• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCANGKOKAN MONOMERsnRENAPADAFILM ETFEDENGANTEKNIKIRADIASIAWALUNTUK MEMBRANSELBAHANBAKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCANGKOKAN MONOMERsnRENAPADAFILM ETFEDENGANTEKNIKIRADIASIAWALUNTUK MEMBRANSELBAHANBAKAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pencangkokan Monomer Stiren pada Film ETFE dengan Teknik lradiasi Awal untuk Bahan Membran Sel Bahan Bakar (Yohan)

PENCANGKOKAN

MONOMER

STIREN PAD A FILM

ETFE

DENGAN TEKNIK IRADIASI AWAL UNTUK BAHAN

MEMBRANSELBAHANBAKAR

Yohan, Rifaid M. Nur, Lilik Hendrajaya dan Edi. S. Siradj

Departemen Teknik Metalurgi dan Material FT - VI Kampus Baru VI, Depok

ABSTRAK

PENCANGKOKAN MONOMERsnRENAPADAFILM ETFEDENGANTEKNIKIRADIASIAWALUNTUK

BAHAN MEMBRAN SEL BAHAN BAKAR. Telah dilakukan pencangkokan monomer stirena pad a film ETFE dengan teknik iradiasi awal untuk membran sel bahan bakar. Penelitian dilakukan dengan cara meradiasi film ETfE dengan sinar-y pada variasi dosis total dan variasi laju dosis radiasi. Kemudian kopolimer teriradiasi dicangkok menggunakan monomer stirena dalam berbagai pelarut etanol, 2-propanol, dan toluena dengan variasi konsentrasi 20 %(v/v), 30 %(v/v), 40 %(v/v), 50 %(v/v), dan 60 %(v/v), suhu pencangkokan 50°C, 70 °C, 90°C, dan waktu pencangkokan 2jam, 4jam, 6jam, 8jam, 10jam, dan 12jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen pencangkokan meningkat dengan meningkatnya dosis total radiasi dan menurunnya laju dosis radiasi serta kondisi optimum percobaan pada dosis total I 0 kGy, laju dosis 1,9 kGy/jam, pelarut 2-propanol, stirena 40 %(v/v), waktu pencangkokan 4 jam, dan suhu pencangkokan 70°C.

Kala kunci: Pencangkokan iradiasi awal, sel bahan bakar, membran ETFE

ABSTRACT

PRE-IRRADIATION GRAFTING STYRENE MONOMER ON ETFE FILM FOR MEMBRANE OF

FUEL CELL. Pre-irradiation Grafting styrene monomer on ETFE film for Membrane of fuel cell has been prepared. Research has been performed by y-ray radiation at various total dose and dose rate. Irradiated copolymer is then grafted by styrene monomer in various solvent: ethanol, 2-propanol, and toluene, various concentration: 20,30,40, 50,60, and 70% (v/v), various temperature: 50, 70, and 90OC,and various grafting time: 2, 4, 6,8, 10, and 12 hours, and. The results showed that degree of grafting is increase with increase of total dose and decrease of rate dose. The optimum experiment coflditions are obtained at total dose 10 kGy, dose rate 1,9 kGy/hour, 2-propanol solvent, 40% (v/v) styrene, 4 hours grafting time, and 70°C grafting temperature.

Ke,.r words: Grafted pre-irradiation, fuel cell, ETFE membrane

-PENDAHULUAN·

Sel bahan bakar (fUelcell) adalah salah satu sumber energi listrik yang ramah lingkungan.Alat ini bekeIja dengan cara mereaksikan hidrogen dan oksigen untuk ~enghasilkan listrik dengan hasil samping air dan panas. Teknologi sel bahan bakar yang sekarang tengah diupayakan adalah pembuatan sel bahan bflkar secara langsung, artinya bahan bakar hidiokarbon bisa langsung digunakan tanpa harus melalui suatu reformer.Hal ini dapat dilakukan dengan membuat media me!!lbran penukar proton [1].

Membran yang dimaksud menjadi komponen yang sangat penting dalam polymer

Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC).

Hal terse but dimungkinkan karena perannya komponen ini dalam memisahkan reaktan dan menjadi sarana transportasi ion hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi anoda menuju katoda sehingga reaksi katoda yang menghasilkan energi listrik dapat terjadi. 8aat ini membran yang digunakan terbuat dari fluoro-polimer, yaitu

politetrajluoroetilena (FTFE), dengan rantai

cabang mengandung gugus asam sulfona'tdan dikenal dengan nama dagangnafion.

Kemampuan nafion untuk memisahkan reaktan dan penghantar proton sudah terbukti sangat efisien. Namun, untukmengembangkanPEMFC lebih lanjut,penggunaan terhachp bahan ini secara

(2)

Prosiding Simposium Nasional Polimer V

tekno ekonomi menjadi kendala karena sangat

mahal da.Tlsecara teknis bahan ini masih kurang baik dalam hal me nahan gas dan belum dapat meneegah methanol cross-over secara baik. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian yang

mendasar dan sistematik guna mendapatkan

membran alternatif yang di satu sisi mempunyai efisiensi pemisahan yang tinggi dan di sisi lain sangat ekonomis.

Peneangkokan seeara radiasi adalah salah

satu metode untuk memodifikasi bahan-bahan

polimer. Metode ini telah banyak digunakan

misalnya untuk menyiapkan membran selektif dan absorben, memodifikasi fiber polietilena densitas

tinggi, mendayagunakan polimer-polimer dapat

urai, dan memeriksa proses pembuatan membran penukar ion [2]. Pada teknik ini radiasi diperlukan

sebagai suatu penginisiasi terjadinya proses

polimerisasi. Hal ini bisa dilakukan dengan

menggunakan sinar-y. Peneangkokan dilakukan

setelah polimer diiradiasi (pencangkokan iradiasi awal) [3]. Agarterjadi reaksi kimiaantara bagian . aktif polimer dan monomer maka pencangkokan metode iradiasi dilakukan dalam suasana vakum [4] ataujenuhgas nitrogen [2].

Pada penelitian ini dikembangkan teknik pencangkokan secara radiasi awal menggunakan kopolimer polietilena tetrafluoroetilena (ETFE)

atau Afton dan monomer stiren dengan pelarut

2-propanol. Membran yang diharapkan pada

penelitian ini adalah membran yang mempunyai

sifat-sifat mekanik polimer yang mempunyai

kekuatan mendekati sifat-sifat mekanik material asal. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan

dieari dosis total dan laju dosis dosis yang

diharapkan. Di samping itu, pengurangan

methanol cross-over dapat dieapai bila persen

peneangkokan membran yang dihasilkan lebih

besar dari 30% [2]. Pada penelitian ini dieoba

untuk mendapatkan persen peneangkokan

sekitar 40%.

METODEPERCOBAAN Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk proses

peneangkokan seeara radiasi adalah gelas

euplikan dan alat vakum gelas yang didisain secara

ISSN 1410-8720

khusus (Gambar 1), pompa vakum, vacuum controller, penangas air, tabung gas nitrogen dan flowmetemya, oven, ne!aea analitik, seperangkat

peralatan refluks, dan iradiator panorama

serbaguna-BATAN dengan aktivitas 13,9 kCi

pada 15 Februari 2005. ~ N2I Ar gas Monomer Polimer/ Kopolimer

/

Gambar I. Gelas cuplikan dan alat vakum gas

Bahan yang dipakai adalah ETFE dengan

ketebal!1l1 50!lmbuatan Chukoh Jepang, stiren,

2-propanol, etanol, toluena, khloroform

masing-masing buatan Merck, dan gasN2 dengan kemumian tinggi. ~

Pembuatan Membran

Sebelum diiradiasi, euplikan film ETFE

berukuran 5 em x 6 em diekstraksi 12jam dengan

etanol lalu dikeringkan dalam oven hingga

diperoleh berat konstan. Cuplikan divakumkan kemudian dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnya euplikan diiradiasi dengan laju dosis 1,9 kGy/jam dan dosis total dari 2,5 kGy sampai 12,5 kGy.

Setelah itu euplikan yang telah diiradiasi

divakumkan kembali dan ditambahkan larutan

stiren yang telah dialiri gas nitrogen kemudian

dieangkok pada suhu 70°C selama 4 jam.

