• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan ( Suma’mur, 1988). K3 mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. (http://www.sinarharapan.co.id) Sedangkan menurut Dalih (1982) definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut falsafah keselamatan kerja dapat diterangnkan sebagai berikut:

” menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupu rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya ”.

Perumusan falsafah ini harus dipakai sebagai dasar dan titik tolak dari tiap usaha keselamatan kerja karena didalamnya telah tercakup pandangan serta pemikiran filosofis, sosial-teknis dan sosial ekonomis. Oleh sebab itu dibuat peraturan– peraturan mengenai berbagai jenis keselamatan kerja sebagai berikut:

(2)

1. Keselamatan kerja dalam industri ( industrial safety) 2. Keselamatan kerja di pertambangan ( mining safety)

3. Keselamatan kerja dalam bangunan ( building and construction safety) 4. Keselamatan kerja lalu lintas ( traffic safety)

5. Keselamatan kerja penerbangan (flight safety)

Menurut Undang-Undang No.23/ 1992 tentang kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja (Departemen Kesehatan, 2002).

Higiene perusahaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dikatakan memiliki satu kesatuan pengertian, yang merupakan terjemahan resmi dari ”Occupational Health” dimana diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematik kesehatan secara menyeluruh terhadap tenaga kerja. Menyeluruh maksudnya usaha-usaha kuratif, preventif, penyesuaian faktor menusiawi terhadap pekerjaanya ( Suma’mur, 1988).

Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan tersebut dapat tercapai karena terdapat korelasi antara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja atau perusahaan berdasarkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut ( Suma’mur, 1988) :

(3)

1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi diantaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penyerasian manusia dan mesin, dan pengekonomisan usaha.

2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan sangat mahal misalnya meliputi pengobatan, perawatan di rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan bahan akibat kecelakaan, terganggunya pekerjaan dan cacat yang menetap.

Untuk mencapai tujuannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga harus mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan erat dengannya seperti ergonomi, psikologi industri, toksiologi industri, dan lain sebagainya.

2.1.1 Perkembangan K3

Masalah keselamatan kerja telah dikenal sejak berabad yang lalu sejalan dengan perkembangan industri. Secara spesifik, baru dimulai sekitar tahun 1800-an bersamaan dengan revolusi industri di inggris yang ditandai dengan ditemukannya msesin uap yang membawa perubahan mendasar dalam proses produksi.

Kondisi perburuhan yng buruk dan angka kecelakaan yang tinggi telah mendorong berbagai kalangan untuk berupaya meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja. Salah satu diantaranya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(4)

Pekerja merupakan aset perusahaan yang sangat berharga sehingga harus dilindungi keselamatannya. Pada awal perkembangannya penanganan keselamatan dan kesehatan kerja masih terbatas pada kegiatan inspeksi untuk memeriksa kondisi lingkungan kerja. Kemudian pada tahun 1930-an, H.W. heinrich seorang ahli K3 dengan teori dominonya mengawali pendekatan K3 secara ilmiah dengan mengembangkan teori tentang sebab kecelakaan yang dikenal sebagai unsafe action 1dan unsafe condition.

Aspek keselamatan kerja terus berkembang, pada tahun 1949 perhatian masyarakat terhadap keselamatan kerja semakin meningkat tidak hanya masalah kecelakaan kerja tetapi juga kesehatan di tempat kerja. banyak penyakit yang ditimbulkan berkaitan dengan pekerjaan dan kondisi di tempat kerja yang kurang aman. Program mengenai pencegahan penyakit akibat kerja mulai dikembangkan dan menjadi bagian dari program K3.

Aspek K3 tidak dapat dikelola hanya dengan cara isidentil, tetapi harus terprogram dengan baik. Pada tahun 1950-an berkembang konsep safety management, yang dimotori oleh beberapa ahli K3 salah satunya adalah Dan Petersen dan Frank Bird. Aspek keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian integral dari sistem manajemen dalam organisasi. Sejak itu berkembang berbagai konsep mengenai sistem manajemen K3. Perkembangan sistem manajemen K3 tersebut, mendorong timbulnya kebutuhan untuk menetapkan suatu standar Sistem Manajemen K3 yang dapat digunakan sebagai acuan bersama yang kemudian melahirkan OHSAS 1800.

(5)

2.1.2 Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja

Keselamatan kerja adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, hanya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan harus sejauh mungkin dikendalikan. (Suma’mur, 1988).

Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal di sekitarya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan kerjanya.

Upaya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja telah bersifat universal. Berbagai negara mengeluarkan aturan perundangan untuk melindungi keselamatan tenaga kerjanya. Indonesia mengeluarkan Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Pada tahun yang sama USA telah membentuk lembaga OSHA (Occupational Health and Safety Administration) yang bertugas menangani aspek keselamatan kerja secara nasional.

Tingkat global, perlindungan K3 juga mendapat perhatian ILO International Labour Organization) melalui berbagai pedoman dan konvensi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Indonesia telah meratifikasi dan mengikuti berbagai standar dan persyaratan K3 termasuk sistm manajemen keselamatan kerja. (Soehatman, 2009)

(6)

2.1.3 Keselamatan Kerja dan Peningkatan Produksi dan Produktivitas

Keselamatan kerja erat hubungannya dengan peningkatan produkasi dan produktivitas. Produktivitas adalah perbandingan hasil kerja (= out put) dan upaya yang dipergunakan (= input). Keselamatan kerja dapat membantu peningkatan produksi dan produktifitas atas dasar (Suma’mur,1988) :

1. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakaan yang menjadi sebab sakit, cacat, kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecil mungkin, sehingga pembiayaan dapat ditekan

2. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan peralatan kerja mesin yang produktif dan efisien dan berkaitan dengan tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi

3. Pada beberapa tingkat keselamatan yang tinggi menciptakan kondisi-kondisi yang mendukung kenyamanan serta kegiatan kerja

4. Praktek keselamatan tidak dapat dipisahkan dari keterampilan, keduanya berjalan sejajar dan merupakan unsur-unsur esensial bagi kelangsungan proses produksi

5. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan partisipasi pengusaha dan buruh akan membawa iklim keamanan dan ketenangan kerja

2.2 Ketentuan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Setiap undang-undang dimaksudkan untuk melindungi rakyat banyak dari sesuatu yang mungkin dapat mendatangkan kerugian. Undang-undang pokok

(7)

keselamatan dan kesehatan kerja No.1 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk memberi perlindungan bagi karyawan dan masyarakat umum. Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi rakyat Indonesia. Pasal 27 ayat 2 dari undang-undang dasar 1945 menyatakan :

” setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Berdasarkan pasal tersebut dikeluarkan undang-undang No. 14 Tahun 1996 tentang pokok-pokok tenaga kerja dimana perlindungan atas keselamatan karyawan dijamin dalam pasal 9”

” Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.”

Untuk menjabarkan jaminan tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja No.1 Tahun 1970. undang-undang ini memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaaan selamat dan aman bagi para pekerja.

Undang-undang No.1 Tahun 1970 tidak menghendaki sikap kuratif ataupun korektif atas kecelakan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan kerja harus dicegah untuk tidak terjadi. Jadi, jelas sekali bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja lebih diutamakan dari pada penanggulangan.

(8)

Pada dasarnya seluruh isi undang-undang No.1 Tahun 1970 harus dipatuhi oleh mereka yang bersangkutan. Khususnya bagi pengusaha, pasal-pasal berikut perlu diketahui dan dipahami agar mudah dalam penerapannya:

a. Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan

b. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 1 dan 3

c. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins 11/M/BW/1997 tentang pengawasan khusus K3 penagggulangan kebakaran

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN 1996 tentang sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2.3 Organisasi Keselamatan Kerja

Organisasi keselamatan kerja terdapat unsur pemerintah, dalam ikatan profesi, badan-badan konsultasi di masyarakat, di perushaan-perusahaan dan lain-lain. program pemerintah khususnya pembinaan dan pengawasan bersama-sama dengan praktek keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan saling mengisi sehingga dicapai tingkat keselamatan kerja yang setinggi-tingginya (Suma’mur, 1988).

A. Organisasi Pemerintahan

Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi Pemerintah di tingkat pusat terdapat dalam bentuk Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Fungsi dari direktorat tersebut adalah :

(9)

1. Melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang mekanik

2. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang listrik

3. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang uap

4. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma-norma keselamatan kerja di bidang pencegahan kebakaran

Pada tingkat daerah di kantor wilayah Direktorat Jendral Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja terdapat pengawas-pengawas keselamatan kerja yang memeriksa perusahaan-perusahaan dipatuhinya ketentuan-ketentuan persyaratan keselamatn kerja, selain itu pebgawas perburuhan akan pula memeriksa tentang kecelakaan akibat kerja (Suma’mur, 1988).

B. Organisasi Tingkat Perusahaan

Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis ( Suma’mur, 1988), yaitu :

1. Organisasi sebagai bagian dari srtuktur, organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu, pelaksanaannya menetap dan anggarannya tesendiri. Kegiatan-kegiatan biasanya cukup banyak dan dampak terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik. 2. Panitia Keselamatan Kerja , biasanya terdiri dari wakil pimpinan perusahaan,

(10)

keadaannya biasanya pencerminan panitia pada umumnya. Pembentukan panitia demikian adalah atas kewajiban undang-undang.

Tujuan keselamatan pada tingkat perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Pencegahan terjadinya kecelakaan

2. Pencegahan terjadinya penyakit-penyakit akibat kerja

3. Pencegahan atau penekanan terhadap terjadinya kematian akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan

4. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat kecelakaan kerja

5. Pengamanan material, konstruksi bangunan, alat-alat kerja dan lain-lain 6. Peningkatan produktivitas kerja

7. Penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber produksi lainnya sewaktu bekerja

8. Pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, nyaman dan aman

9. Peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka ndustrialisasi dan pembangunan

C. Organisasi-organisasi Lain

1) Ikatan Higien Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja didirikan pada tanggal 27 juli 1971 di Jakarta. Tujuan dari ikatan adalah :

a. Menunjang terlaksananya tugas-tugas pemerintah, khususnya di bidang peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan tenaga kerja di perusahaan, industri, perkebunan, pertanian melalui antara lain keselamatan kerja

(11)

b. Menuju tercapainya keseragaman tindak di dalam menanggulangi masalah antara lain keselamatan kerja ( Suma’mur, 1988).

2) OHSAS juga merupakan organisasi internasional yang menangani tentang Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam OHSAS dijelaskan mengenai bagaimana suatu perusahaan melakukan manajemen terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam lingkungan perusahaan sesuai dengan kebutuhan. OSHAS juga dijadikan sebagai sumber referensi bagi seluruh perusahaan yang akan membuat manajemen terhadap K3 di dalam perusahaan berdasarkan standar internasional yang berlaku. Sistem manajemen K3 telah diatur dalam OHSAS 18000:2007. OHSAS 18000 dikembangkan oleh OHSAS Project group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara. OHSAS 18000 terbagi atas dua bagian yaitu:

1. OHSAS 18001 memuat tentang spesifikasi SMK3 2. OHSAS 18002 merupakan pedoman implementasi.

2.4 Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pengendalian resiko yang berkaitan denga kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif (Gambar 1).

(12)

Suatu perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban di dalam manajemen keselamatan kerja :

1. Safety policy

Mendefinisikan kebijaksanaan suatu perusahaan di dalam hal keselamatan kerja

2. Managemen komitmen

Merinci komitmen manajemen di setiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari

3. Akuntabilitas

Mengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh bawahan untuk menjamin keselamatan kerja.

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,pelaksanaan prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Banyak definisi-definisi yang dikeluarkan oleh organisasi-organisasi yang bergerak dibidang K3 misalnya OHSAS, International Safety Rating System (ISRS) dan lain-lain. Semua sistem manajemen K3 tersebut memiliki kesamaan yaitu berdasarkan proses dan fungsi manajemen modern, yang membedakan adalah elemen implementasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ( Soehatman, 2009).

(13)

Tujuan dari penerapan sistem manajemen K3 dalam perusahaan adalah : 1. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi

Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi, yaitu dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan yang telah menjadi standar. Pengukuran dapat dilakukan dengan audit K3.

2. Pedoman implementasi K3 dalam Organisasi

Beberapa acuan daapat digunakan seperti ILO, OHSAS dan lain-lain 3. Sebagai dasar penghargaan

4. Sebagai sertifikasi

Sistem manajemen K3 dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi.

Penilaian tentan sistem manajemen K3 beracuan pada OSHAS 18000 ( Occupational Health and Safety Assesment Series). OHSAS diperkenalkan pada tahun 1999 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dan desepakati sebagai suatu standar sistem manajemen K3.

