PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU PADA
PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT (P2P) TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
NIM. 061000288
NELLY NOVITHALINA GARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul :
PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU
PADA PROGRAM P2 TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009
Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :
NIM. 061000288
NELLY NOVITHALINA GARI
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta seminar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
A B S T R A C T
TB Lungs was still being the problem of health in the world especially in the developing country. Was based on the report on the eradication program of originating infection diseases from the Health Service of Medan City of province North Sumatra (2009), the Discovery of the patient TB lungs in 2007 did not yet reach the target that is 26,2%, During 2008 the netting sample TB lungs totaling 32,5%. Now the netting target sample that was appointed in the program of TB lungs in 2007 to be 60% and in 2008 was as many as 70%.
This research kind was explanatory research, that aimed at knowing the influence of the work motivation on the level of the achievement of the official TB lungs the community health centre in the Discovery of the sufferer TB lungs in the program of P2 TB lungs in Medan City in 2009. The population was all the official TB lungs the community health centre in Medan City that is 34 people with the total sample sampling that is 34 people.
Results of the analysis of the regression test multiple showed that is gotten by the influence that was significant between the condition for the work and the supervision towards the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs where (p = < 0,05), and the equality of Y = - 0,372 of + 0,047 X4 + 0,022 X6. whereas responsibility, the achievement, the incentive, and the acknowledgment were not received by the influence on the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs (p = > 0,05).
Suggested to the Health Service of Medan City in the matter concerning the distribution of the health power and the procurement of means and equipment apparently paid attention on the requirement for this Community Health Centre, and to the head of the Community Health Centre apparently did not give the double position to his subordinate to avoid the occurrence of the decline in the achievement to his subordinate by increasing the supervision so as the official TB lungs became more responsible still on his work and more increased the quality and quantity of his achievement.
A B S T R A K
TB Paru masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yaitu 26,2%. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru sebanyak 32,5%. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008 adalah sebanyak 70%.
Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap tingkat kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam Penemuan penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. Populasi adalah seluruh petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan yaitu 34 orang dengan sampel total sampling yaitu 34 orang.
Hasil analisa uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara kondisi kerja dan supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dimana ( p = < 0,05), dengan persamaan Y = -0,372 +0,047X4 + 0,022X6. Sedangkan tanggung jawab, prestasi, insentif, dan pengakuan tidak terdapat pengaruh terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas (P = > 0,05).
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam hal mengenai pembagian tenaga kesehatan dan pengadaan sarana dan peralatan kiranya memperhatikan kebutuhan Puskesmas tersebut, dan kepada kepala Puskesmas kiranya tidak memberikan jabatan rangkap kepada bawahannya untuk menghindari terjadinya penurunan kinerja pada bawahannya dengan meningkatkan supervisi sehingga petugas TB Paru menjadi lebih bertanggung jawab lagi atas pekerjaannya dan lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya.
Kata Kunci : Motivasi Kerja, Kinerja penemuan penderita TB Paru petugas TB Paru
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nelly Novithalina Gari
Tempat/Tgl lahir : Medan/ 15 Nopember 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Jl. Bt. Kuis Psr.8 Gg. Proyo No.135a Tg.Morawa
RIWAYAT PENDIDIKAN
1990 – 1996 : SD Negeri I Tg. Morawa
1996 – 1999 : SLTP St. Antonius Medan
1999 – 2002 : SMA NEGERI I TG. Morawa
2002 – 2005 : Akademi Kebidanan Imelda Medan
2006 – Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT PEKERJAAN
2005 – 2006 : Bidan RSU Imelda Medan
2006 – 2008 : Staf Pengajar Akbid Imelda Medan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “ Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru
Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan
Penyakit TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009.”
Penulisan skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing Akademik.
2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, Msi, selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM USU dan dosen penguji II yang banyak
memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis.
3. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, sebagai dosen pembimbing skripsi I yang banyak
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk
dan saran kepada penulis
4. Bapak dr. Fauzi, SKM, sebagai dosen pembimbing skripsi II yang banyak
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk
dan saran kepada penulis.
5. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, MKes sebagai dosen penguji III yang banyak
6. Bapak dr. H. Edwin Effendi, MSc selaku Ka. Dinas Kesehatan Kota Medan
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Puskesmas
lingkungan Kota Medan.
7. Ibu Sondang, SPsi, selaku ketua program TB Paru Puskesmas Kota Medan
yang banyak memberikan nasihat dan bantuannya dalam pelaksanaan
penelitian di Puskesmas lingkungan Kota Medan
8. Seluruh Bapak/Ibu dan staf FKM USU, khususnya di AKK
9. Teman- teman stambuk 2006 dan peminatan Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan yang banyak memberikan masukan kepada penulis (Cepi, Bu
wiwik, Fitri, Ade, Bang Telpa, Kak Rika) serta kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
Secara khusu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang tercinta
Ayahanda AT.Gari, Ibunda R. Br. Hombing, Abang dan Adik-adikku serta Kristian
Sitompul,SH yang telah memberikan motivasi dan doa buat saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya dan bagi siapa yang membacanya,
Terima kasih.
