• Tidak ada hasil yang ditemukan

Longevitas dan Efikasi Pelet Trichoderma harzianum terhadap Sclerotium rolfsii Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Longevitas dan Efikasi Pelet Trichoderma harzianum terhadap Sclerotium rolfsii Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Longevitas dan Efikasi Pelet

Trichoderma harzianum

terhadap

Sclerotium rolfsii

Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (

Solanum

lycopersicum

L.)

Longevity and Efication of

Trichoderma harzianum

Pellet on

Sclerotium rolfsii

The Cause Wilt Disease on Tomato (

Solanum lycopersicum

L.)

Juni Safitri Muljowati, Uki Dwiputranto, dan Iman Budisantoso

Fakultas Biologi Unsoed

Jl.DR. Soeparno No.63 Purwokerto 53122 Email: junisafitri@gmail.com

Diterima September 2012 disetujui untuk diterbitkan Januari 2014

Abstract

Trichoderma harzianum is one of the antagonist fungi that can be used as a biofungicide to control soil-borne pathogens such as Sclerotium rolfsii, the cause of wilt isease of tomato. To ease the application of T.harzianum fungi in the field, it should be prepared a formulation in form of pellet. The longevity of T.harzianum pellet is determined by the viability of T.harzianum fungi contained in it, whereas the efication/ effectivity of T.harzianum pellet is determined by the longevity of the pellet. The objectives of this study are to investigate the interaction between storage period and application dosages in controlling wilt disease of tomato; and the dosage and storage period of T.harzianum on the effectiveness in controlling wilt disease of tomato. The experiment was carried out experimentally by using a Completely Randomized Design (CRD) in a factorial pattern. The first factors were storage period (W) consisted of 5 levels, i.e. 0, 3, 6, 9, and 12 weeks; the second factors were theapplication dosages (D) consisted of 6 levels, i.e. 0, 25, 50, 75, 100, and 125 grams. They were replicated 3 times each. The viability observation of T.harzianum was completed at the end of storage period of the pellets, the disease occurence and severity was since the 4th day after inoculation with 4 day interval until the tomato plant produced flowers. Research result showed that the interaction between storage period and different application dosages of T.harzianum pellets has influenced the increase of wilt disease control of tomato. Furthermore, storage period of 6 weeks and T.harzianum application of 50 g were the most effective in controlling wilt disease of tomato.

Key words: Pellet, biofungicide, storage period, soil-borne pathogen, tomato

Abstrak

Trichoderma harzianum merupakan salah satu jamur antagonis yang dapat digunakan sebagai agensia hayati (biofungisida) untuk mengendalikan patogen tular tanah, antara lain jamur Sclerotium rolfsii penyebab penyakit layu pada tanaman tomat. Untuk memudahkan aplikasi jamur T. harzianum di lahan, perlu disiapkan dalam suatu formulasi dalam bentuk pelet. Longevitas pelet T. harzianum ditentukan oleh viabilitas T. harzianum yang terkandung di dalamnya, sedangkan efikasi / efektivitas pelet T. harzianum ditentukan oleh longevitas pelet tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi antara lama waktu penyimpanan dan dosis aplikasi pelet T. harzianum terhadap pengendalian penyakit layu pada tanaman tomat; pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap viabilitas T. harzianum; lama waktu penyimpanan yang menghasilkan viabilitas T. harzianum tertinggi; dan dosis dan lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum yang efektif dalam mengendalikan penyakit layu pada tanaman tomat. Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial. Faktor pertama adalah lama waktu penyimpanan (W) yang terdiri atas 5 taraf, yaitu 0, 3, 6, 9, dan 12 minggu; faktor kedua adalah dosis aplikasi (D) yang terdiri atas 6 taraf, yaitu 0, 25, 50, 75, 100, dan 125 gram. Ulangan masing-masing 3 kali. Pengamatan viabilitas T. harzianum dilakukan pada akhir waktu penyimpanan pelet, kejadian penyakit dan keparahan penyakit sejak 4 hari setelah inokulasi dengan interval 4 hari hingga tanaman tomat berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara lama waktu penyimpanan dengan dosis aplikasi yang berbeda mampu menghambat intensitas penyakit layu pada tanaman tomat. Lama waktu penyimpanan 6 minggu dengan dosis aplikasi 50g paling baik dalam mengendalikan penyakit layu pada tanaman tomat.

Kata kunci: Pelet, biofungisida, storage period, soil-borne pathogen, tomato. Chromato-graphy–Mass Spectrometry.

Simpulan

A m e r i c a n J o u r n a l o f A n a l y t i c a l 1. N-Acyl Homoserine Lactones (N-HSL) Chemistry 2: 294-302.

yang dihasilkan oleh BF sebagai signal

Rashid, M., S. Khalil, N. Ayub, S. Alam, and F. QS terbanyak ialah Butanoyl (C ) 4

Latif. 2004. Organic Acids Production Homoserine Lactones.

and Phosphate Solubilization by 2. Ekstrak akar tanaman padi, jagung,

Phosphate Solubilizing Microorganisms bambu, pisang dan kacang tanah dapat

(PSM) Under in vitro Conditions.

dijadikan sumber N-HSL sebagai signal

Pakistan QS dari BF.

Susilowati A, Wahyudi AT, Lestari Y, Suwanto A, W i y o n o S . 2 0 11 . P o t e n t i a l

Daftar Pustaka

Pseudomonas Isolated from Soybean

Balai Penelitian Tanah (BPT). 2005. Petunjuk Rhizosphere as Biocontrol againt

Teknis:Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Soilborne Phytophatogenic Fungi. Air dan Pupuk. Edisi Pertama. BPT, Hayati J. Biosci. 18(2): 51-56. Tamad.

