• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan Penyakit (P2P) TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan Penyakit (P2P) TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU PADA

PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT (P2P) TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NIM. 061000288

NELLY NOVITHALINA GARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU

PADA PROGRAM P2 TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009

Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :

NIM. 061000288

NELLY NOVITHALINA GARI

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta seminar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

A B S T R A C T

TB Lungs was still being the problem of health in the world especially in the developing country. Was based on the report on the eradication program of originating infection diseases from the Health Service of Medan City of province North Sumatra (2009), the Discovery of the patient TB lungs in 2007 did not yet reach the target that is 26,2%, During 2008 the netting sample TB lungs totaling 32,5%. Now the netting target sample that was appointed in the program of TB lungs in 2007 to be 60% and in 2008 was as many as 70%.

This research kind was explanatory research, that aimed at knowing the influence of the work motivation on the level of the achievement of the official TB lungs the community health centre in the Discovery of the sufferer TB lungs in the program of P2 TB lungs in Medan City in 2009. The population was all the official TB lungs the community health centre in Medan City that is 34 people with the total sample sampling that is 34 people.

Results of the analysis of the regression test multiple showed that is gotten by the influence that was significant between the condition for the work and the supervision towards the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs where (p = < 0,05), and the equality of Y = - 0,372 of + 0,047 X4 + 0,022 X6. whereas responsibility, the achievement, the incentive, and the acknowledgment were not received by the influence on the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs (p = > 0,05).

Suggested to the Health Service of Medan City in the matter concerning the distribution of the health power and the procurement of means and equipment apparently paid attention on the requirement for this Community Health Centre, and to the head of the Community Health Centre apparently did not give the double position to his subordinate to avoid the occurrence of the decline in the achievement to his subordinate by increasing the supervision so as the official TB lungs became more responsible still on his work and more increased the quality and quantity of his achievement.

(4)

A B S T R A K

TB Paru masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yaitu 26,2%. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru sebanyak 32,5%. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008 adalah sebanyak 70%.

Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap tingkat kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam Penemuan penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. Populasi adalah seluruh petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan yaitu 34 orang dengan sampel total sampling yaitu 34 orang.

Hasil analisa uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara kondisi kerja dan supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dimana ( p = < 0,05), dengan persamaan Y = -0,372 +0,047X4 + 0,022X6. Sedangkan tanggung jawab, prestasi, insentif, dan pengakuan tidak terdapat pengaruh terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas (P = > 0,05).

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam hal mengenai pembagian tenaga kesehatan dan pengadaan sarana dan peralatan kiranya memperhatikan kebutuhan Puskesmas tersebut, dan kepada kepala Puskesmas kiranya tidak memberikan jabatan rangkap kepada bawahannya untuk menghindari terjadinya penurunan kinerja pada bawahannya dengan meningkatkan supervisi sehingga petugas TB Paru menjadi lebih bertanggung jawab lagi atas pekerjaannya dan lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya.

Kata Kunci : Motivasi Kerja, Kinerja penemuan penderita TB Paru petugas TB Paru

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelly Novithalina Gari

Tempat/Tgl lahir : Medan/ 15 Nopember 1984

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Katolik

Alamat : Jl. Bt. Kuis Psr.8 Gg. Proyo No.135a Tg.Morawa

RIWAYAT PENDIDIKAN

1990 – 1996 : SD Negeri I Tg. Morawa

1996 – 1999 : SLTP St. Antonius Medan

1999 – 2002 : SMA NEGERI I TG. Morawa

2002 – 2005 : Akademi Kebidanan Imelda Medan

2006 – Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT PEKERJAAN

2005 – 2006 : Bidan RSU Imelda Medan

2006 – 2008 : Staf Pengajar Akbid Imelda Medan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “ Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru

Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan

Penyakit TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009.”

Penulisan skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing Akademik.

2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, Msi, selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan FKM USU dan dosen penguji II yang banyak

memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis.

3. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, sebagai dosen pembimbing skripsi I yang banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk

dan saran kepada penulis

4. Bapak dr. Fauzi, SKM, sebagai dosen pembimbing skripsi II yang banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk

dan saran kepada penulis.

5. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, MKes sebagai dosen penguji III yang banyak

(7)

6. Bapak dr. H. Edwin Effendi, MSc selaku Ka. Dinas Kesehatan Kota Medan

yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Puskesmas

lingkungan Kota Medan.

7. Ibu Sondang, SPsi, selaku ketua program TB Paru Puskesmas Kota Medan

yang banyak memberikan nasihat dan bantuannya dalam pelaksanaan

penelitian di Puskesmas lingkungan Kota Medan

8. Seluruh Bapak/Ibu dan staf FKM USU, khususnya di AKK

9. Teman- teman stambuk 2006 dan peminatan Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan yang banyak memberikan masukan kepada penulis (Cepi, Bu

wiwik, Fitri, Ade, Bang Telpa, Kak Rika) serta kepada semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi ini.

Secara khusu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang tercinta

Ayahanda AT.Gari, Ibunda R. Br. Hombing, Abang dan Adik-adikku serta Kristian

Sitompul,SH yang telah memberikan motivasi dan doa buat saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya dan bagi siapa yang membacanya,

Terima kasih.

