• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI ALI AHKAMULLOH A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI ALI AHKAMULLOH A"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

DI DAERAH PESISIR PANTAI

ALI AHKAMULLOH

A24070135

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

Ali Ahkamulloh1, Endang Murniati2 dan Memen Surahman2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB

Abstract

The aim of this research was to know the growth various accesions of physic nut in coastal area.This research was conducted from March until October 2011 at Wonokerto Kulon coastal area, Pekalongan. The evaluated accesion were derived from 14 selected parent plants originated from Central Java, South Sulawesi, West Java and West Nusa Tenggara. The accesions were selected based on provenance trials in the previous research. The seeds were germinated in the seed nursery. The seedlings were planted in to the field (8 MST). This research was arranged as a factorial experiment in a complete randomined design. The result of this research showed that Bogor 80-11-5 and IP-2P 110-1-4 are the best accesion. Bontomaramu 1-1, Medan and Pinrang. Sukabumi, Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-1-2, Aceh Besar, Bima, Bone, Dompu and Luwu Utara are not good to be planted in coastal area.

(3)

RINGKASAN

ALI AHKAMULLOH. Keragaman Pertumbuhandan Produksi Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Pesisir Pantai. Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI DAN MEMEN SURAHMAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang baik pertumbuhandan produksinya di daerah pesisir pantai, sebagai upaya pengembangan jarak pagar. Sebanyak 14 aksesi dievaluasi untuk diketahui pertumbuhannya di daerah pesisir pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Lahan penelitian berada pada satu meter di atas permukaan laut, 54 meter dari garis pantai. Lahan tersebut merupakan lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanaman melati. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2011.

Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal.Penelitian dilakukan terhadap 14 aksesi jarak pagar sebagai perlakuan, yaitu: Aceh Besar, Bengkulu 3,Bima,Bogor 80-II-5,Bone, Bontomaramu 1-I,Dompu,Gunung Tambora,IP-2P 110-I-4, Lombok 59-I-2, Luwu Utara, Medan,Pinrang, dan Sukabumi.Setiap perlakuan diulang sebanyak 3kali, sehingga percobaan ini terdiri atas 42 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas4 tanaman jarak pagar, kecuali aksesi Bone dan Luwu Utara masing-masing terdiri dari 3 tanaman/ulangan, sehingga total tanaman yang digunakan penelitian ini sebanyak 162 tanaman. Bahan tanamnya berasal dari benih (biji).

Pengamatan pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembibitan dan lapangan. Pengamatan tahap pembibitan dilakukan terhadap karakter tinggi tanaman, tinggi tajuk, jumlah daun, serta bobot kering tajuk dan akar. Pengamatan tahap lapangandilakukan terhadap karakter vegetatif dan generatif. Karakter vegetatif terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang primer. Karakter generatif terdiri atas jumlah cabang produktif, jumlah malai, waktu 50% tanaman berbunga, waktu bunga mekar pertamakali,jumlah bunga jantan dan betina/ hermaprodit, jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah, jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per bulan, dan produksi biji per tanaman. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi antar aksesi jarak pagar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi keduanya.

Hasil penapisan menunjukkan bahwa aksesi yang tergolong baikditanam di daerah pesisir pantai, yaitu Bogor 80-II-5,IP-2P 110-I-4, Bontomaramu 1-I, Medan dan Pinrang, sedangkan aksesi yang tergolong tidak baikyaitu Sukabumi, Bengkulu 3, Gunung Tambora, Lombok 59-I-2, Aceh Besar, Bima, Bone dan Luwu Utara.

(5)

KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

DI DAERAH PESISIR PANTAI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ALI AHKAMULLOH

A24070135

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul : KERAGAMAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH PESISIR PANTAI

Nama : ALI AHKAMULLOH NIM : A24070135

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Endang Murniati, MS. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr. NIP 19471006 198003 2 001 NIP 19630628 199002 1 002

Mengetahui, Ketua

Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, 25 November 1989 sebagai anak ke tujuh dari pasangan H. Ahmad Syadzirin Amin dan Hj. Mustaqimah Syadzaroh. Penulis memasuki pendidikan formal pertama pada tahun 1994 di TK Bustanul Athfal Aisyiyah Kedungwuni Pekalongan dan melanjutkan ke MI Walisongo 1 Kedungwuni Pekalongan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan studi di MTsS (Putra) Simbang Kulon Pekalongan tahun 2004 dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kedungwuni Pekalongan.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Eka Tjipta Foundation (ETF).

Selama studi di IPB, penulis pernah menjadi Ketua KKP Desa Kwigaran Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan dan sekretaris 2 Fieldtrip MK Teknik Budidaya Tanaman Angkatan 44 tahun 2009. Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) sebagai Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Litbangtan). Selama berorganisasi di Himagron, penulis pernah menjadi Ketua Seminar Kreativitas Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura IPB (Narasi AGH) 2009 dan Ketua Goes to PIMNAS XXII 2009. Penulis juga pernah berorganisasi di Ikatan Mahasiswa Pekalongan (Imapeka) sebagai staf Divisi Informasi dan Komunikasi.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas karunia dan nikmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Keragaman Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Pesisir Pantai ini dapat

diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu dan Bapak yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan mendukung penulis baik secara moral maupun finansial.

2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan proses penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, MAgr. selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

4. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.

5. Kakak-kakak penulis: Umil Jazirah Ahsa, Em Nasrullah Ahsa, Alif Ayatullah Ahsa, Ahmad Saefullah Ahsa, Ali Sabilillah Ahsa, dan Ahmad Kalamullah Ahsa atas doa dan nasihatnya.

6. Adik-adik penulis: Muhammad Dipo Alam Ahsa, Isa Abdallah Ahsa, dan Ahmad Dzilalirrahman Ahsa atas doa dan dukungannya.

7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 atas persaudaraan dan kebersamaannya.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian.

Bogor, Maret 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan... Hipotesis... TINJAUAN PUSTAKA... Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)... Syarat Tumbuh Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)... Agroekologi Daerah Pesisir Pantai... BAHAN DAN METODE...

Waktu dan Tempat... Bahan dan Alat... Metode Percobaan... Pelaksanaan Percobaan... Pengamatan... HASIL DAN PEMBAHASAN... Kondisi Umum Penelitian... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Fase

Pembibitan... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagarpada Fase

Vegetatif... Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar Fase

Generatif... Seleksi Aksesi Jarak Pagar... KESIMPULAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... vi vii viii 1 1 2 2 3 3 5 6 8 8 8 9 9 13 15 15 21 26 33 43 46 47 54

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Kode, Asal Daerah Aksesi dan Jumlah Tanaman Jarak Pagar yang Digunakandalam Penelitian... Hasil Analisis Tanah Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah... Nilai Rataan Karakter Vegetatif Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Saat 8 MST... Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadapPertumbuhan

padaFaseVegetatif...

Tinggi Tanaman Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST... Jumlah Cabang Primer Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST... Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadapPertumbuhan pada Fase Generatif...

Persentase Jumlah Tanaman Berbunga dan Berbuah, serta Waktu Berbunga dan Waktu Bunga Mekar Pertama 14Aksesi Jarak Pagar... Jumlah Bunga Betina/Hermaprodit, Jumlah Malai danJumlah Cabang Produktif 14 Aksesi Jarak Pagar... Jumlah Buah per Malai, Jumlah Buah per Tanaman danBobot Biji Kering per Tanaman 14 Aksesi Jarak Pagar... Rekapitulasi Nilai Peringkat 14Aksesi Jarak Pagar terhadap EnamKarakter Penyeleksi Jarak Pagar di Daerah Pesisir Pantai... 8 16 23 26 27 29 32 33 35 39 42 45

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Bibit Jarak Pagar pada Saat 2 MST... Buah yang Sudah Siap Panen... Pengeringan dan Pengemasan Biji Jarak Pagar... Curah Hujan Selama Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan... Penyerbukan Bunga Jarak Pagar Oleh Serangga... Gejala Serangan Hama pada Jarak Pagar... Gejala Serangan Penyakit pada Jarak Pagar... Gejala Defisiensi Hara pada Jarak Pagar di Lapangan... Perkembangan Tinggi Tanaman Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST... Perkembangan Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST... Bunga Jarak Pagar... Bunga Jarak Pagar yang Tidak Membentuk Buah... Jumlah Buah Panen per Bulan Beberapa Aksesi Jarak Pagar...

11 12 13 17 19 20 20 21 28 30 37 38 41

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesiterhadap KarakterFase Vegetatif dan Generatif... Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Tinggi TanamanSelama 16 MST... Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam PengaruhAksesi terhadap Jumlah DaunSelama 16 MST... Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesiterhadap Jumlah Cabang Primer Selama 16 MST... Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadap Jumlah Malai... Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Cabang Produktif (Hasil Transformasi Akar (x+0.5))...

Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Bunga Jantan... Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Bunga Betina/ Hermaprodit... Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Buah per Malai... Hasil Analisis Ragam Pengaruh AksesiterhadapJumlah Buah perTanaman (Hasil Transformasi Akar (x+0.5))... Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi terhadapBobot Biji Kering perTanaman (Hasil Transformasi Akar (x+0.5))... Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi terhadap Beberapa Karakter Pengamatan... Tata Letak Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah...

55 56 57 58 59 59 59 59 60 60 60 61 62

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan, dari 206,264,595 jiwa pada tahun 2000 menjadi 237,556,363 jiwa pada tahun 2010. Peningkatan tersebut berimplikasi terhadap kebutuhan sarana transportasi.Hal ini dapat menyebabkan laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri semakin besar, mengingat Indonesia masih tergantung pada minyak dan sulitnya ditemukan ladang minyak baru, sehingga persediaan minyak bumi Indonesia semakin menipis. Menurut Hambali

et al. (2007), Indonesia yang semula adalah net-exporter di bidang BBM kini

telah berubah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan bahan bakar alternatif yangstrategis sebagai sumber energi baru.

Menurut Daryanto (2010), sumber energi baru tersebut bahan bakunya harus berlimpah (tersedia secara menyebar), dapat diproduksi dan dikonsumsi secara ekonomis, bersifat ramah lingkungan (harus menghasilkan emisi serendah mungkin), tersedia secara lokal, mudah diperoleh dan dapat diperbarui. Salah satu sumber energi alternatif terbarukan adalah biodiesel yangbahan bakunya dari minyak nabati.

Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, yaitu kelapa sawit, kelapa dan jarak pagar (Hambali et al.,2006). Peluang pemanfaatan minyak jarak pagar untuk bahan baku biodiesel lebih besar, karena minyak jarak pagar bukan untuk konsumsi pangan, sehingga pemanfaatannya tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak pangan nasional (Alwi, 2006).

Diperkirakan produksi jarak pagar di Indonesia ke depan akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks berupa penurunan areal tanam dan penyusutan lahan subur akibat konversi lahan dari sektor pertanian menjadi sektor nonpertanian. Lahan penyediaan jarak pagar dalam negeri berpeluang lebih diarahkan ke lahan suboptimal, salah satunya adalah lahan daerah pesisir pantai.

(15)

2

Potensi lahan daerah pesisir pantai di Indonesia sangat tinggi, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki pantai sepanjang 81,000 km (Rahmawaty, 2006). Pengembangan jarak pagar di daerah pesisir pantai pada intinya adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak diesel bagi penduduk setempat sebagai upaya mewujudkan Desa Mandiri Energi (Hamdi, 2006). Di sisi lain juga untuk penahan erosi (Hambali et al., 2006), menyerap karbon (Agusta et al., 2011) dan menurunkan suhu permukaan bumi (minimal di areal pertanaman) serta dapat meningkatkan kadar O2 dan menurunkan CO2 di

udara sehingga bisa mengurangi efek pemanasan global(Parwata et al., 2010). Menurut Triyogo et al. (2009), lahan daerah persisir pantai memiliki kelemahan berupa kandungan hara rendah, evaporasi tinggi, serta kandungan air tanah yang rendah. Kelemahan yang lain adalah, aliran permukaan yang terlalu besar seringkali terjadi di wilayah pantai terutama pada musim penghujan sehingga dapat mengakibatkan hilangnya sebagian unsur hara yang terdapat di dalam tanah dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Menurut Satyarini (2009), lahan daerah pesisir pantai sistem irigasi belum ada, selalu bersentuhan dengan udara laut yang mengandung garam dan berangin cukup besar, sehingga dianggap tidak cocok untuk usaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan.

Upaya untuk memanfaatkan lahan daerah pesisir pantai adalah dengan menanam aksesi jarak pagar yang adaptif, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penapisan terhadap beberapa aksesi jarak pagar untuk lahan daerah pesisir pantai agar dapat diketahui aksesi terbaik yang bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi jarak pagar di daerah pesisir pantai.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat minimal satu aksesi jarak pagar yang bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah pesisir pantai.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang berasal dari Amerika Latin dan sekarang tersebar di daerah arid dan semi arid di seluruh dunia (Rachmawati, 2006). Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh Bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak pagar sebagai pagar pekarangan. Beberapa nama daerah tanaman jarak pagar antara lain: jarak kosta, jarak budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa dan Bali), kalekhe paghar (Madura), lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi), ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) (Irwanto, 2006). Jarak pagar sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Minyak jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta bahan pembuatan sabun dan kosmetik (Mulyani et al., 2006).

Tanaman jarak pagar masih satu famili dengan pohon karet dan ubi kayu, sehingga karakter biologinya tidak terlalu jauh berbeda. Batangnya berkayu silindris, jika terluka/ tergores bisa mengeluarkan getah, daunnya berupa daun tunggal, bersudut 3/5 dengan tulang daun menjari yang memiliki 5 - 7 tulang utama. Warna daun hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibandingkan bagian atasnya. Panjang tangkai daun 4 - 15 cm (Prayitno, 2007). Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 - 5 meter (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Bunga jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunganya memiliki lima kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm. Benangsarinya berwarna kuning dengan tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning (Hambali et al.,2006). Jarak pagar termasuk tanaman monoecious, yaitu alat kelamin jantan dan betina berada

(17)

4

pada satu tanaman. Pada setiap tanaman terdapat dua tipe yaitu tanaman unisexual dengan bunga jantan dan betina serta tanaman andromonoecious yang menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit sekaligus. Tanaman jarak pagar

andromonoecious mampu menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit dengan

rata-rata perbandingan 14.4 : 1. Posisi bunga hermaprodit berada di tengah-tengah atau di antara bunga jantan (Asbani dan Winarno, 2009).

Menurut Hambali et al. (2006) buah jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda, berwarna kuning kecokelatan atau cokelat kehitaman ketika masak. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Hariyadi (2005) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 - 4 bulan, sedangkan pembentukan buah pada umur 4 – 5 bulan. Bunga dan buah dapat terbentuk sepanjang tahun. Buah yang sudah dapat dipanen adalah buah yang masak dengan dicirikan kulit buah sudah berubah warna kuning, kuning kecokelatan dan mengering. Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak bersamaan sehingga sebaiknya panen dilakukan per buah. Selanjutnya Darwis (2008) menyatakan bahwa pemanenan buah jarak pagar dilakukan secara individual (dipetik satu per satu) setelah berwarna hijau kekuningan hingga kuning atau alternatifnya dipanen per tandan, tetapi setelah buah berumur 45 hari setelah antesis.

Menurut Hasnam (2006), jarak pagar dapat dimanfaatkan untuk memulihkan lahan pertanian yang sudah mengalami degradasi kesuburan akibat pertanian berpindah, pertambangan dan kerusakan-kerusakan lain sebagai akibat dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia. Pemanfaatan jarak pagar di Luxor Mesir adalah untuk penghutanan kembali gurun pasir dengan bantuan sedikit pengairan. Parwata et al. (2010) menambahkan bahwa jarak pagar berfungsi sebagai revegetasi lahan pasir pantai, dapat menurunkan suhu permukaan bumi dan dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sekaligus menurunkan kadar gas CO2, sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan global (global warming).

(18)

Syarat Tumbuh Jarak Pagar(Jatropha curcas L.)

Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Menurut Wahid (2006), ketinggian yang optimum bagi produksi buah jarak adalah di bawah 500 m dpl, lebih dari itu tanaman tidak akan berproduksi optimum. Curah hujan yang tepat untuk produksi jarak pagar di Indonesia adalah antara 500 – 1500 mm/tahun dengan hari hujan antara 100 – 120 hari/tahun. Menurut Parwata et al. (2010) tanaman jarak pagar bisa beradaptasi di daerah yang memiliki curah hujan antara 200 - 2000 mm/tahun. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar 1000 - 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering berkisar antara 4 - 8 bulan.

Penanaman jarak pagar di daerah yang bersuhu rendah (< 18oC) bisa mengakibatkan terhambat pertumbuhannya. Sementara jika ditanam di daerah yang bersuhu tinggi (> 35oC) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran, buah mengering, sehingga produksi menurun (Prayitno, 2007). Jarak pagar akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering dataran rendah yang beriklim kering dengan ketinggian 0 - 500 m dpl dan bersuhu > 20°C (Prihandana dan Hendroko, 2007).

Menurut Yani (2005) sesuai dengan sifat tanaman jarak yang dapat tumbuh di semua jenis tanah, tetapi yang baik adalah tanah ringan, lempung berpasir dengan aerasi baik, pH tanah 5.0 – 6.5 dan iklim kering. Tanaman tidak tahan terhadap air yang menggenang/ kadar air tinggi. Selanjutnya Irwanto (2006) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mudah beradaptasi pada lingkungan tumbuhnya, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur tetapi memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5. Prihandana dan Hendroko (2007) menambahkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin hara tapi berdrainase dan beraerasi baik. Produksi optimum akan diperoleh dari tanaman yang ditanam di lahan yang subur. Jenis tanah yang baik bagi tanaman jarak pagar dalah yang mengandung pasir 60 - 90% dan pH tanah 5.5 - 6.5.

Bibit jarak yang berasal dari biji mungkin akan lebih baik, karena akan berakar lebih dalam daripada bibit dari stek, sehingga tidak rentan terhadap kekeringan (Rivaie et al., 2006). Tanaman jarak pagar yang berasal dari biji memiliki jumlah cabang dan jumlah buah tanaman lebih banyak dibandingyang berasal dari stek(Cholid et al., 2006).

(19)

6

Menurut Kemala dan Tirtosuprobo (2006), secara ekologis jarak pagar prospektif dikembangkan di Indonesia. Jarak pagar termasuk tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Struktur perakaran jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah, sehingga berfungsi sebagai penahan erosi. Hamdi (2006) menyatakan bahwa jarak pagar merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan, sehingga tahan hidup di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman ini banyak ditemukan di Afrika Selatan, Afrika Tengah, India Selatan dan Asia Tenggara.

Agroekologi Daerah Pesisir Pantai

Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah (Balitbangtan, 1999).

Daerah adalah kawasan tertentu yang antara bagian – bagiannya terdapat hubungan tertentu, sedangkan pesisir adalah daratan di tepi laut, yang meliputi pantai dan daratan di dekatnya masih terpengaruh oleh aktivitas laut, dan ditegaskan lebih lanjut bahwa pesisir adalah tanah datar berpasir di pantai (di tepi laut). Daerah pesisir dapat dikatakan sebagai kawasan dataran di tepi laut yang terpengaruh aktivitas laut berupa tanah datar berpasir (Depdikbud, 2008).

Lahan pesisir mempunyai sifat kemarginalan dalam tekstur tanah, kemampuan menahan air, kandungan kimia dan bahan organik tanah. Lahan pesisir mempunyai ciri berupa kecepatan angin cukup tinggi sehingga kurang menguntungkan kehidupan tanaman (Gunardi, 2002). Sifat-sifat tanah pasir pantai yaitu kurang baik kemampuannya dalam mengikat boron dan air, sehingga kandungan boron tersedia di tanah pasir pantai umumnya rendah karena bahan induknya miskin boron (Syukur, 2005).

Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karakteristik lahan di wilayah tersebut adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi dan tiupan angin laut kencang (Partoyo, 2005).

(20)

Lahan pantai dicirikan oleh bahan penyusun tanah yang dominan (> 80 %) terdiri atas pasir, sehingga ketersediaan unsur hara tanaman sangat rendah terutama hara P. Tanah pasir sangat porous, sehingga penggunaan pupuk kimia akan sangat mudah tercuci dan hilang dari zona perakaran. Karakteristik lainnya adalah kapasitas pertukaran kation dan taraf kehidupan biota tanah sangat rendah, temperatur permukaan dan hembusan angin tinggi yang berakibat evapotranspirasi sangat tinggi. Ada sekitar 50 tanaman indegenous yang tumbuh di lahan marginal pantai selatan, salah satu diantaranya adalah pandan (Pandanus sp.). Terdapat juga beberapa tanaman sayuran (cabe, mentimun) dan buah-buahan seperti melon (Siradz dan Kabirun, 2007). Berbagai spesies tanaman yang ada di pantai adalah pandan laut (Populneatectorius), pandan wong (Pandanus sp.), keben (Barringtonia asiatica), ketapang (Terminaliacatapa), waru laut (Hibiscustiliacerus), borogondolo (Heramdiapeltata), nyamplung (Calophylluminophylum) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) (Mile, 2007).

Karakteristiklahan pantai antara lain adalah salinitas, evaporasi dan aliran permukaan yang terlalu tinggi, serta kandungan air tanah dan unsur hara yang rendah (Triyogo et al., 2009). Lahan pesisir pantai pada dekade yang lalu belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, karena sifat lahan yang sebagian besar terdiri atas pasir, selalu bersentuhan dengan udara laut yang mengandung garam dan berangin cukup besar, sehingga dianggap tidak cocok untuk usaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan. Namun, pada dekade akhir ini lahan pantai sudah mulai dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan (Satyarini, 2009). Penanaman jagung telah dilakukan di sekitar Pantai Bugel Kulonprogo meskipun produktivitasnya rendah (Syukur, 2005).

Berdasarkan penelitian Parwata et al. (2010) menyimpulkan bahwa Genotipe IP-1A, IP-2M, Gundul dan IP-1M merupakan genotipe yang tahan, sedangkan genotipe Unggul Lokal (NTB), Daun Kuning, IP-2A dan IP-2P merupakan genotipe yang tidak tahan terhadap cekaman kekeringan di lahan pasir pantai. Interval penyiraman sehari dan tiga hari sekali merupakan interval penyiraman yang optimal, sedangkan interval penyiraman sembilan hari sekali merupakan interval penyiraman yang menyebabkan adanya cekaman terhadap tanaman jarak pagar di lahan pasir pantai.

(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari Maret sampai denganOktober 2011, bertempat di Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Lahan penelitian merupakan lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanaman melati, berada satu meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah pasir dan berjarak ± 54 m dari garis pantai.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 aksesi jarak pagar hasil eksplorasi oleh Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC) IPB, seperti yang terlihat pada Tabel 1.Pupuk yang digunakan adalah SP-36, KCl, dan Urea dengan dosis masing-masing sebanyak 50, 10, 20 gram/tanaman. Bahan lain yang digunakan yaitu Furadan 3G, Agrept 20WP, dan Roundup 486SL. Alat yang digunakan adalah polybag warna hitam dengan ukuran; diameter 25 cm dan tinggi 25 cm, alat ukur tinggi (meteran), timbangan digital, bor biopori dan alat budidaya tanaman standar.

Tabel 1. Kode, Asal Daerah Aksesi dan Jumlah Tanaman Jarak Pagar yang Digunakan dalam Penelitian

No. Kode Aksesi Asal daerah Jumlah Tanaman

1. Aceh Besar Aceh 12

2. Bengkulu 3 Bengkulu 12

3. IP-2P 110-I-4 Lampung 12

4. Bogor 80-II-5 Jawa Barat 12

5. Sukabumi Jawa Barat 12

6. Bima Nusa Tenggara Barat 12

7. Dompu Nusa Tenggara Barat 12

8. Gunung Tambora Nusa Tenggara Barat 12 9. Lombok 59-I-2 Nusa Tenggara Barat 12

10. Bone Sulawesi Selatan 9

11. Bontomaramu 1-I Sulawesi Selatan 12

12. Luwu Utara Sulawesi Selatan 9

13. Pinrang Sulawesi Selatan 12

(22)

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi jarak pagar di daerah pesisir pantai. Aksesi yang digunakan sebanyak 14 aksesi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3kali, sehingga percobaan ini terdiri dari 42 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 4 tanaman jarak pagar (kecuali aksesi Bone dan Luwu Utara sebanyak 3 tanaman/ulangan), sehingga jumlah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 162 tanaman.

Model linier dari RKLT adalah : Yij = µ + αi + βj + εij

Keterangan:

i = 1, 2, …, t

Yij = pengamatan pada perlakuan aksesi ke-i, ulangan ke-j

µ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan aksesi ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh acak pada perlakuan aksesi ke-i dan ulangan ke-j

Analisis ragam (Uji F) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan aksesi terhadap karakter yang diamati. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf α = 5%, uji statistik dilanjutkan dengan uji Duncan

Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan Pengambilan Sampel dan Analisis Tanah

Kegiatanpengambilan sampel tanah dilakukanpra dan pasca penelitian dengan menggunakan bor biopori di lahan penelitian secara komposit pada kedalaman 20, 40, dan 60 cm. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di Instalasi Laboratorium Kimia, Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Analisis kimia tanah yang dilakukan adalah Analisis Tanah Rutin berupa: persiapan contoh, tekstur 3

(23)

10

fraksi (pasir, debu dan liat), pH-H2O dan KCl 1 M, C-Organik, N-Kjeldahl,

P-tersedia (Olsen atau Bray), K-P-tersedia (morgan), P dan K-Potensial, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kation dapat tukar (K, Na, Ca, Mg-dd), dan kemasaman dapat tukar (Al dan H-dd),sedangkan Analisis Kimia Tanah Khusus berupa salinitas/ EC (DHL).

Pembibitan

Pembibitan diawali denganseleksi terhadap bahan tanam berupa benih (biji) 14 aksesi jarak pagar. Benih yang telah diseleksi disemaikan pada media persemaian polybag berwarna hitam yang terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang siap pakai dengan perbandingan 1:1 (v/v) (Hariyadi, 2005; Misnen, 2010). Setiap 5 kg pupuk kandang yang digunakan mengandung N total: 1.47%, P2O5: 0.26%, K2O: 0.78%, Bahan Organik (BO): 24.59%, C-Organik: 14.20%,

pH: 7.10, Rasio C/N: 15.3, dan Kadar Air (KA): 14.6%.

Penanaman benih dilakukan dengan posisi mikropil benih menghadap ke bawah pada kedalaman ±2 cm (Santoso dan Purwoko, 2008). Setiap polybag ditanami satu benih pada bagian tengahnya. Pembibitan ini berada di lahan terbuka sehingga terhindar dari naungan.

Menurut Izzah dan Heryana (2006), keunggulan pembibitan dalam

polybag antara lain: tanaman seragam, kematian tanaman di lapangandapat

diperkecil, perawatan lebih mudah dibandingkan dengan bibit yang langsung ditanam di lapangan,pertumbuhan awal lebih cepat, tahan terhadap panas matahari langsung dan perakaran sudah mapansehingga tahan terhadap angin.

Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman setiap hari dua kali (pagi dan sore hari, jika hari tidak hujan), pengendalian gulma secara manual 2 minggu sekali agar perakaran dan pertumbuhan bibit tidak terganggu, dan penjarangan jarak antar polybag. Menurut Darwis (2008), penyiraman pembibitan pada polybag perlu dilakukan setiap hari dan membersihkan rumput-rumput yang berada dalam polybag dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian hama dilakukan secara manual, karena kondisi serangan masih tergolong rendah. Pengendalian penyakit dilakukan secara kimiawi, karena kondisi serangan cukup tinggi dengan melakukan penyemprotan Agrept 2 g/l pada

(24)

tanaman yang terserang penyakit bercak daun. Pembibitan ini dilakukan selama ±2 bulan. Gambar 1 menunjukkan bibit jarak pagar pada saat 2 MST.

Gambar 1. Bibit Jarak Pagar pada Saat 2 MST.

Pengolahan Tanah serta Pembuatan Jarak dan Lubang Tanam

Pengolahan tanahadalah salah satu teknik budidaya yang sangat diperlukan dalam persiapan media tumbuh tanaman, agardapat berkembang dengan baik (Pranowo et al., 2006). Sebelum pengolahan tanah, terlebih dahulu tanah dibersihan dari semak belukar dan dilakukan pendongkelan beberapa tanaman melati yang masih tersisa,selanjutnya dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti: cangkul, parang, dan garpu pendongkel,Selanjutnya dilakukan pembuatan jarak tanam dan lubang tanam 30 x 30 x 25 cm.Jarak tanam dalam barisan 2 m dan antar aksesi 1 m.

Penanaman di Lapangan

Bibit jarak pagar yang berumur ± 2 bulan sudah siap ditanam di lapangan. Penanaman di lapangan dilakukan pada tanggal 28 Mei 2011. Masing-masing aksesi ditanam sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Tanah di sekitar batang tanaman dipadatkan dan dibuat agak cembung pada saat penanaman, sehingga tegakan tanaman kuat.

Pemeliharaan

Kegiatan ini mencakup pemupukan, penyiraman tanaman, pembumbunan, serta pengendalian gulma, hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan dengan cara

(25)

12

memberi pupuk SP-36 dan KCl pada lubang tanam dengan dosis masing-masing sebanyak 50 dan 10 gram/tanaman pada saat jarak pagar ditanam di lapangan. Setelah tanaman berusia satu bulan di lapangan, dilakukan pemupukan Urea dengan dosis 10 gram/tanaman dan diulang lagi dengan dosis yang sama setelah dua minggu. Penyiraman dilakukan setiap minggu sekali (jika dalam seminggu tidak ada hujan).

Pembumbunan juga dilakukan agar perakarannya berkembang dengan baik (Hariyadi, 2005; Pranowo et al., 2006). Gulma yang tumbuh di lahan dibersihkan secara manual dan kimiawi. Pengendalian gulma secara manual pada kondisi persentase gulma rendah yaitu pada saat 0 - 4 MST, tetapi saat 6 MST dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida berbahan Glifosat, karena persentase gulma di lapangan agak dominan. Pengendalian gulma pada pertanaman jarak pagar dengan menggunakan herbisida glifosatlebih efektif dan efisien dibandingkan dengan penyianganmanual/mekanis, terutama pada skala luas (Effendi et al., 2006). Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara manual, karena persentase serangan sangat rendah.

Pemanenan

Kegiatan ini dimulai pada tanggal 12 Agustus 2011 - 28 Oktober 2011. Menurut Hariyadi (2005), kriteria buah yang dipanen adalah buah yang sudah berwarna kuning, cokelat dan sampai hitam seperti yang terlihat pada Gambar 2. Herman et al. (2006) menambahkan bahwa buah yang masak akan memiliki rendemen minyak yang lebih tinggi. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah yang masak secara langsung dari malainya. Buah tidak masak secara bersamaan dalam satu malainya, sehingga pemanenan dilakukan per buah.

(26)

Pengeringan dan Pengemasan Biji

Buah yang dipanen ditimbang untuk diketahui bobotnya lalu diekstraksi, benihnya dikeringanginkan di tempat teduh (Gambar 3a) selama ± 3–4 hari (Kadar Air biji ± 7 %) (Hasnam, 2006), kemudian benih dikemas dalam kantong plastik yang berklip/ tertutup (sealed) (Gambar 3b) pada kondisi suhu kamar ± 27 - 30 ºC.

Keterangan: a. Pengeringan

b. Pengemasan.

Gambar 3. Pengeringan dan Pengemasan Biji Jarak Pagar

Pengamatan

Tanaman jarak pagardiamati setiap dua minggu sekali terhadapkarakter pertumbuhan vegetatif dangeneratif. Pertumbuhan vegetatif diamati melalui dua tahap, yaitu pengamatan pada akhir pembibitan dan di lapangan. Pertumbuhan generatif diamati saat tanaman berada di lapangan.

Pengamatan dilakukan pada beberapa parameter, diantaranya adalah:

a. Pengamatan pada akhir pembibitan (secara destruktif)

1. Tinggi bibit (cm); pengamatan dilakukan pada 6 bibit contoh dengan mengukur bibit dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Jumlah daun; menghitung jumlah daun pada 6 bibit contoh.

3. Panjang akar (cm); mengukur panjang akar primer terpanjang dari pangkal sampai ujung akar pada 6 bibit contoh yang dibongkar dari media tanam. 4. Tinggi tajuk (cm); mengukur dari pangkal batang sampai ujung batang pada 6

bibit contoh yang dibongkar dari media tanam.

5. Bobot kering akar (g); dilakukan dengan cara menimbang akar yang telah dioven pada suhu 60°C selama empat hari.

(27)

14

6. Bobot kering tajuk (g); dilakukan dengan cara menimbang tajuk yang telah dioven pada suhu 60°C selama empat hari.

b. Pengamatan di lapangan Pengamatan Fase Vegetatif

1. Tinggi tanaman (cm); diukur pada batang utama mulai dari permukaan tanah sampai ujung tanaman setiap dua minggu.

2. Jumlah daun; dengan menghitung jumlah daun pada tanaman setiap dua minggu.

3. Jumlah cabang primer; menghitung cabang primer tanaman setiap dua minggu sekali

Pengamatan Fase Generatif

1. Jumlah cabang produktif; menghitung cabang produktif pada akhir penelitian. 2. Jumlah malai per cabang; menghitung jumlah malai pada setiap tanaman. 3. Waktu 50% berbunga; mencatat waktu (hari) tanaman jarak pagar berbunga

50% untuk setiap aksesi.

4. Waktu bunga mekar pertama; mencatat waktu (hari) saat bunga tanaman (jantan, betina, hermaprodit) mekar pertama kali untuk setiap aksesi.

5. Jumlah bunga betina, jantan dan hermaprodit; menghitung jumlah bunga jantan, betina dan hermaprodit yang dihasilkan oleh setiap tanaman pada tiga malai yang terbentuk pertama kali.

6. Jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah; menghitung jumlah tanaman yang berbunga dan berbuah untuk setiap aksesi.

7. Jumlah buah per malai; menghitung jumlah buah yang dihasilkan oleh setiap tanaman pada tiga malai pertama.

8. Jumlah buah per tanaman; menghitung jumlah buah yang diproduksi oleh setiap tanaman dan pengamatan ini dilakukan pada semua tanaman contoh. 9. Jumlah buah per bulan; menghitung jumlah buah yang dipanen setiap bulan

untuk setiap aksesi.

10. Produksi biji per tanaman; menimbang bobot biji kering yang diproduksi oleh setiap tanaman.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian dilaksanakan di daerah pesisir pantai Wonokerto, Kelurahan Wonokerto Kulon, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Lokasi ini berada pada ketinggian 1 m dpl.Daerah di Indonesia yang diperkirakan optimal untuk pertumbuhan dan produksi buah jarak pagar adalah daerah dengan ketinggian 0 – 500 mdpl atau dataran rendah (Wahid, 2006; Prihandana dan Hendroko, 2007).

Lahan yang digunakan untuk penanaman jarak pagar mempunyai teksturtanah pasir dengan proporsi masing-masing fraksi: pasir 86%, debu 8% dan liat 6%. Menurut Hanafiah (2007), tanah yang mengandung proporsi fraksi tanah pasir > 85% debu < 15% dan liat < 10% termasuk dalam kategori kelas tekstur tanah pasir.Mulyani et al. (2006) menyatakan bahwa jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60 – 90%).

Berdasarkan hasil analisis pH terhadap contoh tanah yang diambil dari lahan penelitian menunjukkan pH sebesar 7.1 (Tabel 2). Kandungan C-organik dan N-organik dalam tanah masing-masing sebesar 0.53% dan 0.05%.Zubaidah et

al. (2009) menyatakan bahwa nilai pH 7.09 tergolong sedang (netral), sehingga

cukup sesuai untuk pengembangan jarak pagar. Kandungan hara N-organik 0.05% tergolong sangat rendah sehingga perlu adanya input tambahan pupuk nitrogen agar tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan baik.Hasil penelitian Rachmawati (2006) menyebutkan bahwa C-organik yang rendah mengakibatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar menjadi lambat. Rasio C/N pada tanah tergolong sangat rendah. Menurut Leiwakabessy et al. (2003) tanah-tanah dengan bahan organik yang rendah stabil umumnya memiliki nilai C/N sekitar 10, sedangkan menurut Effendi (2009) kadar bahan organik dan nitrogen tergolong sangat rendah dengan rasio C/N 10 – 14.

Hara P potensial tergolong sangat tinggisebesar 87 mg P2O5,P-tersedia

(29)

16

termasuk dalam kriteria sangat tinggi, yaitu52 mg K2O per 100 g tanah dengan

K-tersedia (Morgan) sebesar257 ppm K2O. Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong

rendah (11.13 cmol(+)/kg) dengan didominasi oleh kation Mg. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), tanah-tanah yang memiliki KTK rendah biasanya berkorelasi dengan kadar Ca-dd yang rendah. Kejenuhan basa tanah tergolong sangat tinggi (> 100%) yang menunjukkan bahwa kandungan garam tanah terlarut tergolong tinggi. Effendi (2009) menyatakan bahwa kejenuhan basa yang tinggi mengindikasikan tanah tersebut masih mampu menerima dan menahan berbagai unsur hara yang bersifat kation untuk menyuplai kebutuhan tanaman. Daya hantar listrik (DHL) sebagai indikator salinitas tanah tergolong sangat rendah (tidak salin), meskipun tanah berada 54 meter dari garis pantai. Krisnawati dan Adie (2009) menyatakan bahwa tanah yang salin memiliki DHL > 4 dS/m.

Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah

Parameter Tanah Satuan Analisis Hara Kategori

Pasir % 86 Pasir Debu % 8 Liat % 6 pH (H2O) - 7.1 Sedang pH (KCl) - 5.4 -

C-organik % 0.53 Sangat rendah

N-organik % 0.05 Sangat rendah

C/N - 11 Sangat rendah

P-HCl 25% mg/100g 87 Sangat tinggi K-HCl 25% mg/100g 52 Sangat tinggi

P-Bray 1 Ppm 7.6 Sedang

K-Morgan Ppm 257 -

Ca-dd cmol(+)/kg 2.74 Rendah

Mg-dd cmol(+)/kg 9.58 Sangat tinggi

K-dd cmol(+)/kg 0.5 Sedang

Na-dd cmol(+)/kg 1.81 Sangat tinggi

KTK cmol(+)/kg 11.13 Rendah

KTKefektif cmol(+)/kg - -

KB % >100 Sangat tinggi

Al-dd cmol(+)/kg 0.00 Rendah

H-dd cmol(+)/kg 0.02 Rendah

(30)

Data curah hujan selama penelitian terdiri atas data curah hujan selama pembibitan di Kedungwuni (Maret - Mei 2011) dan di lapangan/ Wonokerto (Mei - Oktober 2011) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, lokasi penelitian lebih banyak mengalami bulan basah (111 - 524 mm) dengan jumlah curah hujan selama penelitian sebesar 1,263 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 42 hari. Selama pembibitan terjadi bulan basah dengan kisaran curah hujan (111 – 524 mm). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April saat pembibitan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus.Menurut Parwata et al. (2010) tanaman jarak pagar bisa beradaptasi di daerah yang memiliki curah hujan antara 200 - 2000 mm/tahun. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar 1000 - 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering berkisar antara 4 - 8 bulan.

Sumber: Dinas Pengairan Pertambangan Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Pekalongan, 2011. Gambar 4. Curah Hujan Selama Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kecamatan

Wonokerto Kabupaten Pekalongan

Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar, daerah pesisir pantai Wonokerto termasuk dalam kriteria yang sesuai, karena berada pada ketinggian 1 mdpl, pH tanah bersifat netral dan tanah

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Curah Hujan (m m ) Kedungwuni (Pembibitan) Wonokerto (Lapangan)

(31)

18

bertekstur pasir sehingga aerasi dan drainasenya baik, meskipun beberapa unsur hara tanah kandungannya masih tergolong rendah. Unsur iklim yang menjadi pembatas adalah ketersediaan air pada bulan Agustus yang merupakan musim kemarau (tidak ada hujan sama sekali) dan waktu pengisianbiji jarak pagar.

Bibit yang ditanam di derah pesisir pantai berumur ± 2 bulan setelah pembibitan tanpa naungan. Berdasarkan pengamatan selama 16 MST pada karakter fase vegetatif, tinggi tanaman cenderung mengalami peningkatan pada setiap MST dan jumlah cabang primer cenderung mengalami peningkatan, tetapi jumlah daun mengalami fluktuasi. Pengamatan pada karakter fase generatif menunjukkan jumlah buah yang dipanen per bulan mengalami fluktuasi.

Aksesi jarak pagar di lapangan yang semuanya dapat berbunga adalah aksesi Aceh Besar, Bengkulu 3, Bogor 80-II-5, Bontomaramu 1-I, Gunung Tambora, IP-2P 110-I-4, Luwu Utara, Medan dan Sukabumi. Semua aksesi dapat menghasilkan bunga jantan dan betina, kecuali aksesi Lombok 59-I-2 memiliki bunga jantan dan hermaprodit. Aksesi Bontomaramu 1-I memiliki bunga jantan dan betina yang terbanyak. Misnen (2010) menyatakan bahwa perbedaan potensi produksi setiap aksesi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Berdasarkan penelitian Hartati (2007),bahwa dua faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan jarak pagar adalah faktor genetik dan kondisi lingkungan.

Penyerbukan bunga jarak pagar pada penelitian ini dibantu oleh tawon dan semut, seperti pada Gambar 5 terlihat tawon (a) dan semut (b) sedang menyerbuk bunga. Pemeliharaan lebah sebagai serangga penyerbuk di kebun jarak pagar di Majalengka, Jawa Barat, dapat meningkatkan jumlah buah per malai (Mahmud, 2006). Serangga berperan sebagai media perantara dalam proses penyerbukan (Utomo, 2008). Berdasarkan hasil penelitian di India, pada bunga jantan jarak pagar lebah, berkontribusi 34%, semut 61% dan lalat 5% dari total kedatangannya, sedangkan pada bunga betina lebah berkontribusi 28%, semut 71% dan lalat 2% dari total kedatangannya (Raju dan Ezradanam, 2002).

(32)

Keterangan: a. Tawon b. Semut.

Gambar 5. Penyerbukan Bunga Jarak Pagar Oleh Serangga

Selama penelitian berlangsung terdapat serangan hama dan penyakit pada saat di pembibitan maupun di lapangan. Hama yang menyerang pembibitan jarak pagar adalah bekicot, ulat bulu, dan ayam. Bekicot dan ayam mulai menyerang pada saat perkecambahan (1 MST), sedangkan ulat bulu mulai tampak pada saat bibit berumur 4 MST. Jarak pagar di lapang mulai menampakkan gejala serangan hama kepik (Chrysochoris javanus Westw.) saat 6 MST. Hama kepik cenderung menyerang bunga dan buah jarakpagar. Menurut Rumini dan Karnawati (2006), C. javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan, menjelang pembentukan buah dan menghisap buah, sehingga menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Gambar 6a menunjukkan gejala serangan hama Kepik ditandai dengan busa yang ditimbulkan oleh hama Kepik, akibatnya timbul bercak pada buah seperti yang terlihat pada Gambar 6b.

Gejala serangan hama kutu putih (Ferrisia virgata) mulai tampak saat 6 MST. Hama ini cenderung menyerang bagian daun, bunga dan buah,sehinggadapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas. Gambar 6c menunjukkan hama Kutu Putih yang menghasilkan cairan manis, sehingga banyak dikerumuni semut. Gejala serangan hama tungau (Tetranychus sp.) mulai tampak saat 12 MST ditandai dengan bagian daun menjadi berkerut akibat cairan daun dihisap oleh hama tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 6d. Serangan hama ini bersifat dominan hampir pada semua tanaman.

b a

(33)

20

Keterangan: a. Hama Kepik dan busa yang dihasilkan

b. Bercak buah yang ditimbulkan Hama Kepik c. Hama Kutu Putih

d. Hama Tungau.

Gambar 6. Gejala Serangan Hama pada Jarak Pagar

Penyakit yang menyerang jarak pagar di pembibitan adalah bercak daun (Gambar 7a), sedangkan yang menyerang di lapang berupa busuk fusarium (Fusarium solani). Penyakit Busuk Fusarium disebabkan oleh cendawan yang mengakibatkan batang menjadi busuk seperti yang terlihat pada Gambar 7b. Ditemui juga gejala Busuk Botrytis (Botrytis ricini) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang bagian bunga dan buah akibatnya buah menjadi busuk, seperti yang terlihat pada Gambar 7c. Pengendalian penyakit dilakukan dengan membuang organ tanaman yang terserang penyakit, agar penyakit tidak menular ke tanaman lain.

Keterangan: a. Bercak Daun

b. Busuk Fusarium c. Busuk Botrytis.

Gambar 7. Gejala Serangan Penyakit pada Jarak Pagar

Beberapa jarak pagar di lapangan menunjukkan gejala kekurangan unsur hara. Gejala defisiensi hara yang tampak pada tanaman, yaitu daun yang tua menguning dan akhirnya kering (defisiensi N), di sekitar tulang daun berwarna

b c

a

(34)

kuning (defisiensiZn), serta daun berkeriput, tepi daun gosong dan menggulung (defisiensi Mo), seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Keterangan: a. Defisiensi N b. Defisiensi Zn

c. Defisiensi Mo.

Gambar 8. Gejala Defisiensi Hara pada Jarak Pagar di Lapangan

Gulma merupakan organisme yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jarak pagar, baik di pembibitan maupun di lapangan. Gulma yang ada di pembibitan adalah meniran (Phyllanthus niruri L.) puteri malu (Mimosa pudica L.) dan nangkaan (Euphorbia hirta) sedangkan gulma dominan di lapangan berupa teki (Cyperus rotundus) rumput pait (Paspalum conjugatum Berg.) dan rumput telor belalang (Sporobolus diander (Retz.) Beauv.

Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar Pada Fase Pembibitan

Pembibitan diartikan sebagai usaha mempersiapkan bahan tanaman berupa bibit yaitu tanaman muda melalui penanaman biji (benih) maupun bagian vegetatif tanaman (Santoso dan Purwoko, 2008). Pembibitan dilakukan sebagai pertumbuhan awal sebelum ditanam di lapangan, agar akar tanaman dapat berkembang dengan baik, sehingga kematian tanaman di lapangan dapat dikurangi.

Fase pembibitan pada bulan pertama pembibitan yaitu April 2011 terjadi hujan hampir setiap hari, sehingga tidak dilakukan penyiraman tanaman. Bulan kedua pembibitan yaitu Mei 2011, jumlah hari hujan berkurang, sehingga dilakukan penyiraman tanaman pada saat hari tidak hujan.

b c

(35)

22

Secara umum pada hari ke 7 - 11 setelah biji ditanam (penyemaian), kecambah mulai terlihat di permukaan tanah. Hari ke 14 - 16 hari sejak biji ditanam, kotiledon telah mekar sempurna. Munculnya kecambah di permukaan tanah dan sempurnanya kemekaran kotiledon pada beberapa tanaman tidak terjadi secara bersamaan. Menurut Misnen (2010), pertumbuhan bibit jarak pagar antar aksesi dan dalam aksesi tidak seragam, meskipun penanamannya dilakukan pada waktu yang sama.

Pengamatan dilakukan pada akhir pembibitan terhadap karakter-karakter berupa tinggi bibit, jumlah daun, tinggi tajuk, panjang akar, bobot basah tajuk dan akar, serta bobot kering tajuk dan akar. Aksesi Medan, Pinrang dan Luwu Utara tidak dilakukan pengamatan, karena bibit yang digunakan untuk pengamatan destruktif tidak tersedia.

Tinggi Bibit dan Jumlah Daun

Terdapat perbedaan tinggi bibit antar aksesi dengan kisaran 31 - 59 cm. Menurut Santoso dan Purwoko (2008), perbedaan tinggi semai disebabkan adanya perbedaan dalam kecepatan berkecambah atau muncul semai di permukaan tanah. Semakin lambat kecepatan muncul kecambah di permukaan tanah menyebabkan tinggi bibit semakin rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, aksesi yang memiliki rata-rata tinggi bibit terbesar adalah Dompu (59.2 cm), kemudian aksesi Bogor 80-II-5 (57 cm), sedangkan yang terkecil adalah IP-2P 110-I-4 (31.4 cm). Hal ini menunjukkan bahwa aksesi Dompu dan Bogor 80-II-5 memiliki daya berkecambah yang lebih cepat dibandingkan dengan aksesi yang lain, sedangkan aksesi IP-2P 110-I-4 memiliki daya berkecambah paling lambat dibandingkan dengan aksesi lainnya. Jumlah daun aksesi Aceh Besar dan Dompu pada pembibitan ini masing-masing sebesar 45 cm dan 59.2 cm saat 2 BST, sedangkan hasil penelitian Misnen (2010) menyatakan bahwa rata-rata tinggi bibit jarak pagar aksesi Aceh Besar dan Dompu saat 3 BST adalah 42cm dan 30 cm. Hal ini menunjukkan bahwa daya berkecambah pada pembibitan ini lebih cepat.

Menurut Erythrina (2007), bibit jarak pagar umur 2 bulandi polybag tingginya bisa mencapai 30-35 cm, tetapi pembibitan dalam penelitian ini nilai rata-rata tinggi tanamannya berkisar antara 31 - 60 cm. Perbedaan ini dipengaruhi

(36)

oleh kondisi pembibitan yang berbeda. Pembibitan pada penelitian Erythrina tersebut dalam kondisi ternaungi, sedangkan pembibitan pada penelitian ini kondisinya tanpa naungan.

Menurut Sukarjo (2004), daun berfungsi sebagai alat fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat. Aksesi yang memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak adalah Bontomaramu 1-I dan Bone keduanya memiliki rata-rata jumlah daun yang sama yaitu 24 (Tabel 3). Jumlah ini menunjukkan lebih besar dibandingkan hasil penelitian Sari (2008) yang menyimpulkan bahwa jarak pagar yang diberi perlakuan IBA dengan konsentrasi 100 ppm memiliki jumlah daun 16.2. Aksesi yang memiliki jumlah daun paling sedikit adalah IP-2P 110-I-4 (14.1) tidak berbeda nyata dengan jumlah daun hasil penelitian Sari tersebut. Hasil penelitian Misnen (2010) menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun aksesi Aceh Besar dan Dompu saat 3 BST masing-masing sebesar 11 dan 7daun, lebih sedikit dibandingkan dengan pembibitan pada penelitian ini.

Tabel 3. Nilai Rataan Karakter Vegetatif Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Saat 8 MST

Jenis Aksesi Bibit (cm) Tinggi Jumlah Daun Tinggi Tajuk (cm) Bobot Kering Tajuk (g) Panjang Akar Primer (cm) Bobot Kering Akar (g) Aceh Besar 45.0 21.3 49.2 41.6 23.8 1.6 Bengkulu 3 39.3 18.0 43.0 27.3 39.3 1.3 Bima 54.0 21.3 35.2 40.8 22.8 2.5 Bogor 80-II-5 57.0 22.5 63.3 53.5 21.5 3.4 Bone 53.0 24.0 52.1 38.7 27.7 4.5 Bontomaramu 1-I 53.0 24.0 52.1 42.5 27.7 4.3 Dompu 59.2 21.5 62.3 49.6 20.2 2.9 Gunung Tambora 48.3 22.1 52.8 44.6 20.6 3.7 IP-2P 110-I-4 31.4 14.1 32.2 16.4 15.0 0.8 Lombok 59-I-2 42.7 23.3 47.0 33.9 20.6 2.6 Sukabumi 50.7 20.5 59.0 29.8 27.5 1.9 Rataan 48.5 21.2 49.9 38.1 24.2 2.7

Menurut Taiz dan Zeiger (2002), semakin banyak daun maka kemampuan membentuk fotosintat akan semakin besar, sehingga pembentukan organ-organ

(37)

24

vegetatif akan lebih baik, karena daun berfungsi sebagaiorgan fotosintesis yang mengkonversi energi cahayamenjadi energi kimia. Seperti halnya yang tertera pada Tabel 3, bahwa IP-2P 110-I-4 yang memiliki rata-rata jumlah daun paling rendah juga memiliki rata-rata tinggi tanaman yang paling rendah, sedangkan pada Bontomaramu 1-I dan Bone yang memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi, rata-rata tinggi tanamannya lebih besar dibandingkan dengan Aceh Besar, Bengkulu 3, Lombok 59-I-2, Sukabumi, dan IP-2P 110-I-4 meskipun tidak melebihi Bima, Bogor 80-II-5, Gunung Tambora, dan Dompu. Hal ini sesuai dengan Supijatno dan Hariyadi (1990), yang menyatakan bahwa perbedaan varietas secara tunggal menimbulkan perbedaansecara nyata pada jumlah daun bibit kelapa mulai 1 – 5 BST.

Tinggi dan Bobot Kering Tajuk

Tinggi tajuk bibit antar aksesi jarak pagar memiliki perbedaan yang nyata dengan kisaran panjang 32–63 cm, kecuali untuk aksesi Aceh Besar, Bone, Bontomaramu 1-I dan Gunung Tambora. Aksesi yang memiliki tajuk paling tinggi adalah aksesi Bogor 80-II-5, sedangkan aksesi yang paling pendek adalah aksesi IP-2P 110-I-4 seperti yang tertera pada Tabel 3. Bobot kering (BK) tajuk aksesi Bogor 80-II-5 adalah yang terberat (53.5 g) kemudian aksesi Dompu yang bobotnya 49.6 g, sedangkan aksesi yang memiliki BK tajuk terkecil adalah IP-2P 110-I-4. Rata-rata BK tajuk pada pembibitan ini adalah 38.1 g/bibit lebih besar dibanding dengan rata-rata BK tajuk hasil penelitian Santoso et al. (2009) sebesar 5.96 g/bibit pada umur 2 BST.Menurut Sumarsono (2008), bobot kering tanaman menunjukkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Sumanto (2006) menyatakan bahwa bobot kering suatu tumbuhan dipengaruhi oleh kepadatan dan umur tumbuhan.

Tinggi tajuk berbanding lurus dengan bobot tajuk bibit jarak pagar. Semakin tinggi tajuk maka bobotnya akan semakin berat, begitu juga sebaliknya. Seperti pada aksesi Bogor 80-II-5 yang memiliki tajuk paling tinggisebesar 63.3 cm juga memiliki bobot tajuk paling berat yaitu 53.5 g, sedangkan aksesi IP-2P 110-I-4 yang memiliki tajuk paling pendek (32.2 cm) juga memiliki bobot tajuk

(38)

yang paling ringan (16.4 g). Begitu juga dengan aksesi lain yang penurunan tinggi tajuk sebanding dengan penurunan bobot tajuk, meskipun ada aksesi yang menunjukkan hasil berbeda seperti pada aksesi Sukabumi yang tinggi tajuknya 59.0 cm memiliki bobot tajuk 29.8 g, sedangkan aksesi Aceh Besar yang tinggi tajuknya 49.2 cm memiliki bobot tajuk 41.6 g. Hal ini terjadi diduga karena aksesi Aceh Besar memiliki diameter batang yang lebih besar dibandingkan aksesi Sukabumi, sehingga memiliki bobot tajuk yang lebih berat meskipun tajuknya lebih pendek.

Panjang dan Bobot Kering Akar

Panjang akar primer bibit jarak pagar berkisarantara15-39 cm. Aksesi yang memiliki panjang akar primer maksimum adalah aksesi Bengkulu 3 (39.3 cm), sedangkan aksesi yang panjang akar primernya minimumadalah aksesi IP-2P 110-I-4 (15 cm). Hasil ini berbeda dengan penelitian Santoso et al. (2009) bahwa panjang akar maksimum dan minimum yang diperoleh adalah 20.8 cm dan 16.4 cm. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan perbedaan media pembibitan yang digunakan.

Bobot kering akar tidak berbanding lurus dengan panjang akar primer. Seperti halnya pada aksesi Bengkulu 3 yang akar primernya terpanjang (39.3 cm) hanya memiliki bobot akar 1.3 g, sedangkan aksesi Gunung Tambora yang memiliki akar primer lebih pendek (20.6 g) dapat menghasilkan bobot kering akar yang lebih berat, yaitu 3.7 g. Hal ini diduga karena perbedaan respon tiap aksesi jarak pagar terhadap media yang digunakan dalam pembibitan dengan cara mengubah sifat morfologis dan fisiologisnya. Beberapa aksesi ada yang memiliki akar primer lebih panjang, tapi bobot kering akarnya ringan, begitu juga sebaliknya. Aksesi Bengkulu 3 cenderung melakukan proses pemanjangan akar, sedangkan aksesi Gunung Tambora lebih cenderung mengalami proses pembesaran akar. Hal ini juga terjadi pada aksesi Aceh Besar, Bima, Bogor 80-II-5, Lombok 59-I-2 dan Sukabumi. Bobot kering akar bibit jarak pagar berkisar antara 0.803– 4.5 g.Hasil inilebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Santoso et al. (2009) yang berkisar antara 0.58–0.88 g.

(39)

26

Keragaman Pertumbuhan Beberapa Aksesi Jarak Pagar pada Fase Vegetatif

Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan terhadap beberapa karakter berupa tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang primer jarak pagar di lapang. Waktu pengamatan dilakukan selama 16 MST. Data hasil analisis ragam untuk karakterpada fase vegetatif disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Aksesi Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan pada Fase Vegetatif

Karakter Pengelompokkan Pengaruh Pengaruh Aksesi KK (%) Tinggi Tanaman (16 MST) tn tn 13.641)

Jumlah Daun (14 MST) * tn 22.18 Jumlah Cabang Primer (16 MST) ** * 16.50

Keterangan : tn : tidak nyata, * : nyata, ** : sangat nyata, MST : minggu setelah tanam1): hasil setelah transformasi dengan akar(x+0.5).

Tinggi Tanaman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tinggi aksesi jarak pagar mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, jenis aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 0, 2, 6, 8 dan 10 MST Menurut Yahya (1987), varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kelapa. Tinggi tanaman varietas Dalam nyata lebih tinggi daripada varietas lainnya, sedangkan varietas Hibrida nyata lebih tinggi daripada varietas Genjah. Supijatno dan Hariyadi (1990) menambahkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kelapa mulai 1 bulan setelah tanam (BST) sampai dengan 5 BST.

Aksesi jarak pagar yang memiliki rataan tinggi tanaman maksimum adalah Gunung Tambora (82.1 cm) kemudian aksesi Bogor 80-II-5 (78.2 cm), sedangkan aksesiyang memiliki tinggi tanaman minimum adalah aksesi Lombok 59-I-2 (54.2 cm) kemudian aksesi Luwu Utara (59.9 cm) seperti yang ada pada Tabel 5. AksesiAceh Besar memiliki tinggi rata-rata 76.32 cm tidak berbeda nyata dengan hasil penelitian (Nisya 2010), sedangkan aksesi Lombok 59-I-2 rataan tinggi tanamannya 54.18 cmlebih kecil dibandingkan hasil penelitian (Nisya, 2010) yang

(40)

rataan tinggi tanaman aksesi Lombok sebesar 105.4 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi Lombok59-I-2 kurang toleran ditanam di daerah pesisir pantai(dengan ketinggian tempat 1 m dpl) dibandingkan dengan aksesi lainnya untuk karakter tinggi tanaman. Menurut Suud (2008) pola pertumbuhan tinggi tanaman pada seluruh Echinochloa crusgalli umumnya sama, kecuali

Echinochloa crusgalli yang berasal dari ketinggian tempat 250 m dpl memiliki

tinggi tanaman lebih rendah dan pertambahan tinggi setiap minggunya tidak signifikan dibandingkan dengan lainnya. Hal ini diduga karena Echinochloa

crusgalli yang berasal dari ketinggian tersebut lebih cenderung menggunakan

asimilat hasil fotosintesisnya untuk pembentukan anakan daripada pertumbuhan tinggi tajuknya.

Tabel 5. Tinggi Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST

Keterangan: JA: jenis aksesi AB: Aceh Besar, BK: Bengkulu 3, Bim: Bima, Bog: Bogor 80-11-5, Bon: Bone, BM: Bontomaramu 1-I, D: Dompu, GT: Gunung Tambora, IP: IP-2P 110-1-4, Lom: Lombok 59-I-2, LU: Luwu Utara, Med: Medan, Pin: Pinrang, dan SB: Sukabumi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Lanjut DMRT pada taraf 5%. 1): KK adalah hasil setelah transformasi dengan akar (x+0.5).

JA Minggu Setelah Tanam (MST)

0 2 4 6 8 10 12 14 161)

AB 50.8 b 54.5 bc 68.7 abc 75.1 abc 76.1 abc 80.1 abc 88.9 ab 95.4 a 9.8

BK 43.6 bcd 46.6 cdef 60.3 bcde 67.1cd 68.4 bcde 71.3 bcd 76.9 abc 81.0 ab 9.1

Bim 48.8 bc 53.2 bcd 65.7 abcde 72.0 abc 72.7 abcd 75.0 abcd 82.5 abc 88.8 ab 9.6

Bog 53.4ab 58.0 ab 73.0 abc 77.7 ab 78.9 ab 82.9 ab 90.0 a 93.9ab 9.8

Bon 34.8 de 41.2 bcd 58.4abcde 65.0 cde 66.3 abcd 69.0 abcd 77.5 bc 82.9 ab 9.5

BM 36.8 cde 43.1cdef 61.5bcde 68.0 bcd 69.9 bcd 73.4 abcd 79.9 abc 86.5ab 9.5

D 52.1 b 54.8 bc 65.9 abcde 71.2 bc 71.6 abcd 74.1 abcd 80.1 abc 85.5 ab 9.5

GT 64.8 a 67.9 a 77.9 a 82.0 a 83.4a 85.9 a 90.2 a 92.9 ab 9.7

IP 37.0 cde 44.6 cdef 64.7 ab 72.8 abc 73.4abc 76.7 abcd 80.3 abc 83.6 ab 9.2

Lom 32.6 de 37.6 ef 50.0 e 55.8 e 56.8 e 58.1 e 62.8 d 66.3 c 10.9

LU 25.3e 33.2 f 52.4de 60.7 de 61.0 de 65.4 de 74.6 bcd 82.0 ab 9.2

Med 40.5 cd 47.5 bcde 65.4 abcde 73.8 abc 74.9 abc 78.2 abcd 83.0 abc 87.6 ab 9.5

Pin 50.0 bc 53.7bcd 66.8 abcd 73.3abc 74.7 abc 76.7 abcd 81.8abc 85.5 ab 9.3

SB 40.4bcd 44.5 cdef 62.1 abcde 68.2 bcd 68.5 bcde 71.2 cde 74.0 cd 80.0 b 9.1

Rata

(41)

28

Seperti yang terlihat pada Gambar 9, menunjukkan perkembangan pertumbuhan tinggi beberapa aksesi jarak pagar selama 16 MST.Saat 0–4 MST pertumbuhan tinggi tanaman lebih cepat kemudian melambat kembalisetelah4 MST saat aksesi jarak pagar mengalami fase generatif (tanaman mulai berbunga mulai 4 – 9 MST). Hartati et al. (2009) menyatakan bahwa pada tanaman jarak pagar, tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah yang dihasilkan per tanaman dan hasil biji.

Gambar 9. Perkembangan Tinggi Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST

Jumlah Daun

Berdasarkan hasil analisis ragam, aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap karakter jumlah daun pada saat 0 dan 2 MST, berpengaruh nyata pada saat 8 MST, tetapi tidak berpengaruh nyata saat 4, 6, 10, 12, 14 dan 16 MST. Yahya (1987) menyatakan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa pada minggu ke-4 dan tidak berbeda nyata pada pengamatan berikutnya.

Aksesi Lombok 59-I-2 merupakan aksesi yang memiliki jumlah daun maksimum saat 14 MST senilai 157.7, sedangkan aksesi Bone memiliki jumlah daun yang minimum senilai 100.4 (Tabel 6). Perbedaan jumlah daun antar aksesi jarak pagar diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Menurut Suud

0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Tinggi Tanaman (cm)

Minggu Setelah Tanam (MST)

Aceh Besar Bengkulu 3 Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu Gunung Tambora IP-2P 110-I-4 Lombok 59-I-2 Luwu Utara Medan Pinrang Sukabumi

(42)

(2008), rata-rata jumlah daun Echinochloa crusgalliyang berasal dari ketinggian 250 m dpl lebih besar dibandingkan yang berasal dari 1 500, 1 250, 500, 0, 750, dan 1000 m dpl, karena pada ketinggian tersebut Echinochloa

crusgallimempunyai kemampuan untuk menghasilkan fotosintat yang lebih besar

daripada

Rata-rata jumlah daun aksesi yang berasal dari Medan dan Sukabumi pada saat 0 – 10 MST sebesar 102.59 dan 93.35 lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Melisa (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah daun aksesi Medan dan Sukabumi (yang ditanam di Kebun Jarak Pagar Indocement Citereup) saat 0 – 10 MST masing-masing sebesar 44.4 dan 48.9. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh jarak pagar.

Tabel 6. Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST Jenis

Aksesi

Minggu Setelah Tanam (MST)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

AB 27.2 b 58.0 bcde 122.1 ab 120.1 107.1 abc 123.7 141.8 140.0 118.9

BK 23.1 bcd 52.9 bcde 117.9 ab 112.2 104.3 abc 106.7 112.6 102.2 89.0

(43)

30

Keterangan: AB: Aceh Besar, BK: Bengkulu 3, Bim: Bima, Bog: Bogor 80-11-5, Bon: Bone, BM: Bontomaramu 1-I, D: Dompu, GT: Gunung Tambora, IP: IP-2P 110-1-4, Lom: Lombok 59-I-2, LU: Luwu Utara, Med: Medan, Pin: Pinrang, dan SB: Sukabumi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Lanjut DMRT pada taraf 5%.

Seperti yang terlihat pada Gambar 10, bahwa jumlah daun mengalami peningkatan yang signifikan pada 0-4 MST kemudian menurun lagi jumlahnya sampai 8 MST. Saat 6 MST secara umum jumlah daun mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan genangan air pada areal pertanaman jarak pagar akibat air hujan yang turun pada malam harinya. Yahya (1987) menyatakan bahwa air yang tergenang mengakibatkan kekurangan oksigen, sehingga proses pernapasan akar terganggu. Sumanto (2006) menambahkanbahwa tanaman jarak pagar tidakmenghendaki kondisi media yang tergenang.

Saat 8 MST jumlah daun juga mengalami penurunan. Hal ini diduga karena daun saat 6 MST yang layu tapi belum menguning dan menggugur, gugur pada saat 8 MST. Jumlah daun juga menurun saat 16 MST, karena pada MST tersebut masa pembuahan dan pengisian biji, sehingga pendistribusian fotosintat lebih banyak disalurkan ke biji dan daging buah. Menurut Wright(1989),hasil fotosintesis sebagai sumber karbohidrat akan ditranslokasikan ke biji sebagai sink yang paling kuat, kemudian daging buah, daun yang sedang tumbuh, akar dan organ tanaman lainnya. Gambar 10 menunjukkan perkembangan jumlah daun beberapa aksesi jarak pagar selama 16 MST.

Bog 23.1 bcd 69.0 bc 128.3 ab 113.2 115.9 abc 129.8 151.8 150.3 134.7 Bon 18.9 cd 47.2 cde 103.9 b 103.3 85.9 bc 88.7 102.7 100.4 85.7 BM 19.6 bcd 61.8 bcd 115.1 ab 104.2 94.3 abc 94.3 121.7 125.1 110.0 D 21.8 bcd 37.9 e 95.7 b 92.2 84.0 c 87.6 107.4 110.1 100.1 GT 27.1 b 62.4 bcd 126.4 ab 119.4 97.8 abc 101.8 134.2 135.1 114.9 IP 26.1 b 71.1 b 148.4 a 150.6 131.6 a 130.3 139.6 121.6 110.1 Lom 40.4 a 93.1 a 149.1 a 134.1 131.8 a 132.3 153.6 157.7 135.2 LU 16.4 d 46.6 cde 106.0 b 107.2 101.2 abc 109.7 109.3 117.8 81.3 Med 26.1 b 69.0 bc 126.6 ab 133.9 127.8 ab 132.2 127.1 118.0 102.6 Pin 24.0 bcd 64.0 bcd 133.8 ab 130.7 122.7 abc 116.4 120.0 119.2 112.0 SB 18.4 cd 52.2 bcde 128.6 ab 127.4 119.7 abc 113.8 124.6 138.9 117.6 Rata An 23.8 59.1 121.3 117.6 98.1 111.0 125.5 125.1 108.3

(44)

Gambar 10. Perkembangan Jumlah Daun Beberapa Aksesi Jarak Pagar Selama 16 MST

Jumlah Cabang Primer

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada saat 4, 8, 10 dan 16 MST dan tidak berpengaruh nyata saat 6, 12 dan 14 MST. Berdasarkan hasil Uji Lanjut DMRT taraf 5%, pada saat 16 MST aksesi yang memiliki jumlah cabang primer paling banyak adalah IP-2P 110-I-4 dengan nilai 9.56 dan yang terkecil adalah Bone dengan nilai 5.33, seperti yang terlihat pada Tabel 7.

Secara umum jumlah cabang primer semua aksesi bertambah pada setiap MST-nya, kecuali pada aksesi Bogor 80-II-5, Bone, Gunung Tambora, IP-2P 110-I-4, Luwu Utara, Medan dan Pinrang. Aksesi Bogor 80-II-5, Medan, Gunung Tambora, Luwu Utara, Pinrang dan Sukabumi jumlah cabang primer konstan mulai 14 MST s.d. 16 MST (Tabel 7).

Aksesi Gunung Tambora memiliki jumlah cabang 9 saat 16 MST, lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Misnen (2010) jumlah cabang aksesi Gunung Tambora sebanyak 8 pada saat 17 MST. Hartati et al. (2009) menyatakan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Juml ah Daun

Minggu Setelah Tanam (MST)

Aceh Besar Bengkulu 3 Bima Bogor 80-II-5 Bone Bontomaramu 1-I Dompu Gunung Tambora IP-2P 110-I-4 Lombok 59-I-2 Luwu Utara Medan Pinrang Sukabumi

Gambar

Tabel 1. Kode, Asal Daerah Aksesi dan Jumlah Tanaman Jarak Pagar yang   Digunakan dalam Penelitian
Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Wonokerto Kulon  Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah
Gambar 4. Curah Hujan Selama Penelitian di Daerah Pesisir Pantai Kecamatan  Wonokerto Kabupaten Pekalongan
Gambar 5. Penyerbukan Bunga Jarak Pagar Oleh Serangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

Bahkan dapat juga dikatakan bahwa tujuan dari si petindak atau subjek melakukan suatu tindakan (misalnya memukul, memotong, membedah) adalah untuk membuat sakit atau

ice I,II dan III.Dari penelitian didapat : Temperatur dengan suhu paling rendah yang sesuai dengan anjuran penyimpanan dingin bahan pangan buah 6,6 -10 ˚C dapat dicapai pada

Persentase jumlah ikan dengan ukuran panjang yang lebih kecil dari panjang saat pertama kali memijah ( length at first maturity ) untuk jenis ikan yang tertangkap

Nilai thitung yang diperoleh lebih besar dari nilai ttabel maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media audio visual terhadap kemampuan mendengarkan cerita

Pertalite dengan nilai oktan 90 dengan warna hijau terang, hasil yang didapatkan berupa cairan lengket menyerupai lem namun cairan tersebut tidak secair pada

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mendalami pengaruh dari setiap variabel, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Supportive Work Environment

Berdasarkan 62 responden penelitian, pada siklus menstruasi yang teratur cenderung memiliki asupan lemak dalam kategori baik yaitu 52,4% dan siklus menstruasi yang