• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Internasional yang telah dira (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perjanjian Internasional yang telah dira (3)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Perjanjian Internasional

Pengertian Perjanjian Internasional

Ada berbagai istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian internasional yaitu traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute, charter), deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi dan covenant (Mochtar Kusumaatmaja, 1989). Perjanjian internasional adalah kesepakatan antara dua atau lebih subyek hukum internasional (misalnya negara, lembaga internasional) yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan. Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain atau beberapa negara dengan negara lain maupun dengan terbentuknya organisasi Internasional seperti PBB.

Pengertian Perjanjian Internasional Menurut Para Tokoh:

Rifhi Siddiq

Perjanjian internasional adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang merupakan subjek hukum internasional yang masing-masing sepakat akan hal yang terkandung dalam persetujuan tersebut

Prof Dr.Mochtar Kusumaatmadja

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu

Oppenheimer-Lauterpacht

Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya

G. Schwarzenberger

Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional

Konferensi Wina ((1969))

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu

Beberapa istilah perjanjian intemasional yang sering dipakai

dikalangan internasional:

1) Traktat (Treaty) Artinya, perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang sifatnya lebih formal karena mempunyai kekuatan hukum yang lebih mengikat bagi pihak- pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, para peserta yang membuat perjanjian tidak dapat menarik diri dari kewajiban-kewajibannya tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

2) Konvensi (Convention) Artinya, jenis perjanjian yang digunakan bagi hal-hal yang lebih khusus dibandingkan dengan traktat, namun bersifat multilateral. Dengan kata lain, konvensi tidak menyangkut kebijaksanaan tingkat tinggi dan harus ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh.

3) Pakta (Pact) Artinya, persetujuan yang lebih khusus jika dibandingkan dengan traktat. Jadi, pakta merupakan traktat dalam arti sempit sehingga pakta pun harus mendapat pengesahan (ratifikasi).

(2)

4) Perikatan (Arrangement) Artinya, suatu bentuk perjanjian yang tidak seresmi traktat atau konvensi. Oleh karena itu, perikatan merupakan persetujuan yang biasanya hanya digunakan bagi transaksi-transaksi yang bersifat sementara.

5) Persetujuan (Agreement) Artinya, suatu perjanjian yang bersifat teknis/administratif sehingga persetujuan tidak seresmi traktat/konvensi cukup ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu diratifikasi.

6) Deklarasi (Declaration) Artinya, perjanjian yang digunakan dengan tujuan menunjukkan suatu perjanjian yang menyatakan hukum yang ada, membentuk hukum yang baru, atau untuk menguatkan beberapa prinsip kebijaksanaan umum.

7) Piagam (Statute) Artinya, perjanjian yang menunjukkan himpunan peraturan yang ditetapkan oleh perjanjian internasional untuk mengatur fungsi lembaga internasional atau anggaran dasarnya, seperti piagam mahkamah internasional (statute of the international court of justice).

8) Convenant Artinya, suatu istilah yang digunakan oleh piagam Liga BangsaBangsa (LBB) yang disebut dengan The convenant of the league of nations tahun 1920.

9) Charter Artinya, istilah yang digunakan dalam perjanjian internasional yang diadakan oleh PBB dan mempunyai fungsi administratif. Dengan kata lain, PBB dalam membuat anggaran dasarnya berbentuk charter. Misalnya, Atlantic Charter 1941, dan The charr ter of the united nations 1945.

10) Protokol (Protocol) Artinya, perjanjian yang sifatnya kurang resmi dibandingkan dengan traktat atau konvensi. Biasanya protokol digunakan sebagai naskah tambahan dari konvensi. Namun, protokol tidak kalah pentingnya daripada konvensi itu sendiri. Misalnya, protokol tambahan terhadap Konvensi Jenewa 1949.

11) Modus Vivendi Artinya, perjanjian internasional yang merupakan dokumen untuk mencatat persetujuan tanpa memerlukan ratifikasi dan bersifat sementara. Maksud sementara adalah sampai diwujudkan hasil perjanjian yang lebih tetap (permanen) dan rind (sistematis).

12) Ketentuan Penutup (Final Act) Artinya, dokumen dalam bentuk catatan ringkasan dari hasil konferensi, seperti catatan mengenai negara peserta, para utusan dari negara-negara yang turut dalam perundingan, dan segala kesimpulan tentang hal-hal yang disetujui konferensi. Ketentuan penutup ini tidak memerlukan ratifikasi.

(3)

Macam-macam Perjanjian Internasional

Menurut jumlah pesertanya, perjanjian internasional dapat berupa:

1. Perjanjian bilateral (bila melibatkan dua negara saja) misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai Dwikenegaraan pada tahun 1954

2. Perjanjian multilateral (bila melibatkan lebih dari dua negara) misalnya Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

Menurut strukturnya, perjanjian internasional berupa:

1. Perjanjian Internasional yang bersifat law making artinya mengandung kaidah hukum yang dapat berlaku bagi semua negara di dunia, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik,

2. Perjanjian internasional yang bersifat contract, yaitu hanya menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat perjanjian saja. Misalnya: Perjanjian Ekstradisi 1974 antara Indonesia dan Malaysia.