Medan, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Riwayat Hidup Penulis ... iv
Kata Pengantar . ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Kinerja ... 9
2.1.1. Pengertian Kinerja ... 9
2.1.2. Faktor Yang Berkaitan dengan Kinerja ... 10
2.2. Uraian Tugas Petugas TB Paru ... 12
2.3. Motivasi Kerja ... 14
2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja ... 14
2.3.2. Teori-teori Motivasi ... 15
2.4. Defenisi TB Paru dan Cara Penularan ... 19
2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru ... 20
2.4.2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan ... 22
2.5. Kerangka Konsep ... 23
2.6. Hipotesis Penelitian ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Jenis Penelitian ... 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25
3.3. Populasi dan Sampel ... 27
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 27
3.5. Defenisi Operasional ... 27
3.5.1. Variabel Bebas ... 28
3.5.2. Variabel Terikat ... 29
3.6. Aspek Pengukuran ... 29
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29
3.7. Teknik Analisa Data ... 31
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 32
4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 32
4.1.1. Data Geografis ... 32
4.1.2. Data Demografis ... 32
4.1.3. Fasilitas Kesehatan ... 33
4.1.3.1. Jumlah tenaga kesehatan ... 33
4.2. Karakteristik Responden ... 34
4.3. Deskripsi Motivasi Kerja Petugas TB Paru Puskesmas... 35
4.4. Deskripsi Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas ... 37
4.5. Analisa Statistik ... 37
BAB V. PEMBAHASAN ... 40
5.1. Pengaruh Tanggung jawab terhadap kinerja petugas TB Paru 41
5.2. Pengaruh Prestasi terhadap kinerja petugas TB Paru ... 42
5.3. Pengaruh Insentif terhadap kinerja petugas TB Paru ... 43
5.4. Pengaruh Kondisi Kerja terhadap kinerja petugas TB Paru .. 43
5.5. Pengaruh Pengakuan terhadap kinerja petugas TB Paru ... 44
5.6. Pengaruh Supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru... 45
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
6.1. Kesimpulan ... 47
6.2. Saran ... 48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di
Kota Medan Tahun 2007-2008 ... 4
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 30
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 31
Tabel 4.1. Distribusi Fasilitas Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009 ... 33
Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009 ... 33
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009 ... 35
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja ... 36
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009 ... 37
Tabel 4.6. Analisa Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada P2P TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009 ... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh (Depkes RI, 2002).
Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas-petugas kesehatan yang
didukung peran serta aktif masyarakat (Depkes RI, 2002).
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan
Badan Kesehatan Dunia (WHO = World Health Organization) melaksanakan suatu
evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan
rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi
penanggulangan TB Paru di Indonesia yang kemudian disebut “Strategi DOTS” yang
menandai era baru pemberantasan TB Paru di Indonesia (Dirjen P2M & PLP, 1997).
Menurut laporan dari WHO (2006), bahwa ada 9,2 juta kasus baru TB secara
global, diperkirakan 1,7 juta orang meninggal termasuk yang memperoleh infeksi
HIV.
Di Indonesia penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan
utama karena merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia,dan
dilakukan WHO tahun 1999 diperkirakan bahwa besarnya penderita TB Paru di
Indonesia sebanyak 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000 penduduk
(Depkes RI, 2002).
Penyakit TB Paru telah diupayakan pemberantasannya puluhan tahun yang
lalu, dimulai sejak diadakan simposium pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun
1969, tetapi sampai sekarang perkembangannya belum begitu baik (Depkes RI,
2002).
Untuk menanggulangi masalah TB Paru, sejak tahun 1994 program
pemberantasan TB Paru di Indonesia telah mengadopsi strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) yang dianjurkan oleh WHO. Strategi ini telah
terbukti cukup efektif dalam penyembuhan penderita TB Paru di beberapa negara
berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Meski demikian angka penjaringan suspek
terhadap penderita TB khususnya TB Paru masih perlu ditingkatkan terutama di
wilayah endemik. Untuk itu perlu peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua
pihak yang terkait sehingga penanggulangan penyakit TB Paru dapat lebih
ditingkatkan sesuai dengan tujuan yang telah dicanangkan oleh Gerakan Terpadu
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TB) sebagai dasar kebijakan sejak
24 Maret 1999 (Depkes RI, 2002).
Pada era desentralisasi, daerah Kabupaten/Kota mendapatkan otonomi
seluas-luasnya dalam mengelola program kesehatan, sehingga Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu
program. Dalam program penanggulangan TB Paru, penjaringan suspek TB Paru
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar di Masyarakat. Dalam
pelaksanaan pelayanannya di harapkan banyak suspek TB dapat terjaring dari
berbagai kegiatannya. Semakin tinggi angka penjaringan suspek diharapkan semakin
banyak pula penderita BTA positif yang dapat ditemukan. Dalam pengukuran
keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Indikator yang dipakai untuk penjaringan
suspek dalam program penanggulangan TB paru adalah 16 per 1000 penduduk
(Depkes RI, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Ratu (2006), Ditemukan masih rendahnya tingkat
penjaringan suspek TB Paru oleh petugas kesehatan di Puskesmas Hutarakyat yang
merupakan salah satu Unit pelaksana yang ditetapkan sebagai PRM yaitu hanya
menjaring sebanyak 33% atau 381 jiwa dari estimasi suspek yang harus terjaring
sebanyak 1121 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di wilayah kerja PRM Hutarakyat
yaitu 70.111 jiwa. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada
program TB Paru adalah sebanyak 100%.
Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber
dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien
TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yang ditetapkan dari indikator yang
dipakai untuk penjaringan suspek dalam program penanggulangan TB Paru yaitu dari
1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya terjaring suspek TB Paru sebanyak 14% atau
2.590 jiwa dari target yang harus terjaring yaitu 19.067 jiwa dari seluruh jumlah
penduduk di Kota Medan. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru juga tidak
mencapai target yang ditetapkan yaitu dari 1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya
terjaring yaitu 22.245 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di Kota Medan. Sementara
target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru per wilayah UPK
(Unit Pelayanan Kesehatan) di Kota Medan tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008
adalah sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan dari tahun 2007 ke tahun 2008
mengalami peningkatan target penjaringan suspek TB Paru, namun target penjaringan
suspek TB Paru tidak tercapai pada sebagian besar UPK di Kota Medan.
Untuk lebih jelasnya penjaringan suspek TB Paru per UPK di Kota Medan
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. dibawah ini.
