• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 1

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kadar COHb pada Pasien Penyakit Paru di BKPM Wilayah Ambarawa

Septaviani Astika Sari*), Auly Tarmali**), Puji Pranowowati**) *)

Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **)

Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo

ABSTRACT

The habit of smoking is a major factor that accelerates the increase in COHb levels due to carbon monoxide (CO) generated from cigarette smoke can cause >50% of CO binds to hemoglobin (Hb) becomes carboksihemoglobin (COHb) so that inhibits the function of hemoglobin (Hb) to bind Oxygen. While, the normal level of carboksihemoglobin (COHb) is <1%.The purpose of this research is to know the correlation the correlation between smoking habit with carboksihemoglobin (cohb) levels in lung disease patients at BKPM region Ambarawa.

The research of design used analytic with cross sectional approach. The population in this research were all patients of pulmonary diseases in BKPM Ambarawa as many as 355 respondents with the sample as many as 78 respondents who were taken by accidental sampling. Instrument of data collection used questionnaires and Micro CO or the Analyze of Smoke Check, it was analyzed univariately and bivariately with Fisher Exact test (α =0,05).

The results of research show that most of patients have smoking habit as many as 69,2 % and almost of them have abnormal levels of COHb as many as 84,6%. The results of research with Fisher

Exact test show that there is a correlation between smoking habits (p =0,0001) with COHb levels.

Patients with abnormal levels of COHb is expected to reduce cigarette consumption because it is a high contribution against COHb levels in lung disease patients.

Keywords : Smoking Habit, COHb levels

ABSTRAK

Kebiasaan merokok adalah faktor utama yang mempercepat peningkatan kadar COHb karena karbonmonoksida (CO) yang dihasilkan dari asap rokok dapat menyebabkan >50% berikatan dengan hemoglobin (Hb) darah menjadi carboksihemoglobin (COHb) sehingga menghambat fungsi dari hemoglobin (Hb) untuk mengikat oksigen. Sedangkan untuk kadar normal carboksihemoglobin (COHb) sebesar <1%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru.

(2)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 2

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini semua pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa sebanyak 355 responden demean sampel sebanyak 78 responden yang diambil secara purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan Micro CO atau Smoke Check Analyze, dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Fisher Exact (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien mempunyai kebiasaan merokok sebesar 69,2 % dan hampir seluruh dari responden kadar COHbnya tidak normal yaitu 84,6%. Hasil uji Fisher

Exact test menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok (p=0,0001) dengan kadar

COHb pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa.

Pasien dengan kadar COHb tidak normal diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok karena kebiasaan merokok merupakan kontribusi tinggi terhadap kadar COHb padapasien, terutama pasien penyakit paru.

Kata Kunci : Kebiasaan Merokok, Kadar COHb

PENDAHULUAN

Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini.Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.1

Indonesia menempati urutan ke 5 negara pengkonsumsi rokok terbanyak dan urutan ke 3 negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Departemen Kesehatan Indonesia menyatakan sebanyak 10 % atau sekitar 200.000 jiwa dari total kematian di Indonesia disebabkan oleh rokok. Hal ini penting karena lebih dari 85% perokok di Indonesia mengkonsumsi rokok bersama anggota keluarganya di dalam rumah. Lebih dari 97 juta penduduk Indonesia terpajan asap rokok setiap harinya dan 43 juta diantaranya adalah anak-anak.2

Menurut data Departemen Kesehatan RI (2010) melaporkan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Risiko berbagai penyakit tersebut disebabkan pada setiap batang rokok yang mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker.3

Pajanan rokok yang terus menerus menyebabkan perubahan pada mukosa jalan napas pada pasien penyakit paru yang merupakan akibat langsung zat–zat yang terkandung dalam asap rokok tersebut. Perubahan pada jalan napas tersebut juga mengakibatkan perubahan secara mikroskopik yang lebih rumit karena melibatkan banyak sekali zat ataupun molekul. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui

(3)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 3

perubahan tersebut yaitu dapat mendeteksi karbon monoksida yang telah terhisap ke dalam tubuh. Kadar konsentrasi karbon monoksida yang bisa terhisap ke dalam tubuh yaitu rata-rata sebesar 100 ppm (Parts Per

Million). Rokok menghasilan karbon

monoksida yang kemudian dihisap oleh perokok paling rendah konsentrasi terendah 667 ppm dapat menyebabkan >50% karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin (Hb) darah menjadi COHb sehingga menghambat fungsi dari Hb untuk mengikat oksigen (O2) dan dapat meningkatkan kadar COHb sebesar 2-6%.1

COHb cukup stabil namun perubahan ini bisa reversibel atau dapat kembali ke keadaan awal.COHb tidaklah efektif dalam menghantarkan O2 di dalam sistem sirkulasi atau transportasi darah.Karena itu beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Akibatnya paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa Sedangkan untuk kadar normal COHb sebesar <1%.4

COHb dengan konsentrasi tinggi yang disebabkan adanya CO dalam asap rokok yang tinggi pula menyebabkan mukosa saluran pernapasannya akan memproduksi mukus dalam jumlah yang besar. Fungsi saluran pernafasan yang terganggu akibat adanya bahan kimia asap rokok sehingga silia kurang efektif dalam membersihkan mukosa saluran pernapasan dan akibatnya terjadi peningkatan sensitifitas saluran pernapasan pada perokok dapat muncul sebagai batuk, spasme laring, dan turunnya saturasi O2 dimana terjadi penurunan prosentase O2 yang

mampu dibawa oleh hemoglobin karena ikatan CO lebih kuat terhadap hemoglobin daripada O2.

5

Jika hal demikian terus-menerus terjadi dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan kerusakan kapiler darah (karena sudah terjadi obstruktif pada saluran napas) sehingga plasma darah keluar dan masuk ke paru-paru melalui kapiler yang rusak tersebut sehingga menyebabkan penurunan fungsi paru, pernapasan tertekan, hipoksia dan dispnea.

COHb dalam darah dapat diukur dalam tes nafas karbon monoksida, umumnya dengan menggunakan monitor napas karbonmonoksida (CO napas monitor), atau istilah lainnya Micro CO atau Smoke

Check.Micro CO atauSmoke Check adalah

alat diagnostik yang kuat untuk mengukur karbon monoksida alveolar dalam konsentrasi ppm dan presentase COHb. Alat ini berfungsi sebagai indikator terutama pada perokok, alat bantu klinis dalam menilai keracunan karbon monoksida dan juga sebagai motivasi dan pendidikan atau indikasi rujukan konsultasi untuk berhenti merokok. Jika terjadi keracunan karbon monoksida pada pasien, tindakan yang bisa dilakukan adalah memberikan O2 sebanyak 95% dan CO2 sebanyak 5%.6

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarikuntuk menganalisis hubungan

kebiasaan merokok dengan

kadarcarboksihemoglobin (COHb) pada pasien penyakit paru di BKPM wilayah Ambarawa. Manfaat dari penelitian ini adalah menambah wacana dan informasi ilmiah

(4)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 4

pembaca mengenai hubungan kebiasaan merokok dengan kadar COHb pada pasien.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

survey analitik dengan pendekatan cross

sectional.Populasi Terjangkau dalam

penelitian ini adalah rata-rata jumlah pasien per bulan pada bulan Januari-Meitahun 2014yang memeriksakan dirinya ke BKPM Wilayah Ambarawa yang didiagnosa mempunyai penyakit paru oleh dokter yaitu sebanyak355 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan sistem purposive yaitu pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu oleh peneliti sendiri.Kriteria penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa oleh dokter menderita penyakit TBC dan pasien yang pernah menderita TBC dan dilaksanakan di BKPM Wilayah Ambarawa pada minggu ketiga sampai minggu keempatbulan Juni 2014. Dalam penelitian ini menggunakanalat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner(berisi tentang kebiasaan merokok) dan kadar COHb serta pengukuran kadar COHb menggunakan Micro

CO atau Smoke Check Analyze dengan cara

pasien meniup pipa corong yang ada pada alat tersebut kemudian nilai kadar COHb akan terlihat pada alat tersebut. Data dianalisis menggunakan uji statistic Fisher Exact Test dengan nilai p 0,0001.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kebiasaan Merokok

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok pada Pasien Penyakit Paru di BKPM Wilayah Ambarawa

KebiasaanMerokok Frekuensi Persentase

(%)

Ya 54 69,2

Tidak 24 30,8

Total 78 100,0

Berdasarkan tabel 1 dapat di ketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai kebiasaan merokok (69,2%). Tingginya kebiasaan merokok pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa dapat dipengaruhi oleh adalah usia dan jenis kelamin. Dilihat dari variabel jenis kelamin menunjukkan bahwa hampir seluruh respondenberjenis kelamin laki-laki (85,9%). Hal ini menunjukan bahwa dimasyarakat orang laki-laki yang tidak merokok dianggap kurang jantan atau kurang berani ambil resiko, ada juga anggapan bahwa seorang anak gadis atau perempuan tidak pantas untuk merokok. Adanya anggapan-anggapan tersebut dimasyarakat akan mempermudah kesempatan merokok pada laki-laki. Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah seseorang berjenis kelamin laki-laki. Meskipun dalam data yang diperoleh ada juga responden dengan jenis kelamin perempuan yang mempunyai kebiasaan merokok.

(5)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 5

Kadar COHb pada Pasien Penyakit Paru Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kadar COHb pada Pasien Penyakit Paru

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden dengan kadar COHb tidak normal (84,6%). Responden dengan kadar COHb tidak normal frekuensinya masih tinggi di daerah penelitian ini dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor antara lain kadar CO ambient yang

dipengaruhi oleh polusi udara. Polusi udara bukan hanya dari pencemaran udara dari dalam atau luar rumah, namun polusi udara di tempat kerja seperti misalnya pekerjaan yang berkaitan dengan zat-zat kimia, yang zat tersebut akan terhirup dan akan menyebabkan kadar COHb tinggi atau tidak normal. Pekerjaan juga mempengaruhi tingginya kadar COHb, karena sebagian besar responden bekerja di bagian laminating yang terdapat banyak bahan kimia, bahan kimia yang mengandung banyak CO sehingga CO tersebut terhisap oleh pekerja sehingga CO dalam jumlah banyak bisa berikatan dengan Hb dalam darah.

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kadar Karboksihemoglobin (COHb) pada Pasien Penyakit Paru di BKPM Wilayah Ambarawa

Tabel 3.Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kadar Karboksihemoglobin (COHb) pada Pasien Penyakit Paru di BKPM Wilayah Ambarawa

KebiasaanMerokok Kategori Kadar COHb

Total

P-value Tidak Normal Normal

f % f % f %

Ya 52 96,3 2 3,7 54 100,0 0,0001

Tidak 14 58,3 10 41,7 24 100,0

Total 66 84,6 12 15,4 78 100,0

Berdasarkantabel 3. dapat diketahui bahwa kadar COHb tidak normal pada responden yang mempunyai kebiasaan merokok lebih besar yaitu sebanyak 52 responden (96,3%) daripada responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebanyak 14

responden (58,3%). Sedangkan kadar COHb normal pada responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok lebih besar yaitu sebanyak 10 responden (41,7%) daripada responden yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebanyak 2 responden (3,7%). Kadar COHb Pasien Penyakit Paru Frekuensi Persentase (%) Tidak normal 66 84,6 Normal 12 15,4 Total 78 100,0

(6)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 6

Hasil analisis data dengan menggunakan uji fisher’s exact test didapatkan nilai P-value= 0,0001. Oleh karena p-value = 0,0001< α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa.

Kebiasaan merokok dapat berhubungan dengan kadar COHb dalam darah yang tidak normal. Pada umumnya orang dengan kebiasaan merokok, akan menghisap bahan kimia sebanyak 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun antara lain karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok memiliki dampak buruk terhadap kesehatan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karboksihemoglobin.

Adanya COHb dalam darah akan menghambat disosiaso Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem enzim pernafasan sel dan mengakibatkan

hipoksia jaringan.COHb dengan konsentrasi

tinggi yang disebabkan adanya CO dalam asap rokok yang tinggi pula menyebabkan mukosa saluran pernapasannya akan memproduksi mukus dalam jumlah yang besar. Karena fungsinya yang terganggu akibat adanya bahan kimia asap rokok sehingga silia kurang efektif dalam membersihkan mukosa saluran pernapasan dan akibatnya terjadi peningkatan sensitifitas saluran pernapasan pada perokok dapat muncul sebagai batuk, spasme laring,

dan turunnya saturasi O2 (oksigen) dimana terjadi penurunan prosentase O2 (oksigen) yang mampu dibawa oleh hemoglobin karena ikatan CO lebih kuat terhadap hemoglobin daripada O2 (oksigen).

5

Berikatan pula dengan jenis kelamin, dapat diketahui dari data yang menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru. Kadar COHb tidak normal pada responden berjenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu sebanyak 62 responden (92,5%) daripada responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 4 responden (36,4%). Sedangkan kadar COHb normal pada responden yang berjenis kelamin perempuan lebih besar yaitu sebanyak 7 responden (63,6%) daripada responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 5 responden (7,5%). Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan menghembusan nafas pada pasien laki-laki lebih kuat daripada pada pasien perempuan sehingga kadar COHb yang terukur lebih tinggi.

Diperkuat pula dengan penelitian Cahaya A. , C. Rumput , Pursley D. , Krause J tahun 2007 memperoleh hasil rata-rata kadar COHb dari 33 responden yang mempunyai kebiasaan merokok adalah 5,04 % , sedangkan nilai rata-rata kadar COHb untuk 27 responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di lingkungan merokok adalah sebesar 2,49 %, itu artinya bahwa CO dalam asap rokok telah terhisap ke dalam darah si perokok aktif maupun perokok pasif.8

(7)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 7

Dari data yang di peroleh untuk jenis rokok berdasarkan bahan baku, jenis rokok berdasarkan penggunaan filter, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan cara menghisap rokok tidak berhubungan dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru. Hal tersebut terjadi karena dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Selain itu dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif.7 Pada perokok aktif yang mengkonsumsi rokok dengan jenis rokok putih dan rokok kretek perbedaannya hanya ada di dalam kandungan bahan (cengkeh) yang digunakan, sehingga kandungan cengkeh tidak menggambarkan kandungan CO dalam asap rokok. Kandungan kadar karbon monoksida pun di dalam rokok kretek lebih rendah daripada di dalam rokok putih, padahal dari data menunjukkan banyak responden yang mengkonsumsi rokok putih daripada rokok kretek.

Begitu juga dengan rokok yang dikonsumsi oleh perokok aktif berdasarkan jenis rokok filter dan non filter, untuk jenis rokok filter walaupun rokok tersebut terdapat filter (gabus) yang ada di batang rokok, filter (gabus) tersebut tidak seluruhnya menyerap CO yang dihasilkan asap rokok namun hanya sedikit menyerap CO dalam asap rokok yang kemudian diubah menjadi sejenis cairan berwarna kecokelatan yang dapat menyebabkan lidah perokok berwarna kecokelatan pula. Walaupun diberi filter, efek karsinogenik pada paru-paru tidak berguna jika ketika merokok dihirup dalam-dalam,

menghisapnya berkali-kali dan jumlah rokok yang dipergunakan bertambah banyak.

Namun dari data yang didapat jumlah rokok, lama merokok dan cara menghisap rokok tidak sepenuhnya mempengaruhi kadar COHb, hal tersebut dapat terjadi karena sebagian pasien ada juga yang merokok sebelum melakukan pemeriksaan di saat menunggu antrian panggilan periksa. Sehingga kadar COHb saat di ukur menjadi sangat tinggi. Karena CO dapat bertahan dalam darah sekitar 3-4 jam.

SIMPULAN

1. Pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa yang mempunyai kebiasaan merokok sebesar 69,2 % dan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok sebesar 30,8%.

2. Kadar COHb tidak normal pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa sebesar 84,6% dan kadar COHb normal pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa sebesar 15,4%.

3. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai p = 0,0001 (p<0,05) atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistic antara kebiasaan merokok dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru di BKPM Wilayah Ambarawa.

(8)

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KADAR COHb PADA PASIEN PENYAKIT

PARU DI BKPM WILAYAH AMBARAWA 8

SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menambah sampel penelitian dan variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kadar COHb pada pasien penyakit paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rogayah. 2012.Asap Rokok sebagai Bahan Pencemar dalam Ruangan. Jakarta

: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan

2. Hediyani, Novie DR,.2012. Berhenti Merokok.Tersedia:http://www.dokterku- online.com/index.php/article/90-berhenti-merokok

3. Depkes RI. 2010.Data& Fakta Konsumsi Rokok Di Indonesia. Tersedia :http://chornie.wordpress.com/2010/04/08/

data-fakta-konsumsi-rokok-di-indonesia/depkesRI

4. Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Di

Indonesia. Cetakan I. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia

5. Allman, Keith dan Wilson. 2011. “Oxford Handbook of Anaesthesia”.Oxford University Press. Tersedia :http://books.google.co.id/books/about/Ox ford_Handbook_of_Anaesthesia.html?id= ktq7nQEACAAJ&redir_esc=y.

6. Harington, J.M dan F.S. Gill. 2005. Buku

Saku Kerja Edisi 3 diterjemahkan dari Pocket Consultant Occupational Health,

3/E 1992.Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

7. Sitepoe, M. 1997. Usaha Mencegah

Bahaya Merokok.Cetakan I.Jakarta : PT

Gramedia Widiasarana Indonesia

8. Light A., Grass C., Pursley D., Krause J. 2007. Respir Care. 52(11): 1576

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 120 data mengandung gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut terbagi dalam 10 kategori yaitu gaya bahasa hiperbol, personifikasi, ironi,

Berdasarkan data yang dikumpulkan untuk menjawab tujuan penelitian kedua dalam penelitian ini yakni menjelaskan komitmen pelaku pelayanan dalam mengimplementasikan SOP

F1 pembentukan kerajaan persekutuan F2 Yang Dipertuan Agong sebagai ketua negara F3 mengamal institusi raja berpelembagaan F4 mengamal sistem demokrasi berparlimen F5

Sehingga dapat disimpulkan hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan pihak observer pada pertemuan ketiga yaitu pembelajaran sudah berjalan dengan baik dibanding

Bahwa sanksi harta buang termasuk dalam norma larangan dan norma gabungan versi Coleman, maka sanksi harta buang ini tidak sekedar berupaya membatasi dan melarang perceraian dalam

Dosen memberikan TR dengan meminta mahasiswa menyusun daftar kosa kata baru, dan menuliskannya ke dalam sebuah buku catata sehingga pada akhir perkuliahan mereka memiliki kamus

Berdasarkan pada hasil uraian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (a) Jumlah penerimaan usahatani singkong yang dihasilkan kelompok wanita