• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi kompleks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Reaksi kompleks"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Selasa, 13 April 2010

Reaksi Substitusi Terhadap Senyawa Kompleks

I. Senyawa kompleks

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Interaksi antara logam dengan ligan - ligan dapat diibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron (ligan)

Setiap ligan memiliki setidaknya satu pasang elektron bebas, tetapi ada juga ligan yang mempunyai dua pasang atau lebih elektron bebas.

seperti : H2 CH2 H2 (di etil diamin) bidentat H2 H2CH2 H2CH2 H2 (dietilen triamin) polidentat

Atom logam baik dalam keadaan netral ataupun bermuatan positif bertindak sebagaiasma lewis (menerima pasangan elektron) sehingga ikatan yang terjadi antara logan dengan ligan umumnya merupakan ikatan kovalen koordinat, sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa

koordinasi.

Atom adalah suatu ligan yang terikat langsung dengan atom pusat dikenal sebagai atom donor, contoh: nitrogen dalam ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ merupakan atom donor. Senyawa-Senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi yang dapat diartikan sebagai bilangan yang dapat

menunjukkan jumlah atom donor diseputar atom logam pusat dalam ion kompleks. Ion-ion kompleks memiliki bilangan koordinat yang bermacam – macam

Contoh : Ion Kompleks Bilangan Koordinasi Ag [NH3]+ 2

[Sn Cl3]- 3 [Fe Cl4]- 4 [Ni(CN)5]3- 5 [Fe(CN)6]3- 6

Ion dengan bilangan koordinasi 2 dan lebih besar dari 6 seperti 7,8 sangat jarang ditemukan. Yang paling umum dibicarakan adalah ion kompleks yang bilangan koordinasi 4 dan 6.

II. Reaksi – Reaksi Senyawa Kompleks

a. Kestabilan Ion Kompleks

Reaksi kompleks diklasifikasikan kedalam reaksi substitusi ligan, reaksi konversi ligan dan reaksi redoks logam. Tetapi dalam hal ini yang dibahas adalah reaksi substitusi ligan.

Ion logam mengalami reaksi pertukaran (substitusi) ligan dalam larutan yang secara umum dapat ditulis dalam bentuk persamaan :

Ln Mx + Y ® Ln My + X

Laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion logam dan ligannya.

Dalam konteks reaksi substitusi ligan, pengertian tentang kestabilan dan kecenderungan bereaksi adalah bersifat termodinamika.

Satu ukuran mengenai kecenderungan ion logam membentuk ion kompleks tertentu adalah konstanta pembentukan atau konstanta kestabilan (kf)

Konsep dan metode perhitungan konstanta pembentukan bertahap diusulkan oleh N.Bjerru (1941), dimana konstanta kesetimbangan penggantian ion terhidrasi M dengan ligan lain dalam

(2)

larutan air adalah : M + L ® ML Kf = ML + L ® ML2 Kf = MLn + L ® MLn+1 Kf =

Semakin besar harga Kf, semakin stabil ion kompleks.

Contoh : ion kompleks tetra sianonikelat II dikatakan stabil karena harga Kf besar yaitu : 1x1030 Ni2+ + 4 CN- ® [Ni

(CN)4]2-Dengan menggunakan ion sianida berlabel isotop radioaktif C-14 ion kompleks [Ni (CN)4]2- menunjukkan pertukaran ligan sangat cepat dalam larutan.

Kesetimbangan ini tercapai begitu spesi dicampurkan. [Ni(CN)4]2- + 4 *CN- Û [Ni(*CN)4]2- +

4CN-Dimana tanda asterisk (*) menyatakan atom C -14 kompleks seperti ion tetra siano nikelat II disebut kompleks labil sebab kompleks ini mengalami reaksi pertukaran ligan dengan cepat. Jadi spesi yang stabil seacara termodinamika (artinya : spesi yang konstanta pembentukannya besar) tidak selalu tidak reaktif.

Salah satu kompleks yang secara termodinamika tak stabil dalam larutan asam ialah [Cu (NH3)6]3+. Konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini sekitar 1x1020.

[Co (NH3)6]3+ + 6H+ + 6H2O Û [Co (H2O)6]3+ + 6NH4+.

Ketika kesetimbangan tercapai, konsentrasi ion [Co (H2O)6]3+ sangat rendah. Ini merupakan satu contoh dari kompleks inert, yaitu kompleks yang mengalami reaksi pertukaran sangat lambat (supaya reaksinya selesai membutuhkan waktu dalam hitungan jam atau bahkan hari). Ini menunjukkan spesi yang tidak stabil secara termodinamika tidak selalu berarti reaktif sacara kimia.

b. Mekanisme Reaksi Substitusi

Pemahaman efek ligan yang keluar (x) dan ligan yang masuk (y) pada laju substitusi dan spesi senyawa antara (intermediet) penting untuk mengelusidasi reaksi kompleks logam. Khususnya bermamfaat untuk merangkumkan struktur elektronik logamnya, stereo kimia kompleksnya dan korelasi antar parameter yang mewakili sterik senyawa dan laju reaksi. Umumnya mekanisme reaksi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

1. Mekanisme disosiatif 2. Mekanisme asosiatif 3. Mekanisme pertukaran 1. Mekanisme Disosiatif

Reaksi substitusi yang sangat sensitif pada identitas ligan yang keluar (x) dan praktis tidak sensitif pada identitas ligan yang masuk.

Kompleks terdisosiasi, melepaskan ligan yang diganti kekosongan dalam kulit koordinasi lalu diisi ligan yang baru. Jalur ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

[L5MX]n+ X- + [L5M](n+1)+ [L5MY]n+ ¯

Zat intermediat

(3)

lambat, jadi menentukan laju berlangsungnya proses total dengan kata lain sekali kompleks intermediet terbentuk akan seg bereaksi dengan ligan baru Y- .

Mekanisme disosiatif sering dijumpai dalam kompleks heksakoordinat dimana proses

melepaskan (eliminasi) X- diikuti dengan peningkatan spesi molekular dalam tahap senyawa intermediet, aktivasi entropinya (Ds) bernilai positif.