Medan, Juni 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar . ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kinerja ... 9

2.1.1. Pengertian Kinerja ... 9

2.1.2. Faktor Yang Berkaitan dengan Kinerja ... 10

2.2. Uraian Tugas Petugas TB Paru ... 12

2.3. Motivasi Kerja ... 14

2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja ... 14

2.3.2. Teori-teori Motivasi ... 15

2.4. Defenisi TB Paru dan Cara Penularan ... 19

2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru ... 20

2.4.2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan ... 22

2.5. Kerangka Konsep ... 23

2.6. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

3.3. Populasi dan Sampel ... 27

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.5. Defenisi Operasional ... 27

3.5.1. Variabel Bebas ... 28

3.5.2. Variabel Terikat ... 29

3.6. Aspek Pengukuran ... 29

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29

(9)

3.7. Teknik Analisa Data ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 32

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 32

4.1.1. Data Geografis ... 32

4.1.2. Data Demografis ... 32

4.1.3. Fasilitas Kesehatan ... 33

4.1.3.1. Jumlah tenaga kesehatan ... 33

4.2. Karakteristik Responden ... 34

4.3. Deskripsi Motivasi Kerja Petugas TB Paru Puskesmas... 35

4.4. Deskripsi Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas ... 37

4.5. Analisa Statistik ... 37

BAB V. PEMBAHASAN ... 40

5.1. Pengaruh Tanggung jawab terhadap kinerja petugas TB Paru 41

5.2. Pengaruh Prestasi terhadap kinerja petugas TB Paru ... 42

5.3. Pengaruh Insentif terhadap kinerja petugas TB Paru ... 43

5.4. Pengaruh Kondisi Kerja terhadap kinerja petugas TB Paru .. 43

5.5. Pengaruh Pengakuan terhadap kinerja petugas TB Paru ... 44

5.6. Pengaruh Supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru... 45

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di

Kota Medan Tahun 2007-2008 ... 4

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 30

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 31

Tabel 4.1. Distribusi Fasilitas Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009 ... 33

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009 ... 33

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009 ... 35

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja ... 36

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009 ... 37

Tabel 4.6. Analisa Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada P2P TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009 ... 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional

dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh (Depkes RI, 2002).

Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan dalam

menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan

penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas-petugas kesehatan yang

didukung peran serta aktif masyarakat (Depkes RI, 2002).

Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan

Badan Kesehatan Dunia (WHO = World Health Organization) melaksanakan suatu

evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan

rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi

penanggulangan TB Paru di Indonesia yang kemudian disebut “Strategi DOTS” yang

menandai era baru pemberantasan TB Paru di Indonesia (Dirjen P2M & PLP, 1997).

Menurut laporan dari WHO (2006), bahwa ada 9,2 juta kasus baru TB secara

global, diperkirakan 1,7 juta orang meninggal termasuk yang memperoleh infeksi

HIV.

Di Indonesia penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan

utama karena merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia,dan

(13)

dilakukan WHO tahun 1999 diperkirakan bahwa besarnya penderita TB Paru di

Indonesia sebanyak 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000 penduduk

(Depkes RI, 2002).

Penyakit TB Paru telah diupayakan pemberantasannya puluhan tahun yang

lalu, dimulai sejak diadakan simposium pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun

1969, tetapi sampai sekarang perkembangannya belum begitu baik (Depkes RI,

2002).

Untuk menanggulangi masalah TB Paru, sejak tahun 1994 program

pemberantasan TB Paru di Indonesia telah mengadopsi strategi Directly Observed

Treatment Shortcourse (DOTS) yang dianjurkan oleh WHO. Strategi ini telah

terbukti cukup efektif dalam penyembuhan penderita TB Paru di beberapa negara

berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Meski demikian angka penjaringan suspek

terhadap penderita TB khususnya TB Paru masih perlu ditingkatkan terutama di

wilayah endemik. Untuk itu perlu peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua

pihak yang terkait sehingga penanggulangan penyakit TB Paru dapat lebih

ditingkatkan sesuai dengan tujuan yang telah dicanangkan oleh Gerakan Terpadu

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TB) sebagai dasar kebijakan sejak

24 Maret 1999 (Depkes RI, 2002).

Pada era desentralisasi, daerah Kabupaten/Kota mendapatkan otonomi

seluas-luasnya dalam mengelola program kesehatan, sehingga Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu

program. Dalam program penanggulangan TB Paru, penjaringan suspek TB Paru

(14)

merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar di Masyarakat. Dalam

pelaksanaan pelayanannya di harapkan banyak suspek TB dapat terjaring dari

berbagai kegiatannya. Semakin tinggi angka penjaringan suspek diharapkan semakin

banyak pula penderita BTA positif yang dapat ditemukan. Dalam pengukuran

keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Indikator yang dipakai untuk penjaringan

suspek dalam program penanggulangan TB paru adalah 16 per 1000 penduduk

(Depkes RI, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Ratu (2006), Ditemukan masih rendahnya tingkat

penjaringan suspek TB Paru oleh petugas kesehatan di Puskesmas Hutarakyat yang

merupakan salah satu Unit pelaksana yang ditetapkan sebagai PRM yaitu hanya

menjaring sebanyak 33% atau 381 jiwa dari estimasi suspek yang harus terjaring

sebanyak 1121 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di wilayah kerja PRM Hutarakyat

yaitu 70.111 jiwa. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada

program TB Paru adalah sebanyak 100%.

Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber

dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien

TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yang ditetapkan dari indikator yang

dipakai untuk penjaringan suspek dalam program penanggulangan TB Paru yaitu dari

1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya terjaring suspek TB Paru sebanyak 14% atau

2.590 jiwa dari target yang harus terjaring yaitu 19.067 jiwa dari seluruh jumlah

penduduk di Kota Medan. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru juga tidak

mencapai target yang ditetapkan yaitu dari 1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya

(15)

terjaring yaitu 22.245 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di Kota Medan. Sementara

target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru per wilayah UPK

(Unit Pelayanan Kesehatan) di Kota Medan tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008

adalah sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan dari tahun 2007 ke tahun 2008

mengalami peningkatan target penjaringan suspek TB Paru, namun target penjaringan

suspek TB Paru tidak tercapai pada sebagian besar UPK di Kota Medan.

Untuk lebih jelasnya penjaringan suspek TB Paru per UPK di Kota Medan

dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. dibawah ini.

Tabel 1.1. Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di Kota Medan Tahun 2007- 2008.