Tabel 1.1. Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di Kota Medan Tahun 2007- 2008.
No. Nama UPK
Tahun 2007 Tahun 2008
JP Suspk 16/‰)
Target (60%X suspk)
TJR % JP Susp (16/‰)
Target (70%X suspk)
TJR %
1. Pasar merah
40.917 655 393 379 96 40.917 655 459 526 115
2. Sukaramai 38.408 615 369 107 29 38.408 615 431 106 25 3. Kota
Matsum
57.725 924 554 177 32 57.725 924 647 144 22 4. Medan area
selatan
36.031 576 346 85 25 36.031 576 403 82 20 5. Bromo 29.021 464 278 77 28 29.021 464 325 78 24
6. Teladan 37.810 605 363 1013 279 37.810 605 424 871 205 7. Simpang
Limun
24.009 384 230 246 107 24.009 384 269 229 85
8. Amplas 96.446 1543 926 338 37 96.446 1543 1080 391 36 9. Desa Binjai 36.370 582 349 240 69 36.370 582 407 250 61 10 Sentosa
baru
Sambungan Tabel 1.1.
12. Tegal sari 41.818 669 401 67 17 41.818 669 468 64 14 13. Mandala 76.398 1222 733 179 24 76.398 1222 855 623 73 14. Denai 25.241 404 242 144 60 25.241 404 283 144 51 15. Darussalam 24.046 385 231 150 65 24.046 385 270 172 64 16. Petisah 32.633 522 313 80 26 32.633 522 365 111 30 17. Sei agul 50.126 802 481 249 52 50.126 802 561 223 40 18. Ratang 20.425 327 196 187 95 20.425 327 229 161 70 19. Padsng bulan 47.444 759 455 145 32 47.444 759 531 211 39 20. Pb.selayang 61.429 983 590 54 9 61.429 983 688 241 35 21. Simalingkar 37.072 593 356 76 21 37.072 593 415 56 14 22. Tuntungan 18.962 303 182 54 29 18.962 303 212 79 37 23. Polonia 44.795 717 430 42 9 44.795 717 502 72 14 24. Medan johor 65.985 1056 634 292 46 65.985 1056 739 316 43 25. Kampung
baru
52.747 844 506 111 22 52.747 844 591 507 86 26. Kedai durian 41.097 658 395 225 57 41.097 658 461 255 55 27. Pekan
labuhan
26.325 421 253 161 63 26.325 421 295 121 41 28. Medan
labuhan
22.678 363 218 75 34 22.678 363 254 68 27 29. Terjun 101.069 1617 970 122 13 101.069 1617 1132 102 9 30. Medan deli 96.852 1550 930 525 56 96.852 1550 1085 946 87 31. Titipapan 22.027 352 211 146 69 22.027 352 246 168 68
32. Martubung 32.188 515 309 337 109 32.188 515 361 379 104
33. Sunggal 62.991 1008 605 313 52 62.991 1008 706 290 41 34. Desa lalang 34.083 545 327 56 17 34.083 545 382 81 21 35. Helvetia 140.808 2253 1352 470 35 140.808 2253 1577 581 37 36. Glugur darat 100.572 1609 965 168 17 100.572 1609 1126 238 21 37. Pulo brayan 31.315 501 301 12 `4 31.315 501 351 98 28 38. Glugur kota 22.202 355 213 37 17 22.202 355 249 71 29
39. Belawan 104.549 1673 1004 596 59 104.549 1673 1171 1171 100 Jumlah 1.986.195 31.779 19.0
67
2.590 14 1.986.195 31.77 9 22.2 45 10.3 34 46
Sumber:Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008
Keterangan :
- JP : Jumlah Penduduk
- TJR : Terjaring
Dari tabel diatas, dapat terlihat dari 39 UPK di kota Medan hanya 2 UPK
yang mencapai target dari tahun 2007 – 2008 yaitu Martubung dan Teladan serta ada
2 UPK pada tahun 2007 mendekati target dan tahun 2008 mencapai target yaitu Pasar
merah dan Belawan sedangkan 1 UPK Simpang limun pada tahun 2007 mencapai
target dan tahun 2008 mendekati target, 34 UPK lainnya yaitu Sukaramai, Kota
Matsum, Medan Area Selatan, Bromo, Amplas, Desa Binjai, Sentosa Baru, Sering,
Pb.Selayang, Tuntungan, Simalingkar, Polonia, Medan Johor, Kampung Baru, Kedai
Durian, Medan Labuhan, Pekan Labuhan, Terjun, Medan Deli, Titipapan, Sunggal,
Desa Lalang, Helvetia, Glugur Darat, Pulo Brayan, dan Glugur Kota belum mencapai
target dari tahun 2007- 2008.
Secara teoritis, kinerja seseorang dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel
yaitu : 1) variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan
demografi), 2) varibel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan
desain pekrjaan), 3) variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, kepuasan kerja,
dan motivasi). Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan
kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekrjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Motivasi merupakan sub variabel
dari variabel psikologis, yang berperan dalam memengaruhi kinerja karyawan (Ilyas,
1999).
Menurut Fakhruddin (2000), terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel motivasi dengan kemampuan kerja terhadap kinerja perekam medis di
Rumah Sakit Haji Medan. Menurut Adiono (2002), tentang analisis Kepemimpinan
Yang Mendorong Iklim Kerja dan Motivasi Kerja Serta Dampaknya Terhadap
Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Se-Kota Palu, didaptkan hasil adanya hubungan
antara motivasi kerja dengan kinerja tenaga perawat. Menurut Wiwik (2008), terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi dengan insentif terhadap kinerja
Berdasarkan uraian diatas tersebut dan sejalan dengan kebijakan terhadap
pemerataan pelayanan kesehatan khususnya pada Program Pemberantasan Penyakit
(P2P) TB Paru, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh
motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam penemuan
penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas
TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2 TB Paru di
Kota Medan Tahun 2009”.