Dan terjadi penurunan bilangan koordinasi dispesi intermediet. 2. Mekanisme Asosiatif

Laju substitusi ligan kompleks bergantung pada ligan Y yang berkoordinasi dengan logam pusat dan tidak sensitif pada ligan yang keluar (X). Dalam hal ini ligan baru menyerang kompleks secara laangsung membentuk kompleks teraktifkan berkoordinasi -7, yang kemudian melepaskan ligan yang ditukar. Hal ini dapat ditunjukkan dalam skema.

[L5MX]n+ + Y- [L5MX]n+ +

X-Reaksi ini disertai reduksi spesi molekuler dalam tahap antara, dimana pengukuran

termodinamikanya mengindikasikan entropi aktivasi bernilai negatif dan tejadii peningkatan bilangan koordinasi.

Reaksi substitusi asosiatif sering diamati pada senyawa seperti :

Kompleks Pt (II) planar tetra koordinat diman zat intermedietnya adalah kompleks penta koordinat bipiramidal segitiga, jika senyawa heksa koordinat, zat yang menjadi intermediet adalah komplek hepta koordinat.

3. Mekanisme Pertukaran

Reaksi berlangsung melalui mekanisme pertukaran, ketika koordinasi Y dan eliminasi X berlangsung bersamaan.

III. Pertukaran Air Dan Pembentukan Kompleks Dari Ion Akua

Karena kebanyakan reaksi diman kompleks terbentuk berlangsung dalam larutan air, salah satu reaksi yang sangat mendasar untuk dibicarakan / dipahami adalah dimana molekul – molekul air disekeliling kation dalam larutan air dipindahkan dari kulit koordinasi dan diganti oleh atom ligan lain.

a. Reaksi penggantian ligan dalam kompleks oktahedral (bilangan koordinasi 6)

Pembentukan kompleks oktahedral satu ion logam dalam pelarut air dengan suatu ligan berlangsung melalui reaksi substitusi.

Tahapan atau mekanisme reaksi tergantung pada jenis ligan, jika ligan yang masuk monodentat berlangsung 6 tahap, jika ligan yang masuk bidentat ada 3 tahap dan jika ligan tridentat

berlangsung 2 tahap Contoh :

1). Kompleks [M(H2O)6]n+ pada saat kedalam larutan ditambahkan ligan monodentat tidak bemuatan, maka terjadi reaksi :

Tahap I :

[M(H2O)6]n+ + L ® [M(H2O)5L]n+ + H2O Tahap II :

[M(H2O5]n+ + L ® [M(H2O)4L2]n+ + H2O

(4)

[ML6]n+.

2). Jika ligan yang ditambah adalah ligan bidentat,maka pada setiap tahap ada 2 molekul air yang disubstitusi sehingga untuk menghasilkan kompleks [ML6]n+ ada 3 tahapan :

Tahap I :

[M(H2O)6]n+ + L ® [M(H2O)4L2]n+ + 2H2O Tahap II :

[M(H2O)4 L2]n+ + L ® [M(H2O)2L4]n+ + 2H2O Tahap III :

[M(H2O)2 L4]n+ + L ® [ML6]n+ + 2H2O

b. Reaksi Penggantian Ligan Dalam Kompleks Bujur Sangkar (Bilangan Koordinasi 4)

Bagi kompleks bujur sangkar, masalah mekanisme ternyata lebih langsung dan karena iru dapat dipahami lebih baik. Dalam kompleks tetra koordinasi lebih memungkinkan mekanisme yang terjadi adalah asosiatif.

Contoh :

Pt Ln Cl4-n + Y ® Pt Ln Cl3-nY +

Cl-Dimana telah ditemukan bagi deret 4 kompleks dimana L = NH3 dan Y = H2O. Beragam hanya oleh faktor 2. Ini merupakan keragaman yan menarik perhatian karena muatan kompleks berubah dari -2 ke +1 bila n berubah dari 0 ke 3. Pemutusan ikatan Pt – Cl menjadi lebih sulit dalam deret ini.

c. Efek Trans

Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks oktahedral dan segiempat. Ligan-ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans terhadapnya bersifat labil, dikatakan mempunyai efek trans yang kuat.

Dalam kompleks tetrakoordinat bujur sangkar khususnya platina (II), ligan yang berorientasi trans pada ligan yang keluar (X) menentukan laju substitusi (efek trans). Laju substitusi meningkat dengan peningkatan kemampuan akseptor p atau donor s ligan trans dalam urutan NH3 < Cl- < Br- < I- < NCS- < PR3 < CN- < CO.

BAB

I:

PENDAHULUAN

May 18, 2010 by suyantakimia Leave a Comment I.1 Batasan Pengertian

Kimia Koordinasi :

Bagian dari Ilmu Kimia yang mempelajari senyawa- senyawa koordinasi. Senyawa koordinasi/senyawa kompleks :

(5)

Senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi (ikatan kovalen koordinasi) antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami (pada awal penemuannya)

Ikatan kovalen koordinasi :

Ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut.

Ion/atom pusat :

Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Ligan (gugus pelindung) :

atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron (Basa Lewis).

Banyak materi penting yang merupakan senyawa kompleks, misalnya : klorofil, hemoglobin, vitamin B12, Katalis Ziegler – Nata, tinta cina, dll

Beberapa contoh fenomena yang terkait dengan eksistensi senyawa kompleks adalah : • · Ag(aq)+ + Cl(aq)- ↔ AgCl(s)putih (1)

AgCl(s)putih + 2 NH3(g) ↔[Ag(NH3)2] (aq)+ + Cl(aq)- (2)

Keterangan : Jika ke dalam larutan yang mengandung Ag+ ditambahkan Cl- maka akan

terbentuk endapan putih AgCl. Jika ke dalam endapan tersebut ditambahkan NH3 maka endapan

larut membentuk ion kompleks [Ag(NH3)2]+ . Jika selanjutnya ditambahkan larutan HNO3, maka

endapan putih akan terbentuk kembali. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pergeseran kesetimbangan pada reaksi (2) ke arah kiri. Kesetimbangan bergeser ke kiri karena terjadi pengurangan NH3 membentuk NH4+.

• Pembentukan ion kompleks seringkali disertai dengan timbulnya warna tertentu pada larutan, misalnya pada penggunaan tinta rahasia. Tulisan yang dibuat dengan tinta tersebut hanya dapat dilihat jika kertas dipanaskan. Pada suhu kamar tulisan akan kembali tak kasat mata. Hal ini terkait dengan perubahan warna yang menyertai pembentukan senyawa kompleks seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut : 2 [Co(H2O)6]Cl2 ↔ Co[CoCl4] + 12 H2O

(6)

(jika encer : transparan) I.2 Sejarah Penemuan

• Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3.

Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji sifat-sifatnya, misalnya :

Kompleks Rumus Kimia (sekarang)

Cr(SCN)2.NH4SCN.2NH3 PtCl2.2NH3 Co(NO2)3.KNO2.2NH3 PtCl2.KCl.C2H4 NH4[Cr (NH3)2(NCS)4] [Pt(NH3)4][PtCl4] K[Co(NH3)2(NO2)4] K[Pt(C2H4)Cl3]

• Banyak senyawa kompleks memperlihatkan warna yang khas, oleh karena itu warna pernah dijadikan dasar dalam pemberian nama senyawa kompleks, misalnya :

Kompleks warna Nama

CoCl3.6NH3 CoCl3.5NH3 CoCl3.4NH3 CoCl3.4NH3 CoCl3.5NH3.H2O IrCl3.6NH3*) Kuning

Ungu/merah lembanyung (purple) Hijau Lembayung (violet) Merah Putih Luteocobaltic chloride Purpureocobaltic chloride Praseocobaltic chloride Violeocobaltic chloride Roseocobaltic chloride Luteoiridium chloride

*) Bukan karena bewarna kuning, melainkan karena mengikat 6 molekul NH 3

• Kompleks kloroamin kobal(III) [demikian juga Cr(III)] tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna, melainkan juga perbedaan reaktivitas Cl yang terdapat dalam molekul-molekul tersebut. Misalnya, jika ke dalamnya ditambahkan larutan AgNO3, maka jumah

ion yang terendap sebagai AgCl bervariasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut : Kompleks Jumlah Cl- terendap Rumus Kimia (sekarang)

(7)

CoCl3.5NH3 CoCl3.4NH3 IrCl3.3NH3 2 1 0 [Co(NH3)5Cl]Cl2 [Co(NH3)4Cl2]Cl [Ir(NH3)3Cl3]

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada CoCl3.6NH3 dan IrCl3.3NH3 semua atom Cl identik,

akan tetapi pada CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 terdapat perbedaan di antara atom-atom Cl

(terdapat 2 jenis).

• Data konduktivitas molar larutan dapat dimanfaatkan untuk memprediksikan jumah ion yang dihasilkan oleh tiap 1 molekul solut sebagaimana ditunjuukan pada tabel berikut : Kompleks Konduktivitas molar

(ohm-1) Jumlah ion terindikasi Rumus Kimia (sekarang)

PtCl4.6NH3 PtCl4.5NH3 PtCl4.4NH3 PtCl4.3NH3 PtCl4.2NH3 PtCl4.NH3.KCl PtCl4.2KCl 523 404 229 97 0 109 256 5 4 3 2 0 2 3 [Pt(NH3)6]Cl4 [Pt(NH3)5Cl]Cl3 [Pt(NH3)6Cl2]Cl2 [Pt(NH3)3Cl3]Cl [Pt(NH3)2Cl4] K[Pt(NH3)Cl5] K2[Pt(NH3)6Cl6]

• Senyawa-senyawa tertentu dengan komposisi kimia yang sama memiliki warna yang berbeda, misalnya CoCl3.4NH3 ada yang bewarna hijau dan ada yang bewarna

lembayung. Ada kalanya yang berbeda bukan warnanya, akan tetapi sifat-sifat yang lain. Misalnya α-PtCl4.2NH3 dan β-PtCl4.2NH3 memiliki warna yang sama (krem), akan tetapi

berbeda dalam kelarutan dan reaktifitas kimianya. I.3 Teori Rantai (Bomstrand-Jorgenson), 1869

Terilhami oleh konsep teravalensi karbon dan pembentukan rantai karbon dalam senyawa organik.

Ditinjau kompleks kloroamin kobal : CoCl3.6NH3 :

• Unsur hanya memiliki 1 macam valensi, jadi Co(III) hanya dapat membentuk 3 ikatan dalam senyawa kompleks

(8)

• Cl dapat terikat langsung pada Co atau dengan perantara NH3. Cl yang terikat langsung

oleh Co tak teruon dan tak dapat diendapkan, sedang yang terikat melalui perantara NH3

dapat terion dan dapat diendapkan dengan penambahan Ag+.

• NH3 dapat membentuk rantai (seperti C dalam senyawa karbon).

Berdasarkan asumsi tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan

CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:

NH3 – Cl CoCl3.6NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl NH3 – Cl Cl CoCl3.5NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl NH3 – Cl Cl CoCl3.4NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl Cl Cl CoCl3.4NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – Cl ( ? ? ?) Cl

I.4 Teori Koordinasi (Alfred Werner), 1893 3 postulat Werner adalah :

1. Unsur logam memiliki 2 macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder (dalam istilah sekarang masing-masing disebut bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi).

2. Setiap unsur cenderung memenuhi valensi primer maupun valensi sekundernya. 3. Valensi sekunder diarahkan kepada posisi tertentu dalam ruangan.

Berdasarkan 3 postulat tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan

CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:

(9)

NH3

NH3

NH3

CoCl3.6NH3 : Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)6]Cl3

NH3 NH3 NH3 Cl Cl NH3 NH3

CoCl3.5NH3 : Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)5Cl]Cl2

NH3 NH3 NH3 Cl Cl NH3 NH3

CoCl3.4NH3 Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)4Cl2]Cl

NH3

Cl NH3

(10)

Cl NH3

NH3

CoCl3.4NH3 : Co Rumus kimia : [Co(NH3)3Cl3]

Cl Cl NH3

I.5 Tatanama

1. Urutan ion : kation disebut lebih dulu sebelum anion

2. Dalam hal kompleks nonionik, ditulis dalam satu kata 3. Nama ligan :

Ligan netral → sesuai dengan namanya, kecuali : H2O (akuo), NH3 (ammin), NO (nitrosil),

CO (karbonil).

Ligan anion → berakhiran –o Ligan kation → berakhiran –iu

4 Urutan penyebutan ligan : berdasarkan abjad 5 Awalan yang menyatakan banyaknya ligan

Ligan sederhana : di (2), tri (3), tetra (4), penta (5), heksa (6)

Ligan yang namanya telah mengandung kata ’di’, ’tri’, dst : bis (2), tris (3), tetrakis (4), pentakis (5), heksakis (6).

6 Akhiran : kompleks anion → berakhiran at kompleks kation dan netral → tak berakhiran

1. Bilangan oksidasi ion pusat ditulis dengan nama angka romawi diantara tanda kurung 2. Ligan berjembatan

Ligan yang menjembatani 2 atom pusat diberi awalan – µ

(11)

1. Isomir geometri

Jika terdapat ligan yang sama : awalan ’cis’ (ligan yang sama berdekatan) awalan ’trans’ (ligan yang sama berseberangan)

2-Cl Br Br NO2 trans-dibromokloronitroplatinat(II) + NH3 Br Br NH3 NH3 NH3 Cis-tetrammindibromokabaltat(III) Jika tak terdapat ligan yang sama :

- kompleks bujur sangkar : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu dan yang berseberangan

1-Cl Br NH3 NO2

1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II)

- kompleks oktahedral : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu sebagai no 1, selanjutnya ligan nomor 2, 4 dan 6

1

(12)

4 3 6 + Cl Py Br I NH3 NO2 1-ammin-3-bromo-4-iodo-6-piridinkloronitroplatina(IV) 1. Isomir optik

Awalan d : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan Awalan l : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri Filed under Kimia Koordinasi Tagged with Pendahuluan

BAB II: IKATAN

DALAM

SENYAWA

KOORDINASI

May 18, 2010 by suyantakimia Leave a Comment II.1 Struktur Lewis

Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot (sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah :

. . . .. . C . . N : : O : : F :

. . . .

Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul

tersebut, setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3,

H2O dan HF adalah :

(13)

.. .. .. ..

H : C : H H : N : H H : O : H H : F : .. .. .. ..

H

Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).

II.2 Sifat kemagnetan

Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet

Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet. Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) :

µ = √[n(n+2)] BM

dengan n = jumlah elektron tak berpasangan

BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik) II.3 Teori Ikatan Valensi

• Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi

• Struktur kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya. sp → linier sp2 → trigonal planar sp3 → tetrahedral sp3d → bipiramida segitiga sp3d2 → oktahedral dsp2 → bujur sangkar Contoh :

(14)

a. [CoF6]3- → eksperimen : oktahedral, paramagnetik 27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub

kulit 3d.

Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2

menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F

-Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar. hibridisasi sp3d2

b. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik 27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan,

sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2.

Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3

menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3.

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam.

hibridisasi d2sp3

II.4 Teori Medan Kristal

Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d

ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan

dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut

(15)

ü Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom.

ü Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.

ü Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan)

dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang

berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

ü Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan

ligan lemah ∆o kecil.

ü Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini

disebut spin rendah.

ü Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan

sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi. Contoh :

1. [CoF6]3- → eksperimen : oktahedral, paramagnetik

F- merupakan ligan lemah (∆

o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing

orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat

paramagnetik.

1. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya

berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.

II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆o

• Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+

• Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d

• Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar • Berbanding terbalik dengan ukuran ligan

Deret spektrokimia :

Ligan kuat Ligan sedang Ligan lemah CO, CN- > phen > NO

(16)

-II.6 Energi Penstabilan Medan Kristal

• Persamaan energi potensial klasik : E ≈ Q1Q2/R

• Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data

eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga disebut Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE). • CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap

penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap

penempatan 1 e pada orbital eg.

Sistem Konfigurasi (spin tinggi) CFSE Konfigurasi (spin rendah) CFSE d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 d9 d10 t2g1 t2g2 t2g3 t2g3 eg1 t2g3 eg2 t2g4 eg2 t2g5 eg2 t2g6eg2 t2g6 eg3 t2g6 eg4 0,4∆o 0,8∆o 1,2∆o 0,6∆o 0 0,4∆o 0,8∆o 1,2∆o 0,6∆o 0 t2g4 t2g5 t2g6 t2g6 eg1 1,6∆o 2,0∆o 2,4∆o 1,8∆o

LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks 1. Kompleks Oktahedral

Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy,

dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda

tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

(17)

Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x

dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.

1. Kompleks bujur sangkar

Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun,

sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya

semakin naik.

1. Kompleks tetrahedral

Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah

(oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan

orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih

rendah dibanding t2g).

Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :

II.8 Warna Senyawa Kompleks

Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks

tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan

oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada

panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah

violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan

pada gambar berkut :

II.9 Teori Orbital Molekul

• Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).

• 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.

(18)

• Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.

• Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan.

• Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.

Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut: • Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada

orbital anti ikatan disebut orde ikatan.

• Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.

• Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.

Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:

• Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.

Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut : Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar

berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk

orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy,

dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari

ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs

paling rendah kemudian diikuti σp dan σd.

Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil

(misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal

pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*.

Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se makin

(19)

II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks

Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2-, RNC dan CN- memiliki medan ligan yang kuat sehingga

dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh

keterlibatan ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN)64- sebagai contoh.

Fe2+ memiliki orbital d

π (t2g)yang terisi elektron, sedang CN- memiliki orbital anti ikatan (π*)

yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara

Fe2+ dengan CN- selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN- berperan sebagai basa Lewis, juga

terjadi melalui ikatan π dimana CN- berperan sebagai asam Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi.

Ikatan σ akan efektif jika CN- memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini terpenuhi karena

adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN- melalui ikatan π. Aliran elektron tersebut juga berakibat

rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+,dan hal ini juga menambah efektifitas ikatan σ tersebut.

Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih efektif, sebaliknya adanya ikatan σ

mengakibatkan ikatan π lebih efektif. Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o

dan menambah kestabilan kompleks. Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P, R3As dan R2S).

Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F-, Cl-, Br-, I-, RO-, RS-, dll. Ligan-ligan tersebut

memiliki pasagan elektron pada orbital pπ yang dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada

ion pusat.

Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut :

Filed under Kimia Koordinasi

BAB III: STEREOKOIMIA

SENYAWA

KOMPLEKS

May 17, 2010 by suyantakimia Leave a Comment III.1 Geometri Senyawa Koordinasi

Menurut teori VSEPR (valence shell electron pair repulsion), pasangan-pasangan elektron kulit terluar atom pusat dalam suatu molekul akan berada pada posisi yang saling berjauhan sehingga tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron dalam masing-masing ikatab tersebut

mimimal. Berdasarkan pada prinsip ini, maka geometri senyawa koordinasi secara umum dapat diprediksi berdasarkan jumlah ligannya, yaitu geometri linier, trigonal planar, tetrahedral, bipiramida trigonal, dan oktahedral untuk kompleks dengan bilangan koordinasi masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 6.

(20)

Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari oktahedral menjadi

tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron pada orbital d pada ion pusatnya. Dalam hal ini ligan dipandang sebagai muatan negatif, oleh karenanya akan mendapat tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif) yang terdapat pada orbital d. Walaupun demikian hanya elektron-elektron pada orbital-orbital tertentu yang tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller teramati. Pada tabel berikut diringkaskan distorsi yang dihasilkan oleh elektron-elektron orbital d pada kompleks ”oktahedral”.

Sistem Struktur yang diprediksikan Keterangan Spin tinggi d1, d6 d2, d7 d3, d8 d4, d9 d5, d10 Spin rendah d6 d8 Distorsi tetragonal Distorsi tetragonal Tidak terdistorsi

Distorsi tetragonal yang besar Tidak terdistorsi

Tidak terdistorsi

Distorsi tetragonal yang besar

Tidak teramati Tidak teramati

Terbukti secara eksperimen Terbukti secara eksperimen Terbukti secara eksperimen Terbukti secara eksperimen

Menghasilkan kompleks bujur sangkar

Sistem d1, d6 : Pada sistem d1,satu elektron akan menempati salah satu orbital t

2g, misalnya dxy.

Secara teoritis 4 ligan yang terdapat pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga posisinya menjadi lebih jauh dibanding dua ligan yang terdapat ada sumbu-z, dan dengan demikian terjadi distorsi tetragonal. Akan tetapi ternyata distorsi tetragonal dalam sistem d1 tidak teramati. Hal ini disebabkan oleh karena elektron berada pada jarak yang relatif jauh

mengingat orbital dxy terletak diantara sumbu atom (pada hal ligan terletak pada sumbu atom).

Untuk sistem d6 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d1 karena dari 6 elektron yang

ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron). Sistem d2, d7 : Pada sistem d2, kedua elektron akan menempati orbital-orbital t

2g yang terletak

diantara sumbu atom. Oleh karena itu walaupun secara teoritis tejadi distorsi tetragonal, akan tetapi tidak teramati seperti halnya pada sistem d1. Untuk sistem d7 spin tinggi pada dasarnya

sama dengan sistem d2 karena dari 7 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada

kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).

Sistem d3, d8 : Pada sistem d3, ketiga elektron akan terdistribusi pada orbital-orbital t

2g

(masing-masing orbital 1 elektron), sehingga keenam ligan menerima tolakan yang sama. Akibatnya geometri kompleks tetap oktahedral (tidak akan mengalami distorsi), dan hal ini sesuai dengan data eksperimen. Untuk sistem d8 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d3 karena dari 8

(21)

elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).

Sistem d4, d9 : Pada sisrem d4 spin tinggi, tiga elektron pertama akan terdistribusi pada

orbital-orbital t2g, sedang elektron ke-4 akan menempati orbital eg (dx2-y2 atau dz2). Jika menempati orbital

dx2-y2 maka 4 ligan yang berada pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga

jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 2 ligan lainnya. Sebaliknya jika

menempati orbital dz2 maka 2 ligan yang berada pada sumbu-z akan mengalami tolakan sehingga

jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Karena orbital dx2-y2

dan dz2 berjarak relatif dekat (berhadapan langsung) dengan ligan maka distorsi yang dihasilkan

cukup kuat dan teramati pada eksperimen. Untuk sistem d9 spin tinggi pada dasarnya sama

dengan sistem d4 karena dari 9 elektron yang ada, 6 diantaranya telah terdistribusi pada orbital e g

dan 2 diantaranya telah terdistribusi pada orbital t2g.

Sistem d5, d10 : Pada sistem d5 dan d10 elektron –elektron terdistribusi secara merata pada 5

orbital d sehingga masing-masing ligan mengalami tolakan yang sama dan dengan demikian tidak tidak menghasilkan distorsi. Hal ini sesuai dengan yhasil eksperimen.

Dengan pola pikir yang sama dapat pula dijelaskan pengatuh elektron terhadap geometri kompleks pada sistem d6 dan d8 spin rendah.

III.3 Isomeri Dalam Senyawa Kompleks

Dalam senyawa kompleks (juga senyawa-senyawa karbon) sering dijumpai adanya 2 senyawa dengan kompsisi kimia sama namun berbeda dalam sifat-sifatnya. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan cara susun atom dalam molekul-molekul tersebut, inilah yang disebut isomeri. Secara garis besar dikenal 2 macam isomeri, yaitu isomer ruang (stereoisomer) dan isomer struktur.

1. Isomer ruang

1. Isomeri Geometri (isomeri cis-trans): ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis dan jumlah yang sama, namun ligan-ligan tersebut berbeda dalam posisi relatifnya terhadap ion pusat. Isomeri geometri terdapat pada kompleks bujur sangkar atau kompleks okahedral.

Kompleks bujur sangkar :

Kompleks bujur sangkar yang telah banyak dikaji dalam hal ini adalah kompleks Pt. - Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer :

(22)

Br NO2 trans-dibromokloronitroplatinat(II) 2-Br Cl Br NO2 cis-dibromokloronitroplatinat(II)

- Jika keempat ligan berbeda, tedapat 3 isomer : 1-Cl Br NH3 NO2 [Pt<NH3Br><ClNO2>] 1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II) 1-Br Cl NH3 NO2 [Pt<NH3Cl><BrNO2>] 1-ammin-3-kloro-bromonitroplatinat(II) 1-Cl NO2 NH3 Br [Pt<NH3NO2>< BrCl>] 1-ammin-3-nitro-bromokloroplatinat(II)

(23)

B B A A cis B A A B trans Kompleks oktahedral :

- Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer : + NH3 Br Br NH3 NH3 NH3 Cis-tetrammindibromokabaltat(III) + NH3 NH3 Br Br NH3 NH3 Trans-tetrammindibromokabaltat(III)

- Jika keenam ligan berbeda, tedapat 15 isomer : Contoh : MABCDEF

(24)

A C F E D B A C D F E B A C D E F B

Selanjutnya untuk posisi A trans terhadap C, A trans terhadap D, A trans terhadap E, dan A trans terhadap F masing-masing juga terdapat 3 isomeri sehingga secara keseluruhan berjumkah 15 isomeri.

- Jika ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer Misal : triglisinatokromium(III)

1. Isomeri optik : ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis, jumlah dan posisi relatif yang sama, namun kedua senyawa tersebut membentuk bayangan cermin yang tidak bisa diimpitkan satu sama lain (seperti tangan kanan dan tangan kiri). Pasangan senyawa yang berisomer optik bersifat optis aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi (cahaya yang hanya merambat melalui 1 bidang getar). Isomer yang satu memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kanan (disebut dekstro, d), dan yang lain memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kiri (disebut levo, l). Jika pasangan isomer tersebut

dicampurkan dengan konsentrasi yang sama, maka akan terjadi campuran rasemik yang tidak lagi bersifat optis aktif (karena saling menetralkan). Syarat suatu senyawa memiliki isomer optik adalah asimetri (tak memiliki bidang simetri). Untuk senyawa karbon hal ini terjadi jika terdapat atom C khiral (mengikat 4 atom/gugus yang berbeda). Kompleks-kompleks berstruktur linier, trigonal planar dan bujur sangkar tidak memiliki isomer optik, karena memiliki bidang simetri (minimal 1, yaitu bidang molekulnya). Hanya

(25)

kompleks tetrahedral dan kompleks oktahedral dengan konfigurasi tertentu yang bersifat optis aktif.

Kompleks tetrahedral :

Isomer optik pada kompleks tetrahedral, dijumpai pada kompleks Be(II), B(III) dan Zn(II). Dalam hal ini tidak harus keempat ligannya berbeda (seperti pada senyawa karbon), yang penting tidak memiliki bidang simetri, misalnya pada bis-(benzoilasetonato)berilium(II) seperti

ditunjukkan pada gambar berikut : Kompleks oktahedral :

- [M(AA)3] : ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor sama

trioksalatokromat(III)tetrammin-µ-dihidroksodikobaltat(III)

- [M(AA)2X2] : ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor sama dan 2 ligan

monodentat sejenis

Bis(etilendiamin)diklororhodium(III)

- [M(AA)X2Y2] : ion pusat mengikat 1 ligan bidentat dengan atom donor sama, dan 2

jenis ligan monodentat masing-masing 2 Diamminetilendiammindiklorokobaltat(III)

- [M(AAAAAA)] : ion pusat mengikat 1 ligan heksadentat [Co(EDTA)]

-- [M(ABCDEF)] : ion pusat mengikat 6 ligan monodentat [Pt(py)(NH3)(NO2)(Cl)(Br)(I)]

1. 2. Isomer struktur 2. Isomer koordinasi

Terdapat dalam senyawa yang kation maupun anionnya merupakan ion kompleks sehingga ligan pada kation dapat dipertukarkan dengan ligan pada anion.

Contoh : [Co(NH3)6][Cr(C2O4)3] dengan [Co(C2O4)3][Cr(NH3)6]

(26)

Terdapat dalam senyawa-senyawa kompleks dengan komposisi kimia yang sama, tetapi jika dilarukan menghasilkan jenis ion yang berbeda.

Contoh : [Co(NH3)4(Br)(NO2)]Cl dengan [Co(NH3)4(Cl)(NO2)]Br

1. Isomer ikatan

Senyawa kompleks memiliki isomer ikatan jika mengandung ligan momodentat yang memiliki 2 macam atom donor.

Contoh : [(NH3)5Co-NO2)]Cl2 dengan [(NH3)5Co-ONO)]Cl2

Filed under Kimia Koordinasi

BAB IV: KESTABILAN

SENYAWA

KOMPLEKS

May 16, 2010 by suyantakimia Leave a Comment

Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan termodinamika dan kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika menunjuk pada perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam perubahan dari reaktan menjadi produk, sedang kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan.

IV.1 Kestabilan Termodinamika

Kestabilan termodinamika senyawa kompleks lebih sering dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan (ingat ∆G = -RT ln K) dalam reaksi ion logam terhidrasi dengan ligan yang sesuai selain air. Harga K memberikan gambaran tentang konsentrasi relatif masing-masing spesies dalam kesetimbangan. Jika harga K besar berarti konsentrasi kompleks jauh lebih besar dibanding konsentrasi komponen-komponen pembentuknya. Suatu kompleks stabil bilamana harga K dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut besar.

Kompleks logam terbentuk dalam larutan melalui tahap-tahap reaksi, dan konstanta

kesetimbangan dapat ditulis untuk masing-masing tahap. Misalnya untuk reaksi pembentukan Cu(NH3)42+ :

[Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ K1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+)( NH3)

[Cu(H2O)3(NH3)]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ K2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/[Cu(H2O)3(NH3)]2+

( NH3)

[Cu(H2O)2(NH3)2]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ K3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/[Cu(H2O)2(NH3)2]2+

( NH3)

(27)

Konstanta kesetimbangan juga dapat ditulis secara keseluruhan (over-all stability consant) denga notasi β. Untuk reaksi tersebut di atas :

[Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ β 1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)

[Cu(H2O)4]2+ + 2NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ β 2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)2

[Cu(H2O)4]2+ + 3NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ β 3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)3

[Cu(H2O)4]2+ + 4NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ β 4 = ([Cu(NH3)4]2+)/([Cu(H2O)4]2+)( NH3)4

Dengan sedikit penjabaran matematis akan diperoleh hubungan : β 1 = K1

β 2 = K1. K2

β 3 = K1. K2.K3

β4 = K1. K2.K3.K4

Dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut seringkali ligan H2O tidak ditulis karena jumlah

molekul H2O yang menghidrasi masing-masing ion pada umumnya belum diketahui secara pasti,

molekul-molekul air tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan (walaupun terlibat dalam reaksi), dan dalam larutan encer aktivitas air dapat dianggap 1.

IV.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks 1. Aspek ion pusat

a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom)

Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah b. CFSE (energi psntabilan medan ligan)

Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap K dapat dilihat pada diagram berikut.

Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K relatif masing-masing logam

bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus merupakan kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa memperhitungkan CFSE.

(28)

Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang

elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil 2. Aspek ligan

a. Efek khelat

Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog (yang atom donornya sama). [Ni(en)3]3+ dengan β3 sebesar 4.1018adalahlebih stabil dibanding [Ni(NH3)6]3+ β6 sebesar 108

a. Ukuran cincin

Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah yang paling stabil, tetapi jka ligan memiliki ikatan rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.

b. Hambatan ruang (steric effect)

Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding ligan-ligan tak bercabang yang analog.

c. Polarisabilitas

Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang

elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil IV.3 Kestabilan Kinetika.

Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan.

Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G# semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat

digantikan oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi

larutan 0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung lambat disebut kompleks inert (lembam).

Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CN-

membentuk kompleks yang sangat stabil dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang besar

untuk reaksi berikut :

[Ni(H2O)6]2+ + 4CN- ↔ [Ni(CN-)4]2- + 6H2O

Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN- , ternyata terjadi reaksi pertukaran

ligan yang sangat cepat antara CN- dengan 13CN- seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi

(29)

[Ni(CN-)

4]2- + 4 13CN- ↔ [Ni(13CN-)4]2- + 4CN-

Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+ tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi

berikut hampir sempurna berjalan ke kanan.

4[Co(NH3)6]3+ + 20H+ + 26H2O ↔ 4[Co(H2O)6]3+ + 24NH4+ + O2

Akan tetapi [Co(NH3)6]3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa

hari dengan tanpa terjadi perubahan.

Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert..

Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi berdasarkan Aturan Taube, yaitu : • Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya

- mengandung elektron pada orbital eg atau

- mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3.

• Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya - tidak mengandung elektron pada orbital eg dan

- mengandung elektron pada orbital d minimal 3.

Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital eg labil, karena elektron tersebut posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan

sehingga memberikan tolakan yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat minimal 1 orbital t2g

yang kosong dimana ligan pengganti dapat mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif kecil.

Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Aturan Taube Sistem

(low spin)

CFSE, ∆o Prediksi

elektron pada eg jumlah e pada orbital d d0 d1 tak ada tak ada < 3 < 3 labil labil

(30)

d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 d9 d10 tak ada tak ada ada ada ada ada ada ada ada < 3 3 > 3 > 3 > 3 > 3 > 3 > 3 > 3 labil inert labil labil labil labil labil labil labil Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Perubahan CFSE

(kompleks inert jika Perubahan CFSE berharga positif) Sistem

(low spin)

CFSE, ∆o Perubahan CFSE, ∆o

Oktahedral Piramida

bujursangkar Harga Kesimp. d0 d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 0 0,4 0,8 1,2 0,6 0 0,4 0,8 1,2 0 0,45 0,91 1,0 0,91 0 0,45 0,91 1,0 0 -0,05 -0,11 +0,2 -0,31 0 -0,05 -0,11 +0,2 labil labil labil inert labil labil labil labil inert

(31)

d9 d10 0,6 0 0,91 0 -0,31 0 labil labil Filed under Kimia Koordinasi

BAB V: REAKSI

SENYAWA

KOMPLEKS

May 15, 2010 by suyantakimia Leave a Comment V.1 Reaksi Substitusi

Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik

(menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN).

Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi : 1. SN1 (lim)

2. SN1 3. SN2 4. SN2 (lim)

1. SN1 (lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim

Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti.

Contoh : [Co(CN-)

5(H2O)]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- + H2O

Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y-) sebagai berikut :

ligan pengganti (Y-) k (detik-1)

Br -I -SCN -1,6 . 10-3 1,6 . 10-3 1,6 . 10-3

(32)

N3 -H2O -1,6 . 10-3 1,6 . 10-3 Mekanisme reaksi : [Co(CN-)

5(H2O)]2- ↔ [Co(CN-)5]2- + H2O (lambat)

[Co(CN-)

5]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat)

Persamaan laju reaksi : r = k ([Co(CN-)

5(H2O)]2-)

1. SN1 : substitusi nukleofilik orde-1

Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut :

ligan pengganti (Y-) k [Ni(H2O)6]2+ [Co(H2O)6]2+ SO4 2-Glisin Diglisin imidazol 1,5 0,9 1,2 1,6 2 2,6 2,6 4,4 1. SN2 : substitusi nukleofilik orde-2

Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang sudah hampir sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti.

1. SN2-lim : substitusi nukleofilik orde-2 ekstrim

Mekanisme reaksi diawali dengan pembentukan ikatan yang sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti, dilanjutkan dengan pemutusan ligan terganti. Dengan demikian zantara

(33)

(intermediate) merupakan kompleks koordinasi 5. Konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh jenis ligan pengganti.

Contoh :

[PtCl4]2- + X- ↔ [PtCl3X-]2- + Cl

-Mekanisme :

[PtCl4]2- + X- ↔ [PtCl4X-]2- (lambat)

[PtCl4X-]2- ↔ [PtCl3X-]2- + Cl- (cepat)

Persamaan laju reaksi : r = k ([PtCl4]2-)2(X-)

Untuk reaksi SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi untuk bebagai ligan pengganti (Y-), dimana perbandingan laju reaksi bilamana digunakan ligan PR

3 : OR- = 107 : 1

Reaksi substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif), sedang substitusi pada kompleks bujursangkar pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini dapat dipahami mengingat kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada tempat lagi bagi ligan pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks koordinat 7. Adapun untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang cukup longgar bagi ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate berupa kompleks koordinat 5.

V.2 Reaksi Redoks

Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) adalah reaksi dimana terjadi perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya. Berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism) dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism).

a. Mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism)

Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam reaksi ini juga disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal sebagai

mekanisme jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya merupakan kompleks dimana ligan

yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan. Mekanisme ini terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1 innert dan yang lain labil.

Contoh :

[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔ [Co(H2O)6]2+ + [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+

Dalam reaksi tersebut tejadi perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) disertai dengan perpindahan ligan Cl- dari Co(III) ke Cr(II). Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH

(34)

juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang dihasilkan adalah [Cr*Cl(H

2O)5]2+ dan bukan

[CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk

menjelaskan hal itu, H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan, yaitu [(NH3)5

Co-Cl-Cr(H2O)5]4+. Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III)

sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya daya tarik Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding

daya tarik Co(II) terhadap ligan Cl- dan setelah ikatan putus Cl- terikat oleh Cr(III).

Mekanisme :

[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ ↔ [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ + H2O

[(NH3)5Co-Cl- Cr(H2O)5]4+ ↔ [(NH3)5Co]2+ + [Cl-Cr(H2O)5]2+

[(NH3)5Co]2+ + 5H3O+ + H2O ↔ [Co(H2O)6]2+ + 5NH4+

Fakta lain yang mendukung usulan Taube tersebut adalah bahwa jika digunakan ligan yang lebih konduktif (lebih polar atau memiliki ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih cepat : VI- > VBr- > VCl

-V-CH=CH-CH-COO-> V-CH2-CH2-CH2-COO

-b. Mekanisme bola luar (outer sphere mechanism)

Dalam mekanisme ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak disertai dengan perpindahan ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme perpindahan electron. Mekanisme ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang inert.

Contoh : [*Fe(CN)

6]4- + [Fe(CN)6]3- → [*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]

4-Karena kedua kompleks bersifat innert, maka pelepasan berlangsung lambat. Adapun elektron, dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh lebih cepat dari perpindahan ligan) ; oleh karena itu tidak mugkin terjadi kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam hal ini akan ditinjau 2

kemungkinan mekanisme :

• Kedua kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh perpindahan elektron dari Fe(III) ke *Fe(II). Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks *Fe(II) dengan ikatan

logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-logam-ligan yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi (tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi.

(35)

• Kedua kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh simetris. Ikatan logam-ligan pada *Fe(II) agak mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan

energi tetapi relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan

teaktivasi elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II) melalui ligan-ligan kedua kompleks

yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks semakin besar tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat.

Pereaksi K (pada suhu 25 oC)

[*Mn(CN) 6]4- + [Fe(CN)6] 4-[*Fe(CN) 6]3- + [Fe(CN)6] 4-[*Co(NH 3)6]2+ + [Co(NH3)6]3+ > 106 mol detik-1 ≈ 105 mol detik-1 ≈ 104 mol detik-1 V.3 Pengaruh Trans

Dalam reaksi substitusi pada kompleks platinum teramati bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat gugus yang berada pada posisi trans dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”, yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki ”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C

2H4 > PR3, H-, RO > CH3-, SC(NH2)2 > C6H5, NO2-, I-, SCN- > Br- > Cl- > NH 3, Py, RNH2, F- > OH- > H2O. Contoh : Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl NH3 Cl NH3 NH3 Cis

Penjelasan : – Pada penambahan pertama, NH3 menggantikan Cl di sembarang posisi

- Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka

salah satu ligan (selain NH3) yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3,

sehingga diperoleh kompleks cis. NH3 NH3 NH3 NH3 NH3 Cl

NH3 NH3 Cl NH3 Cl NH3

Trans

(36)

- Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka

salah satu ligan yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga

diperoleh kompleks trans

WARNA WARNA KOMPLEMEN

Hijau kekuningan Hijau Biru kehijauan Hijau kebiruan Biru Biru keunguan Ungu kebiruan Ungu kemerahan Merah Oranye Kuning keoranyean Kuning

Filed under Kimia Koordinasi Categories

Referensi

Dokumen terkait

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui efek vitamin B kompleks terhadap waktu reaksi sederhana sehingga dapat digunakan sebagai suplemen dalam

Pada pH 7 nilai orde reaksi senyawa kompleks Cis- [Co(phen) 2 (CN) 2 ] adalah 0,5615, nilai ini bila dibulatkan maka mendekati satu yang dapat diartikan bahwa kecepatan reaksi

Karakterisasi senyawa kompleks hasil sintesis dilakukan dengan penentuan rendemen hasil sintesis, titik leleh, air kristal, kandungan logam, bobot molekul, jumlah ion, sifat

Ikatan antar molekul dalam matriks kompleks gelatin-karagenan tersebut lebih sulit untuk terdisosiasi dalam air dibandingkan dengan larutan gelatin saja atau larutan

Selainmemahami sifat fisik, konsep kesetimbangan kimia dalam sistem gas, kesetimbanganasam-basa: dalam larutan pelarut air, dan kesetimbangan kelarutan dan ion

Reaksi selanjutnya yaitu reaksi antara K2Cr2O7 +HCl+air menghasilkan larutan yang berwarna kuning oil dan menimbulkan gas yang berbau tidak sedap!. Warna kuning oil

 Dapat kita simpulkan bahwa reaksi redoks spontan akan berlangsung jika logam yang dimasukkan ke dalam larutan CuSO 4 dan ZnSO 4 berada di sebelah kiri dari larutan

Ketika kompleks tersebut dalam larutan netral (air) maka akan terbentuk warna merah muda yang sangat tajam (terang), tetapi ketika ditambahkan HCl ke dalam