No. Nama UPK

Tahun 2007 Tahun 2008

JP Suspk 16/‰)

Target (60%X suspk)

TJR % JP Susp (16/‰)

Target (70%X suspk)

TJR %

1. Pasar merah

40.917 655 393 379 96 40.917 655 459 526 115

2. Sukaramai 38.408 615 369 107 29 38.408 615 431 106 25 3. Kota

Matsum

57.725 924 554 177 32 57.725 924 647 144 22 4. Medan area

selatan

36.031 576 346 85 25 36.031 576 403 82 20 5. Bromo 29.021 464 278 77 28 29.021 464 325 78 24

6. Teladan 37.810 605 363 1013 279 37.810 605 424 871 205 7. Simpang

Limun

24.009 384 230 246 107 24.009 384 269 229 85

8. Amplas 96.446 1543 926 338 37 96.446 1543 1080 391 36 9. Desa Binjai 36.370 582 349 240 69 36.370 582 407 250 61 10 Sentosa

baru

(16)

Sambungan Tabel 1.1.

12. Tegal sari 41.818 669 401 67 17 41.818 669 468 64 14 13. Mandala 76.398 1222 733 179 24 76.398 1222 855 623 73 14. Denai 25.241 404 242 144 60 25.241 404 283 144 51 15. Darussalam 24.046 385 231 150 65 24.046 385 270 172 64 16. Petisah 32.633 522 313 80 26 32.633 522 365 111 30 17. Sei agul 50.126 802 481 249 52 50.126 802 561 223 40 18. Ratang 20.425 327 196 187 95 20.425 327 229 161 70 19. Padsng bulan 47.444 759 455 145 32 47.444 759 531 211 39 20. Pb.selayang 61.429 983 590 54 9 61.429 983 688 241 35 21. Simalingkar 37.072 593 356 76 21 37.072 593 415 56 14 22. Tuntungan 18.962 303 182 54 29 18.962 303 212 79 37 23. Polonia 44.795 717 430 42 9 44.795 717 502 72 14 24. Medan johor 65.985 1056 634 292 46 65.985 1056 739 316 43 25. Kampung

baru

52.747 844 506 111 22 52.747 844 591 507 86 26. Kedai durian 41.097 658 395 225 57 41.097 658 461 255 55 27. Pekan

labuhan

26.325 421 253 161 63 26.325 421 295 121 41 28. Medan

labuhan

22.678 363 218 75 34 22.678 363 254 68 27 29. Terjun 101.069 1617 970 122 13 101.069 1617 1132 102 9 30. Medan deli 96.852 1550 930 525 56 96.852 1550 1085 946 87 31. Titipapan 22.027 352 211 146 69 22.027 352 246 168 68

32. Martubung 32.188 515 309 337 109 32.188 515 361 379 104

33. Sunggal 62.991 1008 605 313 52 62.991 1008 706 290 41 34. Desa lalang 34.083 545 327 56 17 34.083 545 382 81 21 35. Helvetia 140.808 2253 1352 470 35 140.808 2253 1577 581 37 36. Glugur darat 100.572 1609 965 168 17 100.572 1609 1126 238 21 37. Pulo brayan 31.315 501 301 12 `4 31.315 501 351 98 28 38. Glugur kota 22.202 355 213 37 17 22.202 355 249 71 29

39. Belawan 104.549 1673 1004 596 59 104.549 1673 1171 1171 100 Jumlah 1.986.195 31.779 19.0

67

2.590 14 1.986.195 31.77 9 22.2 45 10.3 34 46

Sumber:Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

Keterangan :

- JP : Jumlah Penduduk

- TJR : Terjaring

Dari tabel diatas, dapat terlihat dari 39 UPK di kota Medan hanya 2 UPK

yang mencapai target dari tahun 2007 – 2008 yaitu Martubung dan Teladan serta ada

2 UPK pada tahun 2007 mendekati target dan tahun 2008 mencapai target yaitu Pasar

merah dan Belawan sedangkan 1 UPK Simpang limun pada tahun 2007 mencapai

target dan tahun 2008 mendekati target, 34 UPK lainnya yaitu Sukaramai, Kota

Matsum, Medan Area Selatan, Bromo, Amplas, Desa Binjai, Sentosa Baru, Sering,

(17)

Pb.Selayang, Tuntungan, Simalingkar, Polonia, Medan Johor, Kampung Baru, Kedai

Durian, Medan Labuhan, Pekan Labuhan, Terjun, Medan Deli, Titipapan, Sunggal,

Desa Lalang, Helvetia, Glugur Darat, Pulo Brayan, dan Glugur Kota belum mencapai

target dari tahun 2007- 2008.

Secara teoritis, kinerja seseorang dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel

yaitu : 1) variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan

demografi), 2) varibel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan

desain pekrjaan), 3) variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, kepuasan kerja,

dan motivasi). Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada

akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan

kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekrjaan yang harus diselesaikan

untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Motivasi merupakan sub variabel

dari variabel psikologis, yang berperan dalam memengaruhi kinerja karyawan (Ilyas,

1999).

Menurut Fakhruddin (2000), terdapat pengaruh yang signifikan antara

variabel motivasi dengan kemampuan kerja terhadap kinerja perekam medis di

Rumah Sakit Haji Medan. Menurut Adiono (2002), tentang analisis Kepemimpinan

Yang Mendorong Iklim Kerja dan Motivasi Kerja Serta Dampaknya Terhadap

Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Se-Kota Palu, didaptkan hasil adanya hubungan

antara motivasi kerja dengan kinerja tenaga perawat. Menurut Wiwik (2008), terdapat

pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi dengan insentif terhadap kinerja

(18)

Berdasarkan uraian diatas tersebut dan sejalan dengan kebijakan terhadap

pemerataan pelayanan kesehatan khususnya pada Program Pemberantasan Penyakit

(P2P) TB Paru, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh

motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam penemuan

penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas

TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2 TB Paru di

Kota Medan Tahun 2009”.

1.3. Tujuan Penelitian

. Untuk menjelaskan adanya pengaruh motivasi kerja ( meliputi : Tanggung

jawab, prestasi, insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi) terhadap kinerja

petugas TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2

TB Paru di Kota Medan Tahun 2009.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah daerah khususnya Instansi Dinas Kesehatan Kota Medan

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam membina dan meningkatkan

kualitas dan kuantitas kinerja sumber daya manusia khususnya penanggung

(19)

2. Bagi pihak Puskesmas di Kota Medan Dapat menjadi masukan dan acuan dalam

meningkatkan kemampuan manajerial dari pelaksana program pemberantasan

penyakit TB Paru.

