• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESERVASI PERJANJIAN INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESERVASI PERJANJIAN INTERNASIONAL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

RESERVASI PERJANJIAN INTERNASIONAL

(Studi terhadap Reservasi Indonesia dalam UU Nomor 7 tahun 1984 tentang

Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Wanita/Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against

Women)

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester matakuliah Hukum Perjanjian Internasional

Haryo Indraqsho

0710110126

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam melakukan hubungan internasional suatu negara dengan negara lain biasanya melakukan beberapa bentuk-bentuk perjanjian untuk mengatur tata cara, hubungan hukum dan hak serta kewajiban yang ditimbulkan dalam perjanjian tersebut. Perjanjian Internasional sendiri adalah salah satu sumber hukum internasional. Perjanjian tersebut mempunyai berbagai jenis, yaitu Treaty, Convention, Agreement, Memorandum Of Understanding,

Protocol, Charter, Declaration, Final Act Arrangement, Exchange Of Notes, Agreed Minutes, Summary Records, Process Verbal, Modus Vivendi, Letter Of Intent.1

Viena Convention on the Law of Treaties atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional telah mengatur tata cara pembuatan perjanjian internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.2 Penjajakan merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. Perundingan merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional. Perumusan Naskah merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional. Penerimaan merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional. Penandatanganan merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification, accession,

acceptance, approval).

Terikatnya suatu negara dengan perjanjian internasional, bisa dikatakan masuknya ketentuan dalam hukum internasional ke dalam hukum nasional. Hubungan hukum

1

(3)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

internasional dengan hukum nasional yang seringkali berbeda dan bertentangan tersebut menimbulkan kesulitan dalam proses pemberlakuan perjanjian internasional tersebut. Hubungan internasional dan hukum internasionalnya yang bersifat koordinatif tidak dapat memaksa suatu negara untuk tunduk pada hukum internasional.

Pada tanggal 24 Juli 1984, Indonesia telah meratifikasi (Convention on the Elimination of

All form of Discrimination Againts Women/CEDAW). Ratifikasi itu dalam bentuk

undang-undang, yaitu UU Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination

Of All Forms Of Discrimination Against Women). Sesuai dengan Asas Pacta Sunt Servanda

maka ketentuan dalam CEDAW harus dilaksanakan oleh Indonesia dengan itikad baik dan Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk

1. Kewajiban negara Indonesia sebagai Negara Pihak untuk memajukan, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi sebagaimana tersebut dalam instrumen terkait, kecuali jika dilakukan reservasi (pensyaratan) atau deklarasi (pernyataan) khusus pada pasal-pasal tertentu.

2. Dimasukkannya instrumen internasional terkait ke dalam hukum nasional maka bisa digunakan dalam proses litigasi.

3. Melakukan pelaporan secara berkala (periodic report) sebagai bagian dari State

Self-Reporting Mechanism yang disyaratkan oleh instrumen-instrumen internasional

tersebut.

Dengan ratifikasi ini, Indonesia telah memasukan CEDAW ke dalam hukum nasional.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pensyaratan atau reservasi(pensyaratan) tersebut?

2. Bagaimanakah hubungan reservasi suatu perjanjian internasional dengan kedaulatan nasional suatu negara?

3. Ketentuan CEDAW tentang apa yang direservasi oleh Indonesia?

I.3 Tujuan

Mengetahui arti, tujuan, tata cara, serta hak dan kewajiban yang ditimbulkan oleh reservasi tersebut serta hubungannya terhadap kedaulatan nasional suatu negara. Dalam arti khusus untuk mengetahui ketentuan dalam CEDAW yang direservasi oleh Indonesia dan akibat yang ditimbulkannya.

(4)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB BAB II PEMBAHASAN

II.1 Reservasi

Menurut Konvensi Wina 1969 yang dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1d), pengertian reservasi atau pensyaratan adalah ;

reservation means a unilateral statement, however phrased or named, made by a State, when signing, ratifying, accepting, approving or acceding to a treaty, whereby it purports to exclude or to modify the legal effect of certain provisions of the treaty in their application to that State;

Dari ketentuan diatas, dapat dijelaskan bahwa reservasi adalah suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun, yang dibuat oleh suatu negara, ketika menandatangani, meratifikasi, mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian internasional, yang maksudnya untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa reservasi adalah; 1. Pernyataan sepihak Negara

2. Untuk mengajukan pensyaratan atau pengecualian 3. Terhadap pasal-pasal tertentu dalam suatu perjanjian

4. Diajukan saat penandatangan, ratifikasi, akseptasi, aprobasi dan aksesi.

Untuk selanjutnya, reservasi diatur lebih lanjut dalam pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23. Pasal 19 menjelaskan tentang syarat-syarat(pembatasan) reservasi dalam pelaksanaannya;

Article 19

A State may, when signing, ratifying, accepting, approving or acceding to a treaty, formulate a reservation unless:

a) the reservation is prohibited by the treaty;

b) the treaty provides that only specified reservations, which do not include the reservation in question, may be made; or

c) in cases not failing under subparagraphs (a) and (b), the reservation is incompatible with the object and purpose of the treaty.

Yang dapat diartikan sebagai berikut; Suatu Negara, waktu menandatangani, meratifikasi, menerima atau aksesi dapat mengajukan pensyaratan terhadap suatu perjanjian, kecuali;

(5)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

pensyaratan dilarang oleh perjanjian, pensyaratan tertentu dimana tidak termasuk pensyaratan yang dilarang, dan pensyaratan tersebut tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perjanjian.

Pasal 20 tentang, penerimaan atau keberatan terhadap reservasi yang diajukan oleh suatu negara.

Article 20

Acceptance of and objection to reservations

1. A reservation expressly authorized by a treaty does not require any subsequent acceptance by the other contracting States unless the treaty so provides.

2. When it appears from the limited number of the negotiating States and the object and purpose of a treaty that the application of the treaty in its entirety between all the parties is an essential condition of the consent of each one to be bound by the treaty, a reservation requires acceptance by all the parties.

3. When a treaty is a constituent instrument of an international organization and unless it otherwise provides, a reservation requires the acceptance of the competent organ of that organization.

4. In cases not falling under the preceding paragraphs and unless the treaty otherwise provides:

a) acceptance by another contracting State of a reservation constitutes the reserving State a party to the treaty in relation to that other State if or when the treaty is in force for those States;

b) an objection by another contracting State to a reservation does not preclude the entry into force of the treaty as between the objecting and reserving States unless a contrary intention is definitely expressed by the objecting State;

c) an act expressing a State s consent to be bound by the treaty and containing a reservation is effective as soon as at least one other contracting State has accepted the reservation.

5. For the purposes of paragraphs 2 and 4 and unless the treaty otherwise provides, a reservation is considered to have been accepted by a State if it shall have raised no objection to the reservation by the end of a period of twelve months after it was notified of the reservation or by the date on which it expressed its consent to be bound by the treaty, whichever is later.

(6)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa suatu Negara dapat meminta reservasi tanpa memerlukan persetujuan dari pihak perjanjian(negara) lain, kecuali terbatasnya negara-negara yang terlibat dalam perjanjian dan maksud dan tujuan perjanjian. Jika hal ini berakibat pada pelaksanaan perjanjian dalam keseluruhan para pihak maka persetujuan dari negara(pihak) yang lain diperlukan. Penerimaan atau keberatan terhadap reservasi yang dilakukan oleh suatu negara tidak berdampak pada pelaksaan perjanjian tersebut dan hubungan negara tersebut dengan negara lain pihak perjanjian. Bahkan reservasi tersebut dapat efektif berlaku walaupun hanya satu negara saja yang menyetujui reservasi tersebut. Jika tidak ada negara lain keberatan terhadap reservasi dalam waktu 12 bulan setelah ada pernyataan reservasi atau waktu yang ditetapkan dala perjanjian, maka negara lain pihak perjanjian tersebut otomatis terikat pada perjanjian tersebut.

Hal lain dijelaskan dalam pasal 20 adalah, apabila dalam perjanjian tersebut termasuk salah satu unsur organisasi internasional, maka jika ada suatu negara meminta reservasi dalam perjanjian tersebut diperlukan persetujuan dari badan yang berkompeten dari organisasi internasional itu.

Pasal 21 tentanga efek dari penerimaan reservasi dan penolakan reservasi. Ketentuan ini mengatur tentang perubahan atau modifikasi tentang status reservasi.

Article 21

Legal elects of reservations and of objections to reservations

1. A reservation established with regard to another party in accordance with articles 19, 20 and 23:

a) modifies for the reserving State in its relations with that other party the provisions of the treaty to which the reservation relates to the extent of the reservation; and

b) modifies those provisions to the same extent for that other party in its relations with the reserving State.

2. The reservation does not modify the provisions of the treaty for the other parties tthe treaty inter se.

3. When a State objecting to a reservation has not opposed the entry into force of the treaty between itself and the reserving State, the provisions to which the reservation relates do not apply as between the two States to the extent of the reservation

(7)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

Ketentuan pasal 21 tersebut menjelaskan bahwa reservasi tidak mengubah ketentuan perjanjian bagi pihak yang lain. Jika suatu negara mengajukan keberatan terhadap reservasi, tetapi tidak menentang berlakunya suatu perjanjian tersebut antara pihak-pihak perjanjian yang lain, peraturan yang merupakan dan berhubungan tidak diterapkan. Dengan kata lain, ketentuan dari perjanjian untuk para pihak yang lain tidak dibatasi oleh adanya reservasi.

Pasal 22 tentang penarikan terhadap pensyaratan dan penarikan terhadap penolakan pensyaratan.

Article 22

Withdrawal of reservations and of objections to reservations

1. Unless the treaty otherwise provides, a reservation may be withdrawn at any time and the consent of a State which has accepted the reservation is not required for its withdrawal.

2. Unless the treaty otherwise provides, an objection to a reservation may be withdrawn at any time.

3. Unless the treaty otherwise provides, or it is otherwise agreed:

(a) the withdrawal of a reservation becomes operative in relation to another contracting State only when notice of it has been received by that State; (b) the withdrawal of an objection to a reservation becomes operative only when

notice of it has been received by the State which formulated the reservation.

Dalam pasal 22 diatas dimungkinkan terjadi penarikan reservasi dan keberatan terhadap reservasi. Suatu negara dapat menarik status reservasinya tanpa memerlukan persetujuan dari negara lain. Hal ini juga berlaku dalam hal penarikan keberatan suatu negara terhadap reservasi negara lain. Akibat dari penarikan penerimaan atau keberatan suatu reservasi menjadi berlakukan apabila pernyataan penarikan tersebut telah diterima negara yang bersangkutan.

Pasal 23 tentang prosedur pengajuan reservasi,

Article 23

Procedure regarding reservations

1. A reservation, an express acceptance of a reservation and an objection to a reservation must be formulated in writing and communicated to the contracting States and other States entitled to become parties to the treaty.

2. If formulated when signing the treaty subject to ratification, acceptance or approval, a reservation must be formally confirmed by the reserving State when

(8)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

expressing its consent to be bound by the treaty. In such a case the reservation shall be considered as having been made on the date of its confirmation.

3. An express acceptance of, or an objection to, a reservation made previously to confirmation of the reservation does not itself require confirmation.

4. The withdrawal of a reservation or of an objection to a reservation must be formulated in writing.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa reservasi dinyatakan saat penandatangan, ratifikasi, dan aksesi. Penerimaan atau keberatan terhadap suatu reservasi harus diberitahukan kepada negara yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Jika reservasi diajukan saat ratifikasi, akseptasi, atau aprobasi, reservasi tersebut harus diberitahukan/dinyatakan saat negara yang mengajukan reservasi terikat pada perjanjian. Penerimaan atau penolakan terhadap suatu reservasi tidak perlu dikonfirmasikan kepada pihak yang memerlukannya(pihak yang tidak mengajukan reservasi). Penarikan suatu reservasi atau keberatan suatu reservasi harus dinyatakan secara tertulis.

Dari ketentuan pasal-pasal diatas, reservasi memiliki akibat hukum terhadap para pihak dalam perjanjian; menurut Wallace(1985;236) reservasi mempunyai efek: membatasi bagi suatu negara yang bersangkutan dalam hubungannya dengan negara lain, dimana reservasi suatu perjanjian berlaku.dan membatasi ketentuan-ketentuan sedemikian rupa untuk pihak lain dalam hubungannya dengan penerima reservasi tersebut. misalnya, jika negara A mereservasi pasal 11 suatu konvensi dan kemudian negara B menerima reservasi tersebut, maka negara A tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara B menggunakan pasal 11 konvensi tersebut.

Dalam hal reservasi suatu perjanjian ada dua doktrin dalam memandang suatu reservasi. Pertama adalah Unamity Doctrine yang menjelaskan bahwa pengajuan reservasi oleh suatu negara harus disetujui(diterima) oleh semua negara yang lain pihak perjanjian. Sedangkan doktrin yang lain adalah Pan American Doctrine, yang memperbolehkan suatu reservasi meski ada negara yang menolak reservasi tersebut. Hal ini memang terlihat bahwa reservasi memecah suatu perjanjian.3 Negara-negara akan menyatu dalam perjanjian yang sama, tapi dengan adanya reservasi, ketentuan suatu perjanjian akan berlaku diantara pihak yang lain sedangkan ketentuan yang lain akan berlaku dipihak yang lain. Tujuan umum suatu reservasi adalah menarik sebanyak mungkin negara yang ada di dunia untuk menyepakati dan menjadi

(9)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

pihak dalam suatu perjanjian dan akhirnya akan membantu perkembangan hukum Internasional.

II.2 Reservasi Perjanjian Internasional dan Kedaulatan Negara

Kedaulatan negara atau state souvereignty memiliki tiga pengertian yaitu, Equality of

States;Territorial Integrity, dan Non-intervention4. Equality of state adalah kedudukan setara antar negara-negara di dunia. Prinsip ini penting karena sejalan dengan sifat hukum internasional yang koordinatif. Tidak ada negara yang mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada negara yang lain Territorial intergrity adalah kemampuan suatu negara untuk mempertahankan dan mngatur wilayah kekuasaan teritorialnya secara efektif. Sedangkan Non-intervention adalah tidak ada intervensi atau paksaan dari pihak-pihak asing terhadap negara tersebut dalam melaksanakan kekuasaannya.

Dalam Montevideo Convention on The Rights and Dutiesnof States tahun 1933 menegaskan bahwa, Negara selaku subjek hukum internasional empat kualifikasi, yaitu

1. memiliki penduduk tetap; 2. memiliki batas wilayah tertentu; 3. memiliki pemerintahan

4. memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan Negara lain. Dalam kapasitas dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dengan kedudukan negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional karena negara adalah subjek hukum internasional dengan kedaulatan absolut. Disini terdapat perbedaan dan pertentangan antara kepentingan nasional dan internasional. Perbedaan dan pertentangan tersebut mempengaruhi proses berlakunya suatu hukum internasional.

Secara garis besar ada dua teori dalam memahami berlakunya hukum internasional yaitu, teori voluntarisme dan teori objektivis.5 Teori voluntarisme mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah serta menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara. Sedangkan, teori objektivis menghendaki adanya suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhir kekuatan

4

http//:www.un.org/text/United Nations Convention Against Transnational Organized Crime-" Protection of Souvereignty"-2000; Article 4 United Nations Convention Against Corruption- 2003

5

(10)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

mengikat hukum internasional dan menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum. Dasar terakhir yang dimaksud adalah puncak kaidah hukum terdapat kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi. Kelsen dianggap sebagai bapak dari mazhab Wina, yang mempengaruhi teori objektivis ini.

Lebih lanjut, teori voluntarisme sejalan dengan aliran dualisme. Aliran dualisme memandang hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda. Menurut Mochtar Kusumaatmadja(2003:57), alasan yang mendasari aliran ini adalah a) Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum

internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;

b) Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara; c) Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada

realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.

d) Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.

Dari alasan-alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hirarki antara hukum internasional dan hukum nasional karena tidak ada ketergantungan diantara perangkat-perangkat hukumnya, bahkan terlepas satu sama lain.

Berbeda dengan aliran dualisme, aliran monisme didasarkan bahwa ada satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Hal ini berakibat adanya hubungan hirakis antara hukum internasional dengan hukum nasional. Dan hubungan hirarkis ini ternagi menjadi dua primat(keutamaan). Primat pertama adalah Primat hukum internasional. Primat HI ini menganggap hukum nasional bersumber dari hukum internasional. Tampaknya hal ini didukung oleh teori Hans Kelsen(stefenbautheory) sebelumnya yang menjelaskan bahwa hukum internasional bahwa adalah grundnorm dari hukum nasional.

Penerimaan hukum internasional oleh hukum nasional juga didasarkan pada asas itikad baik(Pacta Sunt Servanda). Dalam konteks hubungan internasional, negara yang telah

(11)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

membuat perjanjian dengan negara lain dianggap akan menaati ketentuan perjanjian tersebut. Asas tersebut menjelasakan bahwa tidak mungkin suatu negara akan membuat perjanjian jika tidak ingin menaati perjanjian tersebut, kecuali memang tidak ada itikad baik.

Perkembangan selanjutnya yang mendukung primat hukum internasional adalah doktrin inkorporasi yang banyak dianut negara anglo-saxon(common law) mengganggap bahwa hukum internasional adalah bagian dari hukum nasional suatu negara dan berlaku setelah penandatanganan perjanjian tersebut, kecuali deperlukan persetujuan dari lembaga legislative suatu negara.

Primat yang kedua adalah Primat hukum nasional. Primat ini berpandangan bahwa hukum internasional adalah kepanjangan dari hukum nasional untuk urusan luar negeri(bagian dari hukum tata negara). Hal ini berdasarkan fakta dalam praktek hubungan internasional yang bersifat koordinatif, yaitu tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara dan dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.6

Dalam membuat suatu perjanjian internasional, Indonesia mempunyai pedoman dalam membuat perjanjian internasional tersebut. Salah satunya adalah kepentingan nasional;

Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.7

Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa ada kemungkinan terdapat perbedaan bahkan pertentangan antara hukum internasional(perjanjian internasional). Namun tidak mungkin perbedaan dan pertentangan ini tidak dicari jalan keluarnya. Perjanjian internasional sebagai salah satu sumber hukum internasional penting bagi suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Dalam perjanjian internasional yang bersifat bilateral, kesepakatan untuk dalam menyelesaikan perbedaan untuk mencapai kepentingan nasional dapat lebih mudah tercapai. Kepentingan nasional, hak dan kewajiban yang ditimbulkan tersebut biasanya akan dijelaskan dan disepakati saat tahap penjajagan dan perundingan perjanjian.

Sedangkan dalam perjanjian internasional yang bersifat multilateral dalam membuat ketentuan yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan negara peserta dalam perjanjian

6

Ibid. hal 61

7

(12)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

tersebut sangat sulit. Hal ini sejalan dengan arti reservasi menurut peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengartikan reservasi sebagai berikut;

Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.

Kata multilateral dalam definisi tersebut merupakan hal yang logis karena berbagai perbedaan sistem hukum yang dianut negara peserta, kepentingan nasional, hak dan kewajiban yang diinginkan menyulitkan bahwa perjanjian internasional tersebut dapat merinci seluruh kepentingan yang berbeda-beda bahkan bertentangan antar negara peserta. Hal inilah yang membuat reservasi menjadi penting. Sesuai dengan tujuan reservasi yaitu menarik sebanyak mungkin negara yang ada di dunia untuk menyepakati dan menjadi pihak dalam suatu perjanjian. Dengan reservasi hal ini menjadi mungkin, karena suatu negara dapat mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan tertentu dari perjanjian dan disesuaikan dengan kondisi nasionalnya. Sifat hukum internasional yang koordinatif tidak memungkinkan suatu negara dapat dipaksa untuk menyetujui sesuatu yang tidak sesuai dengan kepentingannya.

II.3 Reservasi dalam CEDAW oleh Indonesia

Pada tanggal 24 Juli 1984, Indonesia telah meratifikasi (Convention on the Elimination of

All form of Discrimination Againts Women/CEDAW). Ratifikasi ini dalam bentuk

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of

Discrimination Against Women).Karena ratifikasi tersebut diadakan dengan undang-undang,

hal ini mengakibatkan bahwa perjanjian internasional dan segala ketentuannya yang ada di dalamnya menjadi bagian dari hukum nasional yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Indonesia.

Namun dalam ratifikasi tersebut, Indonesia mengajukan reservasi. Indonesia meminta reservasi terhadap ketentuan penyelesaian perselisihan penafsiran atau penerapan konvensi ini.

Pasal 1

Mengesahkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)

(13)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, yang salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini.8

Objek reservasi tersebut adalah pasal 29 ayat (1) CEDAW; Article 29

1. any dispute between teo or more states parties concerning the interpretation or application of the present Convention which is not settyled by negotiation shall, at the request of one of them, be submitted to arbitration. If within six months from the dat of the request for arbitration the parties are unable to agree on the organization of the arbitration, any one of those parties may refer the dispute to the International Court of Justice by request in conformity with the Statute of the Court.9

Atau ; Setiap perselisihan antara dua atau lebih negara peserta mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui perundingan, diajukan untuk arbitrasi atas permohonan salah satu diantara negara-negara tersebut. Jika dalam enam bulan sejak tanggal permohonan untuk arbitrast pihak-pihak tidak dapat bersepakat mengenai penyelenggaraan arbitrasi itu, salah satu dari pihak-pihak tersebut dapat menyerahkan perselisihan itu kepada Mahkamah Internasional melalui permohonan yang sesuai dengan Peraturan Mahkamah itu.

Indonesia berpendapat bahwa penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Internasional hanya dapat diajukan apabila pihak-pihak yang bersengketa menyepakatinya sebelumnya. Dengan kata lain, para pihak harus sepakat terlebih dulu untuk menyelesaikan sengketa melalui Mahkamah Internasional, bukan diajukan oleh salah satu pihak. Hal ini sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang menjelaskan bahwa Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa apabila para pihak(negara) sepakat untuk menyerahkan sengketa ke Mahkamah Internasional.

Efek reservasi adalah membatasi tanggung jawab suatu negara--reservasi yang sah berarti bahwa suatu negara tidak terikat dengan pasal ataupun ayat tertentu dari suatu perjanjian internasional. Dalam hal ini Indonesia tidak dapat diajukan atau mengajukan pihak lain

8

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita.

9

(14)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

kepada Mahkamah Internasional apabila terdapat perbedaan mengenai penafsiran atau penerapan CEDAW.

Reservasi ini tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan lainnya dalam CEDAW, Indonesia tetap berkewajiban untuk memberikan laporan kegiatan dan kemajuan yang dilakukan Indonesia dalam pelaksanaan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Berdasarkan pasal 18 CEDAW, negara pihak berkewajiban menyerahkan laporan mengenai langkah-langkah legislatif, yudikatif, adminsitratif atau lainnya, sebagaimana telah diadopsi oleh negara tersebut.10 Laporan tersebut diserahkan kepada Sekertaris Jenderal PBB yang kemudian Komite CEDAW yang berwenang untuk memberikan saran serta rekomendasi umum berdasarkan penelitian atas laporan dan informasi yang diterima dari negara-negara yang menjadi pihak. Di samping itu Komite juga berwenang untuk meminta laporan kepada badan khusus di bawah badan PBB, dan kemudian memberikan rekomendasi terhadap badan tersebut. Laporan ini digunakan untuk memantau perkembangan dari pelaksanaan CEDAW di negara peserta Konvensi.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Struktur masyarakat internasional yang koordinatif tidak memungkinkan suatu negara untuk memaksa negara lain untuk mematuhi suatu ketentuan internasional. Setiap negara mempunyai kedaulatan nasional, sehingga negara tersebut berhak untuk mengikatkan diri atau tidak dalam suatu perjanjian internasional tanpa ada intervensi dari negara lain. Dalam suatu perjanjian internasional ada ketentuan yang disebut reservasi atau pensyaratan.

Reservasi adalah suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun, yang dibuat oleh suatu negara, ketika menandatangani, meratifikasi, mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral, dengan maksud untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan. Reservasi memungkinkan suatu negara dapat menerapkan suatu perjanjian internasional(beserta akibat hukumnya) sesuai dengan kepentingan nasionalnya.

Dengan reservasi, diharapkan sebanyak mungkin pihak(negara) untuk terlibat dan taat terhadap perjanjian internasional tersebut, meskipun terjadi pemecahan hak dan kewajiban.

(15)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB

Karena dengan reservasi dalam satu perjanjian, hak dan kewajiban yang terjadi tidak akan sama untuk para pihak. Sehingga membantu perkembangan dan efektivitas perjanjian internasional.

Dalam konteks CEDAW, Indonesia telah mereservasi ketentuan CEDAW dalam hal persengketaan akibat. Alasan Indonesia untuk mengajukan reservasi ini berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional pasal 36 ayat (1), yang menjelaskan diperlukannya kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa di Mahkamah Internasional. Sehingga dengan reservasi ini, Indonesia tidak dapat diajukan atau mengajukan negara lain peserta konvensi kepada Mahkamah Internasional apabila ada perbedaan penafsiran dan penerapan CEDAW.

(16)

Haryo Indraqsho 0710110126 FH-UB DAFTAR PUSTAKA

Beccam M.M. Wallace, Hukum Internasional, IKIP Semarang Press : Semarang. 1985 Eddyono, Sri Wiyanti S.H. , Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun

2004 Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW; Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat; 2005, Jakarta

Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional, Alumni: Jakarta. 2003

Hartono, Sunaryati. Ratifikasi dan Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia, DIKTI Depdiknas: Jakarta 2000

Peraturan Perundangan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women

Sumber Internet http//:www.un.org

Referensi

Dokumen terkait

Saya dapat menghubungkan isi pelajaran Bahasa Indonesia dengan hal-hal yang telah saya lihat, saya lakukan atau saya pikirkan di dalam kehidupan saya.. Sedikitpun saya

(2) Perlakuan naungan sarlon dengan intensitas cahaya yang berbeda memperlihatkan pengaruh yang berbeda tidak nyata pada pertambahan tinggi, diameter batang dan

Učni načrt iz leta 2011 kot cilj poučevanja slovenščine pri književnem pouku opredeljuje razvijanje sporazumevalne zmožnosti, ki vključuje bralno, literarno, kulturno in

Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kondisi awal kreativitas anak kelompok B2 berada pada kriteria belum berkembang pada siklus I meningkat menjadi berkembang

BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN: Pada bab ini diuraikan perkembangan penggunaan uang elektronik di Provinsi Sumatera Utara serta usaha yang dapat dilakukan

Proto byl do procesu dolování asocia ních pravidel p idán parametr "CheckFreqSubSets", pomocí kterého se p epíná, jestli má být p ed samotným otestováním množiny na

Hal inilah yang mungkin terjadi pada penelitian ini, dimana seluruh subyek dengan asupan rendah namun kadar hemoglobin darah normal, sehingga tidak terdapat hubungan antara

Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan pada lesi-lesi kusta tuberkuloid lebih banyak ditemukan Thelper-1 (Th-1) yang mensekresi sitokin-sitokin tipe 1, meliputi