• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Yan Dwi Hartati NIM X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Yan Dwi Hartati NIM X"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KALIMAT

BAHASA INDONESIA MELALUI MEDIA GAMBAR

PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IV

SLB-C BAGASKARA SRAGEN

TAHUN AJARAN 2008 / 2009

Oleh : Yan Dwi Hartati

NIM X5107702

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

(2)

PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IV

SLB-C BAGASKARA SRAGEN

TAHUN AJARAN 2008 / 2009

Oleh : Yan Dwi Hartati

NIM X5107702

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Hermawan, M.Si Drs. R. Djatun, M.Pd

(4)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 4 Agustus 2009

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs.A. Salim Choiri, M.Kes ... Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag ... Anggota I : Drs. Hermawan, M.Si ... Anggota II : Drs. R. Djatun, M.Pd ...

Disyahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

(5)

v

ABSTRAK

Yan Dwi Hartati 2009, PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KALIMAT BAHASA INDONESIA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IV SLB-C BAGASKARA SRAGEN TAHUN AJARAN 2008 / 2009.

Skripsi, Surakarta; Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juli 2009

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia melalui media gambar pada anak tunagrahita ringan kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen tahun ajaran 2008/2009.

Subyek penelitian ini adalah Anak Tunagrahita Kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen Tahun Ajaran 2008/2009 yang berjumlah 5 anak.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes dan dokumen. Data dianalisis dengan menggunakan analisis kritis dan deskriptif komparatif. Hasil yang diperoleh dengan penggunaan media gambar pada refleksi siklus I diperoleh nilai rata-rata 6 dan pada siklus ke II diperoleh nilai rata-rata 7 dan meningkatnya keaktifan serta tingkat kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia anak tuna grahita kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen tahun ajaran 2008/2009.

(6)

Ketahuilah bahwa setelah kesulitan itu akan ada kemudahan dan

setelah kesulitan itu akan ada jalan keluar (penulis).

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk

1. Ayah dan Ibunda tercinta yang telah mengasuh dan mendidikku

2. Suami dan anak-anakku tercinta yang telah mendoakanku dan memberikan dukungan serta motivasi.

3. Almamater

(8)

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA. Dengan kemurahanNya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia Melalui Media Gambar Pada Anak Tuna Grahita Ringan Kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen Tahun Ajaran 2008/2009”.

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari pihak-pihak yang lain, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian ijin penyusunan skripsi.

3. Drs. Salim Choiri, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa jurusan Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian ijin penyusunan skripsi. 4. Drs. Hermawan, M.Si, selaku pembimbing I atas bimbingan dan dukungannya

dari awal sampai akhir penyusunan skripsi.

5. Drs. R. Djatun, M.Pd, selaku pembimbing II atas bimbingan dan dukungannya dari awal sampai akhir penyusunan skripsi.

6. Para Dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa yang telah banyak memberikan pengetahuan selama mengikuti pendidikan serta seluruh staff/karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan demi keberhasilan penulis.

(9)

ix

7. Zain Siyamto, S.Pd, selaku kepala SLB-C Bagaskara Sragen yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SLB Bagaskara Sragen.

8. Rekan-rekan guru SLB-C Bagaskara Sragen yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

9. Keluarga, suami dan anak-anakku tercinta, yang memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

10. Rekan-rekan mahasiswa yang banyak meluangkan waktunya untuk kerja kelompok dalam penyelesaian tugas-tugas perkuliahaan.

11. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal kebaikan mereka mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis sendiri, dunia pendidikan pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, ………2009

(10)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS TINDAKAN ... 7

A. Kajian Pustaka ... 7

1. Tinjauan Anak Tuna Grahita ... 7

a. Pengertian Anak Tuna Grahita ... 7

b. Karakteristik Anak Tuna Grahita ... 8

c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita ... 10

d. Faktor Penyebab Anak Tuna Grahita ... 14

2. Tinjauan Kalimat Bahasa Indonesia ... 17

(11)

xi

c. Ciri – Ciri Unsur Kalimat Bahasa Indonesia ... 18

d. Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia ... 20

3. Tinjauan Media Gambar ... 21

a. Pengertian Media Gambar ... 21

b. Manfaat Media Gambar ... 21

c. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar ... 22

B. Kerangka Pikir ... 23

C. Hipotesis Tindakan ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Setting Penelitian ... 27

B. Subyek Penelitian ... 28

C. Data dan Sumber Data ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Validitas Data ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 30

G. Indikator Kinerja ... 31

H. Prosedur Penilaian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Deskripsi Kondisi Awal ... 34

B. Deskripsi Hasil Siklus I ... 35

C. Diskripsi Hasil Siklus II ... 39

D. Pembahasan ... 42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

Halaman Tabel 1 : Urutan Pelaksanaan Kegiatan Dalam Penelitan ... 27 Tabel 2 : Nilai Awal Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia .... 35 Tabel 3 : Data Hasil Pengamatan Siklus I ... 37 Tabel 4 : Data Tes Hasil Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa

Indonesia Siklus I ... 38 Tabel 5 : Hasil Pengamatan Siklus II ... 41 Tabel 6 : Nilai Hasil Tes Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa

Indonesia Siklus II ... 41 Tabel 7 : Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan Sklus I dan Siklus II ... 44 Tabel 8 : Rekapitulasi Nilai Awal, Siklus I, Siklus II ... 44

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Grafik 1 : Nilai Awal Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia ... 35 Grafik 2 : Nilai Hasil Tes Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa

Indonesia Siklus I ... 38 Grafik 3 : Nilai Hasil Tes Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa

Indonesia Siklus II ... 41 Grafik 4 : Rekapitulasi Nilai Awal, Siklus I, Siklus II ... 45

(14)

Halaman

1. Foto – foto kegiatan dalam Proses Pembelajaran ... 48

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 50

3. Lembar Pengamatan Keaktifan Proses Pembelajaran ... 56

4. Lembar pengamatan kreatifitas anak dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia ... 57

5. Lembar Pengamatan daya serap siswa ... 58

6. Soal Tes Siklus I ... 59

7. Soal Tes Siklus II ... 60

8. Contoh gambar yang di pakai dalam proses pembelajaran ... 61

9. Surat ijin penelitian dari fakultas ... 63

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perhatian pemerintah terhadap pendidikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan upaya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kurikulum pendidikan, maupun upaya pembinaan tenaga kependidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu usaha yang strategis dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional, tidak terkecuali bagi anak luar biasa berupa pendidikan khusus, sebagaimana ditegaskan dalam undang-undang No. 2/1989, tentang sistem pendidikan nasional, menegaskan bahwa “Pendidikan Luar Biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan” (Penjelasan Ps. 8 : 1)

Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, menegaskan bahwa “Pendidikan Luar Biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental”.

Tujuan dari pendidikan luar biasa, tersebut membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. (Pasal 2).

Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan disemua jenis dan jenjang pendidikan yang selenggarakan oleh pemerintah terus dikembangkan secara merata diseluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat serta bertempat tinggal di daerah terpencil. “Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa perlu mendapat perhatian lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya”. (GBHN, 1993).

(16)

Sedangkan menurut UU. RI No. 4/1950 Jo. No. 12 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajar di sekolah.

1. Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus terhadap mereka yang membutuhkannya.(Bab V Pasal 6.,2)

2. Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran pada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka memiliki kehidupannya lahir dan batin yang layak.

Menurut UU RI No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. (Pasal 5)

Pendidikan luar biasa merupakan salah satu bentuk pendidikan khusus yang berupaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan terhadap anak luar biasa, seperti murid tuna grahita. Tuna grahita adalah kata lain dari retardasi mental (mental retardation). Arti harfiah dari perkataan tuna adalah merugi sedang grahita artinya pikiran seperti namanya, tuna grahita ditandai oleh ciri utamanya adalah kelemahan dalam berfikir atau bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut tunagrahita memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosial berada dibawah rata-rata.

Murid tunagrahita adalah salah satu jenis murid berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata sehingga pada umumnya mereka mengalami kekurangan dalam bidang akademik. Tunagrahita disebut juga moron atau debil, kelompok ini memiliki IQ antara 68 - 52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Wescher (QISC) memiliki IQ 69 – 55. mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.

Sistem pengajaran dan pendidikan pada anak tunagrahita mampu didik lebih bersifat individual, fleksibel dengan cara informal, bahkan yang harus diberikan harus bersifat kongkrit dan dapat menarik perhatian sehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran. Seperti pelajaran anak-anak pada umumnya, maka pembelajaran bagi anak tunagrahita pun media pembelajaran dan

(17)

3

3

alat bantu pelajaran memegang peranan penting, hal ini disebabkan anak tuna grahita kurang mampu berfikir abstrak, mereka membutuhkan hal-hal kongkrit.

Media bagi anak tuna grahita ringan sangat membantu dalam mempermudah proses belajar mengajar. Mengingat karakteristik anak tuna grahita ringan mengalami kesulitan menerima pelajaran secara abstrak, mereka membutuhkan hal-hal yang kongkrit. Agar terjadinya tanggapan tentang obyek yang dipelajari, maka dibutuhkan alat pelajaran yang memadai dalam pelajaran bahasa Indonesia dalam menyusun kalimat. Maka sangat diperlukan media pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam menerima pembelajaran. Media pembelajaran merupakan satu elemen penting yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan dan dapat lebih meningkatkan kualitas belajar siswa, kualitas mengajar guru, di samping itu dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran baik di sekolah umum maupun di SLB termasuk bagi anak-anak tuna grahita. Untuk itu sudah sewajarnya bila dalam proses pembelajaran media pembelajaran harus benar-benar direncanakan dan digunakan dengan sebaik-baiknya oleh semua guru

Maka dari itu peneliti mencoba membantu para peserta didik dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia melalui media gambar, dengan menggunakan media gambar peserta didik dapat melihat secara langsung obyek sehingga akan dapat mempermudah peserta didik menerima pelajaran. Selain itu membangkitkan semangat untuk belajar dan menghilangkan kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berbagai fariasi media gambar dapat mempermudah peserta didik menerima pelajaran terutama penyusunan kalimat bahasa Indonesia

Teknik dalam pembelajaran siswa tunagrahita harus memperhatikan karakteristik yang ada pada siswa tunagrahita. Teknik pembelajaran pada siswa tunagrahita dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Berlahan-lahan. Kalau siswa belum memahami bahan yang diajarkan, guru harus bersedia meremidinya sampai siswa memahami betul tentang materi yang diajarkan, karena daya tangkap siswa sangat lemah.

(18)

2. Dengan menggunakan media atau contoh yang kongkrit. Hal ini harus dilakukan mengingat daya abstraksi dan daya konsentrasi pada siswa tunagrahita rendah. Dengan contoh dan media pembelajaran yang kongkrit siswa akan semakin tertarik pada pembelajaran sehingga menimbulkan gairah atau minat untuk belajar. Jika siswa sudah terangsang minatnya untuk belajar maka siswa akan tahan lama dalam mengikuti pembelajaran. Jika siswa sudah tidak berminat maka pembelajarannya yang diberikan pada siswa kurang bermakna.

3. Harus banyak menggunakan latihan-latihan. Karena daya konsentrasi dan ingatan pada siswa tunagrahita yang lemah maka dalam pembelajarannya perlu mengadakan latihan-latihan sesering mungkin.

4. Banyak menggunakan metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif dan mengambil bagian dalam pembelajarannya. Jika siswa dalam proses pembelajarannya tidak aktif maka apa yang diajarkan oleh guru akan sia-sia. Maka diusahakan dalam proses pembelajaran siswa dilibatkan secara aktif agar siswa tidak mempunyai kegiatan selain dalam kegiatan belajar itu sendiri. Selain teknik di atas perlu juga di dalam pembelajaran diciptakan iklim belajar yang kondusif. Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih dan pemimpin yang dapat menciptakan belajar yang menarik, aman, nyaman dan kondusif di kelas, dapat mencairkan kebekuan, karena iklim yang tidak kondusif berdampak negatif pada :

1. Proses pembelajaran

2. Sulit tercapainya pembelajaran dan siswa merasa gelisah, bosan, resah serta jenuh. sehingga perlu diciptakan iklim yang kondusif

Iklim belajar yang kondusif dan menarik dapat : 1. Mudah tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Proses pembelajaran yang dilakukan menyenangkan bagi peserta didik

(19)

5

5

1. Memberikan pilihan bagi siswa yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.

2. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, aman, bagi perkembangan potensi siswa secara optimal penyediaan bahan yang tepat, efektif dan efisien.

3. Menciptakan kerja sama baik antara siswa dengan guru dan pengelola pembelajaran lainnya

4. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran dalam Martinis Yamin (2006 : 111).

Mengingat karakteristik yang ada pada siswa tunagrahita tersebut maka diperlukan media pembelajaran dan situasi kelas yang kondusif sehingga mampu mengajak siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Media pembelajaran kartu gambar dapat dilakukan secara berulang-ulang oleh siswa baik dalam jam pelajaran di sekolah maupun di luar jam pelajaran sekolah. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa SLB tunagrahita ringan kelas IV di SLB-C Bagaskara Sragen dalam belajar cara menyusun kalimat bahasa Indonesia masih kurang. Maka penulis mencoba memberikan pemecahan masalah dengan pembuatan media gambar dan penulisannya dalam bahasa Indonesia sebagai suatu cara untuk meningkatkan kemampuan penyusunan kalimat bahasa Indonesia secara benar.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas maka problematika penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

Apakah media gambar dapat meningkatkan kemampuan Menyusun kalimat Bahasa Indonesia pada siswa tuna grahita ringan kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen pada tahun ajaran 2008/2009?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia melalui media gambar pada anak tunagrahita ringan kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen tahun ajaran 2008/2009.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

a. Untuk meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan khususnya dalam hal media pembelajaran.

b. Untuk mengembangkan media pembelajaran khususnya pada pelajaran bahasa Indonesia.

c. Menambah kasanah manfaat media gambar pada anak tunagrahita ringan.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini merupakan usaha pengenalan lebih dekat bagi peneliti terhadap karakteristik anak tuna grahita ringan.

b. Menemukan alternatif pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen khususnya yang berkaitan dengan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia.

(21)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Anak Tuna Grahita a. Pengertian Anak Tuna Grahita

Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, feebleminded, mental subnormal, tuna grahita. Semua makna dan istilah tersebut sama, yakni menunjukkan kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental di bawah normal. Batasan tentang anak berkelainan mental subnormal atau tuna grahita para ahli dalam beberapa referensi mendefinisikan secara berbeda. Dari berbagai variasi tersebut muncul berbagai definisi tentang anak tunagrahita, tetapi secara subtansial tidak mengurangi makna pengertian anak tuna grahita itu sendiri, meskipun dalam tilikan mereka menngunakan pendekatan berbeda.

Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tuna grahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata,1979 dalam Mohammad Effendi, 1994: 88).

Pengertian tunagrahita menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) yaitu “menyatakan bahwa tuna grahita mengacu pada adanya penyimpangan fungsi intelektual umum yang nyata di bawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam perilaku adaptif dan tampak pada masa perkembangan” (Groosman et al, dalam Kirk & Gallagher,1979;p.104).

Menurut Japan League for the Mentally Retarded (1992:p.22) dalam Mulyono Abdurrachman (1994 ; 20). yang dimaksud dengan retardasi mental ialah “(1) fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes

(22)

intelegensi baku, (2) kekurangan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi pada masa perkembangan yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun”.

Hendeschee memberikan batasan bahwa anak tuna grahita adalah “anak yang tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri ditempat sederhana dalam masyarakat. Jika ia dapat hidup, hanyalah dalam keadaan yang sangat baik” (Setia Rahman 1955). Edgar Doll dalam Mohammad Effendi (1995 ; 89) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika “(1) secara social tidak cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, (4) dan kematangannya terhambat” (krik, 1970). Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa seseorang dikatakan tuna grahita menunjukan fungsi intelegensi di bawah rata-rata secara jelas disertai dengan ketidak mampuan menyesuaikan perilaku dan terjadi masa pada masa perkembangan. Anak tuna grahita atau terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan jenis keterbelakangan anak tersebut untuk mencapai perkembangan yang optimal

b. Karakteristik Anak Tuna Grahita

Ada beberapa karakteristik yang dapat kita pelajari sebagai berikut: 1. Keterbatasan intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tuna grahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.

(23)

9

9 2. Keterbatasan sosial

Disamping memiliki keterbatasan intelegensi anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tuna grahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi. cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.

3. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin yang secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu lama.

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya). Karena itu mereka membutuhkan kata-kata kongkrit dan sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang kongkrit.

Selain itu anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dengan yang salah. Ini semua karena kemampuannya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.

Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesulitan berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah

(24)

biasa maupun di sekolah khusus. Pada umur 16 tahun , baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itu pun hanya sebagian dari mereka. Sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan setinggi itu. Sebagaimana tertulis dalam The New American Webster (1956:301) bahwa : “Moron (debile) is a person whose mentality does not

develop beyond the 12 years old level”. Maksudnya, kecerdasan berpikir

seseorang tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan karakteristik anak tuna grahita a ) Anak tuna grahita kecerdasanya dibawah normal. b) Sukar berfikir abstrak c) Masih mampu mengikuti pelajaran akademik sederhana. d) Ketergantungan terhadap orang tua, e) kurang mampu mempertimbangkan sesuatu.

c. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan ( 1 ) medis / biologis, (2) sosial psikologis, dan (3). Klasifikasi untuk keperluan pembelajaran.

1. Klasifikasi medis biologis

Menurut pandangan medis tunagrahita dipandang sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit atau kondisi biologis yang tidak sempurna . Sifat dari suatu klasifikasi medis didasarkan pada faktor penyebabnya atau faktor ethiologis. Grossman ( 1973 ) dalam Mulyono Abdurrachman (1994 ; 24). Menyusun daftar katagori etheologis penyakit sebagai berikut:

(1) Akibat infeksi dan / atau intoxikasi

(2) Akibat ruda paksa dan / atau sebab fisik lain

(3) Akibat ganguan metabolesma, pertumbuhan atau gizi ( nutrition ), (4) Akibat penyakit otak yang nyata ( kondisi postnatal ),

(5) Akibat penyakit / pengaruh prenatal yang tidak diketahui, (6) Akibat kelainan kromosomal,

(7) Gangguan waktu kehamilan ( gistationnal disorders ), (8) Ganguan paska –psikiatrik ( post-psyciatrikdisorders ), (9) Pengaruh – pengaruh lingkungan, dan

(25)

11

11

Klasifikasi tersebut juga digunakan oleh para psikiater di Indonesia seperti tampak pada penggolongan diaknosis gangguan juwa di Indonesia ke 1, tahun 1973 yang dikutip oleh Roan ( 1979;P.11 dalam Mulyono Abdurrachman, 1994 ; 25) berikut ini:

Retardasi Mental

310 Retardasi mental taraf pembatasan ( IQ;68-85 ); 311 Retardasi mental ringan ( IQ; 52-67 );

312 Retardasi mental sedang ( IQ; 36-51 ) 313 Retardasi mental berat ( IQ; 20-35 )

314 Retardasi mental sangat berat ( IQ; kurang dari 20 );dan 315 Retardasi mental tak tergolongkan

Kode tambahan angka ke empat digunakan untuk katagari 310-315 yaitu ; (0) Akibat infeksi dan / atau intoxikasi

(1) Akibat ruda paksa dan / atau sebab fisik lain

(2) Akibat ganguan metabolesma, pertumbuahan atau gizi (nutrition), (3) Akibat penyakit otak yang nyata (kondisi postnatal),

(4) Akibat penyakit / pengaruh prenatal yang tidak diketahui, (5) Akibat kelainan kromosomal,

(6) Akibat prematuritas

(7) Akibat gangguan jiwa berat

(8) Akibat deprivasi psikososial (lingkungan )

2. Klasifikasi Sosial-psikologis

Klasifikasi sosial psikologis menggunakan dua kriteria, yaitu kriteria psikometrik dan kriteria perilaku adaptif.

Untuk dapat diklasifikasikan sebagai retardasi mental seorang individu harus memperlihatkan adanya penyimpangan – penyimpangan baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang terukur. Menurut Grossman seperti dikutip oleh Kirk dan Gallaghaer ( 1979; P.109 ) ada empat taraf retardasi mental meenurut skala intelegensi Wechsler (dalam Mulyono Abdurrachman, 1994 ; 26), yaitu ;

(1) Retardasi mental ringan ( mild mental retardation), IQ 55-69, (2) Retardasi mental sedang (moderate mental retardation), IQ 40-54; (3) Retardasi mental berat ( severe mental retardation ) IQ 25-39; dan

(4) Retardasi mental sangat berat ( profouhd mental retardation ), IQ 24- ke bawah.

(26)

Taraf retardasi mental berdasarkan perilaku adaptif juga terdiri dari empat macam, yaitu;

1) ringan, 2) sedang 3) berat, dan 4) sangat berat

Mengelompokkan anak tunagrahita berdasarkan perilaku adaptif tidak semudah berdasarkan taraf intelegensi. Skala kematangan sosial Vineland (The Vineland Social Maturity Scale) merupakan salah satu alat yang dapat di gunakan untuk mengukur social quotient. Taraf retardasi mntal berdasarkan perilaku adaptif diestimasikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ahli klinis dan kurang memiliki gradasi yang baik seperti halnya yang diukur oleh tes intelegensi yang menghasilkan IQ.

3. Klasifikasi untuk Keperluan Pembelajaran

Untuk keperluan pembelajaran anak-anak berintelegensi rendah umumnya diklasifikasikan berdasarkan taraf subnormalitas intelektual mereka. Ada empat kelompok pembedaan untuk keperluan pembelajaran dalam Mulyono Abdurrachman (1994 ; 26) yaitu;

(1) Taraf perbatasan atau lamban belejar (the borderline or the slow learner) (IQ 70-85)’

(2) Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) (IQ 50-70 atau 75)’

(3) tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) (IQ 30 atau sampai 50 atau 55),

(4) tunagrahita mampu rawat(dependent or profoundlyretarded) (IQ di bawah 25 atau 30)

Pengelompokan pada umumnya berdasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri dari terbelakang ringan, sedang, dan berat. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur degan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC)

(27)

13

13 1. Tunagrahita ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.

Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.

Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik anak tunagrahita dengan anak normal.

Bila dikehendaki mereka masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan maka ia akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luara biasa.

2. Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut skala Weschler (WISC)memiliki IQ 54-40. Anak terbelakang sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebekaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya.

Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung, walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial misalnya menulis

(28)

namanya sendiri, alamatnya dll., dapat dididik mengurus diri sendiri seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan sebgainya.Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan yang trus-menerus,

3. Tunagrahita berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara lain anak tunagrahita berat dan sangat berat, Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Wechler (WICH). Tunagrahita sangat berat (Profound) memiliki IQ 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Wechler (WICH) . Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun

Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dll. Bahkan mereka memerlukan perlindungsn dari bahaya seumur hidupnya.

Level keterbelakangan IQ

Stanford Binet Skala Wechler

Ringan 68 - 52 69 - 55

Sedang 51 - 36 54 - 40

Berat 32 - 20 39 - 25

Sangat berat 19 24

Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat Keterbelakangannya (Sumber; Blake, 1976)

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita dapat dikelompokkan menjadi :anak tunagrahita mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbisil) dan anak tunagrahita mampu rawat (idiot), kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tuna grahita berat dan sangat berat.

(29)

15

15

d. Faktor Penyebab Anak Tunagrahita

Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen)

Kirk (1970) berpendapat bahwa “ketunagrahitaan karena faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen. sedangkan faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal”.

Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Davenport dapat dirinci melalui jenjang berikut: (1) kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma, (2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur, (3) kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi, (4) kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio, (5) kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, (6) kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, dan (7) kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu;

1. Genetic

2. Sebab-sebab pada masa prenatal, 3. Sebab-sebab pada masa perinatal. 4. Sebab-sebab pada masa postnatal, dan 5. Faktor-faktor sosio- cultural.

1. Faktor Genetik

a. Kerusakan / Kelainan Biokimia

“Menurut Waisman dan Gerritsen yang dikutip oleh Kirk dan Gallagher (1979; p, 166) pada saat ini ada lebih kursng 90 penyakit yang dapat menyebabkan kelainan metabolisme sejak kelahiran dan hal-hal tersebut dapat diturunkan secsra genetic dalam arti suatu penurunan”.

Para ahli biokimia telah mengidentifikasi sejumlah substansi kimia yang dapat berpengaruh terhadap kondisi genetig abnormal misalnya materi kimia berupa karbohidrat, lemak dan asam amino.

(30)

Abnormalitas kromosom paling umum ditemukan adalah sindroma Down atau sindroma mongol (mongoliswm). Keadaan penyakit ini dikemukakan oleh Langdon Down. Pada mulanya penyakit ini disebut penyakit Down, tetapi karena penderita memiliki mata sipit, maka ada yang menyebut sebagai mongolisme. Bentu lain dari abnormalisasi kromosom bagi anak dengan syndromn down bersal dari translokasi, yaitu anak memiliki 46 kromoswom tetapi satu pasang dari kromosom tersebut mengalami kerusakan dan bagian yang lain tergantung kromosom yang lain.

2. Penyebab Tunagrahita pada Masa Prenatal a. Infeksi Rubella (Cacar)

Pada awal tahun 1940-an telah ditemukan bahwa virus rubella yang mengenai ibu selama tiga bulan kehamilan pertama kemungkinan menyebabkkan kerusakan kognimental dari kemungkinan terjadinya retardasi mental pada anak. Kerusakan-kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut misalnya, gangguan penglihatan, tuli, penyakit hati, mikrosefali, dan retardasi mental.

b. Faktor Rhesus (Rh)

Pada manusia 86% memiliki Rh – positif dan Rh-negatif merupakan pasangan yang saling menolak. Jika keduanya bertemu dalam satu aliran darah yang sama, akan terbentuk anglutinin, yang menyebabkan sel darah menggumpal dan menghasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa dan gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang belakang.

Hasil penelitian Yannet dan Lieberman seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher (1979;p.119)menunjukkan adanya hubungan antara keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada penderita retardasi mental.

(31)

17

17 3. Penyebab Tuna Grahita Pada Masa Perinatal

Perbagai peristiwa pada saat kelahiran yang memungkinkan terjadinya retardasi mental yang terutama adalah luka-luka saat kelahiran, sesak nafas, dan prematuritas..

Diagnosis kerusakan otak pada anak-anak sering berhubungan dengan kejadian-kejadian pada saat kelahiran (perinatal), yang kemudian berhubungan dengan retardasi mental. Penyebab lain dari kerusakan otak adalah sesak nafas, yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam otak selama proses kelahiran. Frederich Schreibre seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher (1979;p.120) telah meneliti problema ini secara ekstensif dan mengemukakan data bahwa kerusakkan mental pada anak-anak kadang-kadang merupakan akibat dari kekurangan oksigen pada otak.

4. Penyebab Tuna Grahita Pada Masa Postnatal

Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang diderita pada masa bayi dan pada awal kanak-kanak dapat menyebabkan retardasi mental adalah encephalitis dan meningitis. Malnutrisi kronis sebagai penyebab retardasi mental. Kekurangan malnutrisi sering dianggap sebagai pengaruh utama terjadinya retardasi mental

5. Faktor-Faktor Sosio-cultural

Para psikolog dan pendidik pada umumnya mempunyai bahwa lingkungan budaya berpengaruh terhadap kemampuan intelektual seperti telah digambarkan dalam anak laki-laki, Perancis yang dikemukan oleh Itard.

Berdasarkan dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab ketunagrahitaan adalah faktor genetik, sebab-sebab pada masa prenatal, sebab-sebab pada saat kelahiran, sebab-sebab pada postnatal, dan arena devresi lingkungan

(32)

2. Tinjauan Kalimat Bahasa Indonesia a. Pengertian Kalimat Bahasa Indonesia

Kalimat adalah satuan bahasa yang terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Pada umumnya kalimat berupa kelompok kata. Namun demikian, tidak sedikit pula yang hanya terdiri atas satu kata.

Menurut Bloofield kalimat adalah “sesuatu bentuk bahasa yang bebas, yang oleh karena suatu konstruksi gramatikal tidak termasuk dalam suatu bentuk bahasa yang lebih besar.” Inti definisi Bloomfield dapat dinyatakan dengan lebih singkat sebagai berikut: kalimat adalah satuan deskripsi bahasa yang paling

besar. Kalimat adalah satuan gramatikal yang diantara bagian-bagian

konstituennya dapat ditetapkan pembatasan dan keterikatan distribusi, tetapi yang tidak dapat dimasukkan sendiri ke dalam suatu kelas distribusi.

Kalimat didefinisikan juga oleh para ahli bahasa tradisional sebagai satuan yang mempunyai sebuah subjek (subject) dan predikat (predicate).

b. Macam - Macam Unsur Kalimat Bahasa Indonesia

Sebuah kalimat terbentuk dari beberapa komponen tertentu yang disebut unsur kalimat. Unsur tersebut dapat berupa kata atau kumpulan kata (frasa). Masing-masing unsur mempunyai jabatan atau fungsi tersendiri. Jabatan yang dimaksud adalah subjek, predikat, dan objek. Berikut ini penjelasan tentang unsur-unsur yang ada dalam kalimat.

1) Subjek

Subjek adalah pokok pembicaraan atau inti pikiran yang dibicarakan. Dalam kalimat bahasa Indonesia pada umumnya subjek diletakkan di depan kalimat.

2) Predikat

Predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat dicari dengan mengajukan pertanyaan mengapa, bagaimana, berapa? Jawaban yang muncul merupakan predikat.

(33)

19

19 3) Objek

Objek merupakan pelengkap sebuah kalimat. Untuk itu kehadirannya tidak wajib atau tidak harus ada.

c. Ciri - Ciri Unsur Kalimat Bahasa Indonesia 1) Ciri-ciri subjek adalah

a) Berjenis kata benda

Contoh : Presiden akan meresmikan pabrik

Subjek kalimat di atas adalah kata benda. b) Dapat diikuti –nya.

Contoh : Rumahnya bagus. c) Dapat diikuti kata ini dan itu.

Contoh : Ibu itu ramah. Buku ini mahal. 2) Ciri-ciri predikat adalah

a) Terletak di sebelah kanan subjek Contoh : Ayah pergi

b) Jawaban yang muncul merupakan predikat Contoh : Ayah pergi

Mengapa ayah?

Jawaban: pergi (predikat) 3) Ciri-ciri objek adalah

a) Terletak di sebelah kanan predikat Contoh : Tono menulis surat

b) Dapat dipasifkan dan berubah menjadi subjek Contoh : Surat ditulis oleh Tono.

(34)

d. Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia Menyusun kalimat bahasa Indonesia terdiri dari : 1) Urutan dasar

Urutan unsur – unsur kalimat bahasa Indonesia seperti subyek, predikat, obyek amat memegang peranan yang penting dalam bahasa Indonesia. Penulisan urutan kalimat dapat mengubah makna kalimat. Jika urutan kalimat Anjing menggigit anak itu, diubat Anak itu menggigit anjing, makna kalimat itu akan berubah. Urutan itu dapat diubah, tetapi ada syarat – syarat tertentu.

Pada dasarnya ada urutan dasar dan urutan variasi. Urutan yang dianggap dasar adalah urutan S-P-O.

Contoh :

Rian Membawa tas S P O 2) Urutan variasi

Di dalam kenyataan bahasa Indonesia ternyata terdapat berbagai urutan variasi, tidak hanya urutan dasar saja. Dengan demikian, perubahan urutan dapat terjadi. Tentunya, perubahan urutan itu dapat di lakukan, tetapi ada syarat – syarat yang perlu diperhatikan supaya kalimat yang dihasilkan tetap memenuhi syarat gramatikal.

a) Urutan P-S

Perubahan urutan dasar (P-S) dapat dilakukan sehingga dihasilkan variasi urutan. Perubahan urutan yang umumnya dilakukan ialah dengan mendahulukan predikat. Kalimat yang mempunyai urutan P-S biasanya dikenal dengan istilah tradisional kalimat inversi. Unsur predikat menduduki paling depan beserta unsur lain di belakang dengan sendirinya subyek terletak di belakang sendiri. Hal ini dilakukan biasanya jika penulis ingin menonjolkan perbuatan yang dinyatakan predikat, sebagaimana gejala umum bahwa unsur yang ditonjolkan ditempatkan di bagian awal kalimat.

(35)

21

21 Contoh :

 Pergi // Anak itu P S

 Meninggalkan // desanya // gadis itu P O S

b) Urutan P-S dalam kalimat pasif

Di dalam kenyataan kalimat pasif itu tidak banyak digunakan orang. Urutan itu (S-P) memang merupakan urutan dasar. Namun, dalam kalimat pasif orang lebih banyak memilih uraian P-S.

Contoh :

 Kami beritahukan // bahwa hari ini saya tidak masuk sekolah.

P S

3. Tinjauan Media Gambar a. Pengertian Media Gambar

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Associationof Education and Cummunication Tecnology/AECT) di Amerika misalnya, ”Media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi” Menurut Gagne (1970) menyatakan “Bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Sementara Briggs (1970) berpendapat bahwa “Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar”.

Sedangkan media gambar adalah hasil potretan dari berbagai peristiwa/kejadian, objek yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar.

b. Manfaat Media Gambar

Ada beberapa manfaat dari Media Pembelajaran menurut Kemp dan Deyton, yaitu sebagai berikut :

(36)

a) Penyampaian materi bias diseragamkan

b) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik c) Proses pembelajaran lebih interaktif

d) Efisien waktu dan tenaga

e) Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

f) Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja

g) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.

h) Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan kreatif.

Disamping itu ada manfaat praktis lain yaitu sebagai berikut:

a) Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih kongkrit. b) Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu.

c) Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia.

d) Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda tau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas.

e) Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberi kesan mendalam dan lebih lama tersimpan dalam diri siswa.

DerekRowntrie (1982; 168) funnsi medeia adalah: a) Membangkitkan motivasi belajar.

b) Mengulang apa yang telah dipejari. c) Menyediakan stimulasi belajar. d) Mengaktifkan respon peserta didik.

e) Memberikan balikan dengan cepat / segera. f) Menggalakkan latihan yang serasi.

c. Kelebihan dan Kekurangan Media gambar Kelebihan media gambar ;

a) Menunjukkan peristiwa dan keadaan secara realistic dan kongkrit. b) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

c) Murah dan dapat digunakan. Beberapa kelebihan yang lain adalah :

a) Sifatnya kongkrit. gambar/foto realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

(37)

23

23

b) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.” Tidak semua benda, obyek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas., dan tidak selalu bisa. Untuk itu gambar atau foto dapat mengatasi.

Kekurangan media gambar :

a) Tidak dapat dirasakan secara nyata suasana sebenarnya. b) Menekankan kemampuan indra penglihatan.

c) Untuk kelas yang jumlahnya peserta didiknya besar sangat sulit karena terbatas ukurannya.

d) Dapat hilang, mudah rusak, dan musnah bila tidak dirawat dengan baik, sehingga memerlukan perawatan yang intensif.

Kekurangan media gambar menurut buku media pendidikan adalah: a) Gambar hanya menekankan persepsi indra mata.

b) Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran

c) Ukurannya sangat terbatasan untuk kelompok besar.

B. Kerangka Pikir

Secara konvensional terdapat empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu ; mendengarkan atau menyimak, membaca, berbicara, sering pula disebut sebagai keterampilan reseptif. Keterampilan berbicara dan menulis disebut keterampilan produktif.

Pembelajaran keempat aspek tersebut tidak dapat selalu seimbang bobotnya pada semua situasi, apalagi anak tunagrahita Khususnya pada keterampilan berbicara dan menulis perlu sekali di ajarkan kepada anak. Mata pelajaran bahasa Indonesia menurut siswa kurang menarik dan membosankan. Oleh sebab itu peneliti berusaha untuk mencari jalan keluar yang dapat digunakan untuk mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia kepada siswa di sekolah agar siswa tertarik untuk mengikuti dan bersemangat dalam proses pembelajaran khususnya penyusun kalimat.

(38)

Cara atau solusi yang dipilih oleh penulis yaitu dengan menggunakan media gambar sebagai media pembelajaran. Dengan bertujuan agar dapat membangkitkan semangat anak untuk mengikuti pelajaran, dan meningkatkan kualitas siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia cara menyusun kalimat.

Pemilihan media gambar dengan pertimbangan, media gambar adalah media yang umum digunakan, media gambar harganya cenderung terjangkau dan tidak memakan tempat. Selain itu media gambar adalah penyajian dua dimensi yang memanfaatkan rancangan gambar sebagai sarana pertimbangan kehidupan sehari-hari, misalnya menyangkut manusia, peristiwa, benda-benda, tempat dan sebagainya.

Media gambar mempunyai manfaat yang sangat besar bagi siswa karena media gambar dapat membantu siswa mengingat nama-nama benda atau orang yang mereka lihat, membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dan memahami konsep-konsep dari materi secara kongkrit.

(39)

25

25

Adapun gambar dari alur kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Minat belajar siswa rendah Guru mengalami kesulitan dalam menemukan solusi yang

tepat untuk meningkatkan minat belajar siswa Kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia siswa rendah Siswa kurang tertarik

dan mengalami kesulitan dalam memahami materi

pelajaran bahasa Indonesia

Masalah yang dihadapi sebelum tindakan

Perencanaan

Tindakan penelitian

Penggunaan media gambar sebagai media pembelajaran

Pengamatan

Refleksi

Hasil akhir setelah dilakukan tindakan

Minat belajar siswa meningkat

Guru menemukan solusi yang tepat terhadap masalah

yang ada

Kualitas kemampuan menyusun kalimat bahasa

Indonesia menjadi meningkat Tertarik dan

memahami pelajaran bahasa Indonesia

(40)

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “penggunaan media gambar dapat meningkatkan kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia pada siswa Kelas IV tunagrahita ringan di SLB-C Bagaskara Sragen tahun ajaran 2008 / 2009”.

(41)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Bagaskara Sragen, yang beralamat di jalan mawar No. 469 Sragen.

Adapun alasan penelitian di SLB Bagaskara Sragen denga pertimbangan sebagai berikut :

a. Efisien tenaga, biaya dan waktu, sebab penelitian berada di tempat tugas peneliti.

b. Sesuai dengan kondisi siswa.

c. Peneliti mengambil subyek penelitian kelas IV tunagrahita ringan

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan lima bulan mulai dari bulan februari sampai bulan Juni 2009 yaitu mulai dari persiapan awal, pembuatan proposal hingga persetujuan total skripsi. Adapun urutan waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Urutan Pelaksanaan Kegiatan Dalam Penelitian

No Kegiatan

Waktu

Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penulisan Proposal

2. Persetujuan proposal oleh pembimbing

3. Perijinan penulisan skripsi tingkat prodi, jut, FKIP 4. Penulisan Bab I, II, III 5. Persetujuan bab I, II dan III

(42)

oleh pembimbing 6. Perijinan penelitian 7. Pelaksanaan penelitian 8. Penulisan Bab IV dan V 9. Konsultasi dan persetujuan

Bab II dan V oleh pembimbing

10. Persetujuan total skripsi oleh pembimbing

B. Subyek Penelitian

Pada penelitian tindakan kelas ini sebagai subyek penelitian adalah siswa dan guru kelas IV SLB-C Bagaskara Sragen. Yang berjumlah 5 siswa dan peneliti sebagai guru.

C. Data dan Sumber Data

Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemampuan menyusun kalimat, motivasi siswa dalam menyusun kalimat, serta kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran (termasuk penggunaan strategi pembelajaran) di kelas.

Sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Siswa sebagai subyek penelitian

2. Guru sebagai kolaborator dan; 3. Peneliti

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi: observasi, wawancara, kajian dokumen, tes

1. Observasi

Observasi dibedakan menjadi observasi non partisipatif dan observasi partisipatif.

(43)

29

29

Observasi non partisipatif artinya kegiatan orang yang melakukannya tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang diamati. Misalnya pada waktu mengamati proses berlangsungnya proses pembelajaran, pengamat tidak berperan sebagai guru atau murid melainkan sebagai pengamat saja.

Observasi partisipatif adalah jenis observasi yang pengamatannya terlibat pada sebagai kegiatan atau seluruh kegiatan yang diamati. Misalnya dalam pengamatan proses pembelajaran dalam penyelesaian keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas.

Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil pengamatan di kelas. Wawancara digunakan untuk menggali dan mengumpulkan data yang hanya dapat diungkapkan secara tepat dengan kata-kata seperti ide, pendapat, pemikiran wawasan dari orang yang diamati.

3. Kajian dokumen

Kegiatan juga dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada seperti kurikulum rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru, buku atau materi pelajaran, hasil tulisan siswa dan nilai ulangan yang diberikan oleh guru yaitu:

(a) Nilai ulangan

(b) Nilai ulangan siklus I (c) Nilai ulangan siklus II 4. Tes

Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan perbaikan pembelajaran. Tes menyusun kalimat Bahasa Indonesia diberikan pada akhir kegiatan pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu hasil menyusun kalimat bahasa Indonesia. Dengan kata lain, tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia sesuai dengan siklus yang ada.

(44)

E. Validitas Data

Teknik pemeriksaan validitas data yang digunakan untuk memeriksa validitas adalah triangulasi dan review informan kunci.

“Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan data itu” (Leny J. Moloeng, 1995 : 178). Teknik triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Misalnya, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

Review informan kunci adalah mengkonfirmasikan data atau interprestasi temuan kepada informan kunci sehingga diperoleh kesepakatan antara peneliti dan informan tentang data atau interprestasi temuan tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data yang telah berhasil dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriptif komparatif dan analisis kritis.

Teknik deskriptif komperatif digunakan untuk data kuantitatif, sedangkan analisis kritis digunakan untuk data kualitatif.

a. Teknik Kuantitatif

Teknik kuantitatif digunakan untuk menganalisis data kuantitatif, data diperoleh dari hasil tes performance menyusun kalimat bahasa Indonesia melalui siklus I dan siklus II. Hasil menyusun kalimat bahasa Indonesia nilai tersebut dari siklus I dibandingkan dengan hasil siklus II, sehingga diketahui peningkatan ketrampilan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

b. Teknik Kualitatif

(45)

31

31

perbandingan tersebut akan diketahui peningkatan ketrampilan menyusun kalimat bahasa Indonesia dengan menggunakan media gambar. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah suatu rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi indikator kinerja adalah adanya peningkatan kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia. Misalnya:

Anak yang memperoleh nilai 7 lebih dari 80 %, nilai rata-rata kemampuan menyusun kalimat meningkat. (Menyusun kalimat bahasa indonesia siswa meningkat dari 6 menjadi 7).

H. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian tersebut penulis uraikan sebagai berikut: Siklus I

Perencanaan Kegiatan :

4. Membuat rencana pembelajaran

5. Menentukan dan mempelajari materi yang akan diajarkan dalam perencanaan siklus I.

6. Menganalisis materi pelajaran 7. Melengkapi media pembelajaran.

8. Membuat lembar pengamatan penelitian berupa : keaktifan, kreativitas dan daya serap anak dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia.

(46)

Tindakan

Observasi

Refleksi

1. Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang materi yang akan diberikan yaitu menyusun kalimat bahasa Indonesia. 2. Guru meminta siswa untuk mengamati gambar, siswa

memberikan jawaban dengan kalimat sesuai dengan gambar yang dilihatnya.

3. Guru meminta siswa untuk menanyakan tugas atau materi yang belum jelas.

Guru (kolaborator dan peneliti) :

1. Aktivitas penerapan media gambar sebagai penunjang dalam meningkatkan kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

2. Untuk mendapatkan data tentang kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

Setelah memperoleh kesimpulan, peneliti merefleksi bagian mana yang harus diperbaiki atau disempurnakan untuk siklus berikutnya.

Siklus II Perencanaan

Tindakan

Kegiatan :

1. Guru mengadakan apersepsi perbaikan materi yang telah diajukan pada siklus I.

2. Memperbaiki kesalahan yang terjadi pada siklus ke I. 3. Siswa dibagi 2 kelompok untuk memainkan kartu gambar.

1. Siswa memainkan kartu gambar dengan bimbingan dan pengamatan guru.

(47)

33

33 Observasi

Refleksi

2. Guru mendemonstrasikan cara menyusun kalimat bahasa Indonesia berdasarkan gambar.

3. Guru meminta siswa mengerjakan tugas.

4. Guru mengadakan tanya jawab yang berkaitan dengan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

5. Guru meminta siswa mengerjakan tugas.

Guru (kolaborator dan peneliti) :

1. Aktivitas penerapan media gambar sebagai penunjang dalam meningkatkan kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

2. Untuk mendapatkan data tentang kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia.

Data diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis, demikian untuk hasil evaluasi. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan tentang kemampuan menyusun kalimat bahasa Indonesia dilakukan selama dua siklus, untuk menjadi laporan peneliti.

(48)

A. Deskripsi Kondisi Awal

Sebelum melaksanakan proses penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keadaan nyata pada peserta didik. Hasil dari refleksi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Siswa Kurang Tertarik pada Pelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan hasil pengamatan siswa kurang tertarik pada pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini terbukti pada saat mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, siswa menunjukan sikap yang kurang kooperatif dan tidak memperhatikan pelajaran Bahasa Indonesia dengan baik dan kurang maksimal. Selain itu siswa yang seenaknya sendiri, berbicara dengan temannya, sehingga pelajaran yang disampaiakan oleh guru berlalu begitu saja.

2. Siswa Kurang Tertarik Ketika Guru Mengajarkan Tanpa Media

Bagi siswa sudah menjadi suatu hal yang biasa ketika guru menjelaskan materi pelajaran hanya dengan metode ceramah, sebab siswa tidak dilibatkan dalam pembelajaran tersebut. Guru terkesan menguasai kegiatan belajar mengajar tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif berpendapat dan menarik perhatian siswa dengan hal-hal yang menarik atau media-media yang berbeda dengan apa yang mereka lihat dan mereka pergunakan selama ini.

3. Siswa Mengalami Kesulitan dalam Memahami Kalimat Dalam memahami kalimat siswa mengalami kesulitan karena siswa kurang begitu memahami cara menyusun kalimat bahasa indonesia yang berdasarkan unsur kalimat seperti subyek, predikat dan obyek. Urutan unsur kalimat dalam bahasa Indonesia seperti diatas sangat penting peranannya dalam bahasa Indonesia.

(49)

35

35

4. Nilai Awal Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia

Yang diperoleh siswa sebelum dilaksanakan siklus 1 dapat dilihat dalam tabel dan grafik di bawah ini :

Tabel 2

Nilai Awal Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia

No Nama Nilai KKM 1. Ari Prasetyo 6 6 2. Tanjung Danang 6 6 3. Andik Wanuri 5 6 4. Muh. Gufron 5 6 5. Prasetyo 5 6 Grafik 1

Nilai Awal Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia

B. Deskripsi Hasil Siklus I

Proses penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang masing-masing terdiri 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi 0 1 2 3 4 5 6

(50)

a. Perencanaan

Kegiatan perencanaan hasil tindakan siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan yaitu pada hari Senin 4 Mei 2009 dan Jumat 8 Mei 2009.

Adapun tahapan perencanaan siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi menyusun kalimat berdasarkan unsur kalimat subyek, predikat. 2. Peneliti mempersiapkan media pembelajaran yang berupa gambar

untuk membantu siswa dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia. 3. Peneliti menyusun instrument penelitian yang berupa tes dan non tes.

Instrument tes diambil dari hasil pelajaran siswa dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia. Sedangkan instrument non tes dinilai berdasarkan pedoman observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan keaktifan dan kreatifitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan siklus ini direncanakan selama dua kali pertemuan, yakni pada hari Senin 4 Mei 2009 dan Jum’at 8 Mei 2009. pertemuan dilaksanakan selama 2 x 30 menit, sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Materi pada pelaksanaan tindakan I ini adalah menyusun kata acak menjadi kalimat yang benar berdasarkan gambar.

Urutan pelaksanaan tindakan tersebut sebagai berikut :

1. Peneliti memotivasi siswa, hal ini bertujuan untuk mendorong siswa agar bergembira dan tumbuh minat belajarnya.

2. Peneliti menjelaskan mengenai materi penyusun kalimat bahasa Indonesia yang akan di ajarkan pada hari ini dan siswa diminta untuk menyimak dengan baik.

(51)

37

37

4. Peneliti meminta salah satu siswa untuk mengambil gambar dan siswa memperhatikannya.

5. Peneliti meminta siswa untuk menyusun kalimat bahasa Indonesia berdasarkan gambar.

6. Peneliti dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang telah di lakukan pada hari ini.

7. Peneliti memberikan tugas kepada semua siswa.

c. Pengamatan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar mengajar menyusun kalimat bahasa Indonesia pada siklus I dapat diperoleh gambaran sebagai berikut :

1. Terdapat 3 siswa (60%) yang aktif dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kartu gambar.

2. Terdapat 2 siswa yang (40%) yang kreatif dalam proses pembelajaran. 3. Terdapat 2 siswa (40%) yang mampu menyusun kata acak menjadi

kalimat yang benar.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel : 3

Data Hasil Pengamatan Siklus I

Aspek pengamatan Jumlah Siswa yang melakukan ≤ 70% benar

Jumlah Siswa Prosentase Ket 1 Keaktifan dalam proses

pembelajaran 3 60%

2 Kreatifitas dalam menyusun

kalimat 2 40%

3 Kemampuan menyusun kata

(52)

Tabel 4

Nilai Hasil Tes Kemampuan Menyusun Kalimat Bahasa Indonesia Siklus I

No Nama Nilai KKM 1. Ari Prasetyo 6 6 2. Tanjung Danang 7 6 3. Andik Wanuri 6 6 4. Muh. Gufron 5 6 5. Prasetyo 6 6 Grafik 2 Nilai Hasil Siklus 1

d. Refleksi

Proses pembelajaran menyusun kata menjadi kalimat bahasa Indonesia dengan menggunakan media gambar pada siklus I dilaksanakan dalam dua pertemuan dapat berjalan dengan lancar tetapi belum memperoleh nilai yang baik. Kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam pertemuan pertama belum dapat diatasi semua. Siswa yang sebelumnya pasif pada pertemuan kedua ini diharapkan mulai aktif, sehingga diperlukan perbaikan pada siklus II. 0 1 2 3 4 5 6 7

(53)

39

39

C. Diskripsi Hasil Siklus II

Dalam hasil siklus II terdiri dari 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi.

a. Perencanaan

Perencanaan tindaklan siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan yaitu hari Senin 11 Mei 2009 dan Jumat 15 Mei 2009.

Tahap perencanaan siklus II meliputi kegiatan sebagai berikut : 1. Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk

materi menyusun kalimat berdasarkan unsur kalimat subyek, predikat dan obyek.

2. Peneliti mempersiapkan media pembelajaran berupa gambar dan pias kata.

3. Peneliti menyusun instrument penelitian yang berupa tes dan non tes. Instrument tes di nilai dari hasil pekerjaan siswa. Sedangkan non tes dinilai berdasarkan pedoman observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati keaktifan, kreatifitas selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan yaitu pada hari Senin 11 Mei 2009 dan Jumat 15 Mei 2009.

Dalam kegiatan ini peneliti menyampaikan materi menyusun kalimat bahasa Indonesia berdasarkan unsur kalimat subyek, predikat dan obyek.

Urutan Pelaksanaan Tindakan Siklus II sebagai berikut :

1. Kegiatan belajar mengajar diawali dengan tanya jawab untuk mengingatkan materi yang telah disampaikan.

2. Peneliti menjelaskan secara sekilas materi pada hari ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) besarnya hasil belajar fisika pada peserta didik kelas VII SMP DH PEPABRI Makassar Tahun Ajaran 2012/2013 sebelum diajar

Bár nem közvetlen népi érintkezéssel, de még a latin–görög eredetű egyházi nevek átadása is kétnyelvűség révén történt: két­, illetve többnyelvű papok

Berkenaan dengan bakat, mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro tidak dapat mengenali bakat mereka untuk menentukan minat studi

Outlier Menggunakan Algoritma Block-based Nested-Loop yang merupakan alat bantu yang digunakan untuk melakukan deteksi outlier pada sekumpulan data numerik telah

care provider. Dalam menunaikan perannya perawat harus melihat pasien sebagai satu kesatuan yang holistik. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan pelayanan

jalan raya dan tapak yang berada pada iklim tropis, dimana sifat iklim tropis adalah suhu udara yang tinggi, kelembaban tinggi, dan rentan terhadap gangguan serangga, perlu

Hampir 70% kolesterol dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester kolesterol (Guyton, 2012). Selain kolesterol yang diabsorbsi setiap hari dari saluran

ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawan (2015) yang membuktikan bahwa likuiditas yang diproksikan dengan current ratio tidak berpengaruh terhadap penerimaan