3. Bagi peneliti lain Sebagai bahan referensi melakukan penelitian sehubungan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun

kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu

maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada

personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada

keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 1999).

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan,

ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi

untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi

bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap

personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu

dibutuhkan ukuran apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk

itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel

memegang peranan penting. Sementara penilaian kinerja secara reguler yang

dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan

membuat personel untuk senatiasa berorientasi terhadap tujuan dan perilaku kerja

sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian jelaslah

bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional dan penilaian

reguler mempunyai peranan yang sangat penting dalam merawat dan meningkatkan

(21)

Didalam organisasi, sejumlah orang harus memainkan peranan sebagai

pemimpin sedangkan lainnya harus memainkan perananan pengikut atau bawahan.

Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi menghasilkan suatu

harapan terhadap perilaku kerja individu. Sedangkan kinerja organisasi merupakan

hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam

organisasi (Ilyas, 1999).

Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki

instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi

kinerja menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan

kinerja organisasi yang efektif (Ilyas, 1999).

2.1.2. Faktor yang Berkaitan dengan Kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja seseorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja

dalam suatu lingkungan. Sebagai individu, setiap orang mempunyai ciri dan

karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan sebagai manusia yang berada

dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari

lingkungan tempat tinggal ataupun tempat kerjanya (Tenty, 2004).

Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), secara teoritis ada 3 variabel

yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu:

1. Variabel individu yang dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan

keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman) dan

(22)

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.

Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja

individu.

2. Variabel organisasi terdiri dari sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur dan desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis mencakup sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar

dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial dan

pengalaman kerja sebelumnya dari variabel demografis. Variabel psikologis

seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan

sulit diukur. Gibson juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang

pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung

dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan

berbeda satu dengan lainnya.

Menurut Notoatmodjo (2003), ada teori yang mengemukakan tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat ACHIVEVE, yakni Ability

(kemampuan pembawaan), Capasity (kemampuan yang dikembangkan), Help

(bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non

material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity

(pedoman/petunjuk uraian kerja) dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).

Keberhasilan kinerja pelaksanaan suatu kegiatan juga sangat ditentukan ada

tidaknya bimbingan dan supervisi yang baik dari atasan/ pimpinan. Kewajiban

(23)

1. Menanyakan permasalahan serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan agar

dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan.

2. Memberi umpan balik, koreksi dan perbaikan untuk diketahui dan disadari oleh

yang bersangkutan agar diperbaiki sesuai standar.

3. Membimbing dan memberi solusi cara mengatasi permasalahan yang dialami

bawahan dan meningkatkan motivasi kerja dan mengembangkan potensi petugas.

Ketersediaan sumber daya seperti biaya, tenaga serta sarana dan fasilitas kerja

akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Sarana dan fasilitas

kerja merupakan faktor pendukung (Enabling factor) dalam menjalankan suatu

kegiatan.

2.1.3. Kinerja Pelayanan Kesehatan Program TB Paru

Pelayanan kesehatan adalah tindakan mandiri petugas kesehatan

profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga

kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kesehatan atau sesuai dengan

lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Pelayanan

kesehatan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Otonomi dalam bekerja

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat

c. Pengambilan keputusan yang mandiri

d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain

e. Pemberian Pembelaan (advocacy)

(24)

Terbentuknya petugas kesehatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus

dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Pelayanan Kesehatan program TB Paru merupakan kegiatan yang dilakukan dalam

upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta

pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama

sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya

(Nursalam, 2007).

Sistem pelayanan kesehatan pada program TB Paru terdiri dari :

a. Masukan, yaitu : Petugas, pasien

b.Proses, yaitu : intervensi pelayanan kesehatan, interaksi tenaga kesehatan-pasien

meliputi : keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya.

c. Keluaran, yaitu : berupa kualitas pelayanan kesehatan meliputi kebutuhan yang

terpenuhi, pasien puas, sesuai dengan kaidah bio-psioko-sosio-spritual.

d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian

2.1.4. Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan sistematis tentang kondisi

kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja

yang telah ditentukan perusahaan. Mangkuprawira (2002), menayatakan bahwa

penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi

kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang

(25)

dan departemen sumber daya manusia. Menurut Hellriegel & Slocum yang dikutip

oleh Aditama (2003), meyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses

sistematik untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan setiap karyawan serta

menemukan jalan untuk memperbaiki prestasi mereka.

Robbins (2003) menayatakan bahwa “ Penilaian kinerja dapat dilaksanakan

oleh siapa saja yang paham benar tentang penilaian karyawan secara individual,

antara lain : (a) atasan langsung, (b) anggota kelompok yang menilai satu sama

lainnya, (c) penilaian karyawan sendiri, (d) bawahan langsung, (e) pendekatan

menyeluruh atau evaluasi 360”.

Melalui penilaian kinerja kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah

sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya, Dengan

melakukan penilaian kinerja, seorang pimpinan akan menggunakan uraian pekerjaan,

berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik. Bila di bawah uraian

pekerjaan, maka berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang maksimal (Ilyas,

1999).

Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu.

a. Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,

(26)

b. Daftar Pertanyaan (Cheklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau

pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusnya mudah,

penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

c. Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan

deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya.

e. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional,

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan

aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

(27)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu :

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala

peringkat tersebut di atas.

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku

karyawan yang dinilai dengan jelas

g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian

praktik yang langsung diamati oleh penilai.

i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

(28)

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidnetifikasi aspek-aspek

perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia

bersama-sama menetapkab tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja

karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

Menurut Ilyas (1999), metode penilaian kinerja dapat diukur dengan dua

penilaian, yang pertama penilaian diri sendiri (Self Assesment) dan penilaian 360

derajat (360 degree Assesment)

a. Penilaian diri sendiri (Self Assesment)

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk

mengukur dan memahami perbedaan individu. Ada dua teori yang menyarankan

peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut

adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan

memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri (Ilyas,

1999).

b. Penilaian 360 derajat (360 degree Assesment)

Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya

karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel. Data

(29)

silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan, bila

penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja.

Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk,

personel biasanya dinilai oleh atasan yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini

termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan

kerja personel disampaikan. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain

dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok di mana individu sering melakukan

interaksi.

Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada

kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, di mana wewenang

pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen

kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja

kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite

kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan

untuk mengembangkan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu

diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah

reaksi negative dari personel yang dinilai (Ilyas, 1999).

Penilaian bawahan, di dalam penilaian bawahan terhadap kinerja personel

terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel.

Pada penilaian bawahan ini meminta kepada atasan untuk menerima penilaian

bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Atasan

diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem

(30)

berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang diharapkan (Ilyas,

1999).

2.1.5. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu :

1. Penilaian kemampuan personel

Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara

individual, yang dapat dipergunakan sebagai informasi untuk penilain efektifitas

manajemen sumber daya manusia.

2. Pengembangan personel

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk mengembangkan personel

seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian kompensasi.

Secara spesifik penilaian kerja bertujuan antara lain untuk :

a. Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan

b. Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi

c. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

d. Bahan perencanaan manajemen program Sumber Daya Manusia masa datang

e. Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel (Ilyas, 1999)

2.2. Uraian Tugas Untuk Petugas TB Paru Di Puskesmas

Adapun uraian tugas untuk petugas TB Paru di Puskesmas yaitu sebagai

berikut (Depkes RI,2002) :

1. Menemukan Penderita

(31)

b. menjaring suspek TB Paru

c. mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek form TB.06

d. membuat sediaan hapus dahak

e. mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form

TB.05

f. menegakkan diagnosis TB sesuai protap

g. membuat kalsifikasi type penderita

h. mengisi kartu penderita (form TB 01) dab kartu identitas penderita

(TB.02)

i. memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB Paru (+)

j. memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TB

Paru yang ditemukan

2. Memberikan Pengobatan

a. menetapkan jenis paduan obat

b. memberi obat tahap intensif dan tahap lanjutan

c. mencatat pemeberian obat tersebut dalam kartu penderita (form

TB.01)

d. menentukan PMO (bersama penderita)

e. memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO

f. memantau keteraturan berobat

g. melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan

h. mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara

(32)

3. Penanganan Logistik

a. menjamin tersedianya OAT di Puskesmas

b. menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens,

dll)

2.3. Motivasi Kerja

2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Ilyas (1999) yang mengutip pendapat dari Stoner bahwa motivasi

adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Sementara George

menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang

merangsangnya untuk melakukan beberapa tindakan. Selain itu Vroom

mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara

beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian besar perilaku dipandang sebagai

kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela dan karena itu di motivasi.

Dalam kehidupan organisasi, yang menjadi sasaran utama pemberian

motivasi oleh para pimpinan adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang

bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi kerja

tidak dapat ditingkatkan hanya dengan pemberian motivasi saja karena merupakan

perkalian antara kemampuan dengan motivasi.

Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan motivasi yaitu :

1. Pemberian motivasi berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai

(33)

2. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan

tertentu.

3. Kebutuhan yaitu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha

tertentu menjadi menarik.

Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal dengan

istilah motivasi internal/instrinsik dan juga dapat berasal dari luar diri seseorang yang

dikenal dengan motivasi eksternal/ekstrinsik. Motivasi instrinsik maupun ekstrinsik

ada yang bersifat positif dan negatif. Kunci keberhasilan seseorang manajer dalam

menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuan untuk memahami faktor-faktor

motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.

2.3.2. Teori-teori Motivasi

Banyak dikemukakan teori tentang motivasi sebagai literatur.

Masing-masing motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu

timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung.

1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Maslow mengemukakan bahwasanya individu mempunyai lima kebutuhan

yang tersusun dalam suatu hirarki yang berawal dari yang paling besar. Kelima

kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan rasa

aman (safety needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan pengharapan atau

prestasi (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization).

Dalam bukunya motivation and personality, bahwa kebutuhan sosial itu

(34)

1. Kebutuhan untuk disayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain (sense of

belonging).

2. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain (sense of importance).

3. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan/kegiatan (sense of

participation

4. Kebutuhan untuk berprestasi (sense of achievement) )

Untuk memenuhi kebutuhan sosial ini seorang pimpinan harus peka terhadap

situasi anggotanya. Kalau kebutuhan ini tidak tercapai dapat menyebabkan motivasi

anggotanya lemah. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus menciptakan kondisi

sedemikian rupa sehingga bawahan itu merasa diperdulikan dan dihargai dalam unit

kerjanya untuk meningkatkan produktivitas yang berdampak pada kinerjanya (Tenty,

2004).

2. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Herzberg mengembangkan teori ini kearah motivasi yang mempunyai

implikasi luas bagi manajemen dan usaha-usahanya kearah pemanfaatan sumber daya

manusia yang efektif.

a. Faktor membuat orang merasa tidak puas

Ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan

rasa tidak puas diantara karyawan apabila kondisi ini tidak ada. Jika kondisi ini ada,

maka hal itu tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang

membuat orang merasa tidak puas atau disebut juga faktor kesehatan karena faktor ini

diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang lebih rendah yaitu tingkat tidak

(35)

Faktor-faktor ini mencakup upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status,

prosedur perusahaan, mutu dan supervisi teknis, mutu dari hubungan interpersonal

diantara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.

b. Faktor yang membuat orang merasa puas

Ada serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat

dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat

menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi

ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor ini

meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan

kemungkinan berkembang (Hasibuan, 2001).

Menurut teori ini, faktor-faktor yang sifatnya menyehatkan dan bersifat

ekstrinsik seperti upah, dan kondisi lingkungan bukanlah yang sungguh-sungguh

mendorong para pegawai untuk kerja namun peranannya hanya untuk mengurangi

keresahan saja. Sedangkan faktor yang bersifat instrinsik seperti penghargaan penuh

yang diperoleh dari pelaksanaan kerja yang memang baik jauh lebih besar peranannya

dalam mewujudkan kepuasan kerja dan faktor-faktor demikian pula yang

sungguh-sungguh dapat merupakan motivator bagi orang-orang yang memperolehnya.

3. Teori Kebutuhan Aldever

Teori ini merupakan perluasan dari teori Maslow dan Herzberg. Aldever

mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu:

a. Kebutuhan akan keberadaan adalah akan tetap bisa hidup. Kebutuhan ini sama

dengan kebutuhan fisik dari Maslow dan sama dengan faktor hygiene dari

(36)

b. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan

dengan sesamanya/ hubungan sosial dan bekerja sama dengan orang lain.

c. Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan dari seseorang untuk

mengembangkan dirinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan penghargaan

dan aktualisasi dari Maslow dan faktor motivator dari Herzberg (Hasibuan, 2001).

4. Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland

Mc Clelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang dimiliki

seseorang, yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi.

Kebutuhan prestasi (Achievement) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan

yang lebih baik daripada sebelumnya, hal ini dapat dicapai dengan cara: merumuskan

tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan tanggung jawab pribadi, bekerja

keras. Kebutuhan kekuasaan (power) artinya ada kebutuhan kekuasaan yang

mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Cara

bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada: pengalaman masa kanak-kanak,

kepribadian, pengalaman kerja, tipe organisasi. Kebutuhan Afiliasi artinya kebutuhan

untuk berinteraksi dengan orang lain, dapat dicapai dengan cara : bekerjasama dengan

orang lain sosialisasi (Ishak Arep, 2003).

5. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut Stoner dan Freeman, dalam Nursalam (2007), teori keadilan

didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekaryaan adalah

evaluasi individu atau keadailan dari penghargaan yang diterima individu akan

termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang dengan usaha yang mereka

(37)

6. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif

tingkah laku mereka, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh

dari tiap tingkah laku. Teori harapan berpikir atasa dasar:

- Harapan hasil prestasi

Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka, harapan

ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang bagaimana cara mereka

bertingkah laku.

- Valensi

Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk

memotivasi, valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.

- Harapan prestasi usaha

Menurut Stoner dan Freeman, harapan orang mengenai tingkat keberhasilan

mereka dalam melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah

laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe

hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007).

7. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Teori penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa

lampau akan memengaruho tindakan di masa depan dalam proses belajar siklis.

Menurut teori penguatan seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respons

pada rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu

(38)

2.4. Defenisi Tuberkulosis Paru dan Cara Penularan

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TBC (Mycobacterium tuberculosis), kuman ini menyerang organ tubuh yaitu Paru.

Kuman ini berbentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan

atau sebagai Basil Tahan Asam (BTA), tidak tahan terhadap sianr matahari tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat tertidur lama beberapa tahun (dormant).

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, pada saat batuk atau

bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Jika droplet tersebut terhirup ke pernafasan orang lain, dan menginfeksi tubuh

orang tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran

darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau ke bagian tubuh lainnya, dengan risiko

penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia

dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%, pada daerah dengan ARTI sebesar

1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, sepuluh orang terinfeksi. Sebagian

besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10%

dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB (Depkes RI, 2002).

2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru

Suspek (tersangka) adalah seseorang yang belum dapat dipastikan sebagai

penderita Tuberkulosis, dengan demikian untuk menentukan seseorang sebagai

(39)

Gejala utama yaitu batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih,

gejala tambahan yang sering dijumpai : (a) dahak bercampur darah (b) batuk darah (c)

sesak nafas dan rasa nyeri dada (d) badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan

turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang lebih dari sebulan.

Penemuan penderita TB Paru yaitu dengan cara menunggu penderita datang

sendiri memeriksakan diri ke puskesmas atau unit pelayanan kesehatan (penemuan

suspek secara pasif) dan di dukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas

maupun masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung dan tidak

langsung. Penyuluhan secara langsung bisa dilakukan pada perorangan dan

kelompok, sedangkan penyuluhan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan

media dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk. Dan juga dapat

menggunakan media massa yang dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi

(Depkes, 2002).

Setelah ditemukan tersangka penderita TB Paru kemudian dilakukan

penegakan diagnosis dengan melakukan berbagai pemeriksaan dahak secara

mikroskopik langsung, biakan, rontgen, dan test tuberkulin. Pada saat ini yang

digunakan di Puskesmas adalah pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung.

Semua tersangka harus diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari

berturut-turut, yaitu : sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru dapat ditegakkan

dengan ditemukan kuman BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik, hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS positif

(40)

Penemuan secara pasif akan lebih efektif jika didukung penyuluhan secara

aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan

penemuan tersangka penderita. Cara ini dikenal dengan sebutan Passive Promotive

case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Depkes

RI, 2002).

Pada setiap wilayah kerja unit pelayanan kesehatan, jumlah penduduk

merupakan sasaran penanggulangan TB Paru yang perlu diperhitungkan. Jumlah

penduduk merupakan bahan pertimbangan penyediaan tenaga dan sarana yang akan

digunakan dalam pelaksanaan program, mengingat komposisi penduduk serat aspek

sosial dan ekonomi tidak sama pada setiap wilayah (Manaf, 1997).

2.4.2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Dalam Penanggulangan TB Paru .

