• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Karbohidrat ini diuraikan secara bertahap dalam usus. (Clarke, dkk,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Karbohidrat ini diuraikan secara bertahap dalam usus. (Clarke, dkk,"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Glukosa

Glukosa adalah zat energi tubuh yang digunakan sebagai bahan bakar dalam seluruh aktivitas sel. Tubuh mendapat glukosa dari karbohidrat dalam makanan. Karbohidrat ini diuraikan secara bertahap dalam usus. (Clarke, dkk, 2016). Ketika glukosa telah memasuki sel tubuh, kadar glukosa darah mulai kembali normal. Tujuannya adalah agar tubuh menjaga kadar glukosa dalam aliran darah tetap konsisten setiap saat sekaligus menyediakan energi yang diperlukan oleh sel. Glukosa terus-menerus digunakan oleh sel dan kebutuhannya akan meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas. (Lieske, Zeibig, 2018)

Menurut Bishop dkk (2005), glukosa adalah sumber energi utama bagi manusia. Sistem saraf, termasuk otak, sangat bergantung pada glukosa dari cairan ekstraseluler di sekitarnya (ECF) untuk energi. Jaringan saraf tidak dapat menyimpan karbohidrat, oleh karena itu, sangat penting untuk mempertahankan pasokan glukosa ke jaringan. Ketika konsentrasi glukosa turun di bawah tingkat tertentu, jaringan saraf kehilangan sumber energi primer dan tidak mampu mempertahankan fungsi normal.

Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan asetilkoenzim A (asetil-KoA) sebagai senyawa-senyawa antara. Oksidasi

(2)

lengkap glukosa menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang disimpan sebagai senyawa fosfat berenergi tinggi adenosin trifosfat (ATP). Apabila tidak segera dimetabolisasi untuk menghasilkan energi, glukosa dapat disimpan di hati atau otot sebagai glikogen. Hati juga dapat mengubah glukosa melalui jalur-jalur metabolik lain menjadi asam lemak, yang disimpan sebagai trigliserida, atau menjadi asam amino yang digunakan untuk membentuk protein. Apabila persediaan glikogen menipis dan glukosa yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi, hati dapat membentuk glukosa dari asam lemak, dan juga dari asam amino (Glukoneogenesis). (Sacher,McPherson, 2004)

2.1.1 Metabolisme

Pada dasarnya metabolisme glukosa dapat dibagi dalam dua bagian yaitu yang tidak menggunakan oksigen atau anaerob dan yang menggunakan oksigen atau aerob. Reaksi anaerob terdiri atas serangkaian reaksi yang mengubah glukosa menjadi asam laktat. ( Poedjiadi, 2012)

Glukosa diperlukan di dalam semua jaringan tubuh, termasuk otak dan eritrosit juga memerlukan glukosa dalam jumlah besar. Glikolisis merupakan pemecahan glukosa. Pada periode awal, dalam proses penyelidikan terhadap glikolisis disadari bahwa peristiwa fermentasi di dalam ragi serupa dengan peristiwa pemecahan glikogen dalam otot. Kalau suatu otot mengadakan kontraksi dalam media anaerob, yaitu media yang kandungan oksigennya dikosongkan, maka glikogen akan menghilang dan muncul laktat sebagai produk akhir yang utama. (Wahjuni, 2013)

(3)

Glikolisis merupakan rute utama metabolisme glukosa serta jalur utama untuk metabolisme fruktosa, galaktosa dan karbohidrat lain yang berasal dari makanan. Kemampuan glikolisis untuk menghasilkan ATP tanpa oksigen merupakan hal penting karena memungkinkan otot rangka bekerja keras saat pasokan oksigen terbatas, serta memungkinkan jaringan bertahan hidup ketika mengalami anoksia. Jadi, glikolisis adalah reaksi pelepasan energi yang memecah satu molekul glukosa ( terdiri dari 6 atom karbon ) atau monosakarida yang lain menjadi dua molekul asam piruvat ( terdiri dari 3 atom karbon ), 2 NADH ( Nictotinamide Adenin Dinucleotide H ), dan 2 ATP. (Murray, 2014)

2.1.2 Hormon yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah

Banyak hormon yang ikut serta dalam regulasi kadar glukosa dalam darah, baik dalam keadaan normal maupun respons terhadap stress.

Tabel 2.1 Hormon yang Mempengaruhi Kadar Gluksoa Darah

No. Hormon Asal Jaringan Efek Metabolik Efek pada Glukosa Darah 1. Insulin - Sel β pankreas - Meningkatkan

masuknya glukosa ke dalam sel

- Meningkatkan

penyimpanan glukosa sebagai glikogen, atau perubahan menjadi asam lemak

- Meningkatkan

sintesis protein dan asam lemak

- Menekan penguraian protein menjadi asam amino, jaringan lemak menjadi asam lemak bebas

(4)

2. Somatostatin Sel D pankreas - Menekan pengeluaran glukagon dari sel α - Menekan pengeluaran

insulin, hormon-hormon tropic hipofisis, gastrin, dan sekretin Meningkatkan 3. Epinefrin Medula adrenal -Meningkatkan pembebasan glukosa dari glikogen - Meningkatkan pembebasan asam lemak dari jaringan lemak

Meningkatkan

4. Kortisol Korteks Adrenal

- Meningkatkan sintesis glukosa dari asam amino atau asam lemak - Mengantagonis kerja insulin Meningkatkan 5. ACTH Hipofisis anterior - Meningkatkan pengeluaran kortisol - Meningkatkan pembebasan asam lemak dari jaringan lemak - Meningkatkan 6. Hormon Pertumbuhan Hipofisis anterior Mengantagonis kerja insulin Meningkatkan

7. Tiroksin Tiroid - Meningkatkan

pembebasan glukosa dari glikogen

- Meningkatkan

penyerapan gula dari usus

- Meningkatkan

(5)

8. Glukagon Sel α Pankreas - Meningkatkan

pembebasan glukosa dari glikogen

- Meningkatkan sintesis glukosa dari asam amino atau asam lemak

Meningkatkan

(Sacher, McPherson, 2004) 2.1.3 Jenis Pemeriksaan Glukosa

A. Glukosa Puasa

Glukosa darah puasa (GDP) disebut juga glukosa darah Nuchter atau

fasting blood sugar (FBS) adalah pemeriksaan kadar glukosa pada darah pasien

yang puasa. Pemeriksaan GDP pada dasarnya sama dengan GDS, perbedaan terletak pada persiapan pasien yang akan melakukan pemeriksaan. ( Nugraha, Badrawi, 2018)

Kebanyakan laboratorium melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pada plasma atau serum, bukan pada darah umum. Untuk mempersiapkan pemeriksaan ini, pasien harus berpuasa selama 12 jam dan tidak boleh merokok, minum apa pun kecuali air putih, atau minum obat sebelum puasa. Kadar glukosa plasma puasa atau serum yang diinginkan adalah 70 hingga 100 mg/dL. Pasien dengan gula darah puasa 100 hingga 125 mg/dL mengalami gangguan glukosa puasa dan prediabetic. Hasil sama dengan atau diatas 125 mg/dL merupakan indikasi diabetes. (Lieske, Zeibig, 2018) B. Glukosa Sewaktu

Glukosa darah sewaktu (GDS) atau random blood glucose (RBG) adalah pemeriksaan kadar glukosa pada darah pasien yang tidak puasa dan dapat dilakukan kapan saja. Pemeriksaan GDS sering dilakukan karena selain

(6)

digunakan sebagai pemeriksaan penyaring (screening) diabetes, juga dilakukan rutin untuk memantau kadar glukosa darah pada pasien diabetes di rumah. (Nugraha, Badrawi, 2018)

Menurut kriteria yang ditetapkan oleh American Diabetes Association (ADA), jika hasil pemeriksaan glukosa sewaktu untuk pasien simtomatik sama dengan atau lebih tinggi dari 200 g/dL, maka pasien diklasifikasikan sebagai penderita diabetes. (Lieske, Zeibig, 2018)

C. Glukosa Postprandial

Glukosa darah postprandial disebut juga glukosa darah 2 jam setelah makan (glukosa darah 2 jam PP) atau dalam Bahasa Inggris disebut

postprandial blood sugar (PPBS). Pemeriksaan Glukosa 2 jam PP biasanya

dilakukan untuk mengukur respon pasien terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan, pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diabetes terutama pada pasien dengan hasil pemeriksaan GDP normal tinggi atau sedikit meningkat, oleh sebab itu pemeriksaan glukosa darah 2 jam PP sering dilakukan bersamaan dengan GDP. ( Nugraha, Badrawi, 2018)

Postprandial mengacu pada sesuatu yang dilakukan setelah makan atau setelah waktu makan. Pengujian glukosa yang dilakukan postprandial mungkin berarti bahwa spesimen darah dikumpulkan dalam waktu tertentu setelah makan atau mungkin berarti bahwa spesimen diambil pada interval tertentu setelah pasien mengonsumsi minuman kaya glukosa. Idealnya, glukosa darah tidak boleh di atas 140 mg/dL untuk pasien bukan penderita diabetes, bagi

(7)

penderita diabetes, kadar glukosa harus tetap di bawah 180 mg/dL 2 jam setelah makan. (Lieske, Zeibig, 2018)

D. Toleransi Glukosa Oral

Menurut National Institute of Health, tes toleransi glukosa oral lebih sensitif dalam mendeteksi prediabetes melalui pemeriksaan kadar glukosa puasa. (Lieske, Zeibig, 2018)

Tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau oral glucose tolerance tes (OGTT) adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setelah puasa dan ½ jam, 1 jam dan 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram dalam segelas air (100 ml). (Nugraha, Badrawi, 2018)

Pasien harus puasa setidaknya 10 jam dan tidak lebih dari 16 jam, dan untuk tes harus dilakukan pada pagi hari karena efek hormon diurnal glukosa. Sesaat sebelum tes dan ketika tes sedang berlangsung, pasien harus menahan diri dari olahraga, makan, minum (kecuali minum air putih), dan merokok. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil toleransi termasuk obat-obatan seperti salisilat dosis besar, diuretik, antikonvulsan, masalah testinal termasuk masalah malabsorpsi, operasi gastrointestinal, muntah dan disfungsi endokrin dapat mempengaruhi hasil OGTT. (Bishop, dkk. 2005)

Pemeriksaan OGTT dilakukan pada pasien dengan hasil pemeriksaan glukosa darah pada batas normal tinggi atau sedikit tinggi, memiliki riwayat diabetes dalam keluarga, ibu hamil dengan bayi yang memiliki berat badan lebih dari 5 kg, orang yang menjalani pembedahan atau cedera mayor, dan pada orang yang memiliki masalah kegemukan. Pemeriksaan OGTT tidak boleh

(8)

dilakukan pada pasien dengan GDP lebih dari 200 mg/dL. ( Nugraha, Badrawi, 2018)

E. Hemoglobin Terglikolisasi

Hemoglobin A1c (HbA1c) adalah molekul hemoglobin yang dimodifikasi secara kimia. Terbentuk ketika glukosa dari darah memasuki sel-sel darah merah dan melekat pada hemoglobin. Ketika konsentrasi glukosa dalam darah meningkat, lebih banyak glukosa bereaksi dengan hemoglobin. Karena sel darah merah bersirkulasi dengan waktu paruh tiga bulan, yang berarti bahwa setengah dari sel darah merah dihancurkan dan diganti dengan yang baru setiap tiga bulan. Hemoglobin A1c dinyatakan sebagai persen yang mencerminkan persentase molekul hemoglobin yang memiliki molekul glukosa. HbA1c sekarang dapat digunakan untuk menyaring diabetes. (Reed, 2017)

Peningkatan kadar glukosa pada akhirnya akan mengubah molekul hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah tubuh dengan mengikat glukosa irreversible ke subunit haemoglobin A. Senyawa ini dikenal sebagai haemoglobin terglikolisasi atau terglikasi dan disingkat sebagai HbA1c. sel darah merah tipikal bertahan dalam tubuh selama 90 hingga 120 hari. Kadar HbA1c adalah cara terbaik untuk mengukur kontrol glikemik selama 2 hingga 3 bulan. Tes HbA1c tidak dianjurkan sebagai alat diagnostic untuk diabetes, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk memantau penatalaksanaan penyakit. Seorang pasien nondiabetes akan memiliki kadar HbA1c dibawah 6%. Untuk pasien diabetes, tujuannya adalah agar kadarnya tetap di bawah 7%,

(9)

seperti yang dipahami bahwa mungkin ada lonjakan glukosa darah yang tidak dapat dihindari. (Lieske, Zeibig, 2018)

2.1.4 Serum dan Plasma A. Serum

Darah yang ditampung dalam tabung tanpa antikoagulan, maka darah akan membentuk gumpalan. Gumpalan tersebut merupakan bagian semi padat yang tersusun dari protein yang saling berhubungan yang terbentuk dalam proses bertahap pada saat proses pembekuan. (Reed, 2017).

Saat darah dibiarkan menggumpal dan lalu diputar di dalam

sentrifuge, bagian cairnya disebut serum. Serum adalah plasma yang tidak lagi

memiliki faktor pembekuan di dalamnya, karena faktor pembekuan ini telah digunakan pada gumpalan darah yang terbentuk di tabung. Tabung tanpa antikoagulan digunakan untuk mengambil sampel dengan uji serum. Darah harus dibiarkan setidaknya selama 30-45 menit pada suhu ruang untuk menggumpal seluruhnya sebelum spesimen tersebut dapat diproses lebih lanjut. Meskipun tabung harus dibiarkan membeku sempurna sebelum disentrifugasi, tabung tidak boleh dibiarkan lebih dari satu jam setelah pengambilan darah sebelum tabung diputar, karena kontak terlalu lama dengan sel-sel di dalam tabung tersebut menyebabkan perubahan kimia di dalam serum, yang akan mempengaruhi hasil uji. Untuk memisahkan serum dari sel seluruhnya, spesimen harus disentrifuge setidaknya selama 10 menit. Serum selanjutnya dapat dipisahkan dari spesimen dan ditempatkan di tabung pemindah. (Lieseke, Zeibig, 2018)

(10)

B. Plasma

Jika sampel darah dikumpulkan dalam tabung yang mengandung aditif yang mencegah darah dari pembekuan (antikoagulan), bagian cairan darah disebut plasma. (Reed, 2017). Tidak seperti proses untuk mengambil sampel serum, sampel plasma harus dicampur dengan baik, lalu disentrifus segera mungkin. (Lieseke, Zeibig, 2018)

Oleh karena plasma diperoleh dengan mencegah proses penggumpalan darah dan serum didapat dengan membiarkan proses tersebut, plasma mengandung senyawa yang seharusnya dapat menggumpalkan darah. Di dalam plasma, masih tetap terdapat fibrinogen, yang tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan. Pengendapan sel-sel darah pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel berdasarkan massa jenis menjadi 2 bagian,. Sel-sel darah dengan cara ini akan terpisah menjadi lapisan eritrosit atau sel darah merah yang merupakan lapisan yang tebal yang dapat mencapai hamper separuh volume darah. Selain itu ada pula lapisan yang tipis dan putih di atas lapisan eritrosit ( buffy coat ), yang terdiri atas sel-sel lekosit dan sejumlah trombosit atau keeping darah ( platelet). (Sadikin, 2001)

(11)

(Reed,2017)

Gambar 2.1. Perbedaan Serum dan Plasma

2.1.5 Antikoagulan

Senyawa-senyawa yang dapat menghambat penggumpalan darah dinamakan sebagai antikoagulan. Senyawa-senyawa ini bekerja pada tahap 1 atau tahap 2 dari proses penggumpalan darah. Antikoagulan bekerja dengan cara mengganggu pematangan protein faktor penggumpalan seperti trombin, faktor V dan faktor VII. Ada pula antikoagulan yang bekerja dengan mengikat Ca2+ (Calsium). Selain itu, juga ada antikoagulan yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin. Antikoagulan digunakan untuk menghambat penggumpalan darah, baik secara in vivo, artinya pada makhluk hidup, maupun secara in vitro, artinya di dalam tabung reaksi atau lebih umum lagi di luar tubuh. Penggunaan antikoagulan secara in vivo dimaksudkan untuk tujuan pengobatan, yaitu untuk mencegah terjadinya trombosis pada keadaan tertentu. Penggunaan secara in vitro dimaksudkan untuk memperoleh plasma untuk tujuan analisis komponen tertentu dalam darah. (Sadikin, 2001)

Faktor penggumpalan seperti thrombin, faktor V (proakselerein) dan senyawa-senyawa yang bekerja menghambat penggumpalan darah dengan mengganggu pematangan protein faktor penggumpalan seperti faktor V, dan

(12)

faktor VII ialah antagonis vitamin K seperti dikumarol. Antikoagulan yang bekerja dengan cara mengikat Calsium yaitu fluorida, oksalat dan sitrat, sementara antikoagulan yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin yaitu heparin. Ada pula senyawa yang bersifat sebagai pencekal kation bivalen (chelating agent) yaitu EDTA. (Sadikin, 2001)

Dalam pemeriksaan laboratorium dapat digunakan berbagai macam antikoagulan, tergantung jenis pemeriksaan yang akan dilakukan, karena setiap antikoagulan memiliki fungsinya masing-masing. Ada beberapa macam antikoagulan yang digunakan untuk pemeriksaan darah, diantaranya EDTA, Trisodium Sitrat, Heparin, Natrium dan Kalium Oksalat. (Riswanto, 2009) 2.1.6 Jenis Tabung Vakum Untuk Pemeriksaan Kimia Klinik

Tabung yang digunakan untuk menampung darah memiliki tutup kode warna yang menandakan zat aditif yang ada dalam tabung. Aditif dapat berupa antikoagulan untuk memungkinkan persiapan plasma atau mungkin zat yang berfungsi untuk melindungi analit dari kerusakan kimia atau metabolisme. (Reed, 2017)

1. Merah

Tabung ini tanpa penambahan zat aditif, pembekuan setidaknya memerlukan 30 menit pada suhu kamar. Dan serum dipisahkan dengan pemusingan. (Reed, 2017)

(13)

2. Kuning

Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. (Kurniawan, 2013) 3. Hijau Terang

Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel (Kurniawan, 2013). Sampel dari tabung ini banyak disukai untuk pemeriksaan kimia (Reed, 2017)

Heparin merupakan antikoagulan yang normal dalam tubuh, namun di laboratorium heparin jarang digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksaan di laboratorium karena mahal harganya. Heparin berdaya seperti antithrombin. Heparin bekerja dengan cara menghentikan pembentukkan thrombin dan prothrombin sehingga menghentikan pembentukkan fibrin dari fibrinogen. Banyaknya heparin yang digunakan :

• Heparin kering : 0,1 – 0,2 mg/ml darah

• Heparin cair : 15 IU +/- 2,5 IU/ml darah (Riswanto, 2009) 4. Lavender

Tabung ini berisi antikoagulan EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid), kadang digunakan untuk beberapa tes kimia. (Kurniawan, 2013). Namun biasanya digunakan untuk uji hematologic karena pengawetnya menjaga integritas dan bentuk masing-masing sel lebih baik dibandingkan antikoagulan jenis manapun. ( Lieseke, Zeibig, 2018)

(14)

Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standarization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory standars Institute). Jumlah EDTA yang digunakan : • EDTA kering : 1 mg EDTA/1ml darah

• EDTA cair : 0,01 ml EDTA/1ml darah

EDTA cair (larutan EDTA 10%) lebih sering digunakan. Pada penggunann EDTA kering, wadah yang berisi darah dan EDTA harus digoyang (homogenkan) selama 1-2 menit karena EDTA kering lambat larut. Penggunaan EDTA yang kurang dari ketentuan dapat menyebabkan darah membeku. Sedangkan penggunaan yang lebih dari ketentuan dapat menyebabkan eritrosit mengkerut sehingga nilai hematokrit rendah dari nilai yang sebenarnya. (Riswanto, 2009)

5. Abu-Abu

Mengandung natrium fluorida, yang berperan sebagai pengawet glukosa (disebut agen glikolitik) yang menjaga kadar glukosa tetap stabil di dalam spesimen selama jangka waktu tertentu setelah pengambilan spesimen. Tabung tutup abu-abu tidak cocok untuk uji kimia umum, tetapi digunakan untuk uji glukosa. ( Lieseke, Zeibig, 2018)

Selain itu mengandung sodium fluoride dan kalium oksalat yang berfungsi sebagai antikoagulan. Untuk ukuran tabung 2 mL terdapat 3 mg sodium fluoride. (Musyafa, 2011)

(15)

2.1.7 Kemungkinan Sumber Kesalahan Pada Pemeriksaan Glukosa

Ketika pemeriksaan glukosa dilakukan di laboratorium besar dengan instrument otomatis, yang diperiksa adalah plasma atau serum. Karena spesimen yang diambil untuk pemeriksaan glukosa plasma atau serum di laboratorium harus diproses sebelum dianalisis, ada kemungkinan terjadi kesalahan pada fase praanalitik. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan masalah :

1. Waktu pengambilan darah sangat penting. Misalnya, jika spesimen harus diambil saat berpuasa, sangat penting untuk menginformasikan kepada pasien dan memastikan persiapan sebelum pengumpulan dilakukan.

2. Glukosa terus dimetabolisme oleh sel yang ada dalam spesimen darah setelah ditambahkan ke tabung penampung. Jika spesimen tidak diproses dengan sentrifugasi dan diperiksa dalam waktu 1 jam sejak pengumpulan, kadar glukosa plasma atau serum mungkin tidak menunjukkan jumlah glukosa sebenarnya yang ada dalam aliran darah pasien.

3. Kisaran nilai rujukan untuk kadar glukosa umumnya dinyatakan sebagai kadar plasma. Namun, serum juga dapat diambil untuk pemeriksaan glukosa, asalkan serum dipisahkan dari sel dalam waktu 1 jam. Kisaran nilai rujukan biasanya sama untuk plasma dan glukosa serum. (Lieseke, Zeibig, 2018)

(16)

2.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.3 Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar glukosa pada plasma NaF, plasma lithium heparin, dan plasma EDTA dengan kadar glukosa pada serum.

Spesimen plasma NaF Spesimen serum Kadar glukosa Spesimen plasma EDTA Spesimen plasma Lithium Heparin

(17)

2.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Kadar Glukosa Banyaknya glukosa pada darah Heksokinase Architect c4000 mg/dL Rasio

Serum Diperoleh dari hasil pendiaman selama 30 menit pada suhu ruang dan

disentrifugasi 3400rpm

selama 10 menit.

Visual Sentrifus mL Rasio

Plasma NaF Diperoleh dari spesimen darah NaF yang segera disentrifugasi 3400rpm selama 10 menit.

Visual Sentrifus mL Rasio

Plasma Lithium Heparin Diperoleh dari spesimen darah Lithium Heparin yang segera disentrifugasi 3400rpm selama 10 menit.

Visual Sentrifus mL Rasio

Plasma EDTA Diperoleh dari spesimen darah EDTA yang segera disentrifugasi 3400rpm selama 10 menit.

Visual Sentrifus mL Rasio

Gambar

Tabel 2.1 Hormon yang Mempengaruhi Kadar Gluksoa Darah
Gambar 2.1. Perbedaan Serum dan Plasma
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 2.2 Definisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Tubuh dalam keadaan lapar, dan tidak ada asupan makanan, kadar glukosa dalam darah akan menurun, glukosa diperoleh dengan memecah glikogen menjadi glukosa yang

Biguanid mempunyai efek penurukan kadar glukosa darah melalui penurunan produksi glukosa di hati ( glukoneogenesis ), meningkatkan penggunaan glukosa di.. jaringan

Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dL untuk memastikan diabetes atau

2.4.5.1 Pemeriksaan laboratorium a) Kristal MSUM. b) Kadar asam urat darah (serum). 2.4.5.2 Pemeriksaan gula darah profil lipid, fungsi hati dan fungsi ginjal.. sesuai dengan

Glukosa darah adalah glukosa yang terdapat dalam darah yang terbentuk.. dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan

Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun dibawah 60 mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, menurunnya asupan

satu contoh obat yang tergolong biguanid adalah metformin dengan berbagai karakteristik sebagai berikut: (a) menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa

Berbagai macam komplikasi disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah pada diabetes melitus yang dapat mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh seperti ginjal,