Pereobaan diulangi untuk laju dosis 1,6 kGy/jam dan 1,3 kGy/jam. Hasil optimasi dari pereobaan variasi dosis total dan variasi laju dosis digunakan untuk mengulangi percobaan dengan variasi jenis dan konsentrasi pelarut, kemudian variasi suhu dan waktu pencangkokan.

(3)

Pencangkokan Monomer Stiren pada Film ETFE dengan Teknik lradiasi Awal untuk Bahan Membran Sel Bahan Bakar (Yolzail)

HASIL DAN PEMBAHASAN

di mana m adalah massa film mula-mula dan ma c adalah massa film tercangkok.

Karakterisasi Membran

Gugus fungsi film tercangkok diuji dengan FTIR-410 buatan JASCO dan topografi permukaannya diuji dengan SEM JSM-840A buatan JEO L.

Cuplikan tercangkok stiren diekstraksi dengan kloroform dan selanjutnya dikeringkan hingga diperoleh berat konstan. Persen pencangkokan (PP) dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

grafting) dan pencangkokan dengan monomer

setelah film diiradiasi (pre-irradiation grafting). Dalam penelitian ini dipilih teknik kedua. Teknik ini sangat baik digunakan untuk polimer semacam

ETFE yang merupakan material semikristalin

karena radikal bebas yang dihasilkan dari proses iradiasimempunyai umur yang relatif panjang dan homopolimer yang terbentuk dapat dicegah seminimal mungkin, sehingga dapat disiapkan kopolimer tercangkok yang relatif murni [5].

Disamping itu, pemilihan teknik pencangkokan pada penelitian ini dititikberatkan kepada proses pencangkoka"1yang diinisiasi oleh radikal terjebak. Dalam hal ini digunakan peralatan vakum dan gas nitrogen dengan kemumian tinggi untuk menjaga umur radikal bebas yang terjebak setelah iradiasi dan untuk menghindari terjadinyarekombinasi dengan udara bebas [4].

Mekanisme reaksi rantai pembentukan polimer dalam proses kopolimerisasi meliputi tahap-tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi [6]. Kekhasan reaksi polimerisasi adalah pada tahap inisiasi. Pada pencangkokan secara radiasi, inisiasinya adalah radikal yang dihasilkan dari proses iradiasi polimer. Radikal polimer yang terbentuk pada tahap propagasi akan bereaksi dengan suatu matrik melalui tiga cara, yaitu: a) perpindahan radikal ke suatu monomer. Pada cara ini rantai polimer yang masih aktif akan memindahkan radikal bebasnya ke monomer dan kemudian polimer itu tidak aktiflagi. Selanjutnya monomer yang aktif akan melakakukan reaksi homopolimerisasi. b) perpindahan radikal ke spesies lain. Peristiwa ini memberi efek tidak langsung pada reaksi. c) perpindahan radikal ke pelarut.Peristiwainiakan sangat menentukanbasil reaksi. Pemilihan pelarut yang baik akan memberikan hasil pencangkokan yang baik pula. Selanjutnya pada tahap terminasi aktivitas pertumbuhan polimer akan terhenti melalui dua mekanisme terminasi, yaitu adisi dua polimer yang tumbuh menjadi satu polimer dan disproporsionasi sebuah atom dari salah satu radikal ke radikal lain, kemudian membentuk sam molekul jenuh dan satu molekul tidakjenuh. ... (1) pp = me - ma xIOO% ma r-HI H F F-)I I I I -t-C --C-C-C

+

I i I I I I I H H F F ! -

I

---'n

Gambar 2. Struktur kopolimer ETFE

Kopolimer polietilen tetrafluoroetilena

(ETFE) adalah salah satu polimer yang tergolong

dalam kelompok material yang mengandung fluor atau yang sering disebut sebagai kelompok fluoro-polimer. Struktur material ini terlihat pada Gambar 2. Seperti halnya jenis-jenis fluoropolimer lainnya, ETFE mempunyai

kestabilan dan konduktivitas yang sangat baik. Pada penelitian ini, ETFE yang digunakan mempunyai ketebalan 50 /lm dan perscn kristalinitas sebesar 15% [2]. Karena masih studi awal,maka makalah inihanya akan mendiskusikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses kopolimerisasi pencangkokan iradiasi awal, yaitu dosis total dan laju dosis radiasi, jenis dan konsentrasi pelarut, serta suhu dan waktu pencangkokan.

