• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

Oleh:

HAJRAH

Nomor Induk Mahasiswa : 10561 04902 14

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i SKRIPSI

AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

HAJRAH

Nomor Stambuk: 10561 04902 14

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Hajrah. Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten Bulukumba.(Dibimbing oleh Alyas dan Kadir)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu masalah terkait pelayanan penerbitan izin usaha perdagangan di Kabupaten Bulukumba. Menurut beberapa laporan bahwa pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu masih sangat lalai karena sampai saat ini masih terdapat pungli, sehingga dengan adanya itu sistem yang berjalan tidak mengalami perkembangan. Adanya permasalahan tersebut salah satunya dilatarbelakangi oleh masih ada beberapa oknum yang menyalah gunakan aturan dengan menerima biaya tambahan untuk mempersingkat pengurusan perizinan. Hal ini yang kemudian memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas pelayanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten Bulukumba. Dengan melihat akuntabilitas dari aspek akuntabilitas proses dari Sheila Elwood. Akuntabilitas pada proses pelayanan yang diselenggarakan oleh DPMPTSP Kabupaten Bulukumba dapat dilihat dari aspek prosedur, biaya, jangka waktu, serta responsif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan observasi serta wawancara. Proses analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data dan informasi yang tersedia dari berbagai sumber sehingga mencapai kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas proses pelayanan surat izin usaha perdagangan di kabupaten Bulukumba belum akuntabel sepenuhnya, hal ini dilihat dari jangka waktu, prosedur serta biaya. Pelaksanaan prosedur pelayanaan belum akuntabel yaitu pada system pembayaran retribusi izin. Begitupun dengan jangka waktu pelayanan, penyelesaian izin belum terlaksana tepat waktu. Serta masih kurangnya koordinasi dengan pihak terkait dalam penyelesaian izin.

(7)

vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis tak henti-hentinya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan di Kabupaten Bulukumba”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ayahanda Prof. Dr. Alyas M.S selaku Pembimbing I dan Ayahanda Abdul Kadir Adys, S.H, M.M selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ayahanda Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

vii 4. Kakanda Nasrul Haq, S.Sos, M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.s

5. Kakanda Nurbiah Tahir, S.Sos, M.Ap selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

6. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara atas limpahan ilmu yang diberikan kepada penulis sebagai bekal di masa yang akan datang.

7. Bapak dan Ibu Staff Tata Usaha di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Ucapan yang istimewa untuk orang terkasih terimah kasih yang sedalam-dalamnya kepada Kedua Orang Tua, Ayah Abd Majid (Alm.) dan Ibu Muna yang seorang diri dengan penuh kesabaran dan kasih sayang yang berlimpah mengasuh, membesarkan, mendidik penulis dengan perjuangan dan pengorbanan yang tulus, disertai doa restu yang senantiasa mengiringi penulis dalam setiap langkah.

9. Ucapan terima kasih untuk orang terkasih Dino Pelu yang sudah banyak memberi dukungan materil kepada penulis, selalu memberi dorongan dan motivasi ketika hari-hari semakin sulit untuk dijalani, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

10. Saudaraku Siti Nurbaya, Darman, Marwah, Ahmad Shafa, dan Nur Aftitah yang telah mensupport materil dan senantiasa memberikan semangat selama menempuh studi dikampus Universitas Muhammadiyah Makassar.

(9)

viii 11. Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba khususnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu beserta staff yang telah menerima penulis dengan hangat untuk meneliti di Kabupaten Bulukumba. 12. Teman-teman seperjuangan Fisipol angkatan 2014 khususnya Ilmu

Administrasi Negara

13. Teman-teman khususnya kelas B Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang sudah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

14. Maha guru Ayahanda Ust Ahmad Syawqi yang sudah banyak memberi pengarahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, selalu mendukung dan memotivasi untuk tidak menyerah.

15. Teman-teman LDSI Al-Muntazhar yang sudah banyak memberi pengajaran hidup, yang selalu menjadi tempat paling hangat untuk pulang. 16. Teman-teman komunitas Pojok Bunker

17. Teman-teman seperjuangan di kelas PG.

18. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak sempat disebutkan satu persatu semoga menjadi ibadah dan mendapat imbalan dari-Nya.

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Konsep Pelayanan Publik ... 9

B. Konsep Akuntabilitas ... 14

C. Jenis-Jenis Akuntabilitas ... 18

D. Indikator Akuntabilitas ... 20

E. Pelayanan Perizinan ... 23

F. Akuntabilitas Pelayanan Publik ... 26

G. Kerangka Pikir ... 31

H. Fokus Penelitian ... 32

I. Deskripsi Fokus Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 34

(11)

x

D. Informasi Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 36

G. Pengabsahan Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

B. Hasil Penelitian ... 56 C. Pembahasan ... 91 BAB V PENUTUP ... 102 A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN ... 107

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Presentase Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52

Tabel IV.2 Klasifikasi Tingkat Pangkat/Golongan Pegawai DPMPTSP ... 53

Table IV.3 Waktu Dan Biaya Perizinan DPMPTSP Kabupaten Bulukumba ... 54

Table IV.4 Rekapitulasi Izin ... 60

Tabel IV.5 Izin Usaha Perdagangan 2019 ... 63

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Good governance atau lebih dikenal dengan tata pemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang teratur dan berkesinambungan dalam sistem. Konsep good governance ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas di beberapa aspek pemerintahan. Dari bad governance menjadi good governance seperti yang dikemukakan oleh Dwiyanto (dalam Sukmawati 2016), bahwa sistem pengelolaan pemerintahan dibeberapa negara mengalami inefesiensi yang diakibatkan oleh adanya praktek bad governance seperti pelayanan yang tidak transparan, rendahnya partisipasi warga, rendahnya kepedulian birokrasi, serta diskriminasi, oleh karena itu sangat penting menata kembali sistem pemerintahan melalui pelaksanaan konsep good governance.

Namun keadaan saat ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang baik masih sangat jauh dari harapan, ini disebabkan karena adanya kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi. Untuk bisa mencapai good governance dalam tata pemerintahan maka prinsip-prinsip good governance harusnya ditegakkan dalam semua institusi pemerintahan.

Terselenggaranya good governance merupakan tugas pemerintah dalam mewujudkan aspirasi serta mencapai tujuan dan cita-cita bangsa. Dalam hal ini diperlukan diperlukan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur,

(14)

dan absah sehingga penyelenggaraan pemerintah dapat berjalan secara daya dan berhasil, bersih dan bertanggungjawab. Perbaikan dalam sistem pemerintahan dilakukan dengan perbaikan beberapa aspek penting yang ada di dalamnya, di antaranya yaitu perbaikan pelayanan publik, untuk meciptakan tatanan kepemerintahan yang baik.

Pelayanan publik pada dasarnya merupakan pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai warga negara. Seperti yang dikemukakan Sampara (2012), bahwa pelayanan publik juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara satu dengan yang lain yang menyediakan kepuasan pelanggan. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar serta hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan kepada masyarakat sebagai perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pemerintah adalah lembaga penyedia pelayanan masyarakat harusnya mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan publik serta memperhatikan asas-asas penyelenggaraan pelayanan. Dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan bahwa pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara

(15)

pelayanan publik. Dalam undang-undang yang sama pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Ini berarti bahwa pemerintah dalam hal ini berupa badan atau lembaga penyelenggara negara yang berhak memberikan pelayanan kepada setiap masyarakat atas kebutuhannya, dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Hingga saat ini, pelayanan publik masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan segera dicari solusi penyelesaiannya. Semakin mahalnya harga pelayanan publik di Indonesia menandakan perbaikan pelayanan publik cenderung “berjalan di tempat”. Meski beberapa kesempatan, pejabat publik menyerukan perlunya peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan publik, namun dalam realitasnya, seruan tersebut masih sekedar jargon.

Akuntabilitasdalam pelayanan publik, merujuk pada pertanggungjawaban pemerintah dalam mengambil tindakan yang dilakukan baik dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam masyarakat, tanggungjawab pemerintah dapat dilihat dalam bentuk pelayanan publik. Pelayanan yang akuntabel merupakan ukuran yang menunjuk seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan

(16)

dengan ukuran nilai-nilai atau normal eksternal dalam masyarakat atau stakeholder.

Tolak ukur akuntabilitas pelayanan publik adalah masyarakat itu sendiri yaitu arti nilai dan norma yang diakui berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Nilai dan norma tersebut di antaranya transparannya pelayanan, prinsip-prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia, orintasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat pengguna jasa. Tingkat akuntabilitas dapat diukur melalui penyelenggaraannya.

Akuntabilitas sebagai proses pelayanan menurut Sheila Elwood (Manggaukang 2006) dapat diukur dari sejauh mana prosedur pelayanan dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelayanan yang responsif, cepat dan murah biaya. Pelayanan publik tidak hanya dilihat dari segi jangka waktu penyelesaian saja akan tetapi mempertimbangkan estimasi waktu yang seharusnya digunakan untuk suatu pelayanan, yaitu dari aspek murah biaya. Selain itu hal yang perlu dipertimbangkan yakni pelayanan yang tepat biaya.

Pelaksanaan akuntabilitas pelayanan publik berpedoman pada keputusan Menteri PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyeleggaraan Pelayanan Publik yang kemudian dijelaskan melalui petunjuk yang lebih teknis transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Memuat pentingnya penyelenggaraan publik yang harus

(17)

dipertanggungjawabkan, tanggungjawab tersebut meliputi akuntabilitas kinerja, akuntabel biaya, dan akuntabilitas hasil pelayanan publik.

Pelayanan publik yang menjadi sorotan dari pemerintah daerah saat ini adalah perizinan. Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik, dan merupakan salah satu bentuk pelayanan saat ini banyak digunakan di Kabupaten Bulukumba. Pelayanan perizinan di kabupaten Bulukumba dilakukan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Surat izin usaha perdagangan yang selanjutnya disebut SIUP adalah surat yang wajib dimiliki seseorang untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Surat izin usaha perdagangan merupakan surat izin yang diberikan oleh mentri atau pejabat yang ditunjuk kepada pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha dibidang perdagangan dan jasa. Surat izin usaha perdagangan (SIUP) diberikan kepada pengusaha, baik perseorangan, firma, CV, PT, koperasi maupun BUMN. Surat izin ini adalah surat yang diresmikan oleh instansi pemerintah. Surat ini wajib dimiliki sebagai bukti pengesahan dari bisnis atau usaha yang dijalankan.

Di Kabupaten Bulukumba, pelayanan perizinan merupakan salah satu jenis pelayanan yang dikenal sulit dilakukan, pengurusannya berbeli-belit, menggunakan jangka waktu yang lama, serta tidak jarang memunculkan beberapa pungutan biaya di luar prosedur umum (pungutan liar). Belum optimalnya pelayanan perizinan dapat menimbulkan ketidakpuasan. Dampak besar jika pelayanan perizinan berjalan efektif dan ifisien salah satunya yaitu

(18)

dapat meningkatkan pendapatan daerah (PAD) dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya bagi masyarakat yang baru mulai melakukan usaha di bidang perdagangan.

Tugas Dinas Penanaman modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) merumuskan kebijakan teknis pelayanan terpadu di bidang perizinan, nonperizinan dan penanaman modal, baik untuk semua masyarakat serta pegawai pemerintah yang berbasis pada potensi daerah. Sistem perizinan di kabupaten Bulukumba telah meninggalkan pola pelayanan yang lama yaitu satu atap dan menggunakan satu pintu. Pelayanan atas permohonan perizinan satu pintu yang disusun berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.24 Tahun 2006 mengenai pedoman pelayanan terpadu satu pintu. Dalam peraturan ini pelayanan permohonan perizinan dan non-perizinan dilakukan oleh perangkat daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kemudian Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 49 Tahun 2017, perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 88 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kabupaten Bulukumba

Dengan terbentuknya DPMPTSP kabupaten Bulukumba tidak serta merta menunjukkan hasil yang memuaskan terlihat dari beberapa infomasi bahwa, Pelaksanaan akuntabilitas pelayanan publik di kabupaten Bulukumba masih jauh dari harapan, dilihat dari beberapa kasus yang pernah terjadi, anggota DPRD kabupaten Bulukumba menemukan banyak Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Palsu yang terbit

(19)

sebagai legalitas operasional sejumlah usaha di daerah itu. Dokumen SITU dan SIUP diduga terjadi pemalsuan tanda tangan pejabat berwenang dan stempel palsu, ini disebabkan oleh adanya oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab melakukan pemindaian tanda tangan dan stempel , begitupun dengan nomor proporsi SITU dan SIUP tidak sesuai dengan yang dikeluarkan kantor berwenang.

Berangkat dari masalah di atas maka dari itu fokus penelitian ini adalah pelayanan publik yang berjudul “Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Kabupaten Bulukumba”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan pada latar belakang di atas maka penulis mengganggap penting memberikan batasan masalah yang menjadi bahan dalam penelitian maka penulis merangkum dalam pertanyaan berikut : Bagaimana akuntabilitas proses pelayanan surat izin usaha perdagangan (SIUP) di Kabupaten Bulukumba diukur dari aspek prosedur, biaya, jangka waktu serta pelayanan yang responsif?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan akuntabilitas proses pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Kabupaten Bulukumba dilihat dari beberapa aspek prosedur, biaya, jangka waktu serta pelayanan yang responsif.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang akan dicapai nanti pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni sebagai berikut :

1. Manfaat Akademis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu administrasi publik khususnya mengenai gambaran pelayanan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

b. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk memperdalam penelitian mengenaiyang terjadi pada pelayanan publik khususnya pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. c. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta menjadi

bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

d. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian mengenai akuntabilitas pelayanan birokrasi selanjutnya.

2. Manfaat Praktis :

a. Dapat dijadikan bahan acuan pemerintah dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pelayanan birokrasi, khususnya pada pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

(21)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai melayani keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang telah dikemukakan dahulu bahwa pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan bagi masyarakat, karenanya birokrasi publik berkewajiban untuk memberi pelayanan yang baik (Irsan, 2012).

Pelayanan publik menurut Sinambela adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan. (Harbani Pasolong, 2013). Disisi lain, Menurut Thoha (dalam Sedarmayanti 2010) pelayanan adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan.

Pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif oleh penyelenggara pelayanan publik. Dari pengertian tersebut dapat ditarik 3 konsep dasar tentang pelayanan publik yaitu:

(22)

a. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan aparatur negara serta swasta (atas nama pemerintah) b. Masyarakat merupakan objek dari pelayanan publik

c. Bentuk pelayanan tersebut berupa barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Moenir (2001) pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Tujuan pelayanan publik adalah mempersiapkan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh publik (Winda Sari, 2017).

Selanjutnya menurut Moenir (2001), pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut:

a. Hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

b. Pengaturan setiap bentuk pelayanan harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektivitas.

c. Kualitas, proses dan hasil pelayanan harus diupayakan agar dapat memberi keamanan,kenyamanan, kepastian hukum, yang dapat dipertanggungjawabkan (Winda Sari, 2017).

(23)

Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu pemberian layanan kepada masyarakat harus dilakukan secara maksimal dan berlandaskan pada asas pelayanan publik. Asas-asas pelayanan publik menurut terdiri dari:

a. Transparansi, berarti keterbukaan atau bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses serta digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti

b. Akuntabilitas, artinya pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini adalah pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. c. Kondisional, pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas

d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak, pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan hak dan kewajiban, dalam proses pemberian pelayanan

publik, pemberi dan penerima pelayanan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

(24)

Menurut Thoha Pelayanan publik yang profesional adalah pelayanan yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan dengan cirri sebagai berikut :

a. Efektif lebih mengutamakan pencapaian tujuan.

b. Sederhana, prosedur tata cara pelaksanaan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang minta layanan.

c. Kejelasan dan kepastian, tata cara pelayanan dan prosedur, persyaratan pelayanan baik secara teknis maupun persyaratan administratif, rincian kerja, tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

d. Keterbukaan prosedur pemberi pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat agar mudah dipahami masyarakat baik diminta maupun tidak diminta.

e. Efisien, yaitu persyaratan pelayanan hanya dibatasi dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan. (Irsan, 2012).

Tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh publik dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihan dan cara mengaksesnya. Lebih lanjut Zeithahaml mengatakan, tujuan pelayanan publik adalah sebagai berikut :

a. Menetukan pelayanan yang disediakan.

(25)

c. Berusaha memuaskan pengguna layanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka.

d. Mencari cara penyampaian layanan yang paling baik dan berkualitas. e. Menyediakan cara-cara bila pengguna layanan tidak ada pilihan

(Irsan,2012).

Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63, Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik standar pelayanan haruslah meliputi :

a. Prosedur pelayanan yang dilakukan dalam hal ini antara lain kesederhanaan yaitu kemudahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemudahan dalam memenuhi persyaratan pelayanan. b. Waktu penyelesaian, waktu yang ditetapkan sejak saat pengajuan

permohonan sama dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan haruslah berkaitan dengan kepastian waktu dalam memberikan pelayanan sesuai dengan ketetapan lamanya waktu pelayanan masing-masing.

c. Biaya pelayanan, tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan, haruslah berkaitan dengan penenanaan biaya yang secara wajar dan terperinci serta tidak melanggar ketentuan yang ada d. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan dalam pemberian pelayanan yaitu hasil pelayanan harus sesuai dengan yang telah ditentukan serta terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan permohonan yang telah diajukan sebelumnya.

(26)

e. Sarana dan prasarana, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan perangkat penunjang pelayanan yang memadai seperti meja, kursi, mesin tik, serta adanya kenyamanan dan kemudahan dalam memperoleh suatu pelayanan (Irsan, 2012).

B. Konsep Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan salah satu syarat terlaksananya pemerintahan yang baik (good governance). Akuntabilitas merupakan prinsip utama terselenggaranya pemerintahan yang baik, menjadi salah satu dorongan bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Akuntabilitas pada umumnya dikaitkan pada proses pertanggungjawaban untuk segala pelayanan yang telah diberikan. Akuntabilitas merujuk pada pertanggungjawaban satu pihak ke pihak yang memiliki hak.

Menurut Sedarmayanti (2003) bahwa akuntabilitas dapat dinyatakan sebagai kewajiban untuk memberi pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang atau suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Adapun pertanggungjawaban ini merupakan transparannya kegiatan yang dilakukan dan segala kebijakan yang dilaksanakan. Akuntabilitas bukan hanya pertanggungjawaban secara tertulis namun membutuhkan pelaksanaan secara nyata (Sukmawati, 2016).

Dalam pasal 3 UU No 28 tahun 1999 menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan salah satu bagian dari asas umum penyelenggaraan Negara. Asas

(27)

dalam undang-undang bermakna bahwa akuntabilitas merupakan asas yang menentukan bahwa setiap hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan pelayanan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akuntabilitas merupakan kegiatan pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat, dapat dilihat dari sejauh mana transparansi penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah dalam hal ini berperan penting dari terlaksananya pelayanan yang akuntabel, karena akuntabilitas terkait dengan segala aktivitas yang dilakukan pemerintah seperti yang dikemukakan Mulgar dan Uhnr (Sukmawati, 2016) yaitu akuntabilitas merupakan konsep yang terkait dengan aktifitas governance yaitu, berbagai upaya untuk membentuk serta mempertahankan bentuk tatanan pemerintahan dalam konteks sosial.

Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai pemberian informasi dan pengungkapan kegiatan dan kinerja finansial pemerintah pada berbagai pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah harus bisa menjadi tokoh pemberi informasi dalam hal pemenuhan hak-hak publik. Tuntutan akuntabilitas publik memaksa dan mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban vertikal.

Akuntabilitas administrasi publik dalam pengertian yang luas melibatkan lembaga-lembaga publik (agencies) dan birokrat (their wokes)

(28)

untuk mengendalikan bermacam-macam harapan yang berasal dari dalam dan luar organisasinya. Dengan begitu akuntabilitas administrasi publik sebenarnya terkait dengan bagaimana birokrasi publik (agencies) mewujudkan harapan-harapan publik.

Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukan pemerintah, bukan hanya sebatas menyiapkan laporan kinerja secara transparansi, namun perlu mempertimbangkan aspek-aspek nilai dalam masyarakat seperti yang dijelaskan oleh Wahyudi Kumorotomo (2013) bahwa akuntabilitas merupakan ukuran apakah aktifitas pemerintah atau pelayanan yang dilakukan telah sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik yang diselenggarakan mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.

Sementara itu Nisjar (Rakhmar, 2009) mengemukakan bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban Negara, kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggungjawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud dalam hal ini dilakukan secara terbuka kepada seluruh elemen-elemen yang terkait di dalamnya, utamanya kepada masyarakat atau rakyat.

Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban aparatur untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi dan tujuan organisasi dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui pertanggungjawaban secara periodik. Menurut Sedarmayanti (Sukmawati 2017)

(29)

dalam pelaksanaannya akuntabilitas dalam pemerintahan perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut :

a. Komitmen pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan misi agar akuntan

b. Beberapa sistem yang dapat menjamin penggunaan sumberdaya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan. d. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi beserta hasil dan manfaat yang

diperoleh.

e. Jujur, obyektif, transparansi, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintahan.

Beberapa konsep akuntabilitas yang telah dijelaskan di atas memberikanpengertian bahwa akuntabilitas merupakan aspek penting yang dilaksanakan guna mewujudkan Good governance. Akuntabilitas merupakan wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk melaporkan segala kegiatan. Ini menandakan bahwa akuntabilitas lebih luas cakupannya dari lingkup tanggungjawab pemerintah saja. Akuntabilitas merangkap kewajiban member laporan tentang keberhasilan maupun kegagalan pencapaian tujuan dan misi organisasi serta pengelolaan sumber daya, ini berarti bahwa segala tindakan dan kegiatan pemerintah harus mendapatkan pengawasan dari masyarakat.

(30)

C. Jenis-Jenis Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah wujud atau bentuk perbaikan tatanan pemerintahan yang mengarah pada konsep good governance oleh karena itu pentingnya akuntabilitas yang kemudian menciptakan berbagai pandangan yang memunculkan berbagai kategori akuntabilitas.

Berdasarkan ahli Mardiasmo (2017) akuntabilitas dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Akuntabilitas vertikal yaitu, akuntabilitas yang berbentuk pertanggungjawaban oleh bawahan kepada atasan.

b. Akuntabilitas horizontal yaitu akuntabilitas berbentuk pertanggungjawaban yang dilaksanakan kepada orang atau lembaga yang setara.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) ada tiga macam akuntabilitas yaitu :

a. Akuntabilitas keuangan, akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan.

b. Akuntabilitas manfaat, pada dasarnya memberikan perhatian kepada hasil yang dicapai dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.

c. Akuntabilitas procedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai prosedur, apakah pelaksanaan prosedur suatu kebijakan sudah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan

(31)

ketaatan kepada keputusan politis untuk mendukung pencapaian misi yang telah ditetapkan.

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain yang dikemukakan oleh Mahmudi (2010) yang mengutip dari Hopwood dan Tomkins, 1984 dan Sheila Elwood, 1993. Yaitu :

a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran terkait dengan menghindari penyalahgunaan jabatan dan member jaminan adanya kepatuhan hukum. Pertanggungjawaban lembaga publik untuk berperilaku jujur dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.

b. Akuntabilitas manajerial yaitu pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien, juga dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability), juga berhubungan dengan akuntabilitas proses (process accountability).

c. Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah misi dan tujuan yang telah ditetapkan dapat mencapai sasaran atau tidak, dan organisasi harus mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang memuaskan dengan biaya yang minim.

d. Akuntabilitas kebijakan, pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil, dengan mempertimbangkan dampak

(32)

untuk masa depan. Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan tujuan dan sasaran kebijakan.

e. Akuntabilitas finansial, pertanggungjawaban lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi

Dari beberapa jenis akuntabilitas yang telah ditetapkan maka akuntabilitas pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) termasuk dalam kategori akuntabilitas proses dari konsep akuntabilitas Sheila Elwood. Yang menjelaskan akuntabilitas berdasarkan prosedur yang digunakan apakah sudah cukup baik. Serta dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan yang cepat, responsif dan memiliki biaya yang lebih murah.

D. Indikator Akuntabilitas

Terwujudnya suatu akuntabilitas baik dalam lembaga pemerintahan maupun dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat terlaksana apabila proses tersebut telah memenuhi syarat tercapainya akuntabilitas, terdapat beberapa tingkatan untuk mengukur tingkat akuntabel suatu pelayanan. Akuntabilitas dapat diukur dari beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 pelaksanaan akuntabilitas dalam ruang lingkup instansi pemerintah terdapat beberapa prinsip yang menjadi dasarnya (Rakhmat 2009), yaitu :

a. Harus ada komitmen yang tinggi dari seluruh pimpinan dan staf intansi pemerintah yang terkait.

(33)

b. Harus merupakan suatu sistem yang menjamin penggunaan sumberdaya secara konsisten dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Harus bisa menunjukkan tingkat pencapaian keberhasilan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

d. Harus berorientasi pada pencapaian misi dan tujuan serta hasil dan manfaat yang diperoleh.

e. Harus obyektif dan transparansi serta berinovatif sebagai media katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah.

David Hulme dan Mark Turner (Sukmawati 2017) mengemukakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan mempunyai beberapa intrumen untuk diukur yaitu : (1) legitimasi untuk para pembuat kebijakan; (2) adanya kualitas moral yang memadai; (3) peka terhadap sesuatu; (4) bersifat terbuka; (5) pemanfaatan sumber daya secara maksimal dan optimal; (6) upaya meningkatkan efisiensi waktu dan efektifitas kinerja.

Jadi menurut Hulme dan Turner, akuntabilitas terkait dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

a. Apakah para elit berkuasa telah dipilih melalui suatu bentuk pemilihan yang jujur, adil dan melibatkan partisipasi publik secara optimal?

b. Apakah kualitas moral dan tingkah laku penguasa sudah cukup memadai? c. Apakah birokrat yang berkuasa memiliki kepekaan yang tinggi atas

aspirasi partisipasinya yang berkembang dimasyarakat luas.

d. Apakah para birokrat yang berkuasa memiliki sikap terbuka yang lebih memadai?

(34)

e. Apakah sumber daya yang ada sudah dimanfaatkan secara maksimal? f. Apakah dalam merumuskan maupun mengimplementasikan kebijakan

sudah dilaksanakan secara efektif dan efisien?

Sedangkan menurut Dwiyanto (2012) untuk mengukur akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam beberapa penelitian dapat dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi sebagai berikut :

a. Acuan pelayanan yang digunakan para aparat birokrasi dalam melaksanakan pelayanan publik indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa.

b. Tindakan yang diambil oleh aparat birokrasi jika terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. c. Dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pelayanan, seberapa besar

kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi. Dari berbagai konsep akuntabilitas yang sudah dijelaskan sebelumnya yang berasal dari Sheila Elwood, untuk mengukur akuntabilitas proses penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian ini dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut :

a. Prosedur b. Biaya

c. Jangka waktu d. Responsif

(35)

E. Pelayanan Perizinan

Konsep pelayanan pemberian izin dijelaskan oleh Ratminto (2015), yakni pelayanan perizinan merupakan semua bentuk tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat formal dan legalitas atau yang melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan dan kegiatan individu ataupun kegiatan organisasi.

Terdapat tiga prinsip dasar dalam pelayanan perizinan (Ratminto 2015), yaitu :

a. Prinsip dasar penghapusan, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka harus menghapus terhadap izin-izin yang bersifat tidak prinsipil dan tidak diperlukan.

b. Prinsip dasar penggabungan yaitu, apabila menghapus izin tidak bisa dilakukan maka dapat meminimalisasi atau menggabungkan izin. Dengan begitu dapat diciptakan izin yang bersifat komposit (satu izin untuk berbagai keperluan).

c. Prinsip desentralisasi dalam prinsip ini harus diusahakan sejauh mungkin wewenang pemberian izin diberikan kepada instansi pemerintah yang paling bawah.

Menurut Ratminto (2015) Pelayanan perizinan yang ada di Indonesia dikenal merupakan salah satu pelayanan yang belum terlaksana secara maksimal dan optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang menjadi pusat kelemahan dari praktek-praktek manajemen pelayanan di Indonesia. Beberapa kelemahan tersebut diungkapkan oleh Ratminto yaitu :

(36)

a. Sistem yang ada dan berlaku tidak mengaitkan secara langsung prestasi kerja aparat dengan perkembangan karirnya. Dengan kelemahan ini seorang pegawai yang memiliki prestasi kerja yang tidak bagus akan tetap dinaikkan pangkatnya, dan justru sebaliknya pegawai yang berprestasi dan kerjanya bagus serta member pelayanan yang baik justru memiliki karir yang tersendat.

b. Sistem sudah dapat mengatasi hal-hal yang bersifat teknis manajerial, tetapi masih belum membenahi hal-hal yang bersifat lebih strategis kebijakan. Misalnya untuk mengurus lebih dari satu pelayanan perizinan, masyarakat diminta cukup datang ke unit pelayanan terpadu satu pintu akan tetapi prosedur, kelengkapan persyaratan dan biaya yang harus dikeluarkan tetap belum berubah.

c. Sistem manajemen juga belum disosialisasikan kepada publik sehingga masih sangat banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem dan prosedur pelayanan yang berlaku jika masyarakat mengurus izin. Sehingga partisipasi aktif masyarakat masih sangat rendah.

Ratminto (2015), faktor utama dalam pelayanan perizinan yakni sumberdaya manusia atau birokrat yang memberi pelayanan dalam hal ini yakni pemerintah, menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan perizinan merupakan aspek yang lebih penting. Oleh karena itu pemerintah perlu memberi pelayanan secara optimal kepada masyarakat dengan akuntabilitas dan lebih transparan utamanya dalam melaksanakan pelayanan perizinan.

(37)

Pelayanan perizinan secara spesifik perlu dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa asas penting dalam pelaksanaannya Ratminto (2015) asas tersebut meliputi :

a. Empati terhadap customer, pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa perizinan harus peduli dengan keadaan masyarakat yang pengguna jasa pelayanan.

b. Pembatasan prosedur, prosedur harus dirancang sependek dan semudah mungkin dengan begitu konsep one stop shop benar-benar bisa diaktulisasikan.

c. Kejelasan tatacara pelayanan, aturan dan tatacara pelaksanaan pelayanan harus dikemas sesederhana mungkin dan disosialisasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.

d. Meminimalisasi persyaratan pelayanan, persyaratan untuk mengurus pelayanan harus di batasi sesedikit mungkin dan hanya meminta yang benar-benar diperlukan.

e. Kejelasan wewenang pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan harus dirumuskan lebih jelas dengan membuat struktur tugas dan distribusi kewenangan.

f. Transparansi biaya pelayanan harus ditaksir seminimal mungkin dan setransparan mungkin

g. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan harus pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.

(38)

h. Minimalisasi formulir. Formulir harus dirancang secara efisien, sehingga menghasilkan formulir komposit (satu formulir yang bisa dipakai untuk berbagai keperluan).

i. Maksimal masa berlakunya izin , untuk menghindari terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka harus ditetapkan masa berlakunya izin. j. Kejelasan hak dan kewajiban provider dan customer hak-hak dan

kewajiban bagi provider maupun customer harus dirumuskan secara jelas dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.

k. Efektifitas penanganan keluhan, pelayanan yang baik sebisa mungkin harus menghindari terjadinya keluhan.

F. Akuntabilitas Pelayanan Publik

Secara umum pelayanan publik memiliki tiga aspek yang utama yaitu pelayanan berupa barang, jasa dan pelayanan yang bersifat administratif. Salah satu bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan birokrat pemerintah yaitu pelayanan perizinan seperti misalnya pembuatan dokumen perizinan, serta pembuatan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang akuntabilitas merupakan wujud dari hakekat dasar pelayanan publik. Menyediakan pelayanan yang akuntabel dan transparan merupakan bentuk perhatian pemerintah untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Akuntabilitas dalam semua penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah dibutuhkan di semua tahap mulai dari menyusun program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan hingga pada tahap

(39)

akhir dan evaluasi. Akuntabilitas dilakukan oleh pihak yang memberikan kewenangan pelayanan (internal) dan pihak yang menerima ataupun yang dikenai dampak penyelenggaraan pemerintah (eksternal).

Terlaksananya pelayanan yang akuntabel dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan yang berkualitas dapat dilihat dari beberapa prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan pada sektor publik Rakhmat (Sukmawati 2016), yaitu :

a. Menetapkan standar pelayanan, yaitu standar prosedur pelayanan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan yang berkualitas.

b. Terbuka terhadap segala kritik, saran, maupun keluhan, dan menyediakan segala informasi yang diperlukan dalam pelayanan publik.

c. Memperlakukan dengan adil semua masyarakat dan diberikan pilihan secara transparan.

d. Mempermudah akses ke seluruh masyarakat atau pelanggan.

e. Menggunakan sumber-sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat secara efisien dan efektif.

f. Selalu mencari pembaharuan dan mengusahakan peningkatan kualitas pelayanan publik.

MenururtDwiyanto (2008), secara internal pertanggungjawaban dapat berupa hasil kerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi kepada instansi atau pihak yang memberikan kewenangan. Hasil kerja tersebut diberikan dalam bentuk laporan secara periodik yang kemudian akan diukur sejauh mana pencapaiannya sesuai dengan standar-standar serta visi misi organisasi. Dalam

(40)

konsep good governance, pelayanan yang akuntabel terwujud melalui kesadaran di antara pegawai pemerintah mengenai pentingnya memperbaiki citra pelayanan publik. Akuntabilitas pelayanan publik merupakan suatu derajat yang menunjukkan besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang dilaksanakan (Sukmawati 2016).

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggan 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pertanggungjawaban pelayanan publik di antaranya :

1. Akuntabilitas kinerja pelayanan

a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan dan peraturan undang-undang).

b. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau akta pelayanan yang telah ditetapkan.

c. Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintahan. Apabila terjadi kesalahan dalam hal pencapaian standar maka harus dilakukan upaya perbaikan.

(41)

d. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan. e. Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan

secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.

f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan publik, ataupun jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. 2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik

a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik, harus ditangan oleh petugas atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan atau surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

3. Akuntabilitas produk pelayanan publik

a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan

b. Prosedur dan mekanisme kerja yang harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.

Akuntabilitas menjadi aspek penting terlaksananya pelayanan publik secara prima. Pentingnya akuntabilitas dalam pelayanan dikemukakan oleh

(42)

Willian dan Steve J. (Sukmawati, 2016) bahwa manajemen di sektor publik memandang pelayanan prima kepada masyarakat menjadi bagian penting dari akuntabilitas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Mustofadidjaja (Sukmawati, 2016) bahwa untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima dibutuhkan revitalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi public dalam pemberian pelayanan publik yang menutut pemberi pelayanan yang efektif dan efisien, transparan dan akuntabel.

Menurut Dwiyanto (2012) untuk mengukur akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi :

a. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa.

b. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terhadap masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

c. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrat.

Sedangkan Sheila Elwood (Sukmawati, 2016) mengemukakan bahwa dalam mengukur tingkat akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik, dapat dilihat dari proses penyelenggaraan pelayanan publik. Akuntabel tidaknya suatu pelayanan publik tergambar proses pelayanan yang sesuai

(43)

prosedur, murah biaya, cepat dan responsif. Konsep tersebut terdiri dari beberapa indikator, yang meliputi:

a. Prosedur b. Biaya

c. Jangka waktu d. Responsif

G. Kerangka Pikir

Penyelenggaraan pelayanan surat izin usaha perdagangan (SIUP) termasuk dalam konsep akuntabilitas yang dikemukakan oleh Sheila Elwood yaitu akuntabilitas proses. Fokus utamanya adalah mempertanggungjawabkan dalam melaksanakan pelayanan sesuai strandar prosedur yang berlaku. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, akuntabilitas atau tidaknya pelayanan yang diberikan sesuai dengan sejauh mana akuntabilitas tersebut dilaksanakan sesuai standar atau prosedur yang ada yakni pelayanan yang cepat, tepat, responsif, dan murah biaya. Dijabarkan seperti indikator berikut :

a. Prosedur b. Biaya

c. Jangka waktu d. Responsif

Secara singkat, kerangka pikir dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat dari gambar berikut :

(44)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Akuntabilitas Pelayanan Surat Izin

Usaha Perdagangan (SIUP)

H. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dilihat berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah yang kemudian dikaji dan dijelaskan dalam teori tinjauan pustaka, maka fokus penelitian ini mengenai Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten Bulukumba. Yaitu, Prosedur dalam pelayanan publik, merupakan serangkaian tahapan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan publik kepada masyarakat berupa suatu produk pelayanan. Prosedur Biaya, Jangka waktu, Responsif, respon aparat birokrasi kepada masyarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan.

Akuntabilitas Proses (Sheila Elwood): a. Prosedur

b. Biaya

c. jangka waktu d. Responsive

Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang Akuntabel

(45)

I. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan pada bagan kerangka pikir tersebut di atas maka dapat dikemukakan deskripsi fokus dalam penelitian ini menganalisis akuntabilitas pelayanan perizinan, dengan memfokuskan melihat akuntabilitas dari segi prosesnya. Menurut Sheila Elwood, akuntabilitas proses merupakan akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas, apakah penyelenggaraan pelayanan sudah sangat baik. Hal ini bisa diwujudkan dengan proses pelayanan yang cepat, responsif, dan murah biaya. Akuntabilitas proses pelayanan dapat diukur melalui indikator prosedur, biaya, jangka waktu serta responsif penyelenggara.

a. Prosedur dalam pelayanan publik, merupakan serangkaian tahapan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan publik kepada masyarakat berupa suatu produk pelayanan.

b. Biaya, dalam pelayanan harus ada rincian biaya yang jelas.

c. Jangka waktu, dalam pelayanan harus ada informasi jangka waktu penyelesaian pelayanan.

d. Responsif, tanggapan aparat birokrasi kepada masyarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan.

(46)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yang berlangsung pada 30 november 2019 s/d 30 januari 2020, lokasi penelitian dilaksanakan di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bulukumba, mengingat kantor ini merupakan salah satu perangkat pemerintah daerah di Kabupaten Bulukumba, yang secara khusus memberikan berbagai bentuk pelayanan perizinan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian, Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menggunakan pengumpulan data melalui perbandingan terhadap penelitian terdahulu, observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai data pendukung. Penelitian dilaksanakan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba (DPMPTSP) dengan maksud agar penulis dapat mengumpulkan data langsung dari lokasi.

2. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif untuk memberi gambaran kenyataan dari kejadian yang diteliti, dilakukan terhadap variabel tunggal tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Penelitian deskriptif kualitatif ini

(47)

berfokus pada pelayanan publik yaitu Akuntabilitas Proses Pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan di Kabupaten Bulukumba.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menurut Sugiyono, (2012) ialah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil :

a. Teknik interview atau wawancara yaitu melakukan wawancara baik secara mendalam maupun secara bebas kepada subjek penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan serta dibantu dengan recorder.

b. Teknik Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung untuk mengumpulkan data tentang kualitas pelayanan yang terjadi.

2. Data sekunder

Data diperolah melalui studi pustaka (Library Search) yaitu mengambil data dari sejumlah buku, data dari penelitian terdahulu, literatur, internet, tulisan-tulisan karya ilmiah, maupun perundang-undangan yang dapat mendukung kelengkapan data sekunder.

D. Informan Penelitian

Informan merupakan orang-orang yang berpotensi dan benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu dan bisa memberikan informasi yang jelas. Informan adalah orang-orang yang dapat memberikan

(48)

informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data. Informan merupakan orang yang paham terhadap permasalahan yang telah dikaji, adapun informan dalam penelitian ini ialah : 1. Kepala Bidang Pelayanan Perizinan

2. Kepala Bidang Data dan Pengendalian 3. Staf Bidang Pelayanan Perizinan

4. Masyarakat Pengguna Jasa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data penting dan relevan maka teknik pengumpulan data menurut MudjihaRaharjo, (2011) Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan :

1. Wawancara yaitu proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan peneliti dengan cara Tanya jawab dengan informan yang dianggap berpotensi memberikan informasi yang jelas, akurat dan terpercaya.

2. Observasi yaitu pengumpulan dengan pengamatan langsung di lokasi penelitian menggunakan panca indra terhadap fenomena yang terjadi terkait penelitian.

3. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber relevan dengan obyek penelitian. 4. Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan

mengumpulkan berbagai bahan pustaka seperti catatan harian, arsip foto, hasil rapat, jurnal dan dokumen penting lainnya.

(49)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitiann ini ialah analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan model Miles dan Huberman (Sugiono, 2012) bahwa terdapat beberapa komponen tersebut sebagaimana yang diuraikan di bawah ini :

1. Reduksi data yaitu menganalisa data yang terkumpul dari lokasi penelitian kemudian dirangkum dan memilih hal-hal yang pokok dianggap relevan melalui reduksi data. Data yang telah direduksi kemudian memberikan gambaran yang jelas.

2. Penyajian data yaitu dengan membuat susunan informasi yang sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan riset penelitian. Penyajian data dalam bentuk gambar yang jelas sehingga mendapatkan kesimpulan penelitian 3. Kesimpulan kemudian diverifikasi. Hasil akhir dari reduksi data dan

penyajian data sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya.

G. Pengabsahan Data

Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah informasi dan temuan penelitian akurat. Keabsahan data seperti yang dikemukakan oleh Moleong, (2006) adalah perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, analisa kasus negatif, dan kecukupan referensial. Keabsahan data dari semua sumber dapat di peroleh melalui cara yaitu, sebagai berikut :

1. Tringulasi Sumber membandingkan data yang diperoleh melalui pengamatan dengan data dari hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara dengan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

(50)

2. Tringulasi metode menguji data yang didapatkan dari informan kemudian memeriksa kembali dan mencocokkan dengan fenomena yang ada.

3. Reviu informan mengkomunikasikan hasil analisis dengan informan utama peneliti serta membandingkan pendapat infoman.

(51)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Kondisi Geografis

Kabupaten Bulukumba adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bulukumba memiliki luas wilayah 1.154,67 km dan berpenduduk sebanyak 413.229 jiwa, kabupaten Bulukumba mempunyai 10 kecamatan, 27 kelurahan, serta 109 desa. Secara wilayah, kabupaten Bulukumba berada pada kondisi 4 dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung Bawakaraeng Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas.

Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan industri perahu Phinisi. Jarak tempuh dari kota Makassar sekitar 153 km. secara geografis kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5o20” sampai 5o40” Lintang Selatan dan 119o50” sampai 120o28” Bujur Timur. Batas-batas wilayah kabupaten Bulukumba adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Sinjai b. Sebelah Selatan : Laut Flores c. Sebelah Timur : Teluk Bone

d. Sebelah Barat : Kabupaten Bantaeng

Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 kecamatan, 27 kelurahan dan 109 desa. Dataran rendah dengan ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir yaitu, Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe,

(52)

Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan Herlang. Daerah bergelombang dengan ketinggian anatar 25-100 meter di atas permukaan laut meliputi bagian dari kecamatan Gantarang, Kindang, Rilau Ale. Daerah perbukitan di kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke Utara dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut. Wilayah kabupaten Bulukumba didominasi dengan topografi dataran rendah bergelombang dan dataran tinggi berimbang, dataran rendah bergelombang mencapai 50,28% dan dataran tinggi mencapai 49,72%. Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82o C-27,68oC.

a. Kecamatan Ujungbulu b. Kecamatan Gantarang c. Kecamatan Kindang d. Kecamatan Rilau Ale e. Kecamatan Bulukumpa f. Kecamatan Ujung Loe g. Kecamatan Bontobahari h. Kecamatan Bontotiro i. Kecamatan Kajang j. Kecamatan Herlang

2. Gambaran Umum DPMPTSP Kabupaten Bulukumba

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu instansi yang dibentuk pemerintah dengan harapan dapat mempercepat upaya mensejahterahkan

(53)

masyarakat kabupaten Bulukumba melalui perluasan kesempatan di bidang usaha dengan mempermudah pelayanan kepada masyarakat, yang dilaksanakan dengan upaya meningkatkan profesionalisme pegawai dan masyarakat untuk mampu bekerja sebagai wirausaha yang mandiri.

DPMPTSP ini dibentuk guna mempermudah masyarakat dalam hal pengurusan izin baik itu izin usaha maupun non usaha. Dengan harapan masyarakat akan lebih mudah memperoleh izin serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa merupakan hal penting mengurus dan memiliki surat izin usaha sebelum memulai usaha, baik itu usaha dalam skala kecil maupun skala besar.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dibentuk berdasarkan peraturan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan dengan dibentuknya Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 14 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan Terpadu Satu Pintu pemerintah kabupaten Bulukumba.

Sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggungjawab dalam menyelenggaraan pemerintahan di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu Satu pintu memiliki tugas dan fungsi sebagai beriku :

a. Tugas Pokok

Bahwa dalam rangka efisien dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di kabupaten

(54)

Bulukumba dan untuk menjabarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 14 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.

b. Fungsi

a. Penyusunan rumusan kebijakan teknis penyelenggaraan pelayanan penanaman modal dan pelayanan perizinan

b. Penyusunan, perumusan, dan penetapan program serta kebijakan di dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu

c. Penyelenggaraan pelayanan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu

d. Pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan pelayanan perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal

e. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang perizinan dan nonperizinan

f. Pembinaan dan pelaksanaan pelayanan informasi, pemrosesan, atau pengolahan dan pelaporan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan

g. Pelaksanaan pelayanan pengaduan dan melakukan penyelesaian atas pengaduan

h. Penandatanganan perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(55)

i. Pelaksanaan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan, termasuk koordinasi pengkajian teknis perizinan melalui tim teknis

j. Perumusan, pengembangan dan pengendalian penyelenggaraan pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya

k. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya

l. Pelaksanaan kesekretariatan

m. Pembinaan unit pelaksana teknis dan tenaga fungsional

3. Visi dan Misi DPMPTSP Kabupaten Bulukumba

Adapun visi dan misi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yakni, Visi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba yaitu, “Mewujudkan pelayanan prima dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah” dalam rangka mencapai tujuan dalam visi tersebut, maka disusunlah beberapa misi yaitu :

a. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan b. Meningkatkan kualitas SDM aparat pelayanan c. Meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan

d. Meningkatkan koordinasi antar sector dalam mendukung kelancaran pelayanan

(56)

4. Janji dan Maklumat Pelayanan DPMPTSP Kabupaten Bulukumba Janji pelayanan merupakan pernyataan yang berisi tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan dalam rangka peningkatan mutu suatu pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan kinerja organisasi dalam melaksanakan pelayanan, Dinas penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba mengeluarkan janji berupa :

a. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan sepenuh hati guna mencapai pelayanan yang berkualitas.

b. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan mengutamakan kepuasan pelanggan.

c. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan menjunjung tinggi kehormatan dan kejujuran.

Maklumat pelayanan DPMPTSP kabupaten Bulukumba merupakan suatu penyampaian berupa pernyataan secara tertulis yang berisi kesanggupan atau kesediaan untuk memenuhi janji-janji pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan. Adapun maklumat DPMPTSP kabupaten Bulukumba yaitu ;

a. Sanggup memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

b.

Siap melayani dengan cepat, tepat, ramah, pasti dan akuntabel serta tidak meminta ataupun menerima imbalan dalam bentuk apapun selain yang di tetapkan.

(57)

c. Jika aparatur dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu

pintu tidak menepati pernyataan tersebut siap menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

5. Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Bulukumba

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) merupakan suatu badan pelaksanaan teknis perizinan di Kabupaten Bulukumba. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, tentunya diperlukan koordinasi antara setiap bagian terkait. Untuk itu, perlu adanya pembagian yang jelas mengenai tugas pokok, fungsi serta tugas masing-masing bagian. Oleh karena itu dibentuklah suatu struktur organisasi yang menggambarkan dengan jelas fungsi bagian masing-masing. Adapun tugas pokok, fungsi dan uraian tugas unsur-unsur organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba.

a. Kepala Dinas

Kepala dinas mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, merumuskan kebijaksanaan, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas badan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala dinas mempunyai fungsi :

a) Merumuskan kebijakan teknis di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan terpadu satu pintu.

b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir
Gambar IV.1 Struktur organisasi Dinas Penanaman Modal dan  PTSP kabupaten Bulukumba.
Tabel IV.1
Tabel IV.2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bukti empiris dari penelitian ini diharapkan berkontribusi terhadap mekanisma tata kelola di negara dengan tingkat perlindungan investor rendah, sebab auditor independen

Adapun yang ingin digambarkan dalam penelitian ini adalah Penerapan atraumatik care , Stres hospitalisasi pada anak serta mengetahui Hubungan Penerapan atraumatik

Oleh karena adanya kemungkinan kesalahan saat distilasi (kadar etanol yang dianalisa menjadi lebih kecil dari yang seharusnya), maka kadar etanol hasil analisa

Dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak lima orang, maka kebutuhan konsumsi pangan setiap orang setiap tahun berkisar antara Rp.981.078,- sampai dengan Rp.2.432.268,- Untuk

Dengan disampaikanna &urat "ena(aran ini, maka kami menatakan sanggup dan akan tunduk pada semua ketentuan ang ada.. #$..

Selanjutnya kajian ini juga dijalankan dengan tujuan untuk mengetahui hubungkait antara kehilangan sensori perlindungan pada kaki dan ketidakseimbangan badan yang dialami

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah untuk menentukan parameter yang perlu digunakan dalam penggolongan Uang Kuliah Tunggal

[r]