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting

dalam sistem penanggulangan TBC. Untuk itu pencatatan dan pelaporan perlu

dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana progran

penanggulangan TBC harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan

yang baku. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan menurut (Depkes,

2002) yaitu :

a. TB. 01. Kartu pengobatan TB

b. TB. 02. Kartu Indentitas penderita

c. TB. 03. Register TB Kabupaten/Kota

d. TB. 04. Register Laboratorium TB

(41)

f. TB. 06. Daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak S-P-S

g. TB. 07. Laporan triwulan penemuan penderita baru dan kambuh.

h. TB. 08. Laporan triwulan hasil pengobatan penderita TBC Paru yang

terdaftar 12 sampai 15 bulan lalu

i. TB. 09. Formulir rujukan/pindah penderita

j. TB. 10. Formulir hasil akhir pengoabatan dari penderita TB pindahan

k. TB. 11. Laporan triwulan hasil pemeriksaan dahak akhir tahap intensif

untuk penderita terdaftar 3-6 bulan lalu

l. TB. 12. Formulir pemgirim sediaan untuk Crosscheck

m. TB. 13. Laporan penerimaan dan OAT di Kabupaten/kotamadya

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mencoba menjelaskan pengaruh motivasi

kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas. Peneliti mencoba

mengembangkan teori Herzberg untuk motivasi, yaitu variabel tangggung jawab,

prestasi, insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi terhadap kinerja petugas TB

Paru Puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru pada P2P TB Paru di Kota

Medan. Untuk lebih jelasnya maka peneliti menyusun kerangka konsep dalam

(42)

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

[image:42.612.124.507.139.358.2]

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kinerja Petugas TB Paru puskesmas adalah tingkat penampilan kerja petugas

yang terlibat dalam pelaksanaan program nasional yang berkaitan dengan

morbiditas dan mortalitas.

2. Motivasi kerja adalah dorongan atau rangsangan yang mampu menggerakkan

petugas kesehatan untuk melaksanakan tugas dalam program nasional yang

diukur melalui variabel tanggung jawab, prestasi, insentif, kondisi kerja,

pengakuan, dan supervisi.

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini

adalah Adanya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas

MOTIVASI KERJA

1. Tanggung jawab 2. Prestasi

3. Insentif 4. Kondisi kerja 5. Pengakuan 6. Supervisi

(43)

dalam penemuan penderita TB Paru pada program pemberantasan penyakit TB Paru

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan Explanatory Research

yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas

TB Paru puskesmas dalam penemuan Penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di

kota Medan tahun 2009 melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah kerja UPK Kota Medan yang

belum mencapai target penjaringan suspek TB Paru.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei tahun 2009.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas TB Paru puskesmas yang

terlibat dalam pelaksanaan penjaringan suspek TB Paru di wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kota Medan.

Setiap 1 puskesmas mempunyai 1 petugas TB Paru, jadi total keseluruhan

populasi penelitian adalah 34 petugas TB Paru Puskesmas.

3.3.2. Sampel

Berhubung karena populasi penelitian sedikit maka sampel diambil secara

(45)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh langsung dari responden melalui teknik wawancara yang berpedoman pada

kuesioner penelitian. Data sekunder merupakan data pencatatan suspek penderita TB

Paru dan laporan kegiatan sehubungan dengan program pemberantasan penyakit TB

Paru yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota Medan.

3.5. Definisi Operasional

Untuk memudahkan penelitian serta memperoleh persepsi yang sama, maka

definisi operasional variabel penelitian adalah:

3.5.1. Variabel Bebas

Motivasi kerja petugas TB Paru diukur dari variabel tanggung jawab, prestasi,

insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervise, dengan definisi sebagai

berikut:

1. Tanggung Jawab adalah rasa keterpanggilan dan tuntutan dalam diri seseorang

petugas TB Paru dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang petugas TB

Paru Puskesmas

2. Prestasi (achievement) adalah karyawan memperoleh kesempatan untuk

mencapai hasil yang baik (banyak, berkualitas) atau berprestasi

3. Insentif adalah adanya wujud tindakan yang diimplementasikan dalam bentuk

penghargaan yang bersifat material dari atasan

4. Kondisi kerja adalah suasana terjadinya interaksi timbal balik antara pekerja

(46)

hubungan antara sesama rekan kerja dan atasan serta didukung oleh sarana

prasarana pelaksanaan kegiatan program pemberantasan penyakit TB Paru.

5. Pengakuan (cognition) adalah Petugas TB Paru memperoleh pengakuan dari

Kepala Puskesmas bahwa ia adalah orang, berprestasi, dikatakan baik, diberi

penghargaan, pujian, dan dimanusiakan.

6. Supervisi adalah salah satu kegiatan pokok dari manajemen. Kegiatan

supervisi ini erat hubungannya dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.

3.5.2. Variabel Terikat

Kinerja petugas TB Paru Puskesmas adalah hasil kerja petugas sesuai

dengan uraian tugas yang diemban. Kinerja petugas TB Paru dilihat dari penampilan

kerja tenaga petugas dalam melakukan P2P TB Paru di Puskesmas Kota Medan,

yaitu:

1. Menemukan Penderita, melakukan penjaringan tersangka pada penderita,

meliputi penjaringan tersangka secara passive promotive case finding,

mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek,membuat sediaan

hapus dahak dan mengirim sediaan tersebut ke laboratorium, menegakkan

diagnosis dan membuat klasifikasi type penderita, mengisi kartu penderita

dan kartu identitas penderita, memeriksa kontak terutama kontak dengan

penderita TB Paru BTA (+) dan memantau jumlah suspek yang diperiksa

(47)

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas

Variabel motivasi kerja yang meliputi tanggung jawab, prestasi, insentif,

kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi, dengan nilai tertinggi = 3, kemudian

dikategorikan atas baik, sedang, dan buruk. Secara rinci aspek pengukuran pada

[image:47.612.117.530.284.587.2]

variabel motivasi kerja dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas No. Variabel

Motivasi kerja

Jumlah indikator

kriteria Bobot nilai

Skor Skala ukur 1 2 3 4 5 6 Tanggung jawab

3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

Prestasi 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

Insentif 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

Kondisi kerja 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

pengakuan 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

Supervisi 3 1.Baik 3 7-9 Ordinal

2.Sedang 2 5-6

3.Buruk 1 3-4

(48)

Variabel kinerja petugas TB Paru Puskemas menggunakan skala ordinal dan 6

pertanyaaan dengan 6 indikator yang diukur. Berdasarkan total skor yang diperoleh

responden, variabel kinerja dikelompokkan atas 3 kategori yaitu :

- Baik, apabila responden memiliki total skor dengan interval 14 – 18

- Sedang, apabila responden memiliki total skor dengan interval 10 – 13

- Buruk, apabila responden memiliki total skor dengan interval 6 – 9

Secara rinci aspek pengukuran pada variabel kinerja petugas TB Paru

[image:48.612.115.527.278.504.2]

Puskesmas dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat No. Variabel Jumlah

indikator

Kriteria Bobot nilai

Skor Skala ukur

1 Kinerja

petugas TB Paru

Puskesmas Menemukan

penderita 6 Interval

1.Baik 3 14-18

2.Sedang 2 10-13 3.Buruk 1 6-9

3.7. Teknik Analisa Data

Data dikumpulkan melalui tahapan editing, coding dan tabulating. Kemudian

diolah dan dideskripsikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Data

dianalisis dengan menggunakan uji statistik regresi linier berganda yaitu untuk

mengetahui pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel variabel

dependen (Hastono, 2001). Model persamaan regresi ganda yaitu:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6

(49)

X1 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator tanggung jawab)

X2 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator prestasi)

X3 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator insentif)

X4 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator kondisi kerja)

X5 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator pengakuan)

X6 = variabel independen (motivasi kerja dengan indikator supervisi)

a = konstanta regresi

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan 4.1.1. Data Geografis

Kota Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara merupakan pusat

pemerintahan, pendidikan, kebudayaan dan perdagangan. Terletak di Pantai Timur

Sumatera dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan, Barat dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 Km2 terdiri dari : 21 kecamatan

dan 151 kelurahan.

4.1.2. Data Demografis

Jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 1.986.195 jiwa dengan jumlah

Rumah Tangga (KK) sebanyak 470.481 KK dan kepadatan penduduk rata-rata

7.858/Km2 dengan penyebaran penduduk tidak merata. Daerah terpadat

penduduknya adalah kecamatan Medan Marelan yaitu sebanyak 24.873,8 jiwa/Km2

(51)

4.1.3. Fasilitas Kesehatan

Jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kota Medan yaitu terdiri dari 17

[image:51.612.114.530.267.588.2]

fasilitas kesehatan, dengan perincian sebagai berikut (Tabel 4.1) :

Tabel 4.1. Distribusi Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Tahun 2008

No. Uraian Jumlah

1. Rumah Sakit Umum 54

2. Rumah Sakit Jiwa 5

3. Rumah Sakit Ibu dan Anak 7

4. Rumah Sakit Khusus Lainnya 3

5. Puskesmas 39

Puskesmas Rawat Inap 11

Puskesmas Non Rawat Inap 28

6. Puskesmas Pembantu 40

7. Puskesmas Keliling 30

8. Posyandu 1396

9. Rumah Bersalin 298

10. Balai Pengobatan/Klinik 409

11. Apotik 624

12. Praktek Bersama 8

13. Praktek Dokter Umum 802

14. Praktek Dokter Spesialis 385

15. Praktek Dokter Gigi 360

16. Laboratorium Kesehatan Pemerintah 1

17. Laboratorium Kesehatan Swasata 6

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

4.1.3.1. Jumlah Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan yaitu sebanyak

(52)
[image:52.612.119.529.189.517.2]

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

No. Uraian Jumlah

1. Dokter Spesialis 8

2. Dokter Umum 109

3. Dokter Gigi 95

4. S2 14

5. S.ST 2

6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 19

7. Tenaga Sanitasi 42

8. Apoteker 624

9. Asisten Apoteker 123

10. Bidan 335

11. Perawat 481

12. Perawat Gigi 78

13. Tenaga Gizi 42

14. APRO 3

15. AKNES -

16 AKFIS 1

17. Analis 45

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,

status perkawinan, dan lama bekerja. Berdasarkan distribusi karakteristik responden

petugas TB Paru Puskesmas di Kota Medan (Tabel 4.3) dapat dilihat bahwa jenis

kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 33 orang (97,1%),

umur responden yang paling banyak adalah >40 tahun sebesar 27 orang (79,4%),

staus perkawinan responden semuanya kawin sebesar 34 orang (100%), tingkat

(53)

lama bekerja responden yang paling banyak adalah >20 tahun sebesar 17 orang

[image:53.612.117.531.163.541.2]

(50,0%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Petugas TB Paru Puskesmas di Kota Medan Tahun 2009.

No. KARAKTERISTIK F PERSENTASE (%)

1. Jenis Kelamin

a. Perempuan 33 97,1

b. Laki-laki 1 2,9

Jumlah 34 100

2. Umur

< 30 tahun 1 2,9

31-39 tahun 6 17,6

>40 tahun 27 79.4

Jumlah 34 100 3. Status Perkawinan

a. Belum Kawin - -

b. Kawin 34 100

Jumlah 4. Tingkat Pendidikan

a. SPK/SMA 13 38,2

b. DI 10 29,4

c. DIII 11 32,4

Jumlah 34 100 5. Lama Bekerja

a. 1 – 9 tahun 4 11,8

b. 10-19 tahun 13 38,2

c. > 20 tahun 17 50,0

Jumlah 34 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner (2009)

4.3. Deskripsi Motivasi Kerja Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan

<

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep .........................................................................
Tabel 1.1.  Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di Kota Medan Tahun 2007- 2008
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas Jumlah indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

saling hapus dan nilai netonya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan hukum untuk melakukan saling hapus atas

For the analysis of cluster structures in a multidimensional data volume it is proposed to use elastic maps technologies, which are methods for mapping points of the

dalam konteks pemikiran bahwa, Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta, mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa tahap I untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012,

Sedangkan pada metode Alkalimetri digunakan Oksalat sebagai larutan baku primer, dan NaOH sebahai larutan baku sekunder untuk menentukan konsentrasi dari HCl yaitu

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa senam hatha yoga memiliki peran penting yang efektif terhadap penurunan dan pengontrolan tekanan darah

Untuk membuat Modul ini penulis membuat struktur navigasi dan storyboard dengan menggunakan Macromedia Flash MX 2004 serta komponen-komponen lainnya yang mendukung proses

Oriflame merupakan sebua h perusahaan kosmetik dan perawatan wajah yang mempunyai sistem penjualan langsung (direct selling) yang berkembang paling cepat di dunia. Penulisan Ilmiah