Teknik pencangkokan dengan radiasi sebagai penginduksi bagian aktif matriks film polimer/kopolimer dapat dilakukan dengan dua earn, yaitu pencangkokan film dengan monomer secara bersamaan clan langsung (simultaneous

(4)

Pros;d;ng S;mpos;um Nas;onal Po/imer V

tHHFFJ.

I I I I

c-c-c-c

I I I I H H F F n

tHHFFJ.

I I I I

c-c-c-c

I • I I + H· H F F n (2) ISSN 14/0-8720

tHHFFJ.

I I I I

c-c-c-c

I I I I H H F F n {HHFF} I I I I

c-c-c-c

I _ I I H F F n sinar- r ~ N2

tHHFFJ.

I I I I

c-c-c-c

+ F· I I • I H H F n {HHFF} I I I I 9-9-«-9 HMeFF n (3) (4) {HHFF} I I I I

c-c-c-c

+ I I _ I H H F n {HHFF} I I I I 9-9-«-9 HHM-F n (5) {HHFF} I I I I C-C-C-CI I I I H M- F F n + nM ~ {HHFF} I I I I

c-c-c-c

I I. T I H M•.•F F n (6) {HHFF} I I I I C-C-C-C + I I I I H H M-F n

iHHFF}

I I I I nM ~

9-9-«-9

H H M:.F n (7) H H F F : C C C c· H M· F F 'n I ~ ~ ~ ~ i -LC

-c -c-c

1-I I I : , (HHM·F-- - n H H F F

I

' I -·C

c-c-c--, , I I , H M:,F F J - n I H H F

Ft.

I t I I

+c-c-c-c

I I I I i-H H M.:.F- n

Gambar 3. Skema reaksi I

KOPOLIMER CANGKOK

+ (8) KOPOLIMER lKATAN SILANG

Berbeda dengan jenis-jenis polimer lainnya,

pencangkokan kelompok fluoro polimer hanya

bisa dilakukan dengan cara meradiasi filmnya.

Radiasi sinar-y yang dipancarkan ke film ETFE

akan menyerang semua ikatan yang ada.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan dengan memperhatikan harga-harga energi ikatan antar atom (D) di mana DCF_F> DCH_H> DC.F> Dc_H' maka mekanisme reaksi polimerisasi

kopolimer ETFE oleh monomer stiren dan

pelarut 2-propanol yal}g terjadi diperkirakan seperti skema reaksi l'pada Gambar 3.

Pengaruh Dosis Total dan Laju Dosis Radiasi

Pengaruh dosis total dan laju dosis

radiasi terhadap persen pencangkokan filmETFE (ETFE-g-S)ditunjukkan pada Gambar 4. Terlihat

bahwa ternyata pada semua laju dosis persen

pencangkokan ETFE-g-S semakin meningkat

dengan semakin besarnya dosis total radiasi yang diberikan. Hal ini dimungkinkan mengingat dengan

semakin besarnya dosis radiasi maka jumlah

radikal bebas yang akan terbentuk menjadi

semakin banyak. Akibatnya reaksi kopolimerisasi dengan monomer menjadi semakin tinggi. Pada dosis total 2,5 kGy hingga 10 kGy peningkatan

persen pencangkokannya proporsionaI. Namun

setelah 10 kGy peningkatan persen

pencangkokannya tidak lagi proporsional. Pada

laju dosis 1,3 kGy/jam dan 1,6 kGy/jam kenaikan persen pencangkokan lebih rendah dibandingkan kenaikan persen pencangkokan pada dosis-dosis total yang lebih rendah. Hal ini diperkirakan karena

ada sebagian ikatan rantai polimer yang

terdegradasi [5] oleh sinar-y sehingga mengurangi

(5)