1.3. Tujuan Penelitian
. Untuk menjelaskan adanya pengaruh motivasi kerja ( meliputi : Tanggung
jawab, prestasi, insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi) terhadap kinerja
petugas TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2
TB Paru di Kota Medan Tahun 2009.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah daerah khususnya Instansi Dinas Kesehatan Kota Medan
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam membina dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas kinerja sumber daya manusia khususnya penanggung
2. Bagi pihak Puskesmas di Kota Medan Dapat menjadi masukan dan acuan dalam
meningkatkan kemampuan manajerial dari pelaksana program pemberantasan
penyakit TB Paru.
3. Bagi peneliti lain Sebagai bahan referensi melakukan penelitian sehubungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu
maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada
personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada
keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 1999).
Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan,
ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi
untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi
bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap
personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu
dibutuhkan ukuran apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk
itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel
memegang peranan penting. Sementara penilaian kinerja secara reguler yang
dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan
membuat personel untuk senatiasa berorientasi terhadap tujuan dan perilaku kerja
sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian jelaslah
bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional dan penilaian
reguler mempunyai peranan yang sangat penting dalam merawat dan meningkatkan
Didalam organisasi, sejumlah orang harus memainkan peranan sebagai
pemimpin sedangkan lainnya harus memainkan perananan pengikut atau bawahan.
Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi menghasilkan suatu
harapan terhadap perilaku kerja individu. Sedangkan kinerja organisasi merupakan
hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam
organisasi (Ilyas, 1999).
Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki
instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi
kinerja menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan
kinerja organisasi yang efektif (Ilyas, 1999).
2.1.2. Faktor yang Berkaitan dengan Kinerja
Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja seseorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja
dalam suatu lingkungan. Sebagai individu, setiap orang mempunyai ciri dan
karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan sebagai manusia yang berada
dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari
lingkungan tempat tinggal ataupun tempat kerjanya (Tenty, 2004).
Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), secara teoritis ada 3 variabel
yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu:
1. Variabel individu yang dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman) dan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja
individu.
2. Variabel organisasi terdiri dari sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis mencakup sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar
dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial dan
pengalaman kerja sebelumnya dari variabel demografis. Variabel psikologis
seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan
sulit diukur. Gibson juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang
pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung
dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan
berbeda satu dengan lainnya.
Menurut Notoatmodjo (2003), ada teori yang mengemukakan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat ACHIVEVE, yakni Ability
(kemampuan pembawaan), Capasity (kemampuan yang dikembangkan), Help
(bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non
material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity
(pedoman/petunjuk uraian kerja) dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).
Keberhasilan kinerja pelaksanaan suatu kegiatan juga sangat ditentukan ada
tidaknya bimbingan dan supervisi yang baik dari atasan/ pimpinan. Kewajiban
1. Menanyakan permasalahan serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan agar
dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan.
2. Memberi umpan balik, koreksi dan perbaikan untuk diketahui dan disadari oleh
yang bersangkutan agar diperbaiki sesuai standar.
3. Membimbing dan memberi solusi cara mengatasi permasalahan yang dialami
bawahan dan meningkatkan motivasi kerja dan mengembangkan potensi petugas.
Ketersediaan sumber daya seperti biaya, tenaga serta sarana dan fasilitas kerja
akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Sarana dan fasilitas
kerja merupakan faktor pendukung (Enabling factor) dalam menjalankan suatu
kegiatan.
2.1.3. Kinerja Pelayanan Kesehatan Program TB Paru
Pelayanan kesehatan adalah tindakan mandiri petugas kesehatan
profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga
kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kesehatan atau sesuai dengan
lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Pelayanan
kesehatan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Otonomi dalam bekerja
b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
c. Pengambilan keputusan yang mandiri
d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain
e. Pemberian Pembelaan (advocacy)
Terbentuknya petugas kesehatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus
dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan Kesehatan program TB Paru merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama
sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya
(Nursalam, 2007).
Sistem pelayanan kesehatan pada program TB Paru terdiri dari :
a. Masukan, yaitu : Petugas, pasien
b.Proses, yaitu : intervensi pelayanan kesehatan, interaksi tenaga kesehatan-pasien
meliputi : keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya.
c. Keluaran, yaitu : berupa kualitas pelayanan kesehatan meliputi kebutuhan yang
terpenuhi, pasien puas, sesuai dengan kaidah bio-psioko-sosio-spritual.
d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian
2.1.4. Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan sistematis tentang kondisi
kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja
yang telah ditentukan perusahaan. Mangkuprawira (2002), menayatakan bahwa
penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi
kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang
dan departemen sumber daya manusia. Menurut Hellriegel & Slocum yang dikutip
oleh Aditama (2003), meyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses
sistematik untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan setiap karyawan serta
menemukan jalan untuk memperbaiki prestasi mereka.
Robbins (2003) menayatakan bahwa “ Penilaian kinerja dapat dilaksanakan
oleh siapa saja yang paham benar tentang penilaian karyawan secara individual,
antara lain : (a) atasan langsung, (b) anggota kelompok yang menilai satu sama
lainnya, (c) penilaian karyawan sendiri, (d) bawahan langsung, (e) pendekatan
menyeluruh atau evaluasi 360”.
Melalui penilaian kinerja kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah
sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya, Dengan
melakukan penilaian kinerja, seorang pimpinan akan menggunakan uraian pekerjaan,
berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik. Bila di bawah uraian
pekerjaan, maka berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang maksimal (Ilyas,
1999).
Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu.
a. Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
b. Daftar Pertanyaan (Cheklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusnya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
c. Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
e. Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu :
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala
peringkat tersebut di atas.
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas
g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal
karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktik yang langsung diamati oleh penilai.
i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidnetifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia
bersama-sama menetapkab tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
Menurut Ilyas (1999), metode penilaian kinerja dapat diukur dengan dua
penilaian, yang pertama penilaian diri sendiri (Self Assesment) dan penilaian 360
derajat (360 degree Assesment)
a. Penilaian diri sendiri (Self Assesment)
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur dan memahami perbedaan individu. Ada dua teori yang menyarankan
peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut
adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan
memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri (Ilyas,
1999).
b. Penilaian 360 derajat (360 degree Assesment)
Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya
karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel. Data
silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan, bila
penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja.
Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk,
personel biasanya dinilai oleh atasan yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini
termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan
kerja personel disampaikan. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain
dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok di mana individu sering melakukan
interaksi.
Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada
kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, di mana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen
kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja
kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite
kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan
untuk mengembangkan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu
diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah
reaksi negative dari personel yang dinilai (Ilyas, 1999).
Penilaian bawahan, di dalam penilaian bawahan terhadap kinerja personel
terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel.
Pada penilaian bawahan ini meminta kepada atasan untuk menerima penilaian
bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Atasan
diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem
berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang diharapkan (Ilyas,
1999).
2.1.5. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu :
1. Penilaian kemampuan personel
Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara
individual, yang dapat dipergunakan sebagai informasi untuk penilain efektifitas
manajemen sumber daya manusia.
2. Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk mengembangkan personel
seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian kompensasi.
Secara spesifik penilaian kerja bertujuan antara lain untuk :
a. Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan
b. Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
c. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
d. Bahan perencanaan manajemen program Sumber Daya Manusia masa datang
e. Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel (Ilyas, 1999)
2.2. Uraian Tugas Untuk Petugas TB Paru Di Puskesmas
Adapun uraian tugas untuk petugas TB Paru di Puskesmas yaitu sebagai
berikut (Depkes RI,2002) :
1. Menemukan Penderita
b. menjaring suspek TB Paru
c. mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek form TB.06
d. membuat sediaan hapus dahak
e. mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form
TB.05
f. menegakkan diagnosis TB sesuai protap
g. membuat kalsifikasi type penderita
h. mengisi kartu penderita (form TB 01) dab kartu identitas penderita
(TB.02)
i. memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB Paru (+)
j. memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TB
Paru yang ditemukan
2. Memberikan Pengobatan
a. menetapkan jenis paduan obat
b. memberi obat tahap intensif dan tahap lanjutan
c. mencatat pemeberian obat tersebut dalam kartu penderita (form
TB.01)
d. menentukan PMO (bersama penderita)
e. memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
f. memantau keteraturan berobat
g. melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
h. mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
3. Penanganan Logistik
a. menjamin tersedianya OAT di Puskesmas
b. menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens,
dll)
2.3. Motivasi Kerja
2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Ilyas (1999) yang mengutip pendapat dari Stoner bahwa motivasi
adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Sementara George
menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan beberapa tindakan. Selain itu Vroom
mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara
beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian besar perilaku dipandang sebagai
kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela dan karena itu di motivasi.
Dalam kehidupan organisasi, yang menjadi sasaran utama pemberian
motivasi oleh para pimpinan adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang
bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi kerja
tidak dapat ditingkatkan hanya dengan pemberian motivasi saja karena merupakan
perkalian antara kemampuan dengan motivasi.
Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan motivasi yaitu :
1. Pemberian motivasi berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai
2. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu.
3. Kebutuhan yaitu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha
tertentu menjadi menarik.
Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal dengan
istilah motivasi internal/instrinsik dan juga dapat berasal dari luar diri seseorang yang
dikenal dengan motivasi eksternal/ekstrinsik. Motivasi instrinsik maupun ekstrinsik
ada yang bersifat positif dan negatif. Kunci keberhasilan seseorang manajer dalam
menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuan untuk memahami faktor-faktor
motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.
2.3.2. Teori-teori Motivasi
Banyak dikemukakan teori tentang motivasi sebagai literatur.
Masing-masing motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu
timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung.
1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow mengemukakan bahwasanya individu mempunyai lima kebutuhan
yang tersusun dalam suatu hirarki yang berawal dari yang paling besar. Kelima
kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan rasa
aman (safety needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan pengharapan atau
prestasi (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization).
Dalam bukunya motivation and personality, bahwa kebutuhan sosial itu
1. Kebutuhan untuk disayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain (sense of
belonging).
2. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain (sense of importance).
3. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan/kegiatan (sense of
participation
4. Kebutuhan untuk berprestasi (sense of achievement) )
Untuk memenuhi kebutuhan sosial ini seorang pimpinan harus peka terhadap
situasi anggotanya. Kalau kebutuhan ini tidak tercapai dapat menyebabkan motivasi
anggotanya lemah. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga bawahan itu merasa diperdulikan dan dihargai dalam unit
kerjanya untuk meningkatkan produktivitas yang berdampak pada kinerjanya (Tenty,
2004).
2. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Herzberg mengembangkan teori ini kearah motivasi yang mempunyai
implikasi luas bagi manajemen dan usaha-usahanya kearah pemanfaatan sumber daya
manusia yang efektif.
a. Faktor membuat orang merasa tidak puas
Ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan
rasa tidak puas diantara karyawan apabila kondisi ini tidak ada. Jika kondisi ini ada,
maka hal itu tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang
membuat orang merasa tidak puas atau disebut juga faktor kesehatan karena faktor ini
diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang lebih rendah yaitu tingkat tidak
Faktor-faktor ini mencakup upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status,
prosedur perusahaan, mutu dan supervisi teknis, mutu dari hubungan interpersonal
diantara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.
b. Faktor yang membuat orang merasa puas
Ada serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat
dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat
menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi
ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor ini
meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan
kemungkinan berkembang (Hasibuan, 2001).
Menurut teori ini, faktor-faktor yang sifatnya menyehatkan dan bersifat
ekstrinsik seperti upah, dan kondisi lingkungan bukanlah yang sungguh-sungguh
mendorong para pegawai untuk kerja namun peranannya hanya untuk mengurangi
keresahan saja. Sedangkan faktor yang bersifat instrinsik seperti penghargaan penuh
yang diperoleh dari pelaksanaan kerja yang memang baik jauh lebih besar peranannya
dalam mewujudkan kepuasan kerja dan faktor-faktor demikian pula yang
sungguh-sungguh dapat merupakan motivator bagi orang-orang yang memperolehnya.
3. Teori Kebutuhan Aldever
Teori ini merupakan perluasan dari teori Maslow dan Herzberg. Aldever
mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu:
a. Kebutuhan akan keberadaan adalah akan tetap bisa hidup. Kebutuhan ini sama
dengan kebutuhan fisik dari Maslow dan sama dengan faktor hygiene dari
b. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan
dengan sesamanya/ hubungan sosial dan bekerja sama dengan orang lain.
c. Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan dari seseorang untuk
mengembangkan dirinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan penghargaan
dan aktualisasi dari Maslow dan faktor motivator dari Herzberg (Hasibuan, 2001).
4. Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland
Mc Clelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang dimiliki
seseorang, yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi.
Kebutuhan prestasi (Achievement) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan
yang lebih baik daripada sebelumnya, hal ini dapat dicapai dengan cara: merumuskan
tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan tanggung jawab pribadi, bekerja
keras. Kebutuhan kekuasaan (power) artinya ada kebutuhan kekuasaan yang
mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Cara
bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada: pengalaman masa kanak-kanak,
kepribadian, pengalaman kerja, tipe organisasi. Kebutuhan Afiliasi artinya kebutuhan
untuk berinteraksi dengan orang lain, dapat dicapai dengan cara : bekerjasama dengan
orang lain sosialisasi (Ishak Arep, 2003).
5. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut Stoner dan Freeman, dalam Nursalam (2007), teori keadilan
didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekaryaan adalah
evaluasi individu atau keadailan dari penghargaan yang diterima individu akan
termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang dengan usaha yang mereka
6. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku mereka, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh
dari tiap tingkah laku. Teori harapan berpikir atasa dasar:
- Harapan hasil prestasi
Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka, harapan
ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang bagaimana cara mereka
bertingkah laku.
- Valensi
Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk
memotivasi, valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.
- Harapan prestasi usaha
Menurut Stoner dan Freeman, harapan orang mengenai tingkat keberhasilan
mereka dalam melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah
laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe
hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007).
7. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa
lampau akan memengaruho tindakan di masa depan dalam proses belajar siklis.
Menurut teori penguatan seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respons
pada rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu
2.4. Defenisi Tuberkulosis Paru dan Cara Penularan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TBC (Mycobacterium tuberculosis), kuman ini menyerang organ tubuh yaitu Paru.
Kuman ini berbentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan
atau sebagai Basil Tahan Asam (BTA), tidak tahan terhadap sianr matahari tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat tertidur lama beberapa tahun (dormant).
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, pada saat batuk atau
bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Jika droplet tersebut terhirup ke pernafasan orang lain, dan menginfeksi tubuh
orang tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau ke bagian tubuh lainnya, dengan risiko
penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%, pada daerah dengan ARTI sebesar
1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, sepuluh orang terinfeksi. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10%
dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB (Depkes RI, 2002).
2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru
Suspek (tersangka) adalah seseorang yang belum dapat dipastikan sebagai
penderita Tuberkulosis, dengan demikian untuk menentukan seseorang sebagai
Gejala utama yaitu batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih,
gejala tambahan yang sering dijumpai : (a) dahak bercampur darah (b) batuk darah (c)
sesak nafas dan rasa nyeri dada (d) badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan.
Penemuan penderita TB Paru yaitu dengan cara menunggu penderita datang
sendiri memeriksakan diri ke puskesmas atau unit pelayanan kesehatan (penemuan
suspek secara pasif) dan di dukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas
maupun masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Penyuluhan secara langsung bisa dilakukan pada perorangan dan
kelompok, sedangkan penyuluhan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan
media dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk. Dan juga dapat
menggunakan media massa yang dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi
(Depkes, 2002).
Setelah ditemukan tersangka penderita TB Paru kemudian dilakukan
penegakan diagnosis dengan melakukan berbagai pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung, biakan, rontgen, dan test tuberkulin. Pada saat ini yang
digunakan di Puskesmas adalah pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung.
Semua tersangka harus diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari
berturut-turut, yaitu : sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru dapat ditegakkan
dengan ditemukan kuman BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik, hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS positif
Penemuan secara pasif akan lebih efektif jika didukung penyuluhan secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka penderita. Cara ini dikenal dengan sebutan Passive Promotive
case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Depkes
RI, 2002).
Pada setiap wilayah kerja unit pelayanan kesehatan, jumlah penduduk
merupakan sasaran penanggulangan TB Paru yang perlu diperhitungkan. Jumlah
penduduk merupakan bahan pertimbangan penyediaan tenaga dan sarana yang akan
digunakan dalam pelaksanaan program, mengingat komposisi penduduk serat aspek
sosial dan ekonomi tidak sama pada setiap wilayah (Manaf, 1997).
2.4.2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Dalam Penanggulangan TB Paru .
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting
dalam sistem penanggulangan TBC. Untuk itu pencatatan dan pelaporan perlu
dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana progran
penanggulangan TBC harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan
yang baku. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan menurut (Depkes,
2002) yaitu :
a. TB. 01. Kartu pengobatan TB
b. TB. 02. Kartu Indentitas penderita
c. TB. 03. Register TB Kabupaten/Kota
d. TB. 04. Register Laboratorium TB
f. TB. 06. Daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak S-P-S
g. TB. 07. Laporan triwulan penemuan penderita baru dan kambuh.
h. TB. 08. Laporan triwulan hasil pengobatan penderita TBC Paru yang
terdaftar 12 sampai 15 bulan lalu
i. TB. 09. Formulir rujukan/pindah penderita
j. TB. 10. Formulir hasil akhir pengoabatan dari penderita TB pindahan
k. TB. 11. Laporan triwulan hasil pemeriksaan dahak akhir tahap intensif
untuk penderita terdaftar 3-6 bulan lalu
l. TB. 12. Formulir pemgirim sediaan untuk Crosscheck
m. TB. 13. Laporan penerimaan dan OAT di Kabupaten/kotamadya
2.5. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mencoba menjelaskan pengaruh motivasi
kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas. Peneliti mencoba
mengembangkan teori Herzberg untuk motivasi, yaitu variabel tangggung jawab,
prestasi, insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi terhadap kinerja petugas TB
Paru Puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru pada P2P TB Paru di Kota
Medan. Untuk lebih jelasnya maka peneliti menyusun kerangka konsep dalam
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
[image:42.612.124.507.139.358.2]Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kinerja Petugas TB Paru puskesmas adalah tingkat penampilan kerja petugas
yang terlibat dalam pelaksanaan program nasional yang berkaitan dengan
morbiditas dan mortalitas.
2. Motivasi kerja adalah dorongan atau rangsangan yang mampu menggerakkan
petugas kesehatan untuk melaksanakan tugas dalam program nasional yang
diukur melalui variabel tanggung jawab, prestasi, insentif, kondisi kerja,
pengakuan, dan supervisi.
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini
adalah Adanya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas
MOTIVASI KERJA
1. Tanggung jawab 2. Prestasi
3. Insentif 4. Kondisi kerja 5. Pengakuan 6. Supervisi
dalam penemuan penderita TB Paru pada program pemberantasan penyakit TB Paru
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan Explanatory Research
yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas
TB Paru puskesmas dalam penemuan Penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di
kota Medan tahun 2009 melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah kerja UPK Kota Medan yang
belum mencapai target penjaringan suspek TB Paru.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei tahun 2009.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas TB Paru puskesmas yang
terlibat dalam pelaksanaan penjaringan suspek TB Paru di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Medan.
Setiap 1 puskesmas mempunyai 1 petugas TB Paru, jadi total keseluruhan
populasi penelitian adalah 34 petugas TB Paru Puskesmas.
3.3.2. Sampel
Berhubung karena populasi penelitian sedikit maka sampel diambil secara
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari responden melalui teknik wawancara yang berpedoman pada
kuesioner penelitian. Data sekunder merupakan data pencatatan suspek penderita TB
Paru dan laporan kegiatan sehubungan dengan program pemberantasan penyakit TB
Paru yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota Medan.
3.5. Definisi Operasional
Untuk memudahkan penelitian serta memperoleh persepsi yang sama, maka
definisi operasional variabel penelitian adalah:
3.5.1. Variabel Bebas
Motivasi kerja petugas TB Paru diukur dari variabel tanggung jawab, prestasi,
insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervise, dengan definisi sebagai
berikut:
1. Tanggung Jawab adalah rasa keterpanggilan dan tuntutan dalam diri seseorang
petugas TB Paru dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang petugas TB
Paru Puskesmas
2. Prestasi (achievement) adalah karyawan memperoleh kesempatan untuk
mencapai hasil yang baik (banyak, berkualitas) atau berprestasi
3. Insentif adalah adanya wujud tindakan yang diimplementasikan dalam bentuk
penghargaan yang bersifat material dari atasan
4. Kondisi kerja adalah suasana terjadinya interaksi timbal balik antara pekerja
hubungan antara sesama rekan kerja dan atasan serta didukung oleh sarana
prasarana pelaksanaan kegiatan program pemberantasan penyakit TB Paru.
5. Pengakuan (cognition) adalah Petugas TB Paru memperoleh pengakuan dari
Kepala Puskesmas bahwa ia adalah orang, berprestasi, dikatakan baik, diberi
penghargaan, pujian, dan dimanusiakan.
6. Supervisi adalah salah satu kegiatan pokok dari manajemen. Kegiatan
supervisi ini erat hubungannya dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.
3.5.2. Variabel Terikat
Kinerja petugas TB Paru Puskesmas adalah hasil kerja petugas sesuai
dengan uraian tugas yang diemban. Kinerja petugas TB Paru dilihat dari penampilan
kerja tenaga petugas dalam melakukan P2P TB Paru di Puskesmas Kota Medan,
yaitu:
1. Menemukan Penderita, melakukan penjaringan tersangka pada penderita,
meliputi penjaringan tersangka secara passive promotive case finding,
mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek,membuat sediaan
hapus dahak dan mengirim sediaan tersebut ke laboratorium, menegakkan
diagnosis dan membuat klasifikasi type penderita, mengisi kartu penderita
dan kartu identitas penderita, memeriksa kontak terutama kontak dengan
penderita TB Paru BTA (+) dan memantau jumlah suspek yang diperiksa
3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas
Variabel motivasi kerja yang meliputi tanggung jawab, prestasi, insentif,
kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi, dengan nilai tertinggi = 3, kemudian
dikategorikan atas baik, sedang, dan buruk. Secara rinci aspek pengukuran pada
[image:47.612.117.530.284.587.2]variabel motivasi kerja dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas No. Variabel
Motivasi kerja
Jumlah indikator
kriteria Bobot nilai
Skor Skala ukur 1 2 3 4 5 6 Tanggung jawab
3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
Prestasi 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
Insentif 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
Kondisi kerja 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
pengakuan 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
Supervisi 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal
2.Sedang 2 5-6
3.Buruk 1 3-4
Variabel kinerja petugas TB Paru Puskemas menggunakan skala ordinal dan 6
pertanyaaan dengan 6 indikator yang diukur. Berdasarkan total skor yang diperoleh
responden, variabel kinerja dikelompokkan atas 3 kategori yaitu :
- Baik, apabila responden memiliki total skor dengan interval 14 – 18
- Sedang, apabila responden memiliki total skor dengan interval 10 – 13
- Buruk, apabila responden memiliki total skor dengan interval 6 – 9
Secara rinci aspek pengukuran pada variabel kinerja petugas TB Paru
[image:48.612.115.527.278.504.2]Puskesmas dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat No. Variabel Jumlah
indikator
Kriteria Bobot nilai
Skor Skala ukur
1 Kinerja
petugas TB Paru
Puskesmas Menemukan
penderita 6 Interval
1.Baik 3 14-18
2.Sedang 2 10-13 3.Buruk 1 6-9
3.7. Teknik Analisa Data
Data dikumpulkan melalui tahapan editing, coding dan tabulating. Kemudian
diolah dan dideskripsikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Data
dianalisis dengan menggunakan uji statistik regresi linier berganda yaitu untuk
mengetahui pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel variabel
dependen (Hastono, 2001). Model persamaan regresi ganda yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6
X1 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator tanggung jawab)
X2 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator prestasi)
X3 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator insentif)
X4 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator kondisi kerja)
X5 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator pengakuan)
X6 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator supervisi)
a = konstanta regresi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kota Medan 4.1.1. Data Geografis
Kota Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara merupakan pusat
pemerintahan, pendidikan, kebudayaan dan perdagangan. Terletak di Pantai Timur
Sumatera dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
- Sebelah Selatan, Barat dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 Km2 terdiri dari : 21 kecamatan
dan 151 kelurahan.
4.1.2. Data Demografis
Jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 1.986.195 jiwa dengan jumlah
Rumah Tangga (KK) sebanyak 470.481 KK dan kepadatan penduduk rata-rata
7.858/Km2 dengan penyebaran penduduk tidak merata. Daerah terpadat
penduduknya adalah kecamatan Medan Marelan yaitu sebanyak 24.873,8 jiwa/Km2
4.1.3. Fasilitas Kesehatan
Jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kota Medan yaitu terdiri dari 17
[image:51.612.114.530.267.588.2]fasilitas kesehatan, dengan perincian sebagai berikut (Tabel 4.1) :
Tabel 4.1. Distribusi Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Tahun 2008
No. Uraian Jumlah
1. Rumah Sakit Umum 54
2. Rumah Sakit Jiwa 5
3. Rumah Sakit Ibu dan Anak 7
4. Rumah Sakit Khusus Lainnya 3
5. Puskesmas 39
Puskesmas Rawat Inap 11
Puskesmas Non Rawat Inap 28
6. Puskesmas Pembantu 40
7. Puskesmas Keliling 30
8. Posyandu 1396
9. Rumah Bersalin 298
10. Balai Pengobatan/Klinik 409
11. Apotik 624
12. Praktek Bersama 8
13. Praktek Dokter Umum 802
14. Praktek Dokter Spesialis 385
15. Praktek Dokter Gigi 360
16. Laboratorium Kesehatan Pemerintah 1
17. Laboratorium Kesehatan Swasata 6
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008
4.1.3.1. Jumlah Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan yaitu sebanyak
Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008
No. Uraian Jumlah
1. Dokter Spesialis 8
2. Dokter Umum 109
3. Dokter Gigi 95
4. S2 14
5. S.ST 2
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 19
7. Tenaga Sanitasi 42
8. Apoteker 624
9. Asisten Apoteker 123
10. Bidan 335
11. Perawat 481
12. Perawat Gigi 78
13. Tenaga Gizi 42
14. APRO 3
15. AKNES -
16 AKFIS 1
17. Analis 45
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
status perkawinan, dan lama bekerja. Berdasarkan distribusi karakteristik responden
petugas TB Paru Puskesmas di Kota Medan (Tabel 4.3) dapat dilihat bahwa jenis
kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 33 orang (97,1%),
umur responden yang paling banyak adalah >40 tahun sebesar 27 orang (79,4%),
staus perkawinan responden semuanya kawin sebesar 34 orang (100%), tingkat
lama bekerja responden yang paling banyak adalah >20 tahun sebesar 17 orang
[image:53.612.117.531.163.541.2](50,0%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Petugas TB Paru Puskesmas di Kota Medan Tahun 2009.
No. KARAKTERISTIK F PERSENTASE (%)
1. Jenis Kelamin
a. Perempuan 33 97,1
b. Laki-laki 1 2,9
Jumlah 34 100
2. Umur
< 30 tahun 1 2,9
31-39 tahun 6 17,6
>40 tahun 27 79.4
Jumlah 34 100 3. Status Perkawinan
a. Belum Kawin - -
b. Kawin 34 100
Jumlah 4. Tingkat Pendidikan
a. SPK/SMA 13 38,2
b. DI 10 29,4
c. DIII 11 32,4
Jumlah 34 100 5. Lama Bekerja
a. 1 – 9 tahun 4 11,8
b. 10-19 tahun 13 38,2
c. > 20 tahun 17 50,0
Jumlah 34 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner (2009)
4.3. Deskripsi Motivasi Kerja Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan
<