruhi kinerja petugas TB Paru dalam
penemuan suspek dan keberhasilan pengobatan TB Paru, semakin tinggi
motivasi petugas TB Paru maka semakin tinggi pula kinerja petugas TB Paru
faktor kesempatan petugas TB Paru juga dominan mempengaruhi kinerja
petugas dalam konversi pengobatan TB Paru BTA positif, semakin tinggi
kesempatan petugas maka semakin tinggi pula kinerja petugas dalam
konversi pengobatan TB Paru. Dengan demikian, kinerja petugas TB Paru
dalam penemuan suspek dan pengobatan TB Paru dipengaruhi oleh adanya
interaksi antara kemampuan, motivasi dan kesempatan petugas TB Paru.[18]
Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa kinerja petugas TB
Paru dalam penemuan kasus TB Paru dipengaruhi oleh faktor karakteristik
individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, golongan /
pangkat dan lama bekerja, tanggung jawab atas pekerjaan yang dibebankan,
pemberian kompensasi atau insentif baik materi maupun nonmateri dan
pengetahuan dan sikap petugas TB Paru serta adanya manajemen yang
baik.[18,20,24,26]
Hasil wawancara dengan beberapa petugas TB Paru Puskesmas yang
ada di Kota Semarang yakni petugas TB Paru Puskesmas Genuk dan
Bangetayu menyatakan bahwa faktor-faktor kinerja yang mempengaruhi
petugas TB Paru dalam penemuan kasus TB Paru adalah beban kerja yang
cukup berat yang merangkap program lain, tidak adanya pemberian insentif
yang bermakna terhadap program penanggulangan TB Paru. Disamping itu,
penemuan kasus TB Paru yang masih bersifat pasif yakni apabila penderita
datang ke Puskesmas baru dilakukan pemeriksaan. Petugas TB Paru juga
menyatakan sarana dan prasarana masih kurang dalam melakukan
penjaringan suspek TB Paru bagi penderita yang tidak datang ke
Puskesmas. Perencanaan penyuluhan kesehatan tentang penanggulangan TB
Paru belum dilakukan dengan baik dan kerjasama dengan program lain juga
masih kurang.
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang beberapa
faktor kinerja yang berhubungan dengan angka penemuan kasus TB Paru
B. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara faktor karakteristik petugas, motivasi, beban
kerja dan aspek manajemen petugas TB Paru Puskesmas dengan angka
penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor karakteristik, motivasi, beban kerja dan
aspek manajemen petugas TB Paru Puskesmas dengan angka penemuan
kasus TB Paru di Kota Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan angka penemuan kasus baru TB Paru
b. Mendeskripsikan karakteristik individu yang meliputi jenis
kelamin, umur dan masa kerja.
c. Mendeskripsikan motivasi dan beban kerja
d. Mendeskripsikan perencanaan, kerjasama dan monitoring evaluasi.
e. Menganalisis hubungan jenis kelamin petugas TB Paru Puskesmas
dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang.
f. Menganalisis hubungan umur petugas TB Paru Puskesmas dengan
angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang.
g. Menganalisis hubungan masa kerja petugas TB Paru Puskesmas
dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang.
h. Menganalisis hubungan motivasi petugas TB Paru Puskesmas
dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang.
i. Menganalisis hubungan beban kerja petugas TB Paru Puskesmas
dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang.
j. Menganalisis hubungan perencanaan petugas TB Paru Puskesmas
dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota Semarang
k. Menganalisis hubungan kerjasama petugas TB Paru Puskesmas
l. Menganalisis hubungan monitoring dan evaluasi petugas TB Paru
Puskesmas dengan angka penemuan kasus TB Paru di Kota
Semarang
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu kesehatan
masyarakat dalam kaitannya dengan usaha penanggulangan penyakit TB
Paru.
2. Manfaat Metodologis
Sebagai informasi bagi mahasiswa dan instansi terkait untuk menggali dan
melakukan penelitian berikutnya.
3. Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi bagi pengelola Program Penanggulangan (P2) TB
Paru untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna
meningkatan kinerja petugas TB Paru dalam pencapaian angka penemuan
kasus TB Paru.
E. Bidang ilmu
Penelitian ini merupakan lingkup ilmu kesehatan masyarakat khususnya
tentang administrasi manajemen kesehatan.
F. Keaslian Penelitian
Perbedaan dengan penelitian yang dilaksanakan ini adalah variabel
penelitian, variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor karakteristik
individu (masa kerja) dan beban kerja petugas TB Paru. Subyek dan lokasi
penelitian juga berbeda yakni seluruh petugas TB Paru Puskesmas yang ada di
Kota Semarang.
Beberapa penelitian tentang TB Paru yang telah dilakukan oleh peneliti
Tabel 1.1. Beberapa Penelitian Terdahulu Tentang TB Paru
No. Peneliti Judul Desain Variabel Hasil
1 Syafei dan
Variabel Bebas (VB):faktor karakteristik
(umur,golongan/pangkat,masa kerja,pelatihan dan insentif), kemampuan, motivasi dan kesempatan
Variabel Terikat (VT):kinerja patugas P2PTB Paru dalam penemuan suspek TB Paru, penemuan suspek TB Paru BTA positif, kegagalan dan drop out pengobatan TB Paru
Faktor karakteristik pendidikan dan motivasi mempengaruhi kinerja petugas dalam penemuan suspek TB Paru. Faktor kemampuan, motivasi, kesempatan dan faktor karakteristik
golongan/pangkat
mempenagruhi kinerja petugas dalam pengobatan TB Paru,
sedangkan faktor motivasi juga mempengaruhi kinerja
petugas dalam kegagalan dan drop out pengobatan TB Paru persepsi, sumber daya dan insentif
VT:kinerja petugas laboratorium dalam penemuan
penderita TB Paru
Ada hubungan yang bermakna antara pelatihan, motivasi, persepsi, sumber daya dan insentif dengan kinerja petugas laboratorium dalam penemuan penderita TB Paru petugas TB Paru Puskesmas VT:kinerja petugas dalam cakupan penemuan TB Paru
Ada hubungan yang bermakna antara aspek perencanaan, kerjasama dan monitoring evaluasi dengan kinerja petugas TB Paru Puskesmas dengan cakupan
VT:kinerja P2TB Paru
5 Ahmad Syukur, 2007
Pengaruh Kekuatan dan Budaya Tim terhadap Kinerja Tim P2TB Paru Puskesmas di Provinsi DIY
Cross sectional
VB:kakuatan dan budaya tim P2TB Paru Puskesmas
VT:kinerja tim P2TB Paru Puskesmas
Kekuatan tim berpengaruh positif dan