Pencangkokan Monomer Stiren pada Film ETFE dengan Teknik [radiasi Awal unt~k Baltan Membran Sel

Baltan Bakar (Yoltan) '.

pada laju dosis 1,9 kGy/jam pcningkatan persen pencangkokannya jauh lebih besar dibandingkan kenaikan persen pencangkokan pada dosis-dosis total yang lebih kecil. Hal ini bisa teIjadi karena pada laju yang lebih besar maka tekanan sinar-y terhadap rantai ikatan film relatif lebih ringan. Berdasarkan laju dosisnya, terlihat pula pada Gambar 3 bahwa untukjumlah dosis total radiasi yang sarna, maka semakin kecillaju dosis yang

digunakan akan menghasilkan persen

pencangkokan yang semakin besar. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa pada berbagai

laju dosis yang digunakan pada penelitian ini, persen pencangkokan tertinggi dicapai oleh laju

dosis 1,3 kGy/jam, diikuti dengan laju dosis

1,6 kGy/jam, dan akhimya 1,9 kGy/jam. Hal ini dimungkinkan karena pada laju dosis yang kecil

maka lebih banyak waktu yang digunakan

sinar-y untuk membuka rantai ikatan, akibatnya

jumlah radikal be bas yang terbentuk akan

!ebih banyak.

Pada polimer sernikristalin semacam

ElFE,

dosis total yang tinggi akan menyebabkan peningkatan kristalinitas. Peningkatan kristalinitas akan menurunkan kecepatan difusi monomer pada film polimer. Dengan demikian, dosis yang terlalu tinggi akan menurunkan efisiensi radikal pada reaksi

pencangkokan. Dengan memperhitungkan aspek

ekonomi, waktu dan kemungkinan buruk yang

dapat terjadi bila dosis total terlalu tinggi maka untuk keperluan preparasi bahan membran

ETFE-g-S selanjutnya akan dipakai dosis total 10 kGy dan laju dosis 1,9 kGy/jam.

Pengaruh Waktu Pencangkokan

Pengaruh waktu pencangkokan terhadap

persen pencangkokan ETFE-g-S diperlihatkan

pada Gambar 5. Keleluasaan radikal be bas

untuk bereaksi dengan monomer dan difusi

monomer ke film polimer

ElFE

sangat dipengaruhi oleh waktu.

~

l60

Waktu Pencangkokan [Jamj 125 ~ .!.100 "" L c: '" 75 .>< ""0 0> c: .• 50 u Q.c:"c: ~ 25

"

Q. 0 0 _R=1.9kGy/pm _ R:1.6 kGy/J"lm ___ R=1 ,3kGyf,-m 2,5 5 7,5 10 12,5 15 75 -- To500C ___ To700C -.- To9QoC ; 45 ~'" ~ 30 ~ c: 15

.

C

.

Q. o o 4 6 8 10 12 14

Oosis Total Radlas; [kGy]

Gombar 4. Pengaruh dosis total radiasi terhadap

persen pencangkokan ETFE-g-S (kondisi percobaan: monomer stiren 40%(v/v), pelarut 2-propanol, waktu pencangkokan 4 jam dan suhu pencangkokan 70°C).

BiJa dosis total dinaikkan hingga melampaui

dosis total 12,5 kGy diperkirakan derajat

pencangkokannya pun akan semakin meningkat.

Namun kenaikan dosis total di atas 12,5 kGy pada penelitian ini sudah tidak diperlukan lagi mengingat target pencapaian derajat pencangkokan sebesar 40% telah terlampaui. Terlebih peningkatan dosis total radiasi dapat menurunkan kekuatan tarik [7].

Pencangkokan akan mencapai batas tertentu

pada dosis yang lebih tinggi karena adanya

rekombinasi antara radikal-radikal bebasnya [8].

Gombar 5. Pengaruh waktu pencangkokan terhadap persen pencangkokan ETFE-g-S

(kondisi percobaan: monomer stirena 40% (v/v), pelarut 2-propanol, dosis Total 10 kGy, Laju dosis 1,9 kGy/jam).

Terlihat pada Gambar 5 bahwa pad a

berbagai suhu pencangkokan, maka persen

pencangkokan meningkat d~ngan semakin

bertambahnya waktu p~ncangkokan. Pada

waktu 4 jam pertama, terjadi kenaikan laju

kopolimerisasi cangkok pada masing-masing suhu yangjauh lebih besar dibandingkan pada jam-jam berikutnya. Hal ini disebabkan radikal bebas masih lebih banyak dan lebih leluasa untuk bereaksi

dengan monomer. Kecepatan reaksi propagasi

padajam-jam ini sangat tinggi, semen tara laju

(6)

Prosiding Simposium Nasional Polimer V

pada jam-jam berikutnya terlihat persen

pencangkokan tidak sebesar pertambahan

sebelumnya. Hal ini dapat dimengerti mengingat

jumlah radikal be bas yang semakin mengecil

berakibat pada menurunnya laju propagasi.

Pengaruh Suhu Pencangkokan

Aspek lain yang berkaitan erat dengan

kinetika proses pencangkokan adalah suhu

pencangkokan. Pada penelitian ini dipelajari

variasi suhu pencangkokan pada 50°C, 70 DC,

dan 90°C. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4

persen pencangkokan meningkat dari suhu 50°C

hingga 70°C namun menurun drastis pada

suhu 90°C.

Suhu pencangkokan memberikan pengaruh

secara bersamaan terhadap kelarutan dan daya

fungsi, kecepatan atau laju propagasi, dan

kecepatan terminasi rantai yang merupakan

kontrol pada proses difusi monomer. Hal itu

menunjukkan bahwa laju pencangkokan dapat

meningkat at au menurun tergantung pada dua

pa!'aIlleter pertama. Sementara parameter ketiga

menjadi tahap mengontrollaju at au kecepatan

pencangkokan. Oengan demikian, semakin tinggi

suhu, kec~patan terminasi rantaijuga semakin

meningkat [5].

Kenaikan persen pencangkokan dari 50°C

ke 70°C disebabkan pada suhu yang tinggi

(akibat pemanasan), radikal bebas polimer akan bergerak lebih cepat sehingga reaksi rekombinasi antara radikal akan lebih cepat pula. Oi samping itu, antara radikal polimer dan monomer terjadi reaksi aditif yang membentuk kopolimer cangkok yang cepat pula. Oi antara peristiwa itu akan terjadi kompetisi.

Penurunan persen pencangkokan

pada suhu 90°C dimungkinkan mengingat

pada suhu 90°C terjadi rantai-rantai cabang

polimer secara cepat pada tahap propagasi,

tetapi kemudian cabang-cabang itu terjebak

dalam medium viskos karena proses terminasi

yang terlalu cepat juga. Bila terjadi difusi

udara pada suhu 90°C maka terjadi

gugus-gugus hidroperoksil yang meningkatkan

homopolimerisasi dan pada suhu ini bagian-bagian polimer yang bersifat kristalin meleleh dalam medium reaksi.

190

ISSN 1410-8720

Fengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut

Oifusi monomer ke dalam bagian aktiffilm

polimer membutuhkan media pembawa, yaitu

pelarut. Oleh karena itu, mobilitas media pelarut dalam membantu proses difusi merupakan salah

satu faktor yang sangat penting. Gambar 6

memperlihatkan pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut terhadap persen pencangkokan. Terlihat bahwa pada setiap konsentrasi monomer temyata pelarut etanol memberikan persen pencangkokan yang lebih tinggi dibandingkan pc1arut lainnya. Setelah itu pelarut 2-propanol, dan terakhir pelarut

toluena. Berarti kemampuan etanol dalam

membawa stirena ke bagian aktif film ETFE jauh lebih tinggi dibandingkan dua pelarut lainnya. Hal

ini dimungkinkan bila memperhatikan berat

molekul dari masing-masing pelarut. Semakin

ringan suatu material maka pergerakan material tersebut akan semakin cepat pula. Oibandingkan

dengan 2-propanol (Mr=60) dan toluena

(M =92),r maka etanol (M =46)r mempunyai

mobilitas yang lebih tinggi kemudian disusul

dengan 2-propanol. 100 90 80

i

70 i - I I ~ 60

i

r 50 ~ 40 .• ~ 30 •• 20 10 01 o 10 2C 30 40 50 60 70 80 90 100 K.)n.ent,ul Stirena~%(vfvl1

Gambar 6. Pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut terhadap persen pencangkokan ETFE-g-S (kondisi percobaan: dosis total 10kGy, Laju Oosis 1,9 kGy/jam, waktu dan suhu pencangkokan masing-masing 4 jam dan 70°C).

Terlihat pula pada Gambar 6 bahwa dengan semakin besar konsentrasi stirena yang digunakan

akan menghasilkan persen pencangkokan yang

semakin besar pula. Hal ini disebabkan

meningkatnya difusi stirena ke dalam bagian aktif

(7)

Pencangkokan Monomer Stiren pada Film ETFE dengan Teknik Irf!diasi Awal untuk Bahan Membran Sel Bahan Bakar (Yohan)

stiren. Meskipun demikian konsentrasi monomer yang tinggi dapat berakibat pada meningkatnya homopolimer dalarn larutan karena reaksi antar

molekul monomer yang menghasilkan

homopolimer eenderung meningkat. Pada

penelitian ini dipilih pelarut 2-propanol dan konsentrasi 40 %(v/v). Hal ini didasarkan pada

peneapaian target persen peneangkokan yang

telah dieapai olehjenis dan konsentrasi pelarut ini, disarnping pada studi awal terhadap sifat -sifat

mekanik ternyata pemakaian pelarut ini

memberikan sifat-sifat mekanik yang lebih baik dibanding kedua pelarut lainnya

Topografi Permukaan

Perbedaan topografi permukaan antara

film ETFE mula-mula dan film tereangkok

(ETFE-g-S) diperlihatkan pada Gambar 7.

Terlihat bahwa film ETFE-IJ-S mempunyai

permukaan yang lebih kasar dibanding filmETFE

mula-mula. Hal ini membuktikan bahwa proses

peneangkokan telah berlangsung dengan baik.

Spektrum Sera pan Sinar Inframerah Film ETFE

Spektrum serapan infTan1erah film ETFE

sebelum dan sesudah pencangkokan diperlihatkan

pada Gambar 7. Terlihat bahwa pada semua

spektrum film ETFE-g-S mempunyai posisi

serapan yang sarna. Hal ini menunjukkan bahwa variasi laju dan variasi lainnya pad a proses

pencangkokan akan tetapmemberikan Spektrum

infra merah yang sarna. Juga terlihat bahwa proses

peneangkokan tidak mengubah pancak serapan

di daerahflnger print film mula-mula. Hal ini

menunjukkan bahwa proses peneangkokan tidak

sampai mengubah struktur asli dari film ETFE. ETFEmula-mula memiliki sidikit serapan dengan puneak yang kuat. Pita serapan yang kuat

terlihat pada 2939 em-I dan 1675 em-I yang

merupakan vibrasi ulur gugus metilen -CH2-.

Selain itu terlihat pula pita serapan vibrasi tekuk

-CH2 - pada bilangan gel om bang 1475 em-I, pita

serapan yang sangat kuat dari gugus fungsi -CF

2-pada bilangan gelombang 1000 em-I hingga

1300 em-I dan pita-pita serapan pada daerah

finger print. Pita-pita serapan ini muneul kembali

pada film ETFE-g-S. Karena tercangkok stirena

(I) film ETFE sebelum dicangkok

(2) film ETFE-g-S

Gambar 7. Topografi permukaan SEM pada: (I) film ETFE mula-mula dan 2) film

ETFE-g-S (dosis total 10 kGy, laju dosis 1,9 kGy/jam, stiren 40 %,waktu pencangkokan 4 jam dan suhu pencangkokan 70°C)

maka pada film ETFE-g-S muneul pita-pita

serapan tambahan dari gugus-gugus fungsi

senyawa stiren, seperti pita serapan vibrasi

tekuk =C=C= pada bilangan gelombang

2400 em-I dan 1675 em-I.

KESIMPULAN

Berdasarkan peneangkokan monomer

stirena pada film ETFE dengan teknik

iradiasi awal untuk bahan membran sel bahan

bakar yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Persen pencangkokan meningkat dengan

meningkatnya dosis total, waktu

peneangkokan dan berkurangnya laju dosis

radiasi yang diberikan.