Dari segi obyeknya, perjanjian internasional dapat dibagi menjadi:

1. Perjanjian yang berisi soal-soal politik

2. Perjanjian yang berisi masalah-masalah ekonomi, budaya, dan lain-lain.

Dari segi cara berlakunya, terdiri atas:

1. Perjanjian internasional yang bersifat self executing (berlaku dengan sendirinya). Disebut self executing, bila sebuah perjanjian internasional langsung berlaku setelah diratifikasi oleh negara tertentu.

2. Perjanjian Internasional yang bersifat non self-executing. Bila harus dilakukan perubahan UU terlebih dahulu sebelum berlaku, maka perjanjian internasional itu disebut non self-executing.

(4)

diekspresikan melalui instrumen-instrumen tidak tertulis. Ada berbagai macam PI tidak tertulis, misalnya:

1. Perjanjian Internasional Lisan (international oral agreement)

PI lisan disebut juga gentlement agreement, biasanya disepakati secara bilateral, untuk mengatur hal-hal yang tidak terlalu rumit, bersifat tekhnis namun merupakan materi umum. Misalnya: The London Agreement 1946 yang mengatur distribusi keanggotaan Dewan Keamanan (DK) PBB.

2. Deklarasi Sepihak (Unilateral Declaration)

Deklarasi Unilateral adalah pernyataan suatu negara yang disampaikan wakil negara tersebut yang berkompeten (presiden, perdana menteri, menteri luar negeri, menteri-menteri lain) dan ditujukan kepada negara lain. Deklarasi itu dapat menjadi perjanjian apabila memang mengandung maksud untuk berjanji sehingga menimbulkan kewajiban pada negara yang berjanji dan hak yang dapat dituntut oleh negara yang menjadi tujuan deklarasi tsb. Misalnya: pernyataan kemerdekaan oleh rakyat Palestina.

3. Persetujuan Diam-Diam (Tacit Agreement atau Tacit Consent) atau Persetujuan Tersimpul (Implied Agreement)

Perjanjian ini dibuat secara tidak tegas artinya adanya PI tersebut dapat diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif dari suatu negara atau subyek hukum internasional lainnya.

Tahap-tahap Perjanjian Internasional

1) Perundingan (Negotiation)

Pembuatan perjanjian internasional biasanya dimulai dengan perundingan di antara negara-negara yang akan membuatnya. Hal ini dilakukan dengan dasar kebutuhan atau kepentingan dan kemampuan negara-negara yang bersangkutan agar kelak dapat dihindari adanya masalah.

Isi dari perundingan yang dilakukan biasanya menyangkut beberapa masalah pokok, antara lain menyangkut masalah politik, masalah keamanan, masalah pertikaian, masalah perdagangan, masalah pertikaian dalam bidang ekonomi, masalah pertikaian dalam bidang sosial-budaya, masalah pertikaian dalam bidang pertahanan, serta masalah-masalah lainnya yang menyangkut pembentukan dan pelaksanaan perjanjian internasional.

(5)

penuh (full powers atau credential). Kecuali, jika dari semula peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh seperti yang dijelaskan tidak diperlukan. Keharusan menunjukan surat kuasa penuh, tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri), menteri luar negeri, atau yang karena jabatannya dianggap sudah mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan, termasuk perwakilan diplomatik.

2) Penandatanganan (Signature)

Setelah perundingan selesai, dilanjutkan dengan pengesahan bunyi naskah yang merupakan tindakan formal. Bagi perjanjian multilateral (perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara), penandatangan naskah perjanjian dapat dilakukan apabila disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) suara peserta yang hadir. Kecuali, jika ada ketentuan lain yang mengaturnya.

Adapun dalam perjanjian bilateral (perjanjian yang dilakukan oleh dua negara), penerimaan secara bulat dan penuh mutlak diperlukan oleh kedua belah pihak yang melakukan perundingan. Persetujuan dalam bentuk penandatanganan merupakan suatu tindakan yang sangat penting dalam rangka mengikatkan diri dalam suatu perjanjian internasional. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak saat ditandatanganinya tanpa harus menunggu adanya ratifikasi (pengesahan).

3) Pengesahan (Ratification)

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian, adakalanya suatu perjanjian belum mengikat sepenuhnya sehingga diperlukan proses ketiga, yaitu pengesahan. Pengesahan tanda tangan atau ratifikasi dilakukan oleh wakil negara yang turut serta dalam perundingan. Maksudnya, untuk meyakinkan bahwa utusan tersebut benar-benar melakukan tugasnya serta tidak melampaui wewenangnya. Dengan kata lain, ratifikasi sebenarnya memiliki arti sebagai persetujuan secara formal terhadap perjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban internasional agar suatu perjanjian berlaku bagi setiap negara peserta.

4) Pengumuman(Publication)

Hat lain yang biasa ditemukan dalam perjanjian intemasional adalah lembaga persyaratan. Keberadaan lembaga ini sangat'dibutuhkan oleh negara-negara yang ikut serta dalam perjanjian internasional, khususnya perjanjian yang sifatnya multilateral. Lembaga persyaratan dibutuhkan karena biasanya ada saja negara-negara peserta.yang kurang sepenuhnya menerima'isi materi perjanjian atau kurang sesuai dengan kepentingan nasional negaranya. Selain itu, dimungkinkan pula merugikan kepentingan nasional negaranya sehingga untuk melaksanakannya dibutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, lembaga persyaratan adalah pemyataan yang diajukan oleh suatu negara untuk dapat terikat pada perjanjian. Artinya, dalam melakukan perjanjian, negara yang mengajukan persyairatan tidak berarti hares mengundurkan diri dari perjanjian, tetapi tetap terikat terhadap apa-apa yang diajukan dan membawa keuntungan bagi negaranya.

(6)

Menurut UU No. 24 th. 2000 tahapan – tahapan perjanjian internasional adalah sebagai berikut :

1. Tahap Penjajakan

Adalah tahap awal dari suatu perundingan yang ditandai dengan pengajuan perjanjian antara kedua atau lebih negara.

2. Tahap Perundingan

Perundingan adalah pertemuan antara negara yang akan mengadakan suatu perjanjian internasional yang membahas apa sajakah yang menjadi poin-poin dalam kesepakatan perjanjian internasional. Tahap ini juga disebut tahap negosiasi. Perundingan yang diadakan dalam rangka peijanjian bilateral, disebut talk. Sedangkan dalam rangka multilateral disebut diplomatic conference atau konferensi. Selain secara resmi ada juga perundingan yang tidak resmi. Perundingan sedemikian disebut corridor talk.

3. Tahap Perumusan Naskah

Tahap ini adalah tahap yang penting dimana hasil perundingan dimasukkan ke dalam naskah yang berisi rancangan perjanjian internasional.

4. Tahap Penerimaan

Tahap ini adalah tahap penerimaan naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Setelah itu, naskah diperiksa dan diberi persetujuan oleh beberapa pihak seperti parlemen dan presiden.

5. Tahap Penandatanganan

Bila telah mendapatkan persetujuan dari berbagai pihak. Lantas dilakukan penandatanganan pada naskah perjanjian internasional sebagai bentuk persetujuan terhadap perjanjian internasional tersebut.

6. Tahap Pengesahan

Tahap pengesahan adalah tahap pelaksanaan perjanjian internasional. Pengesahan ini harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Di Indonesia, setiap pengesahan akan dimasukan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Setelah disahkan, barulah negara yang terlibat akan terikat dalam perjanjian internasional tersebut.

Konvensi Wina 1969 menetapkan alasan-alasan yang dapat diajukan oleh suatu negara untuk membatalkan persetujuan atau perjanjian yang telah disepakati, di antaranya sebagai berikut.

1) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional salah satu peserta yang berlcaitan dengan kewenangan (kompetensi) kuasa penuh negara yang bersangkutan.

2) Terdapat unsur kesalahan (error) berkenaan dengan suatu fakta atau keadaan pada waktu perjanjian dibuat.

(7)

4) Terdapat kelicikan atau akal bulus, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari negara peserta tertentu.

5) Terdapat unsur paksaan dalam arti penggunaan kekerasan dan ancaman kepada seorang kuasa penuh atau negara peserta tertentu.

6) Terdapat ketentuan yang bertentangan dengan suatu kaidah dasar atau asas jus cogent. Maksud asas ini adalah kaidah atau nortna yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan yang tidak boleh dilanggar dan hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar hukum internasional umum yang baru dan mempunyai sifat sama.

Berlaku dan Berakhirnya Perjanjian Internasional

Berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa berikut ini.

a) Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

b) Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.

c) Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

Berakhirnya Perjanjian Intenasional

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

a) Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu. b) Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.

c) Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu. d) Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.

e) Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.

f) Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan hukum dari perjanjian pinjam meminjam oleh bukan anggota mengikat para pihak serta berkekuatan hukum oleh para pihak karena perjanjian yang dibuat sah

Persetujuan atau consent merupakan dasar dari adanya hukum internasional, dan perjanjian internasional adalah salah satu bentuk paling mengikat yang merupakan hasil dari negara yang

Tentang akibat perjanjian memiliki kekuatan hukum yang mengikat antara para pihak yang dipertegas pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa perjanjian dibuat

Artinya perjanjian bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak dan perjanjian tersebut merupakan perjanjian baku timbal balik karena masing-masing pihak mempunyai

Apabila suatu perjanjian telah sah karena semua persyaratan sahnya telah terpenuhi, maka akan berakibat hukum mengikat bagi para pihak yang mengadakan dengan kekuatan

Suatu negara yang menjadi pihak dari perjanjian setelah persetujuan yang diubah itu berlaku harus dianggap sebagai pihak dari perjanjian yang sudah diubah dan juga

Akibat hukum yang timbul dari pembuatan perjanjian perkawinan setelah perkawinan yaitu : terhadap pihak yang membuatnya, dimana perjanjian perkawinan berlaku mengikat secara hukum

Jika hal ini berakibat pada pelaksanaan perjanjian dalam keseluruhan para pihak maka persetujuan dari negara(pihak) yang lain diperlukan. Penerimaan atau keberatan