Balitbangtan Deptan, Bogor. 2012. Mekanisme dan efektifitas bakteri

fosfat dalam pelepasan fosfor di Andisol. Camara M, Williams P, Hardman A. 2002.

[Disertasi], UGM, Yogyakarta. 196 hal. Controlling infection by tuning in and

turning down the volume of bacteriall Teplitski M, Mathesius U, Rumbaugh KP. small-talk. Lancet Infectious Diseases 2: 2011. Perception and Degradation of

667-676. N-Acyl Homoserine Lactone Quorum

Sensing Signals by Mammalian and Hawkes CV, DeAngelis KM, Firestone MK.

Plant Cells. Chem. Rev. 111: 100-116. 2007. Root Interactions with Soil

Microbial Communities and Processes. Thiel T. 1999. Science in the Real World: Pp. 1-30. In: Cordon, Z.G., and J.L. Microbes in Action. Introduction to Whitbeck. (Eds.). The Rhizosphere: An Bacterial. 1-8 p. Department of Biology, Ecologival Perpective. Academic Press, University of Missouri-St. Louis.

New York. 210p.

Tistama R, Widyastuti U, Sopandie D, Yokota A, Hosseinkhani B, Emtiazi G, Nahvi I. 2009. A k a s h i K , S u h a r s o n o . 2 0 1 2 .

Analysis of phytase producing bacteria P h y s i o l o g i c a l a n d B i o c h e m i c a l (Pseudomonas sp.) from poultry faeces Responses to Aluminium Stress in the

and optimization of this enzyme Root of the Biodiesel Plant Jatrofa

p r o d u c t i o n . A f r i c a n J o u r n a l o f curcas L. Hayati J. Biosci. 19(1): 37-43. Biotechnology. 8(17): 4229-4232.

Victoria DE, Reyes LL, Benitez AC. 2009. Li, X, Fekete A, Englmann M, Gotz C, U s e o f 1 6 S r R N A G e n e f o r

Rothballer M, Frommberger M, C h a r a c t e r i z a t i o n o f P h o s p h a t e -Buddrus K, Fekete J, Cai C, Schroder P, Solubilizing Bacterial Associated with Hartman A, Chen G, Kopplin PS. 2006. Corn. Rev. Fitotec. Mex. 32(1): 31-37. Development and application of a

Ward JP, King JR, Koerber AJ, Williams P, method for the analysis of

N-Croft JM, Sockett RE. 2001. acylhomoserine lactones by solid-phase

Mathematical modelling of quorum extraction and ultra high pressure liquid

sensing in bacteria. IMA Journal of c h r o m a t o g r a p h y. J o u r n a l o f

Mathematics Applied in Medicine and Chromatography 1134: 186-193.

Biology 18: 263-292. Mehrvarz S, Chaichi MR. 2008. Effect of

Watson WT, Minogue TD, Val DL, von Bodman Phosphate Solubilizing Microorganisms

SB, Churchill MEA. 2002. Structur and Phosphorus Chemical Fertilizer on

B a s i s a n d Sp e c i f i c i t y o f A c y l -Forage and Grain Quality of Barley

Homoserine Lactone Signal Production (Hordeum vulgare L.).

American-in Bacteria Quorum SensAmerican-ing. Molecular Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 3(6):

Cell 9: 685-694. 855-860.

Rani S, Kumar A, Malik AK, Koplin PA. 2011. Occurrence of N-Acyl Homoserine Lactones in Extracts of Bacteria Strain of Pseudomonas aeruginosa and in Sputum Sample Evaluated by Gas

Pendahuluan y a n g p e n t i n g p e r a n a n n y a d a l a m

pemenuhan gizi masyarakat. Selain dibuat T a n a m a n t o m a t (S o l a n u m

sebagai bumbu masakan atau dicampurkan lycopersicum L.) termasuk tanaman sayuran

(2)

berkurangnya nutrisi dalam bahan pembawa ke dalam masakan, buah tomat juga dapat

yang digunakan. Selanjutnya, longevitas dimanfaatkan sebagai obat. Buah tomat

pelet T. harzianum menentukan efikasi dan mengandung zat-zat yang berguna bagi e f e k t i f i t a s p e l e t t e r s e b u t d a l a m tubuh, yaitu vitamin C, vitamin A dan mineral pengendalian penyakit tanaman.

(Tugiyono, 1999). Bahan pembawa yang digunakan

Penyakit merupakan salah satu s e b a g a i m e d i a p e r t u m b u h a n mikroorganisme seperti jamur, yaitu bahan penyebab rendahnya produksi tomat. Salah

baku yang mengandung pati (Davis, 1978). satu penyakit pada tanaman tomat adalah

Menurut Salamiah et al (2003), bahan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur

pembawa yang paling baik untuk pembuatan Sclerotium rolfsii. Jamur tersebut

pelet biofungisida T. harzianum adalah menyerang tanaman tomat pada bagian

tepung beras ketan putih. Selain itu, menurut leher akar, hal ini mengakibatkan Elad (1994), konidia merupakan salah satu terhalangnya zat-zat makanan yang bagian dari jamur antagonis yang cocok diangkut ke jaringan-jaringan tanaman dan untuk membuat formulasi agensia hayati.

M u l j o w a t i & P u r n o m o w a t i ( 2 0 1 0 ) penyerapan air serta unsur hara sehingga

mendapatkan bahwa konidia T. harzianum merugikan pada budidaya tanaman tomat

menunjukkan viabilitas tertinggi dalam (Semangun, 1996).

bahan pembawa tepung beras ketan putih Saat ini telah banyak dikembangkan

dan lama waktu penyimpanan 9 minggu. upaya pengendalian patogen tanaman Susanna (2005) telah melakukan s e c a r a h a y a t i , s a l a h s a t u u p a y a penelitian dengan aplikasi T. harzianum pengendalian tersebut adalah dengan dengan bahan pembawa berupa beras menggunakan jamur antagonis. Jamur untuk mengendalikan F. oxysporum pada antagonis merupakan salah satu jenis bibit tanaman pisang hasil kultur jaringan yang berumur 4 bulan. Pada penelitian mikroba yang dapat digunakan sebagai

tersebut dosis T. harzianum 100 gram efektif agensia hayati. Faktor-faktor yang

untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. mendukung potensi jamur antagonis

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sebagai agensia hayati adalah antagonisme,

mengenai longevitas dan efikasi pelet kecepatan pertumbuhan dan mampu hidup Tr i c h o d e r m a h a r z i a n u m t e r h a d a p di mana-mana (kosmopolit) (Singh & Faull, Sclerotium rolfsii penyebab penyakit layu 1986). p a d a t a n a m a n t o m a t (S o l a n u m

Jamur T. harzianum dapat digunakan lycopersicum Mill.). s e b a g a i a g e n s i a h a y a t i u n t u k

mengendalikan patogen tular tanah pada Materi dan Metode

berbagai jenis tanaman (Papavizas, 1985).

Penelitian ini dilaksanakan di Menurut Sinaga dalam Salamiah et al (2003),

Laboratorium Mikologi dan Fitopatologi bentuk formulasi yang digunakan untuk

untuk penyiapan pelet T. harzianum dan memudahkan dalam penginokulasian

inokulum Sclerotium rolfsii, rumah kaca agensia hayati didasari oleh pertimbangan

Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto untuk terhadap viabilitas (kemampuan hidup)

uji in planta, dan Laboratorium Kimia agensia hayati tersebut. Salah satu bentuk

Organik Fakultas Sains dan Teknologi formulasi yang dapat dikembangkan adalah

Unsoed Purwokerto untuk analisis rasio C/N, formulasi agensia hayati dalam bentuk pelet.

selama enam bulan yang dimulai pada Bentuk tersebut dianggap praktis karena

bulan April sampai dengan September 2010. ukurannya kecil dan mudah dibawa serta

Penyiapan pelet biofungisida T. harzianum. diaplikasikan di lapangan.

Tepung beras ketan putih ditimbang Longevitas pelet T. harzianum

sebanyak 1.000 gram. Ke dalam tepung ditentukan oleh viabilitas T. harzianum yang

tersebut dimasukkan 50 g tepung bawang terkandung di dalamnya pada saat isolasi

putih (sebagai antibiotik) kemudian sampai waktu aplikasi dengan melalui masa

d i b u n g k u s d e n g a n a l u m i n i u m f o i l , penyimpanan yang cukup lama (Gemell,

selanjutnya disterilisasi di dalam oven pada 2002). Hal ini karena semakin lama waktu o

suhu 80 C selama 24 jam. Setelah suhu penyimpanan pelet maka viabilitas T.

tepung menurun sebanyak 1.050 g harzianum akan menurun seiring dengan

campuran tepung beras ketan putih dan gram, 100 gram, dan 125 gram. Ulangan tepung bawang putih dimasukkan ke dalam masing-masing perlakuan sebanyak 3 kali. baskom plastik yang telah disterilkan Variabel yang diamati adalah variabel dengan menggunakan alkohol 70%, bebas dan variabel tergantung. Variabel kemudian ditambahkan 600 ml akuades bebas terdiri dari lama waktu penyimpanan steril sampai terbentuk adonan tepung yang dan dosis aplikasi pelet biofungisida T. tidak lengket di tangan. Suspensi konidia T. harzianum, sedangkan variabel tergantung 8 yaitu kejadian penyakit (disease incidence) harzianum dengan konsentrasi 10

dan keparahan penyakit (disease severity) konidia/ml sebanyak 100 ml dicampurkan

layu yang disebabkan oleh S. rolfsii pada dengan tepung kemudian dihomogenkan

tanaman tomat. Parameter utama yang agar konidia tersebar merata dalam media.

diamati adalah jumlah tanaman tomat yang Setelah homogen, tepung dicetak menjadi

terserang penyakit layu, dan diskolorisasi bentuk pelet dengan menggunakan alat

tanaman tomat yang terserang layu yang penggiling daging. Butiran pelet kemudian

disebabkan oleh S. rolfsii. Parameter dikeringkan di dalam oven dengan suhu

o pendukung yang diamati adalah viabilitas T.

40 C selama 24 jam. Pelet biofungisida T

harzianum, perode inkubasi; dan suhu dan harzianum yang telah kering dibungkus

kelembaban rumah kaca. Data yang menggunakan aluminium foil kemudian

diperoleh dianalisis menggunakan uji F dan diinkubasi dalam ruang sesuai dengan

dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur perlakuan. Lama waktu penyimpanan

pada tingkat kepercayaan 95%. sesuai dengan perlakuan yaitu 0 minggu, 3

minggu, 6 minggu, 9 minggu, dan 12 minggu.

Hasil dan Pembahasan

Semua tahapan dalam pembuatan dan

penyiapan pelet biofungisida T. harzianum Berdasarkan pengamatan, tanaman dilakukan secara aseptis (Salamiah et al, t o m a t y a n g d i i n o k u l a s i S . r o l f s i i

2003). menunjukkan gejala penyakit layu. Infeksi

Penyiapan tanaman, inokulum, uji efikasi terjadi pada bagian leher akar (bagian yang pelet T. harzianum in planta, dan inokulasi dekat dengan tanah). Bagian tersebut

S.rolfsii membusuk, dan pada permukaannya

Benih tanaman tomat disemaikan pada terdapat miselium jamur berwarna putih, bak pesemaian, setelah berumur 30 hari seperti bulu. Miselium membentuk bibit tomat dibumbung selama 7 hari. Pelet sklerotium, yang semula berwarna putih, biofungisida T. harzianum diaplikasikan kemudian berkembang menjadi butir-butir dengan cara dicampur secara merata pada berwarna coklat yang mirip dengan biji sawi. tanah media tanam tomat yang telah Gambar 1 menunjukkan bahwa disiapkan sebelumnya, kemudian dibiarkan semakin tinggi dosis pelet T. harzianum yang selama 15 hari. Inokulum S. rolfsii dalam diaplikasikan pada tanaman tomat, maka media jagung diinkubasi selama 4 hari. Bibit semakin panjang periode inkubasi penyakit tomat yang telah dibumbung ditanam pada layu. Munculnya gejala layu pada tanaman media tanam yang telah disiapkan tomat dapat diperlambat dengan aplikasi sebelumnya (telah dicampur dengan pelet pelet T. harzianum. Nampak pada Gambar 1, biofungisida T. harzianum sesuai dengan aplikasi pelet T. harzianum sebanyak 25 perlakuan). Selanjutnya dilakukan g r a m d a n 5 0 g r a m m e n y e b a b k a n pemberian inokulum S. rolfsii dalam media penghambatan yang semakin meningkat jagung masing-masing media tanam terhadap kemunculan gejala penyakit layu, sebanyak 5 gram sedangkan aplikasi pelet T. harzianum lebih

Rancangan percobaan dari 50 gram mampu menghambat

Di dalam penelitian ini dinggunakan k e m u n c u l a n p e n y a k i t l a y u d e n g a n metode eksperimental dengan Rancangan penghambatan yang sama. Hal ini Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. pertama adalah lama waktu penyimpanan harzianum yang efektif untuk menghambat (W) yang terdiri atas 5 taraf , yaitu 0 minggu, k e m u n c u l a n p e n y a k i t l a y u a t a u 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu dan 12 menperpanjang periode inkubasi penyakit minggu. Faktor kedua adalah dosis aplikasi layu yaitu sebanyak 50 gram per tanaman. pelet T. harzianum (D) yang terdiri atas 6

taraf, yaitu 0 gram, 25 gram, 50 gram, 75

(3)

berkurangnya nutrisi dalam bahan pembawa ke dalam masakan, buah tomat juga dapat

yang digunakan. Selanjutnya, longevitas dimanfaatkan sebagai obat. Buah tomat

pelet T. harzianum menentukan efikasi dan mengandung zat-zat yang berguna bagi e f e k t i f i t a s p e l e t t e r s e b u t d a l a m tubuh, yaitu vitamin C, vitamin A dan mineral pengendalian penyakit tanaman.

(Tugiyono, 1999). Bahan pembawa yang digunakan

Penyakit merupakan salah satu s e b a g a i m e d i a p e r t u m b u h a n mikroorganisme seperti jamur, yaitu bahan penyebab rendahnya produksi tomat. Salah

baku yang mengandung pati (Davis, 1978). satu penyakit pada tanaman tomat adalah

Menurut Salamiah et al (2003), bahan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur

pembawa yang paling baik untuk pembuatan Sclerotium rolfsii. Jamur tersebut

pelet biofungisida T. harzianum adalah menyerang tanaman tomat pada bagian

tepung beras ketan putih. Selain itu, menurut leher akar, hal ini mengakibatkan Elad (1994), konidia merupakan salah satu terhalangnya zat-zat makanan yang bagian dari jamur antagonis yang cocok diangkut ke jaringan-jaringan tanaman dan untuk membuat formulasi agensia hayati.

M u l j o w a t i & P u r n o m o w a t i ( 2 0 1 0 ) penyerapan air serta unsur hara sehingga

mendapatkan bahwa konidia T. harzianum merugikan pada budidaya tanaman tomat

menunjukkan viabilitas tertinggi dalam (Semangun, 1996).

bahan pembawa tepung beras ketan putih Saat ini telah banyak dikembangkan

dan lama waktu penyimpanan 9 minggu. upaya pengendalian patogen tanaman Susanna (2005) telah melakukan s e c a r a h a y a t i , s a l a h s a t u u p a y a penelitian dengan aplikasi T. harzianum pengendalian tersebut adalah dengan dengan bahan pembawa berupa beras menggunakan jamur antagonis. Jamur untuk mengendalikan F. oxysporum pada antagonis merupakan salah satu jenis bibit tanaman pisang hasil kultur jaringan yang berumur 4 bulan. Pada penelitian mikroba yang dapat digunakan sebagai

tersebut dosis T. harzianum 100 gram efektif agensia hayati. Faktor-faktor yang

untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. mendukung potensi jamur antagonis

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sebagai agensia hayati adalah antagonisme,

mengenai longevitas dan efikasi pelet kecepatan pertumbuhan dan mampu hidup Tr i c h o d e r m a h a r z i a n u m t e r h a d a p di mana-mana (kosmopolit) (Singh & Faull, Sclerotium rolfsii penyebab penyakit layu 1986). p a d a t a n a m a n t o m a t (S o l a n u m

Jamur T. harzianum dapat digunakan lycopersicum Mill.). s e b a g a i a g e n s i a h a y a t i u n t u k

mengendalikan patogen tular tanah pada Materi dan Metode

berbagai jenis tanaman (Papavizas, 1985).

Penelitian ini dilaksanakan di Menurut Sinaga dalam Salamiah et al (2003),

Laboratorium Mikologi dan Fitopatologi bentuk formulasi yang digunakan untuk

untuk penyiapan pelet T. harzianum dan memudahkan dalam penginokulasian

inokulum Sclerotium rolfsii, rumah kaca agensia hayati didasari oleh pertimbangan

Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto untuk terhadap viabilitas (kemampuan hidup)

uji in planta, dan Laboratorium Kimia agensia hayati tersebut. Salah satu bentuk

Organik Fakultas Sains dan Teknologi formulasi yang dapat dikembangkan adalah

Unsoed Purwokerto untuk analisis rasio C/N, formulasi agensia hayati dalam bentuk pelet.

selama enam bulan yang dimulai pada Bentuk tersebut dianggap praktis karena

bulan April sampai dengan September 2010. ukurannya kecil dan mudah dibawa serta

Penyiapan pelet biofungisida T. harzianum. diaplikasikan di lapangan.

Tepung beras ketan putih ditimbang Longevitas pelet T. harzianum

sebanyak 1.000 gram. Ke dalam tepung ditentukan oleh viabilitas T. harzianum yang

tersebut dimasukkan 50 g tepung bawang terkandung di dalamnya pada saat isolasi

putih (sebagai antibiotik) kemudian sampai waktu aplikasi dengan melalui masa

d i b u n g k u s d e n g a n a l u m i n i u m f o i l , penyimpanan yang cukup lama (Gemell,

selanjutnya disterilisasi di dalam oven pada 2002). Hal ini karena semakin lama waktu o

suhu 80 C selama 24 jam. Setelah suhu penyimpanan pelet maka viabilitas T.

tepung menurun sebanyak 1.050 g harzianum akan menurun seiring dengan

campuran tepung beras ketan putih dan gram, 100 gram, dan 125 gram. Ulangan tepung bawang putih dimasukkan ke dalam masing-masing perlakuan sebanyak 3 kali. baskom plastik yang telah disterilkan Variabel yang diamati adalah variabel dengan menggunakan alkohol 70%, bebas dan variabel tergantung. Variabel kemudian ditambahkan 600 ml akuades bebas terdiri dari lama waktu penyimpanan steril sampai terbentuk adonan tepung yang dan dosis aplikasi pelet biofungisida T. tidak lengket di tangan. Suspensi konidia T. harzianum, sedangkan variabel tergantung 8 yaitu kejadian penyakit (disease incidence) harzianum dengan konsentrasi 10

dan keparahan penyakit (disease severity) konidia/ml sebanyak 100 ml dicampurkan

layu yang disebabkan oleh S. rolfsii pada dengan tepung kemudian dihomogenkan

tanaman tomat. Parameter utama yang agar konidia tersebar merata dalam media.

diamati adalah jumlah tanaman tomat yang Setelah homogen, tepung dicetak menjadi

terserang penyakit layu, dan diskolorisasi bentuk pelet dengan menggunakan alat

tanaman tomat yang terserang layu yang penggiling daging. Butiran pelet kemudian

disebabkan oleh S. rolfsii. Parameter dikeringkan di dalam oven dengan suhu

o pendukung yang diamati adalah viabilitas T.

40 C selama 24 jam. Pelet biofungisida T

harzianum, perode inkubasi; dan suhu dan harzianum yang telah kering dibungkus

kelembaban rumah kaca. Data yang menggunakan aluminium foil kemudian

diperoleh dianalisis menggunakan uji F dan diinkubasi dalam ruang sesuai dengan

dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur perlakuan. Lama waktu penyimpanan

pada tingkat kepercayaan 95%. sesuai dengan perlakuan yaitu 0 minggu, 3

minggu, 6 minggu, 9 minggu, dan 12 minggu.

Hasil dan Pembahasan

Semua tahapan dalam pembuatan dan

penyiapan pelet biofungisida T. harzianum Berdasarkan pengamatan, tanaman dilakukan secara aseptis (Salamiah et al, t o m a t y a n g d i i n o k u l a s i S . r o l f s i i

2003). menunjukkan gejala penyakit layu. Infeksi

Penyiapan tanaman, inokulum, uji efikasi terjadi pada bagian leher akar (bagian yang pelet T. harzianum in planta, dan inokulasi dekat dengan tanah). Bagian tersebut

S.rolfsii membusuk, dan pada permukaannya

Benih tanaman tomat disemaikan pada terdapat miselium jamur berwarna putih, bak pesemaian, setelah berumur 30 hari seperti bulu. Miselium membentuk bibit tomat dibumbung selama 7 hari. Pelet sklerotium, yang semula berwarna putih, biofungisida T. harzianum diaplikasikan kemudian berkembang menjadi butir-butir dengan cara dicampur secara merata pada berwarna coklat yang mirip dengan biji sawi. tanah media tanam tomat yang telah Gambar 1 menunjukkan bahwa disiapkan sebelumnya, kemudian dibiarkan semakin tinggi dosis pelet T. harzianum yang selama 15 hari. Inokulum S. rolfsii dalam diaplikasikan pada tanaman tomat, maka media jagung diinkubasi selama 4 hari. Bibit semakin panjang periode inkubasi penyakit tomat yang telah dibumbung ditanam pada layu. Munculnya gejala layu pada tanaman media tanam yang telah disiapkan tomat dapat diperlambat dengan aplikasi sebelumnya (telah dicampur dengan pelet pelet T. harzianum. Nampak pada Gambar 1, biofungisida T. harzianum sesuai dengan aplikasi pelet T. harzianum sebanyak 25 perlakuan). Selanjutnya dilakukan g r a m d a n 5 0 g r a m m e n y e b a b k a n pemberian inokulum S. rolfsii dalam media penghambatan yang semakin meningkat jagung masing-masing media tanam terhadap kemunculan gejala penyakit layu, sebanyak 5 gram sedangkan aplikasi pelet T. harzianum lebih

Rancangan percobaan dari 50 gram mampu menghambat

Di dalam penelitian ini dinggunakan k e m u n c u l a n p e n y a k i t l a y u d e n g a n metode eksperimental dengan Rancangan penghambatan yang sama. Hal ini Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. pertama adalah lama waktu penyimpanan harzianum yang efektif untuk menghambat (W) yang terdiri atas 5 taraf , yaitu 0 minggu, k e m u n c u l a n p e n y a k i t l a y u a t a u 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu dan 12 menperpanjang periode inkubasi penyakit minggu. Faktor kedua adalah dosis aplikasi layu yaitu sebanyak 50 gram per tanaman. pelet T. harzianum (D) yang terdiri atas 6

taraf, yaitu 0 gram, 25 gram, 50 gram, 75

(4)

Gambar 3. Histogram hubungan antara dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata kejadian penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 3. Histogram of relationship between T. harzianum application dosage with average incidence of tomato wilt disease caused by S. rolfsii (%)

Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √%

D0= dosis aplikasi pelet T. harzianum 0 gram; D1= dosis aplikasi pelet T. harzianum 25 gram; D2= dosis aplikasi pelet T. harzianum 50 gram; D3= dosis aplikasi pelet T. harzianum 75 gram; D4= dosis aplikasi pelet T. harzianum 100 gram; D5= dosis aplikasi pelet T. harzianum 125 gram.

Pelet T. harzianum dapat digunakan penyimpanan 3 minggu sebanyak 50 gram untuk mengendalikan penyakit layu pada per tanaman atau dengan aplikasi pelet T. tanaman tomat (Gambar 4). Untuk h a r z i a n u m d e n g a n l a m a w a k t u mengendalikan penyakit layu pada tanaman penyimpanan 6 minggu sebanyak 100 gram tomat dapat dilakukan dengan aplikasi pelet per tanaman.

T. h a r z i a n u m d e n g a n l a m a w a k t u

Gambar 4. Histogram hubungan antara lama waktu penyimpanan dan dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata keparahan penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 4. Histogram of relation between storage period and application dosage of T. Harzianum pellet with average disease sevirity in tomato plant caused by S. rolfsii (%).

Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √%

W0= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 0 minggu; W1= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 3 minggu; W2= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 6 minggu; W3= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 9 minggu; W4= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 12 minggu; D0= dosis aplikasi pelet T. harzianum 0 gram; D1= dosis aplikasi pelet T. harzianum 25 gram; D2= dosis aplikasi pelet T. harzianum 50 gram; D3= dosis aplikasi pelet T. harzianum 75 gram; D4= dosis aplikasi pelet T. harzianum 100 gram; D5= dosis aplikasi pelet T. harzianum 125 gram.

Gambar 1. Hubungan dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata periode inkubasi penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 1. Relationship between T. harzianum application dose with the average incubation period of tomato wilt disease caused by S. rolfsii (%).

Keterangan:

1= 0 gram; 2= 25 gram; 3= 50 gram; 4= 75 gram; 5= 100 gram; dan 6= 125 gram pelet T. harzianum.

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui menunjukkan kejadian penyakit layu pada bahwa lama waktu penyimpanan pelet T. tanaman tomat meningkat, yaitu 90%. Hal harzianum 6 minggu yang menunjukkan ini menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. kejadian penyakit layu pada tanaman tomat harzianum yang efektif untuk menghambat yang paling rendah yaitu 84,13%. Lama kejadian penyakit (disease incidence) yaitu waktu penyimpanan lebih dari 6 minggu 50 gram per tanaman.

Gambar 2. Hubungan antara lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum dengan rata-rata kejadian penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%). Figure 2. Relationship between T. harzianum pellet storage period with average wilt disease

incidence in tomato caused by S. rolfsii (%) Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √

%

W0= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 0 minggu; W1= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 3 minggu; W2= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 6 minggu; W3= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 9 minggu; W4= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 12 minggu;

Pengaruh dosis aplikasi pelet T. mampu menekan kejadian penyakit. Hal ini harzianum terhadap kejadian penyakit tidak sejalan dengan pernyataan Susanna disajikan pada Gambar 3. Gambar tersebut (2005), bahwa dosis aplikasi pelet T. menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. h a r z i a n u m y a n g e f e k t i f d a l a m harzianum 25 gram belum mampu menekan mengendalikan penyakit layu yaitu kejadian penyakit, sedangkan aplikasi pelet sebanyak 100 gram.

T. harzianum mulai dosis 50 gram sudah

(5)

Gambar 3. Histogram hubungan antara dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata kejadian penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 3. Histogram of relationship between T. harzianum application dosage with average incidence of tomato wilt disease caused by S. rolfsii (%)

Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √%

D0= dosis aplikasi pelet T. harzianum 0 gram; D1= dosis aplikasi pelet T. harzianum 25 gram; D2= dosis aplikasi pelet T. harzianum 50 gram; D3= dosis aplikasi pelet T. harzianum 75 gram; D4= dosis aplikasi pelet T. harzianum 100 gram; D5= dosis aplikasi pelet T. harzianum 125 gram.

Pelet T. harzianum dapat digunakan penyimpanan 3 minggu sebanyak 50 gram untuk mengendalikan penyakit layu pada per tanaman atau dengan aplikasi pelet T. tanaman tomat (Gambar 4). Untuk h a r z i a n u m d e n g a n l a m a w a k t u mengendalikan penyakit layu pada tanaman penyimpanan 6 minggu sebanyak 100 gram tomat dapat dilakukan dengan aplikasi pelet per tanaman.

T. h a r z i a n u m d e n g a n l a m a w a k t u

Gambar 4. Histogram hubungan antara lama waktu penyimpanan dan dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata keparahan penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 4. Histogram of relation between storage period and application dosage of T. Harzianum pellet with average disease sevirity in tomato plant caused by S. rolfsii (%).

Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √%

W0= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 0 minggu; W1= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 3 minggu; W2= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 6 minggu; W3= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 9 minggu; W4= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 12 minggu; D0= dosis aplikasi pelet T. harzianum 0 gram; D1= dosis aplikasi pelet T. harzianum 25 gram; D2= dosis aplikasi pelet T. harzianum 50 gram; D3= dosis aplikasi pelet T. harzianum 75 gram; D4= dosis aplikasi pelet T. harzianum 100 gram; D5= dosis aplikasi pelet T. harzianum 125 gram.

Gambar 1. Hubungan dosis aplikasi pelet T. harzianum dengan rata-rata periode inkubasi penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%).

Figure 1. Relationship between T. harzianum application dose with the average incubation period of tomato wilt disease caused by S. rolfsii (%).

Keterangan:

1= 0 gram; 2= 25 gram; 3= 50 gram; 4= 75 gram; 5= 100 gram; dan 6= 125 gram pelet T. harzianum.

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui menunjukkan kejadian penyakit layu pada bahwa lama waktu penyimpanan pelet T. tanaman tomat meningkat, yaitu 90%. Hal harzianum 6 minggu yang menunjukkan ini menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. kejadian penyakit layu pada tanaman tomat harzianum yang efektif untuk menghambat yang paling rendah yaitu 84,13%. Lama kejadian penyakit (disease incidence) yaitu waktu penyimpanan lebih dari 6 minggu 50 gram per tanaman.

Gambar 2. Hubungan antara lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum dengan rata-rata kejadian penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh S. rolfsii (%). Figure 2. Relationship between T. harzianum pellet storage period with average wilt disease

incidence in tomato caused by S. rolfsii (%) Keterangan:

Data dalam histogram telah ditransformasi ke dalam Arc sin √

%

W0= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 0 minggu; W1= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 3 minggu; W2= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 6 minggu; W3= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 9 minggu; W4= lama waktu penyimpanan pelet T. harzianum 12 minggu;

Pengaruh dosis aplikasi pelet T. mampu menekan kejadian penyakit. Hal ini harzianum terhadap kejadian penyakit tidak sejalan dengan pernyataan Susanna disajikan pada Gambar 3. Gambar tersebut (2005), bahwa dosis aplikasi pelet T. menunjukkan bahwa aplikasi pelet T. h a r z i a n u m y a n g e f e k t i f d a l a m harzianum 25 gram belum mampu menekan mengendalikan penyakit layu yaitu kejadian penyakit, sedangkan aplikasi pelet sebanyak 100 gram.

T. harzianum mulai dosis 50 gram sudah

(6)

Simpulan yang Berbeda Terhadap Produksi Pelet Biofungisida Trichoderma Berdasarkan hasil penelitian dan

harzianum. Laporan hasil penelitian p e m b a h a s a n m a k a d a p a t d i a m b i l

(Tidak dipublikasikan). Fakultas kesimpulan sebagai berikut:

Biologi Unsoed, Purwokerto. 1) I n t e r a k s i a n t a r a l a m a w a k t u

Papavizas, G.C. 1985. Trichoderma and penyimpanan dan dosis aplikasi yang

Gliocladium Biology, Ecology and berbeda pelet T. harzianum

ber-Potential for Biocontrol. Annual pengaruh meningkatkan pengendalian

Review of Phytopathology, 23: 23 – 54. penyakit layu pada tanaman tomat.

Salamiah, E., N. Fikri, & Asmarabia. 2003. 2) Lama waktu penyimpanan 3 minggu

Viabilitas Trichoderma harzianum dan dosis aplikasi 50 gram pelet T.

Yang Disimpan Pada Beberapa Bahan harzianum yang paling efektif dalam

Pembawa dan Lama Penyimpanan mengendalikan penyakit layu pada Yang Berbeda. Jurnal Penelitian

tanaman tomat. Pertanian Hama Penyakit Tanaman,

1-12.

Saran

Semangun, H. 1996. Penyakit-Penyakit Berdasarkan penelitian yang telah Tanaman Hortikultura di Indonesia. dilakukan, maka untuk mengendalikan Gadjah Mada University Press, penyakit layu yang disebabkan oleh S. rolfsii Yogyakarta.

pada tanaman tomat dapat digunakan pelet

Singh, R.S. & J.L. Faull. 1986. Antagonis T. h a r z i a n u m d e n g a n l a m a m a s a

and Biological Control. In Biocontrol of penyimpanan 3 minggu dan dosis aplikasi 50

Plant Diseases, vol. II. K.G. Mukerdji gram per tanaman.

and K.L. Garg, (eds). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Daftar Pustaka

Susanna, 2005. Analisis Introduksi Elad, Y. 1994. Biological Control of Grape

C e n d a w a n A n t a g o n i s U n t u k G r e y M o u l d b y Tr i c h o d e r m a

P e n g e n d a l i a n P e n y a k i t L a y u harzianum. Crop Protection, 13 (1):

(Fusarium oxysporum f.sp. cubense) 35– 38.

Pada Tanaman Pisang. Agrista, Vol. Gemell, G. 2002. Inoculating and Pelleting (9) No.3: 277-285.

rd

Pasture Legum Seed 3 Edition. New

Tugiyono, H. 1999. Bertanam Tomat. South Wales.

Penebar Swadaya. Jakarta. Muljowati, J.S. & Purnomowati. 2010.

Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pembawa dan Lama Masa Simpan

Kajian Kualitas Air Pasca-Pengerukan Alur Pelayaran Batu Kapur Sungai Donan Cilacap

Water Quality at Post Dredging of Limestone Waterways at River Donan Cilacap

1) 2) 3)

Yogi Pamungkas , Sidharta Sahirman , Moh. Husein Sastranegara 1)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Jenderal Soedirman 2)

Fakultas Pertanian,Universitas Jenderal Soedirman 3)

Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Email: pamungkas1004@gmail.com

Diterima November 2013 disetujui untuk diterbitkan Januari 2014

Abstract

Donan River dredging impacts on ecological regions and communities around the basin. Dredging from Buoy 27 to Buoy segment 34 as an effort to reduce silting of existing in Cilacap and Donan River shipping channel maintenance efforts limestone PT Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant. The purpose of the study is to determine the condition of post-dredging water quality in terms of physical and chemical factors, to determine the condition of post-dredging water quality in terms of biological factors; and to analyze the relationship between physical, chemical, and biological factors post-dredging shipping lanes limestone around Cilacap Donan River. The research method used was purposive sampling method. The study was conducted from March-May 2013, with five replications. Samples were taken at three stations namely Station 1 (area before dredging), Station 2 (dredging area), and Station 3 (area after dredging). The results showed that water quality conditions of post-dredging chemical in terms of physical factors tend to decrease at station 2 (TSS amounted of 303.6 mgl-1, BOD5 9.806 mgl-1, COD 171.4 mgl-1), followed by station 3 (TSS 268 mgl-1, BOD5 at 18.182 mgl-1, COD is 262.8 mgl-1) and station 1 (TSS 204.4 mgl-1, BOD5 at 12.258 mgl-1, and COD of 252 , 2 mgl-1). Water quality conditions in terms of post-dredging tend to decrease at station 2 (the number of types makrobenthos by 5 species, number of individuals ind/m2 makrobenthos by 147, the number of types of plankton by 11 species and number of individuals of 1,461 ind/l) followed by station 3 (the number of species makrobenthos by 6 species, number of individuals ind/m2 makrobenthos by 180, the number of types of plankton by 12 species, and the number of individual plankton of 1,341 ind / l), and Station 1 (the number of types makrobenthos by 7 species, number of individuals makrobenthos ind/m2 by 327, the number of types of plankton by 12 species, and the number of individual plankton of 1,340 ind / l). In general, the relationship between physical factors, chemical, and biological post-dredging shipping lanes limestone around the same Cilacapmemilikikecenderungan Donan River bahwakondisi declining water quality at Station 2, followed by Station 3 and Station 1.

Key words: water quality, River Donan, dredging impacts

Abstrak

Pengerukan Sungai Donan berdampak terhadap wilayah ekologinya dan masyarakat di sekitar wilayah sungai tersebut. Pengerukan dilakukan dari segmen Buoy 27 sampai Buoy 34 sebagai upaya pengurangan pendangkalan yang ada di Sungai Donan Cilacap dan upaya pemeliharaan alur pelayaran batu kapur PT Holcim Indonesia Tbk.Cilacap Plant. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi kualitas air pengerukan ditinjau dari faktor fisik dankimiawi; mengetahui kondisi kualitas air pasca-pengerukan ditinjau dari faktor biologik; serta menganalisis hubungan antara faktor fisik, kimiawi, dan biologik pasca-pengerukan alur pelayaran batu kapur di sekitar Sungai Donan Cilacap. Metode penelitian menggunakan metode purposive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2013 dengan lima kali ulangan. Sampel diambil pada tiga stasiun berbedayangterdiri atasStasiun 1 (daerah sebelum pengerukan), Stasiun 2 (daerah pengerukan), dan Stasiun 3 (daerah setelah pengerukan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kualitas air pasca-pengerukan ditinjau dari faktor fisik kimiawi

-1 -1

cenderung menurun di stasiun 2 (TSS sebesar 303,6 mgl , BOD sebesar 9,806 mgl , COD sebesar 5

-1 -1

171,4 mgl ), kemudian diikuti oleh stasiun 3 (TSS sebesar 268 mgl , BOD 5pellet with average disease sevirity in tomato plant caused by S.rolfsii (%).

-1

ditinjau dari faktor fisik kimiawi cenderung menurun di stasiun 2 (TSS sebesar 303,6 mgl , BOD sebesar 5

-1 -1 -1

9,806 mgl , COD sebesar 171,4 mgl ), kemudian diikuti oleh stasiun 3 (TSS sebesar 268 mgl , BOD5

-1 -1 -1

sebesar 18,182 mgl , COD sebesar 262,8 mgl ) dan stasiun 1 (TSS sebesar 204,4 mgl , BOD sebesar 5

-1 -1

12,258 mgl , dan COD sebesar 252,2 mgl ). Kondisi kualitas air pasca-pengerukan ditinjau dari faktor

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sistem panggung adalah rumah yang berdiri di atas tongkat penopangnya dari bahan kayu, beton atau material bahan bangunan lainnya, diantara tanah dasar di

Namun, bagaimanapun juga diharapkan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional, akan berkualitas baik (standar). ISO 9001:2008 merupakan

Bentuk evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini melakui penyebaran kuisioner kepada para peserta mengenai pelatihan seminar yang telah

Dari tabel diatas terdapat beberapa item penilaian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagaimana kondisi kerja kantor, sarana dan prasana yang dimiliki,

Besarnya pendapatan tergantung pada banyaknya produk yang dihasilkan serta harga jual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan agroindustri tempe dalam satu

The results show that: (1) insider ownership has a significantly non-linear influence on IAROA, indicated by a U-shaped curve (2) blockholders have a significantly positive effect

Suharsimi Arikunto (2004) dalam bukunya “Dasar- dasar Supervisi Pendidikan”, menyatakan bahwa pada hakekatnya supervisi adalah 1)memberikan bimbingan dan memberikan

Permasalahan yang ada di Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek sesuai dengan pasal 6 tentang syarat-syarat permohonan izin usaha peternakan dan kewajiban pemegang