(14)

Gambar 1.Siklus manajemen

Di dalam siklus manajemen menurut Soehatman (2009) tercantum tentang proses sistem manajemen K3 menggunakan pendekatan PDCA ( Plan-Do-Check-Action) yaitu mulai dari perencanaan, penerapan, pemeriksaan dan tindakan perbaikan dengan demikian sistem manajemen K3 akan berjalan terus-menerus secara berkelanjutan. Sistem manajemen K3 dimulai dengan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan komitmen manejemen dalam mendukung penerapan K3.

I. Kepernimpinan dan Komitmen

Pembentukan komitmen untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dati seluruh pihak yang ada di tempat kerja. Disamping itu juga perlu diejawantahkan dengan adanya organisasi-organisasi dari tempat kerja yang mendukung terciptanya sistem manajemen K3, penyediaan anggaran dan personel, melakukan perencanaan K3 serta yang terakhir melakukan penilaian atas kinerja K3 yang telah diterapkan.

PLAN

Perencanaan

SMO

DO

Implementasi

CHECK

Pengukuran

dan

pemantauan

ACTION

Tinjauan

manajemen

(15)

2. Kebijakan K3

Suatu perusahaan mempunyai kebijakan untuk memperhatikan dan menjamin implementasi peraturan keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang meliputi :

a. Peningkatan berkelanjutan

b. Sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku di tempat kerja

c. Mengkomunikasikan pada seluruh karyawan agar karyawan sadar dan mawas mengenai kewajiban keselamatan dan kesehatan pribadi

d. Dapat diketahui dan terbuka bagi pihak-pihak yang berminat

e. Evaluasi berkala untuk mempertahankan agar tetap relevan dan sesuai dengan perusahaan

Perencanaan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko. Mengidentifikasi bahaya, resiko dan implementasi pencegahan termasuk kegiatan rutin, setiap pelaksanaan harus didokumentasikan dan terus diperbaharui sesuai dengan keadaan perusahaan.

Salah satu komponen kebijakan perusahaan dalam memelihara keselamatan kerja adalah mengenai Alat Pelindung Diri (APD). Menurut UU no.14 perusahaan diwajibkan mengadakan APD. Perusahaan juga diharuskan memberikan demonstrasi pada karyawan tentang pentingnya pemakaian APD ( Alat Pelindung Diri ) dan pentingnya keselamatan kerja bagi seluruh karyawan, sistem house keping yang baik ( penatalaksanaan yang teratur dan baik). Jika terjadi pelanggaran mengenai peraturan, misalnya karyawan tidak menggunakan APD perusahaan wajib memberikan sanksi. Perusahaan memberikan insentif kepada pekerja jika kecelakaan

(16)

kerja dapat dikurangi sehingga dana yang dianggarkan oleh perusahaan untuk biaya dampak akibat kecelakaan dapat dialihkan untuk kesejahteraan pekerja.

Organisasi atau adminstrasi pencegahan kecelakaan dan pemeliharaan kesehatan kerja harus didasarkan pada kenyataan bahwa karyawan tidak dihadapkan pada kecelakaan secara merata pada berbagai kategori kegiatan industri, dan juga dikarenakan biaya pencehgahan tidak selamanya sama. Penelitian mengungkapkan bahwa biaya program-program keselamatan kerja berbeda menurut sektor sebagai berikut:

1. Tertinggi

cakupan industrinya adalah pada industri pembuatan/perakitan kapal, kontruksi bangunan, penyulingan minyak bumi, pertambangan dan pengolahan batu bara dan pabrik baja

2. Menengah

Kelompok industri yang tercakup didalamnya adalah industri kimia, perkayuan, pabrik kertas dan pabrik produk-produk batu, tanah liat dan kaca

3. Terendah

Didalamnya antara lain pabrik makanan, percetakan dan penerbitan, peralatan umum, pemintalan/tekstildan pabrik alat-alat listrik dan karet.

OHSAS 18001 tentang spesifikasi sistem manajemen K3 memberikan keleluasaan kepada setiap organisasi untuk mengembangkan SMK3 sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Bagi organisasi yang memiliki tingkat resiko rendah cukup membangun sistem manajemen K3 yang sederhana dengan sistem pengawasan dan

(17)

1) Buku pintar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Setiap perusahaan harus menyususn ” Buku Pintar Keselamatan dan Kesehatan Kerja ” sesuai dengan sasaran perusahaan. Buku pedoman tersebut terbagi atas dua macam :

a. Buku pedoman umum untuk para manajer dan penyedia b. Buku pedoman untuksetiap karyawan

Kedua buku ini harus mengandung pokok-pokok yang sama dengan perincian yang tidak perlu serupa. Buku GMP ( Good Manufacturing Procedure) sangat penting sebagai penunjang buku pintar Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Idealnya setiap perusahaan harus mempunyai seorang pejabat keselamatan kerja atau direktur Keselamatan kerja. Untuk membantunya, panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja harus diorganisasi. Setiap anggota panitia wajib mengikuti latihan kesehatan dan keselamatan kerja saat memperoleh pengesahan dari pemerintah (Bannet, 1985).

2.5 Kecelakan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Sulaksmono, 1997). Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejab mata, dan setiap kejadian menurut Bannet (1995) terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yaitu lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubung dengan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja dapat

(18)

berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga juga meliputi kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja.

Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka bahaya tesebut adalah sebagai bahaya nyata.

Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Rohment mengatakan bahwa desain kerja yang efektif harus menjelaskan tuntutan pekerjaan dipandang dari berbagai aspek. Setiap aspek harus menunjukkan alasan yang jelas mengapa dsain itu dianggap terbaik

Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut : 1. Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, yaitu :

a. Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah b. Cacat fisik

c. Cacat sementara

d. Kepekaan panca indra terhadap sesuatu 2. Kurang pendidikan

(19)

c. Kurang terampil

d. Salah mengartikan SOP (Stansart Operational Prosedure) sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.

3. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan 4. menjalankan pekerjaan yang tidk sesuai dengan keahliannya 5. Pemakaian alat pelindung diri (APD) yang kurang benar 6. mengangkut beban yang berlebihan

7. bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja

Unsafe Condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut : 1. Peralatan yang sudh tidak layak pakai

2. Ada api di tempat bahaya

3. Pengamanan gedung yang kurang standar 4. Terpapar bising

5. Terpapar radiasi

6. Pencahayaan da ventilasi yang kurang atau berlebihan 7. Kondisi suhu yan membahayakan

8. Dalam keadaan pengamanan yng berlebihan 9. Sistem peringatan yang berlebihan

sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya. Selain kedua faktor tersebut kecelakaan sangat erat kaitannya dengan ergonomi. Ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh keluara yang optimum. Jika seluruh peralatan dan perlengkapan dijadikan satu sub-sistem, dan seluruh atribut manusia (psikologis, latar belakang

(20)

sosial,pandanga hidup ) sebagai satu sub sistem yang lain, maka ergonomi bertujuan menciptakan satu kombinasi yang paling serasi antara sub-sistem yang pertama dan kedua.

Guna meningkatkan produktivitas, mesin dan perlengkapan yang disediakan harus disesuaikan dengan keadaan karyawan. Peralatan, posisi, dan ruang kerja harus sesuai dengan antropometri ( ukuran bentuk manusia ). Ukuran berdiri meliputi tinggi punggung, tinggi bahu, tinggi badan, panjang lengan, dan depan. sedangkan ukuran-ukuran duduk termasuk panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tapak tangan, jarak lutut ke punggung, tinggi lutut dan jarak punggung dengan belakang tapak kaki.

Pada dasarnya cara-cara yang ergonomik harus dapat menghindari kemungkinan-kemungkinan di atas. Hal ini dapat dicapai dengan menghindarkan kelelahan dan ketidakefisienan, dengan memghindari kontraksi otot statis, peregangan tangan yang terus-menerus, dan sikap yang terpakasa dalam mengerjakan sesuatu seperti membungkuk. Suhu dan penerangan yang cukup dapat membantu mengurangi kelelahan. Di samping prosedur ergonomis, letak peralatan atau perlengkapan benda yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan rutin seorang karyawan sedemkian rupa agar tidak membuang waktu dan energi sia-sia, tercipta suasana kerja yang nyaman dan tidak meletihkan, efisiensi kerja optimum dapat dicapai dan selamat dan sehat (Tjandra dkk, 2002).

Setiap pekerjaan menimbulkan ketegangan ( stressenes) dan tekanan (strains) dilengkapi dengan keterampilan dan sikap. Masalah desain pekerjaan untuk menyesuaikan kombinasi di atas tidak dapat diselesaikan secara teknis. Hubungan

(21)

kemampuan seseorang haru menjadi pertimbangan. Setiap jabatan harus jelas hirarki fungsi, kegiatan, tugas dan geraknya. Kemudian setiap pekerja atau karyawan harus diarahkan agar hierarki-reaksi lebih sistematis: persepsi, identifikasi, keputusan kemudian mekanisme pelaksanaan (Bannet, 1995).

2.5.1 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu kerugian material dan fisik. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja antara lain :

1. Kerugian eknomi yang meliputi :

a. kerusakan alat/mesin, bahan dan bangunan b. Biaya pengobatan dan perawatan

c. Tunjangan kecelakaan

d. Jumlah produksi dan mutu berkurang e. Kompensasi kecelakaan

f. Penggantian tenaga kerja yang mengalami kecelakaan 2. Kerugian non ekonomi yang meliputi :

a. Penderitaan korban dan keluarga

b. Hilangnya waktu selama sakit, baik korban maupun pihak keluarga c. Keterlambatan aktivitas akibat tenaga kerja lain

berkerumun/berkumpul, sehingga aktivitas terhenti sementara d. Hilangnya waktu kerja

(22)

2.5.2 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Persyaratan keselamatan kerja telah dijelaskan dalam UU No.1 Tahun 1970. dalam upaya pencegahan terdapat beberapa pendekatan, (Soehatman, 2009) diantaranya :

a. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena ada sumber energi yang mengalir mencapai penerima. Terdapat 3 titik pengendalian yaitu pengendalian pada sumber bahaya, pendekatan pada jalan energi, dan pengendalian pada penerima.

b. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yag enyatakan bahwa 85% kecelakan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Peningkatan kesadarn dan epedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 diantaranya adalah pembinaan dan pelatihan, kampanye K3, pembinaan perilaku aman, pengawasan dan inspeksi K3, audit K3 dan pengembangan prosedur kerja aman dan lain-lain.

c. Pendekatan Teknis

Menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman.

d. Pendekatan Administratif

Meliputi pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan

paparan bahaya dapat dikurangi, penyediaan alat keselamatan kerja, menerapakan dan

(23)

pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaannya, karena setiap

pendekatan memilki kekurangan dan kelebihan.

2.5.3 Sistem Pelaporan Kecelakaan Kerja

Dalam manajemen kerugian menyeluruh, sistem laporan sangat memegang peranan penting. Tidak ada suatu kejadian atau kecelakaan yang dapat diabaikan begitu saja. Laporan kecelakaan menyeluruh adalah alat manajemen yang peka terjadap kerugian. Akibat suatu kecelakaan dapat dikategorikan ” kecil, sedang, atau parah”.

Setiap pelaporan kecelakaan yang terjadi atau hampir terjadi harus didukung oleh data yang lengkap. Data yang lengkap akan membantu pertanggungjawaban dan pengukuran kecelakaan kerja dengan tepat. Setiap laporan kecelakaan harus dilengkapi dengan informasi yang jelas menunjukkan sebab akibat. Dalam laporan seperti ini sebab-sebab kecelakaan atau hampir terjadi kecelakaan akan dijadikan landasan perbaikan kemudian hari.

Gambar

Gambar 1.Siklus manajemen

Referensi

Dokumen terkait

The guidance sheets cover unconditional cash transfers,* cash transfer for support to livelihoods, voucher transfers, cash-for-work programmes, seed voucher fairs, and cash transfers

Pada makalah ini telah ditunjukkan analisa data iklim Boyolali untuk curah hujan , kelembaban dan suhu udara dengan regresi klasik, autoregresi dan GSTAR.Regresi

“Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Bidang Prasarana dan Sarana di Desa Silo Kecamatan Silo Kabupaten Jember”;

Mengawali sambutan, marilah senantiasa kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izinNya pada pagi hari ini kita berada di sini dalam keadaan bahagia

Penerapan Kompetensi Dasar Regulasi Penggunaan BTM (Food Additive) pada Pengolahan Pangan Praktikum Pembuatan Bolu Kukus pada Pengetahuan Responden Mengenai Jenis BTM

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah adanya menyelesaikan masalah diatas dengan cara menerapkan 2 metode yaitu metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk perhitungan

Skripsi dengan judul ”Jedor Sebagai Media Penyebaran Agama Islam Di Tulungagung” yang ditulis oleh Anita Widyasari, NIM. Rizqon Khamami, MA

MEDIA : KEDAULATAN RAKYAT TANGGAL : 28