2. Kondisi optimum peneangkokan film ETFE

dengan monomer stirena adalah pada dosis

(8)

Prosiding Simposium Nasional Po/imer V

2-propanol, konsentrasi stirena 40 %(v/v), waktu pencangkokan 4 jam, dan suhu pencangkokan 70°C.

3. Monomer stirenatelah tergrajiing dengan baik pada permukaan film ETFE.

4. StrukturfilmETFE yang tercangkok monomer stiren dengan teknik iradiasi awal tidak mengalami perubahan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk beasiswa S-3 sehingga penelitian ini bisa berjalan dengan baik. Juga kepada Dr. Yanti S. Subianto dan Marga Utanla,APU atas saran dan kritisi yang membangun, serta Dr. Agung Basuki, Nusin Samosir, B.Sc., dan Maskur, SST. Atas bantuan pengukuran dengan alat SEM dan FTIR. DAFfAR PUSTAKA

[1]. WILLIAM, M.

c.,

Fuel cell Handbook,

Fifth Edition, US Department of Energy, Morgantown, West Virginia, (2000) 352 [2]. W ALSBY, N., F. SUNDHOLM, T.

KALLIO, G. SUNDHOLM.,J Polym Sci ParI A: Polym Chem, (3008) 39

[3]. CHARLESBY,A., Alomic Radiation and

Polymers. Pergamon Press, London, (1960) 556

[4]. SUBIANTO, YS., K. MAKUUCHI, I. ISHIGAKI., Die Angewandte Makromol

kulare Chemie, 152, 159-168

[5]. CHAPIRO, A., Radiation Chemistry of

Polymer. Interscience Publishers. London.

(1962) 712

[6]. NASEF, M.M., E.A. HEGAZY., PreparationandApplication ofIon Exchange Membranes by Radiation-Induced Graft Copolimerization of Polar Monomers onto non-Polar Films, Progress in Polymer

Science., 29 (2004) 499-561

[7]. UTAMA, M., Penempelan Campuran Monomer Akrilonitril Stirena pada Rayon Iradiasi, Majalah BA TAN

xvn

(2) (1986) 1-16

[8]. HEGAZY, A., N.H. TAHER, A. RABIE, M.A. DESSAUKI, 1. OKAMOTO., Study 192

ISSN 1410-8720

on Radiation Grafting on Fluorine-Containing Polymer II, Properties of Membrane Obtained by Preirradiation Grafting onto Poly(tetrafluoroethylene).

Journal of Applied Polymer Science, 26,

Gambar

Gambar I. Gelas cuplikan dan alat vakum gas
Gambar 3. Skema reaksi I
Gambar 6. Pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut terhadap persen pencangkokan ETFE-g-S (kondisi percobaan: dosis total 10kGy, Laju Oosis 1,9 kGy/jam, waktu dan suhu pencangkokan masing-masing 4 jam dan 70°C).
Gambar 7. Topografi permukaan SEM pada:

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu perawatan terhadap perilaku agregat buatan ini, benda uji akan dirawat pada suhu kamar (27-34ºC) dan pada suhu 40ºC, 60ºC, serta80ºC

web sendiri yang menggunakan nama, logo, atau deskripsi produk Kyäni kecuali dengan mengikuti ketentuan yang dicantumkan dalam bagian ini dan bagian (j) di bawah ini. Jika

Data yang akan analisis dalam penelitian ini adalah saluran distribusi yang digunakan oleh industri kerajinan batik kayu Psycho art dalam memasarkan produknya dan pihak-pihak

Melihat sejarah Bangsa Indonesia yang panjang dan juga terjadinya perubahan kekuasaan di Indonesia, tentu juga telah terjadi berbagai perubahan-perubahan

TAHAPAN KARTOGRA0I DIGITAL Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyajian Data DIGITIER ?P1 PLOTER. ON 5 LINE ARRANGEMENT 6 ila ketiga

LSP hortikultura harus memiliki prasarana, sarana, dan asesor Kompetensi di bidang hortikultura. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus