• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI DI PULAU JAWA NYAYU FATIMAH ZAHROH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI DI PULAU JAWA NYAYU FATIMAH ZAHROH"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI DI

BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI DI PULAU JAWA

NYAYU FATIMAH ZAHROH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Nyayu Fatimah Zahroh NIM G24090048

(4)

ABSTRAK

NYAYU FATIMAH ZAHROH. Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUH TAUFIK.

Kekeringan hidrologi merupakan keadaan ketersediaan air di bawah normal dan merupakan propagasi dari kekeringan meteorologi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ambang batas, menganalisis karaktersitik kekeringan, dan menganalisis frekuensi kejadian kekeringan hidrologi di DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo. Dalam penelitian ini, kekeringan hidrologi diidentifikasi dengan menggunakan metode ambang batas (Q0, threshold level method). Dengan menggunakan ambang batas persentil 80 (Q80) dari kurva durasi aliran, diperoleh nilai Q0 untuk DAS Ciujung, Brantas, Bengawan Solo secara berturut-turut sebesar 17.6 m3s-1, 73.1 m3s-1, dan 46 m3s-1. Durasi minimum (dmin) 10 hari digunakan sebagai kriteria untuk kejadian kekeringan hidrologi. Durasi kekeringan maksimum yang terjadi di DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo berturut-turut adalah 134 hari, 150 hari, dan 167 hari dan volume defisit maksimum di DAS tersebut berturut-turut 153.789 x 106 m3, 501.824 x 106 m3, 495.853 x 106 m3. DAS Bengawan Solo memiliki frekuensi jumlah kejadian dengan durasi di atas 100 hari paling tinggi dibandingkan kedua DAS lain.

Kata kunci: ambang batas, durasi, FDC, kekeringan hidrologi, volume defisit

ABSTRACT

NYAYU FATIMAH ZAHROH. Characteristic of Hydrological Drought in Java River Basins.Supervised by MUH TAUFIK.

Hydrological drought is a condition of water below normal and also a propagation of meteorological drought. The objectives of this study are to determine the thresholds level, to analyse drought characteristics, and to analyse frequency of hydrological drought in Ciujung, Brantas, and Bengawan Solo River basins. In this study, the hydrological droughts were identified by threshold level method. The 80-percentile (Q80) from flow duration curve was used to determined the threshold (Q0). The study reveals that the threshold of Ciujung, Brantas, and Bengawan Solo River basins 17.6 m3s-1, 73.1 m3s-1, dan 46 m3s-1, respectively. Minimum duration (dmin) amounting to 10 days was the criterion of hydrological drought events. Maximum durations of each river basin amounting to 134 days, 150 days, and 167 days, respectively, and maximum deficit volumes amounting to 153.789 x 106 m3, 501.824 x 106 m3, 495.853 x 106 m3, respectively. Bengawan Solo has the highest frequency of number of droughts which have duration more above 100 days than another.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI DI

BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI DI PULAU JAWA

NYAYU FATIMAH ZAHROH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

Judu} Skripsi: Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa

Nama : Nyayu Fatirnah Zahroh NIM : 024090048

~~

Muh Tauflk. SSi MSi.

Pembin!bing

(8)

Judul Skripsi : Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa

Nama : Nyayu Fatimah Zahroh NIM : G24090048

Disetujui oleh

Muh Taufik, SSi MSi. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Alhamdulillahirrobil‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah kekeringan hidrologi, dengan judul Karakteristik Kekeringan Hidrologi di Beberapa Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muh Taufik, SSi MSi selaku pembimbing tugas akhir, dan Ibu Ana Turyanti, SSi MT selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran dan dukungan. Selain itu, penghargaan penulis kepada staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Bandung yang telah membantu dalam memberikan data debit yang diperlukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, almarhum ayah, keluarga, teman-teman atas segala doa dan dukungan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2013 Nyayu Fatimah Zahroh

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Kekeringan dan Low Flow 2

Partial Duration Series dan Annual Series 4

Metode Defisit Kekeringan Hidrologi 5

Tipe sungai 5

METODE 6

Bahan 6

Alat 8

Prosedur Analisis Data 8

Flow Duration Curve 8

Penentuan Durasi dan Volume Defisit Kekeringan Hidrologi 10

Analisis Frekuensi 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Ambang Batas Kekeringan Hidrologi 12

Karakteristik Kekeringan 12 Ciujung 12 Brantas 13 Bengawan Solo 13 Analisis Frekuensi 14 Ciujung 14 Brantas 15 Bengawan Solo 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(11)

DAFTAR TABEL

1 Definisi kondisi ketersediaan air rendah (Van Loon dan Van Lanen

2013) 4

2 Profil wilayah kajian 7

3 Ambang batas dan karakteristik kekeringan hidrologi rata-rata di DAS

Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo 14

4 Karaktersitik kekeringan hidrologi pada kondisi maksimum di DAS

Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo 14

5 Frekuensi durasi kekeringan hidrologi 16

DAFTAR GAMBAR

1 Propagasi kekeringan yang mempengaruhi siklus hidrologi beserta dampak yang diakibatkan oleh kekeringan (Hisdal dan Tallaksen 2000,

Stahl 2001) 3

2 Jenis-jenis data debit sungai 4

3 Ilustrasi metode ambang batas: (a) ambang batas konstan, (b) ambang batas bervariasi bulanan, (c) ambang batas bervariasi harian (Stahl 2001,

Hisdal et al. 2000) 6

4 Peta wilayah kajian: (a) Ciujung dan (b) Bengawan Solo dan Brantas

(Bappenas 2006) 8

5 Diagram alir prosedur penelitian 9

6 Penentuan ambang batas Q80 kurva durasi aliran 10

7 Definisi karakteristik kekeringan hidrologi 11

8 Periode ulang volume defisit pada DAS Ciujung (○), Brantas (□), dan

Bengawan Solo (●) 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva durasi aliran (FDC) di DAS (a) Ciujung, (b) Brantas, dan (c)

Bengawan Solo 20

2 Tabulasi data partial duration series di DAS Ciujung 21 3 Tabulasi data partial duration series di DAS Brantas 23 4 Tabulasi data partial duration series di DAS Bengawan Solo 24

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan sumber yang sangat esensial bagi makhluk hidup. Kekeringan yang digambarkan sebagai kekurangan air dapat dirasakan di berbagai tipe iklim di dunia. Kekeringan merupakan suatu fenomena alam yang berhubungan dengan periode musim kering panjang yang mengakibatkan defisit ketersediaan air di bawah normal dan juga bisa dicirikan dengan penyimpangan variabel seperti presipitasi, kelembaban tanah, debit sungai, dan air bumi dari kondisi normal (Tallaksen et al. 2009, Tallaksen dan Van Lanen 2004). Kekeringan dapat terulang dari tahun ke tahun dan secara umum dapat disebabkan oleh periode presipitasi di bawah rata-rata (Peters et al. 2006). Kekeringan berbeda dengan ariditas (aridity), kekeringan hanya bersifat sementara, sedangkan ariditas bersifat permanen (Hisdal dan Tallaksen 2000, Tallaksen dan Van Lanen 2004). Kekeringan juga berbeda dengan kelangkaan air (water scarcity), kekeringan merupakan fenomena alami, sedangkan kelangkaan air berasal dari faktor antropogenik (Van Loon dan Van Lanen 2013).

Tipe kekeringan dibedakan dari defisit air yang mempengaruhi tahapan siklus hidrologi (Tallaksen dan Van Lanen 2004, Fleig 2004). Kekeringan yang disebabkan oleh defisit presipitasi disebut kekeringan meteorologi. Jika kekeringan meteorologi diperparah dengan laju evapotranspirasi yang tinggi maka akan menyebabkan kekeringan kelembaban tanah. Kekeringan kelembaban tanah disebut kekeringan pertanian apabila kelembaban tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman pertanian. Setelah itu, apabila debit sungai air bumi menurun maka terjadi kekeringan hidrologi (Fleig 2004, Tallaksen dan Van Lanen 2004). Kekeringan hidrologi dibagi menjadi kekeringan debit sungai (streamflow drought) dan air bumi/ groundwater drought (Fleig 2004). Kejadian kekeringan dapat dikuantifikasi dan dijelaskan melalui beberapa sifat tertentu yang disebut karakteristik kekeringan. Karakteristik kekeringan hidrologi antara lain durasi, waktu kejadian, tanggal awal dan akhir, defisit, dan aliran minimum suatu sungai (Fleig 2004, Hisdal et al. 2004).

Beberapa penelitian tentang kekeringan hidrologi sudah banyak dilakukan di wilayah sub-tropis. Di wilayah tropis masih jarang dilakukan terutama di DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo. Oleh karena itu, terdapat peluang untuk menganalisis karakteristik kekeringan hidrologi di DAS tersebut seperti mengetahui durasi dan volume defisit maksimum di masing-masing DAS. Karakteristik kekeringan hidrologi di masing-masing DAS berguna untuk mencegah kerusakan pada kondisi kekeringan dan mengetahui kondisi-kondisi abnormal seperti pada saat kekeringan hidrologi agar reservoir di wilayah kajian dapat bekerja saat kondisi tersebut (Zelenhasic 2002). Selain itu, kajian mengenai kekeringan hidrologi dapat berguna dalam pengelolaan air untuk air minum, kebutuhan industri, dan irigasi pertanian (Fleig et al. 2006).

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. menentukan ambang batas kekeringan hidrologi, 2. menganalisis karakteristik kekeringan,

3. menganalisis frekuensi kejadian kekeringan hidrologi pada setiap DAS.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk kepentingan perencanaan, desain, manajemen, dan pengembangan sumber daya air. Penelitian ini juga berguna untuk menduga frekuensi kejadian kekeringan hidrologi di masa yang akan datang untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh kekeringan hidrologi.

TINJAUAN PUSTAKA

Kekeringan dan Low Flow

Keadaan kering sering dicirikan dengan ketersediaan air yang sedikit, seperti dapat terlihat aliran rendah (low flow) di sungai. Low flow merupakan suatu fenomena musiman yang berhubungan dengan siklus tahunan iklim regional bahkan lokal dan variabilitas harian, bulanan, serta tahunan. Periode low flow terjadi setiap tahun di berbagai zona iklim, seperti pada iklim monsunal terdapat satu kali periode low flow, sedangkan di iklim ekuatorial terdapat dua kali periode low flow (Fleig 2004, Thomas et al. 2004). Smakhtin (2001) mendefinisikan low flow hydrology sebagai suatu disiplin yang berhubungan dengan aliran minimum pada sungai selama periode musim kering. Beberapa indeks yang dapat digunakan untuk analisis low flow antara lain persentil dari FDC (flow duration curve), indeks base flow dari teknik pemisahan base flow, dan indeks resesi dari analisis resesi hidrograf (Hisdal et al. 2004).

Kekeringan berbeda dengan low flow karena kekeringan tidak selalu terjadi setiap tahun. Kekeringan merupakan suatu fenomena alam yang disebabkan oleh defisit curah hujan pada area dan periode yang luas atau disebut juga kekeringan meteorologi. Kekeringan meteorologi dapat berkembang ke sistem hidrologi menjadi kekeringan kelembaban tanah dan kekeringan hidrologi (Gambar 1). Kombinasi antara defisit curah hujan dan laju evapotranspirasi yang meningkat menyebabkan defisit air tanah atau disebut kekeringan kelembaban tanah. Apabila kekeringan kelembaban tanah tersebut tidak mencukupi untuk pertumbuhan tanaman pertanian maka disebut kekeringan pertanian. Setelah itu, debit sungai dan air bumi mulai berkurang menjadi kekeringan hidrologi (Fleig 2004, Hisdal dan Tallaksen 2000, Stahl 2001, Tallaksen dan Van Lanen 2004).

Kekeringan memiliki dampak yang sangat luas dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (Gambar 1). Kekeringan yang berdampak pada aspek ekonomi, sebagai contoh kekeringan pertanian mempengaruhi irigasi pada tanaman menyebabkan hasil panen yang rendah. Begitu pula pada peternakan, PLTA, dan industri. Dampak ekonomi secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi aspek sosial. Secara langsung dapat mempengaruhi ketersediaan

(14)

3 air minum, dan secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan, tingkat kelaparan, kemiskinan, dan kematian. Dampak lingkungan terlihat pada tanaman yang peka terhadap kekeringan, sehingga akan mempengaruhi penurunan produksi dan habitat tanaman. Kekeringan bukan hanya menyebabkan penurunan kuantitas air tapi juga penurunan kualitas serta dapat mengganggu kelangsungan hidup habitat akuatik (Tallaksen dan Van Lanen 2004).

Gambar 1 Propagasi kekeringan yang mempengaruhi siklus hidrologi beserta dampak yang diakibatkan oleh kekeringan (Hisdal dan Tallaksen 2000, Stahl 2001)

Menurut Van Loon dan Van Lanen (2013), kekeringan dan kelangkaan air memiliki definisi yang berbeda (Tabel 1). Kekeringan merupakan fenomena alam dengan jangka waktu pendek yang disebabkan oleh variabilitas iklim skala besar, sedangkan kelangkaan air merupakan keterbatasan sumber daya air dalam jangka pendek yang disebabkan oleh faktor antropogenik. Secara umum, kelangkaan air terjadi saat kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan sumber daya air (over exploitation).

Kekeringan juga berbeda dengan desertifikasi dan ariditas (Tabel 1). Desertifikasi merupakan suatu degradasi ekosistem produktif menjadi gurun yang disebabkan oleh aktifitas manusia/ antropogenik dalam jangka panjang (Tallaksen

(15)

4

dan Van Lanen 2004, Van Loon dan Van Lanen 2013), sedangkan ariditas merupakan fenomena alam seperti kekeringan yang bersifat permanen di iklim kering (Hisdal dan Tallaksen 2000, Tallaksen dan Van Lanen 2004).

Tabel 1 Definisi kondisi ketersediaan air rendah (Van Loon dan Van Lanen 2013) Jangka panjang Jangka pendek

Alami Ariditas Kekeringan

Antropogenik Desertifikasi Kelangkaan air

Partial Duration Series dan Annual Series

Terdapat empat jenis data sampel hidrologi yaitu complete duration series, annual series, pertial duration series, dan extreme value series (Haan 1977). Complete duration series terdiri atas seluruh data yang tersedia. Annual series (AMS) memiliki hanya satu nilai dalam satu tahun, terdapat dua macam data yaitu data yang memiliki nilai paling rendah (annual minimum series) atau yang paling tinggi (annual maximum series) pada periode satu tahun. Secara visual, annual maximum series ditunjukkan pada Gambar 2. Annual series berbeda dengan extreme values series yang hanya terdiri dari satu nilai paling tinggi atau paling rendah dari periode data yang tersedia. Partial duration series (PDS) terdiri dari semua data yang berada di bawah atau di atas ambang batas. Berdasarkan Gambar 2, maka data PDS ditunjukkan oleh hidrograf di wilayah yang diarsir.

Gambar 2 Jenis-jenis data debit sungai

Data sampel AMS dan PDS digunakan untuk pemilihan data ekstrem. PDS memiliki sifat yang lebih konsisten untuk definisi wilayah nilai ekstrem dibandingkan dengan AMS karena PDS tidak hanya terdapat nilai ekstrem saja tapi, PDS dapat menimbulkan banyak kekeringan minor dan dependensi antar

Extreme value Annual

maximum series

(16)

5 kekeringan. Oleh karena itu, perlu prosedur untuk menghilangkan kedua masalah tersebut. Aliran nol (zero values/ zero-flow years) di wilayah di iklim arid, semi arid, atau pada musim kering di iklim temperate dapat mengurangi informasi pada AMS (Fleig 2004, Hisdal et al. 2000, Tallaksen et al. 2004).

Metode Defisit Kekeringan Hidrologi

Karakteristik kekeringan dapat diidentifikasi menggunakan metode ambang batas (threshold level method). Ambang batas dapat bernilai konstan/ tetap (constant threshold) atau bervariasi (varying threshold). Ambang batas konstan digunakan sepanjang tahun kajian (Gambar 3a). Apabila dalam kajian dibedakan antara kekeringan pada musim yang berbeda, seperti summer dan winter drought, maka digunakan ambang batas konstan musiman (constant seasonal threshold). Ambang batas bervariasi merupakan ambang batas yang memiliki nilai yang berbeda-beda sepanjang tahun, seperti bervariasi harian (daily varying threshold, Gambar 3b) dan ambang batas bervariasi bulanan (monthly variying threshold, Gambar 3c). Ambang batas bervariasi digunakan untuk menentukan penyimpangan pada saat periode aliran tinggi (high flow) dan aliran rendah (low flow). Oleh karena itu, ambang batas bervariasi lebih tepat digunakan untuk mengidentifikasi anomali/ defisiensi debit sungai daripada untuk mengidentifikasi kekeringan debit sungai (Hisdal et al. 2000, Hisdal et al. 2004, Stahl 2001).

Resolusi debit harian dapat menimbulkan masalah seperti dependensi antar kekeringan dan terdapat kekeringan minor. Oleh karena itu, debit harian perlu dievaluasi menggunakan prosedur pooling (Fleig et al. 2006, Hisdal et al. 2000). Terdapat tiga macam prosedur pooling yaitu moving average (MA), sequent peak algorithm (SPA), dan inter-event criterion (IC). Prosedur MA merupakan metode yang paling efektif untuk menghilangkan kedua masalah tersebut dengan merata-ratakan debit, sebagai contoh MA-10 hari (Fleig 2004, Fleig et al. 2006). Prosedur SPA sering digunakan untuk desain reservoir berdasarkan simpanan pada reservoir tersebut (Fleig 2004, Fleig et al. 2006, Verwij 2005), sedangkan prosedur IC memiliki kriteria yang harus dipenuhi yaitu waktu kritis (tc) dan fraksi volume (pc) antar kejadian kekeringan (Fleig 2004, Verwij 2005).

Tipe sungai

Terdapat tiga tipe utama sungai menurut jenis aliran, yaitu sungai perennial, intermittent, dan ephemeral. Suatu sungai memiliki tipe perennial ketika aliran selalu ada sepanjang tahun, sungai intermittent ketika aliran menjadi kering saat musim kering, sedangkan sungai ephemeral ketika hujan jarang terjadi di wilayah tersebut dan aliran sungai hanya mengalir ketika ada hujan (Fleig 2004, Fleig et al. 2006). Sebagian besar wilayah tropis memiliki sungai perennial terutama di tipe iklim Af klasifikasi Köppen, dimana neraca air selalu positif. Di wilayah temperate, tipe sungai yang dominan adalah sungai intermittent terutama di tipe iklim Cs yang memiliki musim panas kering yang lebih panjang dari musim hujan. Tipe sungai ephemeral dominan berada di iklim BS, tipe iklim kering yang memiliki musim basah. Iklim BS berbeda dengan iklim BW yang sangat jarang

(17)

6

terjadi hujan dan defisit air di wilayah tersebut bersifat permanen. Beberapa wilayah pada iklim BW memiliki sungai exogenic seperti Sungai Nil, Mesir, dimana sumber air sungai tersebut berasal dari wilyah iklim yang berbeda yang lebih lembab (Stahl dan Hisdal 2004).

METODE

Penelitian ini terdiri dari pengolahan data debit sekunder dengan menggunakan metode ambang batas, analisis karakteristik kekeringan, dan analisis frekuensi kejadian kekeringan hidrologi. Ambang batas ditentukan dari kurva durasi aliran. Karakteristik kekeringan hidrologi yang dimaksud yaitu tanggal awal dan akhir periode, durasi, dan volume defisit kekeringan hidrologi. Kemudian dilakukan analisis frekuensi untuk memperoleh frekuensi dari karateristik kekeringan di setiap kejadian kekeringan.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data debit dari pos duga air Sungai Ciujung-Kragilan, Brantas-Mojokerto, dan Bengawan Solo-Babat. Data debit diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Bandung.

(a) (b)

(c)

Gambar 3 Ilustrasi metode ambang batas: (a) ambang batas konstan, (b) ambang batas bervariasi bulanan, (c) ambang batas bervariasi harian (Stahl 2001, Hisdal et al. 2000)

(18)

7 Pos duga air Sungai Ciujung-Kragilan terletak pada lintang 6°09’00” LS dan 106°17’00” BT, berada di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Luas daerah pengaliran pos Sungai Ciujung-Kragilan mencakup 1,562.7 km2. Di Gambar 4a, DAS Ciujung disatukan dengan DAS Ciliman. Terdapat 39 tahun data debit yang tersedia di pos duga air Sungai Ciujung-Kragilan pada periode tahun 1969-2010 (Tabel 2). Tahun yang tidak tersedia pada periode tersebut adalah tahun 1971, 2003, dan 2006. Pada tahun normal, Kabupaten Serang memiliki curah hujan tahunan sebesar 2,071 mm (Pramudia 2008).

Pos duga air Sungai Brantas-Mojokerto berada di Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Pos duga air tersebut terletak pada lintang 7°28’00” LS dan 112°26’00” BT dengan luas DAS Brantas-Mojokerto sebesar 11,195.8 km2

dan. Peta DAS Brantas dapat dilihat di Gambar 4b. Data yang tersedia pada pos duga air Brantas-Mojokerto pada periode 1973-2001 adalah 17 tahun (Tabel 2). Data debit yang tersedia pada sungai ini dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode 1973-1979 dan 1992-2001. Kabupaten Mojokerto memiliki kisaran curah hujan tahunan 984-2,930 mm per tahun (Rahma 2010).

Pos duga air Sungai Bengawan Solo-Babat terletak pada 7°05’59” LS dan 112°10’25” BT, berada di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pos Bengawan Solo-Babat memiliki luas daerah pengaliran 16,286.2 km2. Lokasi DAS Bengawan Solo dapat dilihat di Gambar 4b. Terdapat 38 tahun data debit dari periode tahun 1971 sampai 2010 (Tabel 2). Data debit tidak tersedia pada tahun 1977. Curah hujan tahunan di DAS Bengawan Solo sebesar 1,387-2,686 mm (Sandi 2012).

Tabel 2 Profil wilayah kajian

No. Pos Stasiun No. stasiun DAS Luas DAS (km2) Periode data (N)a 1. Kragilan 20060301 Ciujung 1,562.7 1969-2010 (39) 2. Mojokerto 20572001 Brantas 11,195.8 1973-2001 (17) 3. Babat 20552001 Bengawan Solo 16,286.2 1971-2010

(38) a

(19)

8

Gambar 4 Peta wilayah kajian: (a) Ciujung dan (b) Bengawan Solo dan Brantas (Bappenas 2006)

Alat

Penelitian ini menggunakan seperangkat komputer dengan aplikasi spreadsheets dan visual basic aplication.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode ambang batas tetap (fixed threshold) untuk penentuan karakteristik kekeringan hidrologi. Merujuk pada Gambar 3, data debit (Q) diolah menjadi kurva durasi aliran (FDC) untuk memperoleh ambang batas (Q0). Apabila Q sama atau kurang dari Q0 maka data di bawah Q0 dapat ditentukan durasi dan volume defisit dalam bentuk data parsial duration series (PDS). Data PDS digunakan untuk analisis frekuensi karakteristik kekeringan hidrologi.

Flow Duration Curve

Flow duration curve (FDC) merupakan grafik hubungan antara debit dan frekuensi terlampaui, dengan mengurutkan data complete duration series atau data harian dari terbesar sampai terkecil sehingga diperoleh frekuensi terlampaui pada setiap nilai (WMO 2008). Menurut Searcy (1959), kurva durasi aliran (flow-duration curve) merupakan kurva frekuensi kumulatif yang menunjukkan persen waktu dimana suatu debit dapat melampaui atau menyamai periode yang

(20)

9 digunakan. Data yang dapat digunakan dalam perhitungan FDC tidak selalu data harian tetapi bisa menggunakan data mingguan ataupun bulanan.

Gambar 5 Diagram alir prosedur penelitian

Tipe sungai Sungai Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo adalah tipe sungai perennial. FDC merupakan metode grafis yang sangat baik dan sering diaplikasikan pada tipe sungai perennial (Fleig 2004, Fleig et al. 2006). Secara umum, ambang batas Q70 sampai Q95 digunakan sebagai kriteria untuk analisis tipe sungai perennial (Fleig et al. 2006, Hisdal et al. 2004). Dalam penelitian ini, ambang batas yang digunakan adalah Q80, yaitu aliran melampaui 80 persen dari panjang data (Gambar 4). Merujuk pada Van Loon dan Van Lanen (2012), Q80 digunakan karena apabila menggunakan Q95 maka kekeringan hidrologi yang teridentifikasi akan sedikit, sebaliknya akan banyak kekeringan yang teridentifikasi apabila menggunakan Q70. Oleh karena itu dipilih nilai diantara Q70-Q95 yaitu Q80.

FDC juga sering digunakan untuk tipe sungai intermittent. Sungai intermittent cocok menggunakan persentil Q20 sampai Q70 dari FDC untuk menentukan ambang batas kekeringan. Dalam penentuan ambang batas harus diperhatikan presentasi aliran nol pada sungai tersebut. Analisis frekuensi defisit sungai intermittent, data pada periode aliran nol harus diperlakukan sebagai censored data. Pada sungai ephemeral, metode ambang batas tidak begitu cocok

Mulai

Data (Q)

If Q ≤

Q0

Menentukan durasi dan volume defisit

Data PDS

Analisis frekuensi

Frekuensi dan periode ulang Selesai FDC Y a Tidak Ya

(21)

10

untuk tipe sungai ini sehingga lebih baik menggunakan karakteristik durasi aliran nol atau total volume aliran pada sungai tersebut. (Fleig 2004, Fleig et al. 2006)

Berikut adalah langkah membuat FDC menggunakan aplikasi spreadsheet:

 Kolom pertama merupakan tanggal dan kolom kedua merupakan data complete duration series atau debit harian yang tersedia pada setiap DAS

 Setiap data debit diberi nomor urut dari yang terbesar sampai terkecil. Pemberian nomor urut dapat menggunakan formula RANK pada spreadsheet, yaitu =RANK(data debit; range data debit) pada kolom ketiga.

Kolom keempat diisi dengan frekuensi terlampaui (Exceedance Frequency/ EFQ) dengan rumus:

EFQ= i / N

i merupakan ranking (kolom 3) dan N adalah jumlah data.

Data debit (Q) dan nilai EFQ disalin, kemudian Q diurutkan berdasarkan nilai EFQ dari yang terendah sampai tertinggi.

EFQ (%) diplotkan di sumbu x dan Q di sumbu y pada grafik (Gambar 6).

Nilai Q80 atau 80 % digunakan sebagai ambang batas kekeringan hidrologi.

Gambar 6 Penentuan ambang batas Q80 kurva durasi aliran

Penentuan Durasi dan Volume Defisit Kekeringan Hidrologi

Karakteristik kekeringan diperlukan untuk mengidentifikasi kekeringan hidrologi di suatu wilayah yaitu dengan menentukan waktu kejadian, awal dan akhir musim, durasi (di), tingkat keparahan/ volume defisit (vi), dan aliran minimum (Qmin) pada suatu kejadian kekeringan hidrologi (Gambar 7, Fleig 2004, Hisdal et al. 2004). Cara menentukan durasi dan volume defisit kekeringan hidrologi yaitu dengan mengidentifikasi debit harian yang berada di bawah ambang batas Q80. Ketika debit turun mencapai ambang batas maka kekeringan di mulai (onset date) dan apabila aliran naik mencapai ambang batas maka kejadian kekeringan berakhir (termination date). Durasi adalah panjang hari dari tanggal awal sampai tanggal akhir kekeringan. Akumulasi selisih antara ambang batas dan debit di bawah ambang batas sepanjang durasi kekeringan dalam satuan volume disebut volume defisit (m3).

(22)

11

Gambar 7 Definisi karakteristik kekeringan hidrologi

Apabila terdapat kekeringan minor dalam proses identifikasi, maka kekeringan minor tersebut harus dihilangkan agar tidak mengganggu dalam proses analisis. Kekeringan minor (minor drought) merupakan peristiwa kekeringan dengan durasi yang pendek dan volume defisit yang kecil (Fleig et al. 2006). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kekeringan minor yaitu menggunakan durasi minimum kekeringan dmin 10 hari (Kaznowska dan Banasik 2011). Beberapa penelitian menggunakan dmin 5 hari untuk Q90 (Fleig et al. 2006, Hisdal et al. 2004) karena semakin tinggi ambang batas maka hari di bawah ambang batas semakin sedikit. Data yang dihasilkan dari identifikasi karakteristik kekeringan berupa data partial duration series (PDS).

Karakteristik kekeringan digunakan untuk menduga tingkat keparahan antara lain:

dav,n = Σdni / Σni vav,n = Σvni / Σni λ = Σni / N

dav,n adalah rata-rata durasi kekeringan pada periode tertentu (hari), dni jumlah hari seluruh kekeringan yang teridentifikasi pada periode kajian (hari), ni jumlah kekeringan hidrologi yang teridentifikasi Rata-rata volume defisit (m3) ditunjukan dengan vav,n , vni jumlah volume kekeringan yang teridentifikasi (m3), N merupakan jumlah tahun pada periode kajian, dan λ merupakan intensitas jumlah kejadian kekeringan hidrologi di DAS tersebut (Kaznowska 2011, Kaznowska dan Banasik 2011, Tallaksen et al. 2004).

Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi digunakan untuk mengetahui peluang suatu kejadian kekeringan atau mengetahui frekuensi kejadian pada waktu lampau maupun masa depan (Haan 1977). Sampel data yang digunakan dalam analisis frekuensi adalah data PDS dari durasi dan volume defisit kekeringan di masing-masing DAS. Menurut Haan (1977), data yang digunakan dalam analisis frekuensi harus bersifat homogen dan independen agar dapat merepresentasikan suatu kejadian dari waktu ke waktu.

Analisis frekuensi pada penelitian ini berfokus pada dua karakteristik kekeringan yaitu durasi dan volume defisit. Peluang suatu kejadian kekeringan dapat dilihat dengan menghitung periode ulang (return period). Periode ulang

Q80

v1

v2 v3

d1 d2 d3

(23)

12

T(x) merupakan interval waktu rata-rata antara kekeringan yang satu dengan yang lain dengan besaran (magnitude) lebih besar dari nilai magnitude tertentu (x). Kejadian kekeringan dengan besaran tertentu melampaui nilai x akan terjadi sekali dalam T tahun (Fleig 2004). Periode ulang untuk PDS dapat dihitung menggunakan persamaan (Tallaksen et al. 2004):

T(x) =1 / (λ (i/ (ni + 1)))

T(x) merupakan periode ulang, λ intensitas kejadian kekeringan per tahun, i rank, ni jumlah kekeringan dalam periode waktu tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ambang Batas Kekeringan Hidrologi

Hasil analisis menggunakan FDC mendapatkan nilai ambang batas Q80 untuk DAS Ciujung-Kragilan, Brantas-Mojokerto, dan Bengawan Solo-Babat berturut-turut sebesar 17.6 m3s-1, 73.1 m3s-1, dan 46 m3s-1 (Tabel 3). FDC pada masing-masing DAS dapat dilihat pada Lampiran 1. Ambang batas kekeringan hidrologi pada DAS Ciujung, Brantas dan Bengawan Solo secara umum teridentifikasi mulai dari bulan-bulan kering/ musim kemarau tipe monsunal. Musim kemarau pada tipe hujan monsunal terjadi pada bulan Mei hingga September, sedangkan musim hujan terjadi pada kisaran bulan November hingga Maret (Aldrian dan Susanto 2003). Beberapa kejadian kekeringan teridentifikasi sampai bulan Oktober, November, dan Desember. Hal tersebut karena terjadi propagasi kekeringan meteorologi pada awal musim kemarau yang membutuhkan waktu satu sampai beberapa bulan hingga mempengaruhi debit sungai (kekeringan hidrologi).

Karakteristik Kekeringan

Ciujung

Aliran ekstrem yang pernah terukur di pos duga air Sungai Ciujung-Kragilan sampai tahun 2010 tercatat debit maksimum sebesar 1849 m3s-1 (9 Desember 1995) dan minimum sebesar 0.88 m3s-1 (30 Juni 1989) dengan rata-rata debit sebesar 92.21 m3s-1. Selama periode kajian 1969-2010, DAS Ciujung memiliki volume rata-rata per tahun 2.908 x 109 m3 atau sebesar 7.967 x 106 m3 per hari.

Terdapat 69 kejadian kekeringan hidrologi di DAS Ciujung pada periode 1969 sampai 2010 dengan intensitas kejadian terjadi hampir dua kali dalam setahun (Tabel 3). Kejadian kekeringan hidrologi di DAS Ciujung terjadi pada kisaran bulan Mei hingga Desember. Terdapat satu kejadian kekeringan yang terjadi pada akhir musim hujan, yaitu pada bulan Maret yaitu pada tahun 1985 dengan durasi 10 hari. Rata-rata durasi kekeringan hidrologi pada setiap kejadian di DAS Ciujung adalah 27 hari dan rata-rata volume defisit setiap kejadian sebesar 24.405 x 106 m3.

Durasi dan volume defisit maksimum di DAS Ciujung terjadi pada tahun 1994 dengan durasi 134 hari dan volume defisit 19 kali lebih besar dari volume

(24)

13 rata-rata harian di DAS tersebut. Aliran rendah (Qmin) yang terobservasi pada kejadian kekeringan maksimum sebesar 3 m3s-1 atau satu setengah kali lebih kecil dari rata-rata debit harian pada kejadian kekeringan tersebut (Tabel 4). Tahun-tahun kekeringan hidrologi yang memiliki kejadian lima atau lebih dalam seTahun-tahun antara lain pada tahun 1976, 1977, 1982, 1987, 1991, 1998, dan 2002. Diantara tahun-tahun tersebut, kejadian pada tahun 2002 memiliki akumulasi durasi paling panjang dengan total durasi 196 hari. Pada tahun 1977 memiliki akumulasi volume defisit paling besar yaitu 171.888 x 106 m3 (Lampiran 2). Meskipun tidak teridentifikasi sebagai kejadian maksimum, kekeringan hidrologi yang terjadi pada Agustus-Oktober 1983 memiliki rata-rata volume defisit harian tertinggi sebesar 1.287 x 106 m3 atau seperenam dari rata-rata volume harian di DAS Ciujung.

Brantas

Data debit yang tersedia di pos duga air Brantas-Mojokerto terdiri atas dua periode kajian yaitu periode tahun 1973-1979 dan 1992-2001 dengan volume rata-rata tahunan di DAS Brantas sebesar 7.994 x 109 m3 dan volume rata-rata per hari sebesar 21.902 x 106 m3. Rata-rata debit yang mengalir di pos sungai tersebut sebesar 253.49 m3s-1. Aliran ekstrem yang pernah terjadi hingga tahun 2001 tercatat debit maksimum sebesar 1,196 m3s-1 (11 Maret 1976) dan terkecil sebesar 4.2 m3s-1 (16 Oktober 1979).

Kekeringan hidrologi yang teridentifikasi di DAS Brantas sebanyak 30 kali dengan intensitas kejadian kekeringan hampir dua kali kejadian kekeringan dalam setahun. Kisaran kejadian kekeringan hidrologi di DAS ini terjadi pada bulan Mei hingga Desember. Terdapat kekeringan hidrologi terjadi pada bulan akhir musim hujan terjadi pada bulan Maret hingga Mei tahun 1996. Rata-rata kejadian kekeringan hidrologi yang teridentifikasi terjadi dengan durasi 36 hari dan rata-rata volume defisit 84.226 x 106 m3 (Tabel 3).

Kejadian kekeringan hidrologi terjadi tiga kali atau lebih pada tahun 1974, 1976, 1992, 1993, 1994, dan 1995. Kekeringan yang terjadi pada tahun 1994 memiliki akumulasi durasi paling panjang, yaitu sebanyak 151 hari, sedangkan pada tahun 1976, akumulasi volume defisit kejadian kekeringan mencapai 468.482 x 106 m3 atau 21 kali lebih besar dari rata-rata volume harian di DAS Brantas. Walaupun kejadian kekeringan hanya sekali terjadi pada tahun 1977, pada tahun tersebut teridentifikasi durasi dan volume defisit maksimum dengan durasi 150 hari dan volume defisit 501.824 x 106 m3 atau 23 kali lebih besar dari volume rata harian. Volume defisit rata per hari sekitar 15 % dari rata-rata volume harian di DAS Brantas. Debit minimum yang terjadi selama kejadian kekeringan maksimum pada tahun 1977 sebesar 8.6 m3s-1 atau empat kali lebih rendah dari rata-rata debit yang terjadi selama kejadian tahun 1977. Meskipun memiliki durasi yang pendek (29 hari), kejadian kekeringan pada bulan April-Mei 1996 memliki rata-rata volume defisit paling tinggi sebesar 3.913 x 106 m3 (Lampiran 3).

Bengawan Solo

Pos duga air Bengawan Solo-Babat pada periode 1971-2010 memiliki volume rata-rata tahunan 13.548 x 109 m3 dan rata-rata harian 37.118 x 106 m3. Debit ekstrem yang pernah tercatat untuk debit maksimum sebesar 3,599.98 m3s-1

(25)

14

(1 Januari 1998) dan debit minimum adalah 1.07 m3s-1(1-2 November 1994) dengan rata-rata debit harian 429.61 m3s-1.

Kekeringan hidrologi yang teridentifikasi di DAS Bengawan Solo-Babat periode 1971-2010 sebanyak 46 kali yang terjadi pada kisaran bulan Mei hingga Desember dengan intensitas kejadian sekitar satu kali kejadian dalam setahun (Tabel 3). Kekeringan Hidrologi di DAS Bengawan Solo memiliki rata-rata durasi kekeringan 53 hari dan rata-rata volume defisit 105.086 x 106 m3 dalam satu kejadian. Pada tahun 2004 hingga 2010, tidak ada kekeringan yang teridentifikasi di DAS tesebut, karena debit periode tahun tersebut di atas nilai ambang batas.

Kejadian kekeringan pada tahun 1994 merupakan kejadian kekeringan yang terparah dengan panjang durasi 165 hari dan volume defisit 495.853 x 106 m3, atau sekitar 13 kali lebih besar dari volume rata-rata harian di DAS tersebut. Rata-rata debit yang mengalir selama kekeringan hidrologi pada tahun 1994 terjadi adalah 11.12 m3s-1 atau 10 kali lebih besar dari Qmin yang teridentifikasi pada kejadian tersebut (Tabel 4). Selain pada tahun 1994, pada tahun 1972 terdapat kejadian kekeringan dengan durasi maksimum sebesar 167 hari dan volume defisit 486.691 x 106 m3.

Kejadian kekeringan hidrologi yang terjadi di ketiga DAS kajian secara umum terjadi pada tahun-tahun el ni𝑛 o seperti pada tahun 1972, 1976, 1977, 1982, dan 1994. Jika dibandingkan antar ketiga DAS, DAS Bengawan Solo memiliki intensitas kejadian kekeringan hidrologi lebih rendah dan cenderung memiliki volume defisit relatif yang lebih kecil. DAS Brantas memiliki volume defisit relatif yang paling besar dengan nilai 23 kali lebih besar dari rata-rata volume defisit harian di DAS tersebut (Lampiran 4).

Tabel 3 Ambang batas dan karakteristik kekeringan hidrologi rata-rata di DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo

DAS Q80 (m3s-1) Σni dav,n (hari) vav,n (106m3) λ Ciujung 17.6 69 27 24.405 1.77 Brantas 73.1 30 36 84.226 1.76 Bengawan Solo 46 46 53 105.086 1.21

Tabel 4 Karaktersitik kekeringan hidrologi pada kondisi maksimum di DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo

DAS Awal Akhir v

(106 m3) vav (106 m3) d (hari) Qmin (m3s-1) Qav (m3s-1)

Ciujung 23-Jun-94 3-Nov-94 153.789 1.148 134 3.00 4.31

Brantas 28-Jun-77 24-Nov-77 501.824 3.345 150 8.60 33.03

Bengawan

Solo 27-May-94 7-Nov-94 495.853 3.005 165 1.07 11.12

Analisis Frekuensi

Ciujung

DAS Ciujung memiliki kejadian kekeringan hidrologi dengan durasi dan volume defisit maksimum pada tahun 1994. Periode ulang kejadian kekeringan tersebut mencapai 40 tahun dari periode data yang tersedia (Gambar 8), atau dari

(26)

15 panjang periode tahun yang tersedia hanya berpeluang terjadi satu kali kejadian dengan volume defisit setara atau melampaui 153.789 x 106 m3. Kejadian dengan periode ulang 20 tahun atau peluang terjadi dua kali selama periode kajian terjadi jika nilai volume defisit setara atau melampaui 108.337 x 106 m3. Suatu kejadian berpeluang terjadi empat kali dalam periode 39 tahun apabila volume defisit setara atau melampaui 84.313 x 106 m3, atau setengah dari volume maksimum seperti pada kejadian kekeringan pada tahun 2002.

Lebih dari setengah kejadian kekeringan hidrologi yang teridentifikasi di DAS Ciujung memiliki durasi dari antara 10 hari hingga 20 hari yaitu sebanyak 44 kejadian (Tabel 5). Selang durasi maksimum (131-140 hari) di DAS Ciujung memiliki frekuensi 3 % dari total kejadian yang teridentifikasi pada periode 1969-2010. Frekuensi jumlah durasi kekeringan cenderung berkurang dengan semakin panjang durasi. Hanya sekitar 4 % dari seluruh kejadian kekeringan yang teridentifikasi yang memiliki durasi di atas 100 hari.

Brantas

Kejadian kekeringan hidrologi dengan volume defisit maksimum di DAS Brantas sebesar 501.824 x 106 m3 hanya terjadi sekali pada periode 1973-1979 dan 1992-2001 (Gambar 8). Kejadian kekeringan tersebut terjadi pada tahun 1977. Kejadian kekeringan pada bulan Juli-Oktober 1976 memiliki volume defisit sebesar 13 kali lebih besar dari volume rata-rata harian. Kejadian tersebut berpeluang terjadi dua kali selama periode kejadian. Kejadian kekeringan pada tahun 2000 memiliki peluang terjadi 3 kali dengan nilai setara atau melampaui 260.828 x 106 m3.

Separuh kejadian kekeringan hidrologi yang teridentifikasi di DAS Brantas memiliki durasi di selang 10 sampai 20 hari dan seperlima kejadian kekeringan di DAS tersebut adalah kejadian dengan durasi pada selang 21 sampai 30 hari (Tabel 5). Kekeringan hidrologi dengan durasi lebih dari 100 hari memiliki frekuensi 3 % dari seluruh kejadian kekeringan yang teridentifikasi di DAS Brantas. Frekuensi kejadian sebesar 3 % setara dengan satu kejadian kekeringan.

Bengawan Solo

Kejadian kekeringan dengan durasi maksimum di DAS Bengawan Solo terjadi pada tahun 1972 dengan panjang durasi 167 hari, sedangkan volume defisit maksimum terjadi pada tahun 1994 sebesar 495.853 x 106 m3. Jika dilihat pada Gambar 8, periode ulang untuk volume defisit maksimum kekeringan hidrologi di DAS Bengawan Solo adalah 39 tahun atau terjadi sekali sepanjang periode tahun 1971-2010. Kejadian pada tahun 1972 memiliki peluang terjadi dua kali dalam periode kajian dengan nilai setara atau melampaui 486.691 x 106 m3. Kejadian kekeringan dengan periode ulang 10 tahun terjadi pada bulan Juli-November 1987 dengan nilai volume defisit sebesar delapan kali lebih besar dari rata-rata volume harian di DAS Bengawan Solo. Periode ulang 10 tahun berpeluang terjadi empat kali selama periode kajian ini. Jika dilihat pada Gambar 8, selisih volume defisit antara kejadian kekeringan periode ulang 40 tahun dan periode ulang 20 tahun tidak begitu signifikan dan jarak terdapat yang berbeda jauh antar kedua nilai dengan nilai volume defisit lain. Oleh karena itu, kedua kejadian kekeringan tersebut dapat dikatakan kejadian kekeringan ekstrem selama periode 39 tahun.

(27)

16

Sekitar seperempat kejadian kekeringan di DAS Bengawan Solo terjadi pada selang durasi 10 sampai 20 hari dan seperlima kejadian kekeringan memiliki durasi di atas 100 hari (Tabel 5). Durasi maksimum yang teridentifikasi pada periode kajian berada pada selang 161-170 hari dengan frekuensi kejadian 4 % atau terdapat dua kejadian pada selang tersebut. Diantara ketiga DAS yang dikaji, DAS Bengawan Solo memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk kejadian kekeringan dengan durasi di atas 100 hari dan memiliki frekuensi paling rendah untuk selang durasi 10 sampai 20 hari.

Tabel 5 Frekuensi durasi kekeringan hidrologi

Durasi

Ciujung Brantas Bengawan Solo

Jumlah kejadian Frekuensi Jumlah kejadian Frekuensi Jumlah kejadian Frekuensi 10 - 20 44 64% 15 50% 12 26% 21 - 30 8 12% 6 20% 8 17% 31 - 40 4 6% 0 0% 7 15% 41 - 50 4 6% 1 3% 1 2% 51 - 60 3 4% 2 7% 2 4% 61 - 70 2 3% 1 3% 2 4% 71 - 80 1 1% 2 7% 4 9% 81 - 90 0 0% 0 0% 1 2% 91 - 100 0 0% 2 7% 0 0% 101 – 110 1 1% 0 0% 2 4% 111 – 120 0 0% 0 0% 3 7% 121 – 130 0 0% 0 0% 1 2% 131 – 140 2 3% 0 0% 0 0% 141 – 150 0 0% 1 3% 1 2% 151 – 160 0 0% 0 0% 0 0% 161 – 170 0 0% 0 0% 2 4%

(28)

17

Gambar 8 Periode ulang volume defisit pada DAS Ciujung (○), Brantas (□), dan Bengawan Solo (●)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ambang batas Q80 di DAS Ciujung-Kragilan, Brantas-Mojokerto, dan Bengawan Solo-Babat berturut-turut adalah 17.6 m3s-1, 73.1 m3s-1, dan 46 m3s-1. Secara umum, kekeringan hidrologi yang teridentifikasi di masing-masing wilayah kajian terjadi pada kisaran bulan Mei sampai Desember. Hal tersebut karena terjadi propagasi dari defisit curah hujan (kekeringan meteorologi) hingga mempengaruhi debit sungai. Intensitas kejadian kekeringan hidrologi di DAS Ciujung dan Brantas hampir dua kali terjadi dalam setahun atau lebih sering dari DAS Bengawan Solo yang hanya terjadi sekitar sekali dalam setahun. Volume defisit maksimum untuk DAS Ciujung, Brantas, dan Bengawan Solo berturut-turut sebesar 153.789 x 106 m3, 501.824 x 106 m3, 495.853 x 106 m3 hanya terjadi sekali pada periode data yang tersedia. DAS Brantas memiliki volume defisit relatif paling besar dan DAS Bengawan Solo memiliki volume defisit relatif paling kecil. Frekuensi kejadian yang teridentifikasi dengan durasi melebihi 100 hari mencapai 4 % dan 3 % secara berturut-turut untuk DAS Ciujung dan Brantas serta 20 % untuk DAS Bengawan Solo.

Saran

Data hasil analisis dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan dan manajemen reservoir agar mempertimbangkan karakteristik kekeringan hidrologi di masing-masing DAS. Untuk kajian lebih lanjut, analisis frekuensi kekeringan

(29)

18

hidrologi dapat menggunakan data AMS dan dapat mengaplikasikan prosedur pooling agar hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dengan hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23: 1435-1452.doi:10.1002/joc.950.

[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2006. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa. Jakarta (ID): Bappenas.

Fleig A. 2004. Hydrological drought –A comparative study using daily discharge series from around the world [disertasi]. Freiburg (DE): Univesitas Albert-Ludwigs.

Fleig AK, Tallaksen LM, Hisdal H, Demunth S. 2006. A global evaluation of streamflow drought characteristics.Hydrol. Earth Syst. Sci. 10:535:552.

Haan CT. 1977. Statistical Method in Hydrology. Ames (US): The Iowa State University Press.

Hisdal H, Tallaksen LM. 2000. Classifications. Hisdal H dan Tallaksen LM, editor. Drought event definition. Technical Report to The ARIDE Project No. 6. Oslo (NO): University of Oslo. hlm 3-5.

Hisdal H, Tallaksen LM, Clausen B, Peters E, Gustard A. 2004. Hydrological drought characteristics. Di dalam: Tallaksen LM, Van Lanen HAJ, editor. Hydrological Drought: Processes and Estimation Methods for Streamflow and Groundwater. Volume 48. Development Water in Science. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 139-198.

Hisdal H, Tallaksen LM, Stahl K, Zaidman M, Demuth S, Gustard A. 2000. Hydrological drought – streamflow. Hisdal H dan Tallaksen LM, editor. Drought event definition. Technical Report to The ARIDE Project No. 6. Oslo (NO): University of Oslo. hlm 8-15.

Kaznowska E. 2011. Analysis of low flow characteristics and drought frequency in agricultural catchments. Di dalam: Banasik K, Øygarden L, Hejduk L, editor. Prediction and Reduction of Diffuse Pollution, Solid Emission and Extreme Flows from Rural Areas – case study of small agricultural catchment. Warsawa (PL): SGGW. hlm 27-46.

Kaznowska E, Banasik K. 2011. Streamflow droughts and probability of their occurance in a small agricultural catchment. Land Reclamation 43(1):57-69. Peters E, Bier G, Van Lanen HAJ, Torfs PJJF. 2006. Propagation and spatial

distribution of drought in a groundwater catchment. Journal of Hydrology 321:257-275.

Pramudia A. 2008. Pewilayahan hujan dan model prediksi curah hujan untuk mendukung analisis ketersediaan dan kerentanan pangan di sentra produksi padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmah. 2010. Penentuan daerah retensi banjir menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (studi kasus kabupaten Mojokerto) [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sandi DP. 2012. Analisis tren jangka panjang curah hujan dan debit daerah aliran

(30)

19 Searcy JK. 1969. Flow Duration Curves, Manual of Hydrology: Part 2 Low Flow

Techniques. Washington (US): US Government Printing Office.

Smakhtin VU. 2001. Low flow hydrology: a review. Journal of Hydrology 240:147-186.

Stahl K. 2001. Hydrological Drought: A Study Across Europe [disertasi]. Freiburg (DE): Univesitas Albert-Ludwigs.

Stahl K, Hisdal H. 2004. Hydroclimatology. Tallaksen LM, Van Lanen HAJ, editor Hydrological Drought: Processes and Estimation Methods for Streamflow and Groundwater. Volume 48. Development Water in Science. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 19-51.

Tallaksen LM, Hisdal H, dan Van Lanen HAJ. 2009. Space-time modelling of catchment scale drought characteristics. Journal of Hydrology 375:363-372.

Tallaksen LM, Madsen H, Hisdal H. 2004. Frequency analysis. Di dalam: Tallaksen LM, Van Lanen HAJ, editor. Hydrological Drought: Processes and Estimation Methods for Streamflow and Groundwater. Volume 48. Development Water in Science. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 199-271. Tallaksen LM, Van Lanen. 2004. Introduction. Tallaksen LM, Van Lanen HAJ,

editor Hydrological Drought: Processes and Estimation Methods for Streamflow and Groundwater. Volume 48. Development Water in Science. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 3-17.

Thomas T, Jaiswal RK, Galkate R. 2004. Forecasting and frequency analysis of low flow for Beas at Pandoh. EI(I) Journal CV 84.

Van Loon AF dan Van Lanen HAJ. 2012. A process-based typology of hydrological drought. Hydrol. Earth Syst. Sci. 16:1915–1946.

____. 2013. Making the distinction between water scarcity and drought using an observation-modeling framework. Water Resources Research 49:1-20.doi:10.1002/wrcr.20147.

Verwij L. 2005. Drought definitions for groundwater recharge, groundwater depth and streamflow: Poelsbeek and Bolscherbeek catchments (the Netherland) [tesis]. Wageningen (NL): Wageningen University Research.

[WMO] World Meteorological Organization. 2008. Manual on Low Flow and Estimation. WMO No. 1029.

Zelenhasic E. 2002. On the extreme streamflow drought analysis. Water Resource Management 16:105-132.

(31)

20

Lampiran 1 Kurva durasi aliran (FDC) di DAS (a) Ciujung, (b) Brantas, dan (c) Bengawan Solo

(a)

(b)

(32)

21 Lampiran 2 Tabulasi data partial duration series di DAS Ciujung

Awal Akhir Durasi (hari) Volume defisit (m3) Rank Periode ulang (tahun) Rata-rata volume defisit harian (m3s-1) Volume ralatif (vn/ vav) 31-Aug-70 9-Sep-70 10 6,022,080 62 0.6 602,208 0.8 4-Jul-72 3-Aug-72 31 16,199,136 28 1.4 522,553 2.0 30-Aug-72 21-Oct-72 53 45,210,528 13 3.0 853,029 5.7 18-Jun-75 29-Jun-75 12 9,949,824 45 0.9 829,152 1.2 21-May-76 1-Jun-76 12 10,825,920 42 0.9 902,160 1.4 18-Jun-76 5-Jul-76 18 20,060,352 22 1.8 1,114,464 2.5 10-Jul-76 29-Jul-76 20 22,885,632 20 2.0 1,144,282 2.9 1-Aug-76 27-Aug-76 27 26,823,744 17 2.3 993,472 3.4 3-Sep-76 5-Oct-76 33 38,212,992 14 2.8 1,157,969 4.8 19-Oct-76 3-Nov-76 16 15,113,088 29 1.4 944,568 1.9 19-Dec-76 28-Dec-76 10 6,848,928 58 0.7 684,893 0.9 8-Jul-77 26-Jul-77 19 19,380,384 25 1.6 1,020,020 2.4 2-Aug-77 19-Sep-77 49 58,766,688 8 4.9 1,199,320 7.4 21-Sep-77 20-Oct-77 30 37,038,816 15 2.6 1,234,627 4.6 24-Oct-77 8-Dec-77 46 48,295,008 11 3.6 1,049,891 6.1 12-Dec-77 21-Dec-77 10 8,407,584 51 0.8 840,758 1.1 15-Jun-79 29-Jun-79 15 8,400,672 52 0.8 560,045 1.1 23-Jul-79 7-Aug-79 16 13,452,480 35 1.1 840,780 1.7 26-Aug-79 9-Sep-79 15 14,142,816 32 1.2 942,854 1.8 24-Jun-82 25-Jul-82 32 26,462,592 19 2.1 826,956 3.3 7-Aug-82 18-Sep-82 43 51,474,528 10 4.0 1,197,082 6.5 22-Sep-82 2-Oct-82 11 6,366,816 59 0.7 578,801 0.8 4-Oct-82 18-Oct-82 15 14,986,080 30 1.3 999,072 1.9 20-Oct-82 25-Dec-82 67 68,043,456 6 6.6 1,015,574 8.5 18-Jun-83 2-Jul-83 15 11,214,720 40 1.0 747,648 1.4 4-Jul-83 20-Jul-83 17 14,059,872 34 1.2 827,051 1.8 7-Aug-83 14-Oct-83 69 88,815,744 3 13.2 1,287,185 11.1 29-Mar-85 7-Apr-85 10 4,069,440 68 0.6 406,944 0.5 4-Jul-87 26-Jul-87 23 19,886,688 23 1.7 864,639 2.5 28-Jul-87 8-Sep-87 43 45,691,776 12 3.3 1,062,599 5.7 3-Oct-87 12-Oct-87 10 4,458,240 66 0.6 445,824 0.6 23-Oct-87 1-Nov-87 10 9,516,960 47 0.8 951,696 1.2 31-Dec-87 17-Jan-88 18 14,102,208 33 1.2 783,456 1.8 10-Jul-88 24-Jul-88 15 4,281,120 67 0.6 285,408 0.5 2-Oct-88 19-Oct-88 18 14,335,488 31 1.3 796,416 1.8 23-Dec-88 2-Jan-89 11 5,636,736 64 0.6 512,431 0.7 16-May-89 12-Jul-89 58 60,570,720 7 5.7 1,044,323 7.6 22-Apr-91 4-May-91 13 10,214,208 44 0.9 785,708 1.3 15-May-91 27-May-91 13 12,426,048 38 1.0 955,850 1.6 29-May-91 23-Jun-91 26 30,217,536 16 2.5 1,162,213 3.8

(33)

22 25-Jun-91 3-Sep-91 71 79,227,936 5 7.9 1,115,886 9.9 18-Sep-91 30-Sep-91 13 11,151,648 41 1.0 857,819 1.4 9-Aug-92 26-Aug-92 18 19,545,408 24 1.6 1,085,856 2.5 2-Aug-93 14-Aug-93 13 7,350,048 57 0.7 565,388 0.9 23-Jun-94 3-Nov-94 134 153,788,544 1 39.6 1,147,676 19.3 16-Jul-96 25-Jul-96 10 8,684,064 49 0.8 868,406 1.1 28-Jul-96 9-Aug-96 13 7,876,224 54 0.7 605,863 1.0 8-Jul-97 16-Nov-97 132 108,336,960 2 19.8 820,735 13.6 20-Dec-97 12-Jan-98 24 20,617,632 21 1.9 859,068 2.6 17-May-98 31-May-98 15 12,611,808 37 1.1 840,787 1.6 16-Jun-98 13-Jul-98 28 26,509,248 18 2.2 946,759 3.3 7-Aug-98 27-Aug-98 21 17,667,936 27 1.5 841,330 2.2 9-Sep-98 23-Sep-98 15 12,726,720 36 1.1 848,448 1.6 7-Oct-98 16-Oct-98 10 5,407,776 65 0.6 540,778 0.7 24-Nov-98 3-Dec-98 10 8,143,200 53 0.7 814,320 1.0 11-Dec-98 25-Dec-98 15 9,376,128 48 0.8 625,075 1.2 6-Jun-99 6-Jul-99 31 18,537,120 26 1.5 597,972 2.3 22-Jul-99 10-Aug-99 20 7,560,000 56 0.7 378,000 0.9 29-Aug-99 8-Sep-99 11 6,237,216 61 0.6 567,020 0.8 28-Aug-00 18-Sep-00 22 2,685,312 69 0.6 122,060 0.3 21-Jun-01 14-Aug-01 55 52,409,376 9 4.4 952,898 6.6 21-Dec-01 9-Jan-02 20 8,448,192 50 0.8 422,410 1.1 8-Apr-02 26-Apr-02 19 10,532,160 43 0.9 554,324 1.3 3-May-02 14-May-02 12 5,656,608 63 0.6 471,384 0.7 1-Jun-02 19-Jun-02 19 11,991,456 39 1.0 631,129 1.5 27-Jun-02 6-Oct-02 102 84,313,440 4 9.9 826,602 10.6 29-Oct-02 10-Nov-02 13 9,524,736 46 0.9 732,672 1.2 30-Nov-02 10-Dec-02 11 6,338,304 60 0.7 576,209 0.8 18-Apr-10 30-Apr-10 13 7,798,464 55 0.7 599,882 1.0 Σ 1,869 1,683,921,312

(34)

23 Lampiran 3 Tabulasi data partial duration series di DAS Brantas

Awal Akhir Durasi (hari) Volume defisit (m3) Rank Periode ulang (tahun) Rata-rata volume defisit harian (m3s-1) Volume ralatif (vn/ vav) 19-Aug-73 30-Aug-73 12 23,870,592 22 0.8 1,989,216 1.1 1-Sep-73 17-Sep-73 17 24,669,792 20 0.9 1,451,164 1.1 16-Jul-74 26-Jul-74 11 14,315,616 27 0.7 1,301,420 0.7 14-Aug-74 24-Aug-74 11 24,579,936 21 0.8 2,234,540 1.1 26-Aug-74 7-Sep-74 13 19,679,328 24 0.7 1,513,794 0.9 27-Jul-75 20-Aug-75 25 35,428,320 14 1.3 1,417,133 1.6 22-Aug-75 3-Sep-75 13 11,836,800 28 0.6 910,523 0.5 20-May-76 29-May-76 10 21,107,520 23 0.8 2,110,752 1.0 12-Jun-76 6-Jul-76 25 32,404,320 15 1.2 1,296,173 1.5 9-Jul-76 14-Oct-76 98 375,435,648 2 8.8 3,830,976 17.1 19-Oct-76 31-Oct-76 13 39,534,048 12 1.5 3,041,081 1.8 28-Jun-77 24-Nov-77 150 501,824,160 1 17.6 3,345,494 22.9 21-Aug-79 2-Nov-79 74 153,789,408 5 3.5 2,078,235 7.0 5-Nov-79 3-Dec-79 29 42,094,944 11 1.6 1,451,550 1.9 23-Jul-92 5-Aug-92 14 17,267,904 25 0.7 1,233,422 0.8 7-Aug-92 31-Aug-92 25 31,816,800 16 1.1 1,272,672 1.5 16-Sep-92 2-Oct-92 17 31,115,232 17 1.0 1,830,308 1.4 6-Jul-93 22-Aug-93 48 111,639,168 9 2.0 2,325,816 5.1 3-Sep-93 24-Sep-93 22 35,940,672 13 1.4 1,633,667 1.6 26-Sep-93 16-Nov-93 52 67,882,752 10 1.8 1,305,438 3.1 29-Jun-94 18-Jul-94 20 27,267,840 19 0.9 1,363,392 1.2 20-Jul-94 14-Sep-94 57 118,595,232 7 2.5 2,080,618 5.4 16-Sep-94 28-Nov-94 74 182,188,224 4 4.4 2,462,003 8.3 23-May-95 8-Jun-95 17 29,439,072 18 1.0 1,731,710 1.3 7-Aug-95 22-Aug-95 16 8,176,896 30 0.6 511,056 0.4 24-Aug-95 25-Oct-95 63 146,600,928 6 2.9 2,326,999 6.7 29-Oct-95 7-Nov-95 10 9,504,000 29 0.6 950,400 0.4 27-Mar-96 5-Apr-96 10 14,463,360 26 0.7 1,446,336 0.7 24-Apr-96 22-May-96 29 113,480,352 8 2.2 3,913,116 5.2 26-Jun-00 29-Sep-00 96 260,827,776 3 5.9 2,716,956 11.9 Σ 1,071 2,526,776,640

(35)

24

Lampiran 4 Tabulasi data partial duration series di DAS Bengawan Solo

Awal Akhir Durasi (hari) Volume defisit (m3) Rank Periode ulang (tahun) Rata-rata volume defisit harian (m3s-1) Volume ralatif (vn/ vav) 6-Aug-71 19-Oct-71 75 126,290,880 15 2.6 1,683,878 3.4 5-Jun-72 18-Nov-72 167 486,691,200 2 19.4 2,914,319 13.1 6-Sep-73 20-Sep-73 15 12,588,480 44 0.9 839,232 0.3 18-Jun-74 16-Jul-74 29 26,274,240 35 1.1 906,008 0.7 6-Aug-75 12-Sep-75 38 30,412,800 31 1.3 800,337 0.8 21-May-76 28-Jun-76 39 63,616,320 20 1.9 1,631,188 1.7 30-Jun-76 18-Oct-76 111 270,898,560 5 7.8 2,440,528 7.3 26-Jun-80 16-Jul-80 21 26,688,960 34 1.1 1,270,903 0.7 18-Aug-80 16-Oct-80 60 149,385,600 13 3.0 2,489,760 4.0 26-Jun-82 24-Jul-82 29 32,408,640 29 1.3 1,117,539 0.9 27-Jul-82 14-Nov-82 111 150,932,160 12 3.2 1,359,749 4.1 16-Sep-85 17-Oct-85 32 22,446,720 38 1.0 701,460 0.6 11-Aug-86 10-Sep-86 31 20,727,360 39 1.0 668,625 0.6 7-Jul-87 21-Jul-87 15 13,867,200 43 0.9 924,480 0.4 23-Jul-87 22-Nov-87 123 288,290,880 4 9.7 2,343,828 7.8 24-Aug-88 17-Oct-88 55 51,235,200 22 1.8 931,549 1.4 27-Jul-89 23-Aug-89 28 38,378,880 28 1.4 1,370,674 1.0 25-Aug-89 3-Oct-89 40 61,516,800 21 1.8 1,537,920 1.7 6-Oct-89 27-Oct-89 22 47,070,720 25 1.6 2,139,578 1.3 14-Nov-89 23-Nov-89 10 10,281,600 45 0.9 1,028,160 0.3 15-Jul-90 4-Oct-90 82 114,194,880 16 2.4 1,392,620 3.1 6-Oct-90 31-Oct-90 26 43,441,920 26 1.5 1,670,843 1.2 5-Nov-90 22-Nov-90 18 16,027,200 42 0.9 890,400 0.4 19-Jun-91 7-Nov-91 142 314,452,800 3 12.9 2,214,456 8.5 21-Jul-92 6-Aug-92 17 31,242,240 30 1.3 1,837,779 0.8 10-Aug-92 25-Aug-92 16 25,142,400 36 1.1 1,571,400 0.7 10-Jul-93 20-Oct-93 103 217,218,240 7 5.5 2,108,915 5.9 22-Oct-93 15-Nov-93 25 48,358,080 24 1.6 1,934,323 1.3 27-May-94 7-Nov-94 165 495,853,056 1 38.8 3,005,170 13.4 17-Jul-95 28-Jul-95 12 27,120,960 33 1.2 2,260,080 0.7 3-Aug-95 17-Oct-95 76 184,639,392 11 3.5 2,429,466 5.0 5-Jun-96 12-Aug-96 69 129,835,008 14 2.8 1,881,667 3.5 19-Aug-96 30-Aug-96 12 19,526,400 41 0.9 1,627,200 0.5 2-Sep-96 5-Oct-96 34 65,396,160 19 2.0 1,923,416 1.8 9-Sep-97 10-Oct-97 32 50,639,040 23 1.7 1,582,470 1.4 20-Oct-97 5-Dec-97 47 82,918,080 18 2.2 1,764,214 2.2 15-Dec-97 31-Dec-97 17 20,278,080 40 1.0 1,192,828 0.5 28-Aug-98 23-Sep-98 27 41,048,640 27 1.4 1,520,320 1.1 10-Jul-99 26-Jul-99 17 28,615,680 32 1.2 1,683,275 0.8

(36)

25 28-Jul-99 13-Oct-99 78 193,111,776 9 4.3 2,475,792 5.2 25-Jun-00 15-Oct-00 113 248,517,504 6 6.5 2,199,270 6.7 4-Aug-01 4-Oct-01 62 94,521,600 17 2.3 1,524,542 2.5 10-Jul-02 20-Jul-02 11 743,040 46 0.8 67,549 0.0 30-Jul-02 14-Nov-02 108 191,134,080 10 3.9 1,769,760 5.1 24-Jul-03 10-Oct-03 79 197,258,976 8 4.9 2,496,949 5.3 21-Oct-03 31-Oct-03 11 22,713,696 37 1.0 2,064,881 0.6 Σ 2,450 4,833,952,128

(37)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Agustus 1992 dan merupakan anak tunggal dari Kiagus Ahmad Yani (alm) dan Raden Siti Aena. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor dan langsung melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti unit kegiatan mahasiswa (UKM) Koran Kampus menjabat sebagai fotografer dari tahun 2009-2012 serta sebagai bendahara umum pada tahun kepengurusan 2011-2009-2012. Selain itu, penulis ikut serta dalam lembaga kemahasiswaan Himpunan Kemahasiswaan Agrometeorologi (HIMAGRETO) sebagai sekretaris departemen komunikasi dan informasi pada tahun kepengurusan 2010-2011. Diluar kegiatan kampus, penulis aktif dalam organisasi Indonesian Climate Student Forum (ICSF) sejak tahun 2011 sampai sekarang. Penulis juga menerima beasiswa dari Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM).

Gambar

Gambar  1  Propagasi  kekeringan  yang  mempengaruhi  siklus  hidrologi  beserta  dampak yang diakibatkan oleh kekeringan (Hisdal dan Tallaksen 2000,  Stahl 2001)
Tabel 1  Definisi kondisi ketersediaan air rendah (Van Loon dan Van Lanen 2013)  Jangka panjang  Jangka pendek
Gambar 3 Ilustrasi metode ambang batas: (a) ambang batas konstan, (b) ambang  batas bervariasi bulanan, (c) ambang batas bervariasi harian (Stahl 2001,  Hisdal et al
Tabel 2  Profil wilayah kajian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memakai jubah aneka warna yang dihiasi permata, Konstantinus membuka konsili tersebut. la berseru kepada lebih dari tiga ratus uskup yang hadir agar mereka

muscles will lift es will lift your leg and your leg and move it forward. If If you you never never get get thirsty thirsty , , you you need to need to drink drink

Berdasarkan latar belakang masalah yang dirumuskan, maka manfaat utama dalam penelitian ini adalah menghasilkan buku cerita bergambar yang menarik untuk anak kelas 1 SDN

Crowell, II dalam bukunya yang berjudul A Practical Guide To The Occupational Safety and Health Act “The Occupational Safety and Health Act applics "with respect to employ

yang matang menyebabkan 90% dari perdarahan uterus yang tidak normal ini terjadi pada wanita saat dan akhir masa produktif. Anovulasi ini menyebabkan pola menstruasi yang

Hal ini diwujudkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar pada kompetensi dasar mengaktualisasikan

Banyaknya Perolehan Suara pada Pemilihan Umum KDH dan Wa KDH Propinsi Jatim Tahun 2008 Dirinci Menurut Kecamatan dan Nomor Urut Pasangan Cagub dan Cawagub Putaran I Number Votes

atau menurunkan potensi ekosistem lingkungan. Harus mampu memberikan perlindungan dan keamanan yang cukup terhadap areal bumi perkemahan. Mempunyai fasilitas dan akomodasi yang