• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gamelan merupakan produk budaya tradisional telah berusia ratusan tahun. Gamelan sebagai alat musik memiliki keunikan terutama dalam laras (sistem nada) dan proses pembuatannya. Gamelan termasuk alat musik pentatonik, yakni tidak memiliki standar nada dasar sebagaimana pada alat musik diatonik yang memiliki standar frekuensi atau acuan tinggi-rendahnya nada. Proses untuk mendapatkan tinggi-rendahnya nada pada satu wilah dikenal sebagai pe-laras-an. Pe-laras-an wilah-wilah pada satu instrumen gamelan merupakan proses yang sulit dan sangat unik, karena tidak ada acuan baku mengenai tinggi-rendah nada dan warna bunyi yang berlaku pada semua gamelan. Pemilik, pemain, dan pembuat gamelan sekalipun belum tentu dapat melakukan proses

pe-laras-an tersebut. Tetapi sangat disayangkan, meskipun unik, sangat sedikit orang

Indonesia (khususnya orang Jawa) yang tertarik untuk mengkaji gamelan secara ilmiah-fisis.

Kajian mengenai gamelan Jawa telah banyak ditulis oleh para ahli kebudayaan baik dari Barat maupun dari Timur. Penelitian ilmiah terhadap gamelan Jawa telah dirintis oleh A.J. Ellis pada tahun 1884 mengenai selang nada pada laras slendro dan pelog. Pada tahun 1933 Dr. Jaap Kunst melakukan penelitian terhadap sistem nada gamelan Jawa dengan mengukur frekuensi nada dasar (fundamental) wilah-nya. Alat utama yang digunakan pada saat itu adalah

monochord yang ketelitiannya hanya mengandalkan pada kemampuan

pendengaran (kepekaan telinga) seseorang. Kemudian pada tahun 1969, Wasisto Surjodiningrat, P. J. Sudarjana, dan Adhi Susanto melakukan penelitian terhadap frekuensi fundamental pada banyak instrumen gamelan Jawa terbaik dan representatif yang dimiliki oleh Kraton (Kasultanan, Pakualaman, Kasunanan, dan Mangkunegaran), instansi pemerintah (RRI), dan perorangan. Alat yang digunakan lebih moderen daripada sebelumnya.

(2)

Penelitian mengenai gamelan baik yang dilakukan oleh Dr. Jaap Kunst maupun Wasisto S. dkk. terbatas pada pengukuran frekuensi fundamental. Selain itu, peralatan yang digunakan relatif sederhana apabila dibandingkan dengan peralatan moderen sekarang. Dengan demikian, masih sangat layak untuk mengkaji ulang dan lebih lengkap terhadap gamelan Jawa karena berbagai sebab dan alasan. Pertama, peralatan dan alat analisis yang tersedia sekarang semakin lengkap, akurat dan presisi. Kedua, instrumen musik apapun lambat-laun mengalami perubahan, akibatnya keadaan fisik maupun warna bunyinya juga berubah. Demikian juga instrumen gamelan yang karena temperatur, pelapukan, pukulan ketika dimainkan, perawatan yang tidak memadai, proses pe-laras-an, dan korosi (proses kimia karena bereaksi dengan unsur-unsur di sekitarnya) akan mengalami perubahan sifat fisis terutama frekuensi vibrasi dan warna bunyi (timbre). Sebelum suara khas suatu instrumen gamelan mengalami perubahan maka perlu didokumentasikan terutama pada frekuensi fundamental dan warna bunyi. Ketiga, parameter yang dipelajari dapat diperluas tidak hanya mengenai frekuensi fundamental tetapi dapat ditambah dengan warna bunyi (timbre) (spektrum frekuensi) maupun parameter lain yang terkait dengan pola vibrasi instrumen gamelan. Keempat, adanya kewajiban untuk melestarikan dan mengembangkan produk kebudayaan tradisional, khususnya gamelan. Salah satu cara pengembangan dan pelestariannya adalah dengan mengkajinya secara ilmiah-fisis yang menjurus kepada pemahaman ilmiah mengenai karakteristik instrumen gamelan. Sesuai dengan bidang yang dikaji, Program Studi Teknik Elektro FT UGM yang kebetulan berada di tengah-tengah masyarakat Jawa sudah selayaknya menaruh perhatian besar terhadap segi-segi ilmiah pada gamelan serta terlibat dalam pengembangan dan pelestariannya. Penelitian terhadap karakteristik gamelan tersebut dapat menggunakan alat-alat analitik, numerik dan eksperimen ataupun kombinasinya. Analisis vibrasi banyak diaplikasikan secara intensif pada instrumen akustik yang juga dapat diaplikasikan pada instrumen gamelan.

Berbagai rancangan instrumen akustik (termasuk wilah gamelan) pada saat sekarang tetap memerlukan analisis untuk memperoleh informasi mengenai

(3)

yang enak dinikmati dan berkualitas (bersih dari gangguan atau bebas dari vibrasi yang tidak diinginkan). Informasi tersebut juga berguna untuk peningkatan kecermatan produksi instrumen musik khususnya gamelan. Vibrasi suatu instrumen musik yang tidak diinginkan dapat menimbulkan gangguan terhadap kejernihan (keindahan) bunyi instrumen tersebut. Vibrasi yang tidak diinginkan dapat berupa noise, mode vibrasi yang tidak dikehendaki, dan panjang (durasi) vibrasi yang ekstrim (terlalu panjang ataupun terlalu pendek).

1.2 Perumusan masalah

Penelitian ini akan menganalisis bunyi dan parameter pola vibrasi pada instrumen gamelan. Hasil analisis yang diharapkan adalah frekuensi fundamental, komposisi frekuensi harmonik, dan parameter pola perubahan (peluruhan/ peredaman) amplitudo suatu frekuensi. Keberhasilan proses analisis tersebut menjadi awal dari pendokumentasian tinggi nada, warna bunyi khas suatu wilah gamelan dan diperolehnya informasi mengenai parameter yang terkait dengan durasi vibrasinya. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan umum dari penelitian ini adalah analisis ciri-ciri (karakteristik) bunyi dan vibrasi instrumen gamelan Jawa untuk keperluan pe-laras-an dan penyediaan data (informasi) mengenai spektrum bunyi khususnya instrumen gong siyem dan wilah demung pada gamelan yang representatif yakni gamelan pusaka Kraton Yogyakarta. Adapun permasalahan khususnya adalah terkait dengan hal-hal sebagai berikut. (1) Nilai frekuensi fundamental dan frekuensi-frekuensi harmonik dari gong

siyem dan wilah demung pada gamelan pusaka KK Harjanegara, KK

Madukintir, KK Madumurti, KK Marikangen, KK Sangumukti, dan KK Surak.

(2) Komposisi amplitudo frekuensi fundamental dan frekuensi-frekuensi harmonik gong siyem dan wilah demung pada gamelan pusaka KK Harjanegara, KK Madukintir, KK Madumurti, KK Marikangen, KK Sangumukti, dan KK Surak.

(4)

(3) Karakteristik dinamik frekuensi gong siyem dan wilah demung berdasarkan perubahan (peluruhan/peredaman) amplitudo vibrasi terhadap waktu.

(4) Perubahan amplitudo vibrasi komponen frekuensi gong siyem dan wilah

demung terhadap posisi (aspek spasial).

1.3 Keaslian penelitian

Gamelan dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang. Penelitian mengenai gamelan telah banyak dikerjakan khususnya oleh pakar kebudayaan. Orang pertama yang menyelidiki nada gamelan secara ilmiah adalah A. J. Ellis pada tahun 1884, dan dilanjutkan oleh Dr. Groneman serta Prof. Land yang mengukur nada gamelan di negeri Belanda. Pada tahun 1933 Dr. Jaap Kunst menyelidiki frekuensi fundamental pada instrumen gamelan Jawa menggunakan

monochord. Sedangkan pada tahun 1969 Wasisto Surjodiningrat dkk. telah

melakukan pengukuran frekuensi fundamental pada gamelan Jawa menggunakan peralatan elektronik. Penelitian ilmiah mengenai gamelan Jawa perlu terus dilakukan karena: (1) pengukuran yang telah dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang relatif masih sangat terbatas dan sekarang telah tersedia alat-alat elektronik (termasuk alat analisisnya) yang jauh lebih moderen, (2) kemungkinan besar terjadi perubahan sifat fisis pada gamelan karena sering di-laras, berubah bentuk karena dalam penggunaannya sering dipukul, atau mengalami pelapukan dan korosi, serta (3) penambahan parameter ciri tidak hanya frekuensi fundamental tetapi mencakup warna bunyi (timbre) dan parameter lain yang menyangkut pola vibrasi instrumen gamelan. Dengan demikian penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan utamanya terletak pada (1) penggunaan peralatan yang jauh lebih moderen, (2) hal yang diteliti sangat berbeda tidak hanya frekuensi fundamental tetapi meliputi warna bunyi (timbre) dan parameter pola vibrasi khusunya mengenai peredaman bunyi, (3) obyek penelitiannya mencakup gamelan pusaka Kraton Yogyakarta (meskipun hanya sebagian) yang berkualitas tinggi, dan (4) penerapan STFT

(5)

pada instrumen gamelan untuk menyelidiki pola perubahan (peluruhan/ peredaman) amplitudo frekuensi terhadap waktu. Langkah ini ditempuh untuk mengkarakterisasi (mencari ciri) komponen frekuensi yang terkait dengan pola perubahan amplitudo tersebut. Melalui pengaturan parameter STFT yang sesuai (jenis window dan durasi) diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai dinamika amplitudo setiap komponen frekuensi. Parameter perubahan (peluruhan/peredaman) amplitudo frekuensi terhadap waktu dapat menambah bahan pertimbangan bagi keperluan pe-laras-an instrumen gamelan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan ciri-ciri (karakteristik) bunyi dan vibrasi instrumen gamelan Jawa untuk keperluan pe-laras-an dan penyediaan data (informasi) mengenai spektrum bunyi khususnya instrumen gong siyem dan wilah demung pada gamelan yang representatif yakni gamelan pusaka Kraton Yogyakarta. Adapun tujuan operasionalnya adalah sebagai berikut.

(1) Mengukur nilai frekuensi fundamental dan frekuensi-frekuensi harmonik dari gong siyem dan wilah demung pada gamelan pusaka KK Harjanegara, KK Madukintir, KK Madumurti, KK Marikangen, KK Sangumukti, dan KK Surak.

(2) Menganalisis komposisi amplitudo frekuensi fundamental dan frekuensi-frekuensi harmonik gong siyem dan wilah demung pada gamelan pusaka KK Harjanegara, KK Madukintir, KK Madumurti, KK Marikangen, KK Sangumukti, dan KK Surak.

(3) Menyelidiki karakteristik dinamik frekuensi gong siyem dan wilah demung berdasarkan perubahan (peluruhan/peredaman) amplitudo vibrasi terhadap waktu.

(4) Menyelidiki perubahan amplitudo vibrasi komponen frekuensi gong siyem dan wilah demung terhadap posisi (aspek spasial).

(6)

Tujuan penelitian seperti tersebut di atas mengarah pada dua persolan yakni penyediaan data (dokumentasi) warna bunyi dan batasan (constraint)

pe-laras-an instrumen musik khususnya pada gong siyem dan wilah demung.

Sebagaimana diketahui, keunikan gamelan Jawa mencakup sistem nada, pengemasan lagu (gendhing), cara pembuatan, pe-laras-an, dan warna bunyi. Lebih unik lagi, suatu gamelan lebih cocok digunakan untuk iringan tarian gagah, tarian lembut, pertunjukan wayang kulit, upacara keagamaan, pertunjukan

kethoprak, untuk memainkan gendhing-gendhing klasik, garapan (kontemporer),

dimainkan di ruang terbuka (pendhapa), ataupun di ruang tertutup (gedhong). Kecocokan penggunaan tersebut terkait dengan warna bunyi suatu gamelan. Oleh karena itu perlu penyediaan data (dokumentasi) mengenai warna bunyi gamelan-gamelan yang representatif.

Hal-hal yang menjadi batasan (constraint) dalam proses pe-laras-an suatu instrumen musik adalah pitch, repeat factor, intervals, hierarchy, dan key. Tetapi panjang (durasi) bunyi suatu instrumen musik, khususnya gong siyem dan wilah

demung, yang terlalu lama atau terlalu cepat meluruh (teredam) tidak nyaman

untuk didengarkan. Oleh karena itu, dalam proses pembuatan dan pe-laras-an

gong siyem maupun wilah demung perlu memperhatikan faktor peluruhan (decay factor) bunyi instrumen tersebut. Selanjutnya parameter decay factor menjadi

batasan (constraint) tambahan dalam proses pembuatan dan pe-laras-an suatu instrumen gamelan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai model upaya pendokumentasian (penyediaan data) keunikan warna bunyi suatu instrumen musik, khususnya gamelan pusaka. Dengan mengetahui spektrum dan komposisi frekuensi setiap instrumen gamelan selanjutnya dapat membantu untuk keperluan pe-laras-an instrumen tersebut. Selain itu, jika sewaktu-waktu dikehendaki memunculkan kembali ‘bunyi asli’ suatu instrumen gamelan, maka spektrum bunyi yang telah

(7)

instrumen yang bersangkutan. Sintesis bunyi tersebut dapat dikerjakan melalui sistem atau rekayasa elektronik. Hal ini perlu diupayakan karena orang yang ahli dalam me-laras gamelan (seorang empu atau abdi dalem) semakin langka, bahkan mungkin sudah tidak ada. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Kraton Yogyakarta kaitannya dengan dokumentasi keunikan warna bunyi gamelan pusaka. Hasil penelitian ini juga memberikan kontribusi mengenai batasan (constraint) yang seyogyanya turut dipertimbangkan dalam proses

pe-laras-an suatu instrumen gamelan. Batasan tambahan tersebut adalah faktor

peluruhan (decay factor) amplitudo bunyi.

Hasil penelitian ini dapat membantu menjelaskan sebagian fenomena alamiah biasa yang dianggap misterius, misalnya gong tertentu dapat menghasilkan bunyi lembut sedangkan gong lain yang sejenis menghasilkan bunyi yang terkesan kasar, bunyi gong tertentu dapat menjalar lebih jauh dan ‘bersorak’ (sebenarnya bergaung) lebih lama daripada yang lain. Selain itu, langkah-langkah yang dikerjakan dalam penelitian ini juga dapat membantu terbangunnya model prosedur evaluasi ilmiah terhadap pengujian suatu instrumen gamelan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis uraikan dalam pembahasan mengenai kesesuaian penetapan tersangka korupsi oleh KPK tanpa bukti permulaan yang cukup dengan asas due of

modifikasi dengan struktur silo semen eksisting setelah dilakukan revisi berat jenis dari semen dan pemendekan silo sesuai kapasitas rencana 6000 Ton..

[r]

Rowley (1998) menyatakan bahwa fokus sistem informasi (manajemen) perpustakaan adalah untuk mendukung layanan secara efektif bagi pengguna, manajemen pengadaannya,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

(3) kedisiplinan belajar santri berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan menghafal al- Qur’an santri pondok pesantren Al-Aziz Lasem Rembang, hal ini terbukti

manual, namun salah. Pilih ulang jenis jaringan berdasarkan jenis SIM/USIM card yang digunakan. Terkoneksi ke Internet, namun tidak bias membuka halaman website apa pun.

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk