ILMU TANAH
“Pedoman Praktis Identifikasi Tanah”
Tim Dosen Pengampu Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Edisi 2011TANAH:
Pedoman
P
raktis
Identifikasi
Tanah
Cara mensitasi dari buku ini:
Tim Dosen Pengampu Ilmu Tanah. 2011. Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah FP‐UNS. Surakarta. 40 hal + ix. Cetakan keempat 2011 Tim Dosen Pengampu Ilmu Tanah:
Dwi Priyo Ariyanto, Sumarno, S. Minardi, Purwanto, R. Sudaryanto, Sri Hartati, Jauhari Syamsiyah, Sutopo, Suwarto, dan Hery Widijanto
Sampul depan : Foto Batuan metamorfosis di Sempor, Kebumen (kiri atas), profil tanah inceptisol di Banjar Magun, Banjarnegara (tengah atas dan kanan atas), profil tanah inceptisol di Borobudur, Magelang (bawah) Disusun dan foto oleh Dwi Priyo Ariyanto Diterbitkan oleh: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS Jl. Ir. Sutami 36a Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Telp./Fax.: 0271 – 632477 Email: ilmutanahuns@yahoo.com
©JIT FP UNS 2011. All rights reserved. No part of this publication may be reproduced in any form or by any means, electronically, mechanically, by photocopying, recording or other wish without the prior permission of the copyright owners.
ISBN:
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN/PROGRAM STUDI ILMU TANAH
Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan surakarta 57126 Telp./Fax. (0271) 632477 Email : ilmu_tanah@fp.uns.ac.id Email : ilmutanahuns@yahoo.com PRAKATA Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang pertanian serta usaha menciptakan pertanian berkelajutan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia perlu dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam hal ini Ilmu Tanah pada umumnya menjadi lebih penting untuk dipahami. Jurusan Ilmu Tanah telah merespon fenomena ini dengan mendidik mahasiswa yang menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Tanah, Program Studi Agroteknologi serta Program Studi Agribisnis melalui pelayanan dengan memberikan Kuliah Ilmu Tanah. Pemahaman tentang Ilmu Tanah ini lebih mendalam dengan dilaksanakannya praktikum Ilmu Tanah.Laju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut dihasilkannya ilmuwan yang handal oleh suatu perguruan tinggi. Dengan sendirinya wajarlah kalau dilakukan peningkatan‐peningkatan dalam mengembangkan ilmu termasuk Ilmu Tanah. Salah satu usaha untuk menunjang peningkatan ini adalah menyajikan panduan praktikum tentang Ilmu Tanah yang lebih berkualitas. Mudah‐mudahan dengan ini akan dapat menambah pengetahuan dan wawasan para mahasiswa.
Bersama ini kami sampaikan penghargaan dan terimakasih kepada para penyusun Panduan Praktikum Ilmu Tanah atas usaha yang telah dilakukan sampai terbitnya petunjuk praktikum ini. Semoga Allah SWT meridhoi semua amal perbuatan ini. Amin. Surakarta, 6 November 2009 Ketua Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS Ir. Sumarno, MP
KATA PENGANTAR
Yang tidak pernah terlupakan, syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan hidayah‐Nya sehingga buku “Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah” dapat diselesaikan dengan lancar.
Buku ini merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya. Buku yang berisi pengantar dan gambaran awal mengenai cara mengidentifikasi tanah khsusnya bagi mahasiswa semester awal. Oleh sebab itu, beberapa parameter dalam identifikasi tanah baik yang mengacu pada National Resource Conservation Soil Service – United State Department of Agriculture (NRCS‐USDA) maupun dari Balai Penelitian Tanah (Balittanah) – Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diadaptasi dan sebagian tidak disertakan. Identifikasi yang dimaksud dalam buku ini hanya sebagai wawasan awal mengenai Ilmu Tanah.
Dalam hal ini penyusun juga menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini baik yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung. Penyusun juga menyadari bahwa dalam setiap pengembangan ilmu sangat dimungkinkan adanya perbedaan pendapat para ilmuwan, sehingga jika ada hal yang tidak sesuai dalam isi buku ini sangat dimaklumi. Namun demikian hal tersebut tidak menutup adanya saran dan kritik demi perkembangan ilmu pengetahuan sehingga penyempurnaan buku ini masih terbuka lebar. Permohonan maaf juga disampaikan apabila ada hal yang tidak berkenan dalam khususnya yang berhubungan dengan isi buku ini. Surakarta, November 2011 Penyusun
DAFTAR ISI PRAKATA... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii TATA TERTIB PRAKTIKUM... viii I. PENDAHULUAN... 1 II. IDENTIFIKASI / PENCANDRAAN... 2 A. Deskripsi Lingkungan... 2 1. Cuaca... 2 2. Posisi... 3 3. Tinggi Tempat... 3 4. Lereng (Slope) ... 3 5. Fisiografi Lahan... 3 6. Genangan atau Banjir... 4 7. Tutupan Lahan... 4 8. Vegetasi... 5 9. Geologi... 6 10. Erosi... 6 11. Batuan di Permukaan... 6 B. Deskripsi Tanah... 7 1. Metode Pengamatan... 9 2. Jeluk... 10 3. Batas horison... 10 4. Perakaran... 11 5. Tekstur Tanah... 11 6. Struktur Tanah... 13 7. Konsistensi Tanah... 15 8. Ketahanan Penetrasi / Uji Penetrometer... 16 9. Warna Tanah... 17 10. Aerasi dan Drainase Tanah (Reduksi Oksidadi)... 17 11. Reaksi Tanah... 18 12. Bahan Organik Tanah... 19 13. Kadar Kapur dalam Tanah... 20 14. Konsentrasi... 20 III. ANALISIS LABORATORIUM... 23 A. Lengas Tanah Kering Angin... 24 B. Kapasitas Lapangan... 25
C. Lengas Maksimum (Kapasitas Air Maksimum)... 25 D. Titik Layu (Batas Berubah Warna)... 25 IV. ANALISIS pH TANAH A. Alat... 28 B. Bahan... 28 C. Cara Kerja... 28 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 1. Penggolongan cuaca... 2 Tabel 2. Klasifikasi lereng berdasarkan USDA (1993)... 3 Tabel 3. Macam bentuk lahan... 4 Tabel 4. Frekuensi terjadinya genangan/banjir... 4 Tabel 5. Durasi/lama rata‐rata setiap terjadi genangan/banjir... 4 Tabel 6. Macam tutupan lahan... 5 Tabel 7. Tingkat erosi yang terjadi... 6 Tabel 8. Kelas sebaran batuan... 7 Tabel 9. Metode pengamatan untuk memperoleh profil tanah... 9 Tabel 10. Ketegasan batas horison... 10 Tabel 11. Bentuk/topografi batas horison... 11 Tabel 12. Klasifikasi ukuran akar... 11 Tabel 13. Klasifikasi jumlah akar... 11 Tabel 14. Kelas tekstur tanah... 12 Tabel 15. Tipe struktur tanah... 14 Tabel 16. Ukuran struktur tanah menurut bentuknya... 15 Tabel 17. Derajad kekerasan struktur tanah... 15 Tabel 18. Tingkat konsistensi tanah pada berbagai kondisi... 15 Tabel 19. Tafsiran kekuatan mekanik tanah... 17 Tabel 20. Tafsiran reaksi reduksi dan oksidasi (aerasi dan drainasi)... 18 Tabel 21. Klasifikasi nilai reaksi tanah (pH tanah)... 19 Tabel 22. Klasifikasi reaksi bahan organik tanah... 19 Tabel 23. Klasifikasi kandungan kapur secara kualitatif... 20 Tabel 24. Klasifikasi ukuran konsentrasi unsur dalam tanah... 21 Tabel 25. Macam konsentrasi unsur dalam tanah... 21 Tabel 26. Pengharkatan batas berubah warna... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Profil dan batas horison pada tanah Vertisol (a), tanah Alfisol (b), dan
tanah litic (c)... 9
Gambar 2. Topografi batas horison tanah... 11
Gambar 3. Mekanisme penentuan kelas tekstur tanah secara kualitatif... 13
Gambar 4. Contoh tipe‐tipe struktur tanah alami... 13
Gambar 5. Foto struktur tanah bertipe kersai/granular (a), gumpal membulat (b), gumpal menyudut (c), prisma (d), kolumner (e), dan lempeng (f)... 14
Gambar 6. Cara pembacaan warna tanah pada MSCC... 17
Gambar 7. Contoh bentuk massa atau becak (a), nodul (b), dan konkresi (c)... 21 Gambar 8. Kurva hubungan antara tegangan air – kadar air tanah – ketersediaan
lengas dalam pori‐pori tanah (Schroeder, 1984 dalam Saidi, 2006)... 24
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Semua praktikan wajib mengikuti seluruh rangkaian praktikum Ilmu Tanah. 2. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai.
3. Bagi praktikan yang tidak mengikuti satu / lebih acara praktikum (tanpa ijin yang jelas) akan mendapatkan sanksi.
4. Pada semua rangkaian acara praktikum, wajib mengenakan pakaian kuliah, kecuali di lapangan tetapi tetap mengenakan pakaian yang sopan.
5. Setiap kelompok wajib membawa peralatan yang telah ditentukan.
6. Mahasiswa yang tidak mentaati peraturan tersebut di atas tidak diperkenankan mengikuti praktikum dan dinyatakan TL.
7. Dilarang keras mengcopy laporan orang lain !!! Jika terbukti akan diberi sanksi TIDAK LULUS (mengulang praktikum tahun depan).
I. PENDAHULUAN
Tanah merupakan bagian dari lingkungan dan merupakan inti dari sumber daya lahan, sehingga jika berbicara mengenai sumber daya lahan tidak dapat dilepaskan dengan tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, tanah diartikan sebagai komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, serta mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini semakin meperkuat bahwa tanah merupakan salah satu komponen alam yang mempunyai peranan pokok dalam proses kehidupan.
Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu: bahan induk, bentuk wilayah atau topografi, iklim, makhluk hidup, dan waktu. Faktor pembentuk tanah yang dikategorikan faktor aktif adalah iklim dan makhluk hidup, sedangkan yang termasuk faktor pasif adalah bahan induk, topografi, dan waktu. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan salah satu faktornya. Apabila salah satu faktor tidak berjalan maka proses perkembangan tanah akan terhambat, sehingga tanah yang muda bukan berarti tanah yang baru terbentuk, namun bisa saja tanah tersebut telah terbentuk jutaan tahun yang lalu tetapi mengalami hambatan perkembangannya akibat salah satu faktor tidak mendukung. Misalnya iklim yang terlalu ekstrim atau topografi yang terlalu miring, sehingga erosi menghambat proses pembentukan tanah.
Perkembangan tanah menentukan jenis tanah yang mempunyai sifat dan karakteristik tanah berbeda‐beda. Sifat dan karakteristik tanah baik berupa fisika, kimia dan biologi tanah dapat diamati pada bagian terkecil tanah. Satuan individu terkecil tanah yang terbentuk dalam tiga dimensi disebut sebagai PEDON. Gabungan dari pedon disebut sebagai POLIPEDON. Di dalam pedon dapat diamati tanah dalam suatu penampang vertikal yang menunjukkan susunan horizon atau lapisan tanah serta terdiri dari solum tanah dan bahan induk tanah atau yang disebut sebagai PROFIL TANAH. Sedangkan HORISON TANAH adalah lapisan‐lapisan tanah yang berbeda susunan fisika dan kimianya serta terletak sejajar dengan permukaan tanah sebagai akibat dari proses perkembangan tanah (Anonim. 2004; Foth, 1994).
II. IDENTIFIKASI / PENCANDRAAN
Pencandraan atau identifikasi tanah diawali dengan menentukan lokasi pengamatan. Lokasi yang dipilih harus representatif dan diusahakan berada pada tengah‐tengah kisaran sifat (range in characteristic). Hal ini karena di alam biasanya mempunyai keragaman yang tinggi, sehingga harus ditentukan lokasi yang dapat mewakilinya. Apabila profil yang digunakan mewakili beberapa area yang sama, maka ditentukan pada area yang paling luas.
Pada bagian awal surveyor mengisi data‐data, berupa nama surveyor, nomor pedon atau profil, dan tanggal pencandraan. Identifikasi selanjutnya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu identifikasi lingkungan dan identifikasi tanah.
A. Deskripsi Lingkungan
Pengamatan kondisi lingkungan merupakan bagian dari pengamatan identifikasi tanah karena kondisi lingkungan sekitar berpengaruh terhadap perkembangan jenis tanah di lokasi pengamatan. Kondisi lingkungan atau lahan sekitar juga dapat menggambarkan beberapa sifat dan karakteristik dari tanah. Pengamatan kondisi lingkungan atau morfologi lahan yang dilakukan hanya secara umum, meliputi:
1. Cuaca
Cuaca merupakan salah satu faktor iklim yang mempengaruhi keadaan tanah. Cuaca yang dicatat adalah keadaan atau kondisi cuaca secara umum pada waktu pelaksanaan pecandraan pedon atau profil. Hal ini perlu diketahui karena kondisi cuaca mempengaruhi beberapa parameter lain dalam tanah. Selain kondisi cuaca juga dicatat suhu udara, suhu tanah dan kedalaman pengukuran suhu tanah (jika dimungkinkan). Satuan suhu bisa dalam derajad Celcius ataupun Fahrenheit. Tabel 26. Penggolongan cuaca Kondisi Cuaca Kode Cerah / bersih (Sunny / Clear) SU Berawan sebagian (Partly Cloudy) PC Berawan tebal (Overcast) OV Hujan (Rain) RA Hujan es (Sleet) SL Bersalju (Snow) SN Sumber: Schoeneberger et. al. (1998)
2. Posisi
Posisi yang dimaksud adalah posisi titik pengamatan pedon atau profil berdasarkan garis lintang (Latitude) dan garis bujur (Longitude). Data ini dapat diperoleh dari alat GPS (Global Positioning System) atau dengan penentuan dari peta. Khusus untuk wilayah Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara berada pada Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT). Posisi yang ditulis, dimungkinkan dalam satuan derajad, menit dan detik. Datum yang diikuti untuk wilayah indonesia adalah WGS 1984. Posisi juga dapat menggunakan satuan UTM (Universal Tranverse Mercator) . Khusus untuk Indonesia berupa dalam satuan meter utara (mU) dan meter timur (mT).
3. Tinggi Tempat
Tinggi tempat merupakan ketinggian suatu lokasi diukur dari permukaan air laut dalam satuan meter atau juga biasa dinyatakan dalam meter di atas permukaan laut (m dpl). Pengukuran tinggi tempat menggunakan altimeter, GPS, atau dari data pada peta topografi.
4. Lereng (Slope)
Lereng merupakan perbandingan antara perbedaan ketinggian tanah dengan jarak horisontal yang dinyatakan dalam persentase atau derajad. Pengukuran kemiringan lereng menggunakan klinometer dengan cara mengukur searah kemiringan lereng. Selain itu juga menentukan arah kemiringan (slope aspect) menggunakan kompas serta panjang lereng. Tabel 27. Klasifikasi lereng berdasarkan USDA (1993) Kelas lereng Deskripsi lereng Besar lereng (%) 1 Hampir datar 0 – 3 2 Agak miring 4 – 8 3 Sangat miring 9 – 15 4 Agak curam 16 – 30 5 Curam 31 – 60 6 Sangat curam > 60 Sumber: Anonim (1993) 5. Fisiografi Lahan Fisiografi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk permukaan bumi dilihat dari sisi genesis atau proses pembentukannya. Bentuk‐bentuk permukaan bumi disebut sebagai landform (bentuk lahan).
Tabel 3. Macam bentuk lahan
Bentuk lahan Kode Kriteria
Alluvial A Hasil aliran/fluvial dan atau gravitas/koluvial Fluvio marin B Hasil pengaruh laut dan sungai, contoh delta
Eolin E Hasil endapan materi yang terbawa angin
Up lift U Hasil pengangkatan oleh gaya endogen/bumi Gambut O Hasil akumulasi bahan organik yang tebal Vulkanik V Hasil aktivitas/endapan materi gunung berapi Marine M Dipengaruhi laut karena endapan atau abrasi Karst K Dominasi bahan kapur/batu gamping Miscellaneous X Hal lain yang biasanya akibat manusia 6. Genangan atau Banjir
Informasi genangan atau banjir berupa genangan atau banjir sementara. Diperoleh dari keadaan banjir yang terjadi sebelumnya atau dari penduduk sekitar. Hal yang perlu dicatat adalah frekuensi, lama, dan kedalaman genangan rata‐rata setiap terjadi genangan atau banjir. Kedalaman genangan ditulis dalam satuan centimeter (cm).
Tabel 4. Frekuensi terjadinya genangan/banjir
Frekuensi Kode Kriteria
Sangat sering (Very Frequent) VF > 50% bulan dalam setahun selalu banjir
Sering (Fequent) FR > 50 kali dalam 100 tahun Sekali‐kali (Occasional) OC > 5‐50 kali dalam 100 tahun
Jarang (Rare) RA 1‐5 kali dalam 100 tahun
Sangat jarang (Very Rare) VR > 1 kali dalam 5 abad, tetapi < 1 kali seabad
Tidak pernah (None) NO Tidak ada catatan atau < 1 kali 500 tahun
Sumber: Schoeneberger et. al. (1998)
Tabel 5. Durasi/lama rata‐rata setiap terjadi genangan/banjir
Durasi atau lama Kode Kriteria
Ekstrim singkat (Extremely Brief) EB 0,1 sampai < 4 jam Sangat singkat (Very Brief) VB 4 sampai < 48 jam
Singkat (Brief) BR 2 sampai < 7 hari
Lama (Long) LO 7 sampai < 30 hari
Sangat lama (Very long) VL > 30 hari Sumber: Schoeneberger et. al. (1998)
7. Tutupan Lahan
Hal‐hal yang perlu diperhatikan adalah tutupan lahan yang paling dominan pada lokasi pengamatan.
Tabel 6. Macam tutupan lahan
Tutupan Lahan Kode Uraian
Tutupan buatan (Artificial cover) A Tutupan bukan vegetatif berupa infrastruktur jalan atau rel serta pemukiman dan industri Lahan tandus (Barren land) B < 5% tutupan vegetatif alami atau konstruksi yaitu berupa galian, tambang, limbah serta lumpur, genangan, dan dataran bergaram Tutupan tanaman (Crop cover) C Termasuk tanaman musiman tahunan seperti tanman rapat (padi dan gandum) serta tanaman selingan (kedelai, tomat, jagung dll) Rumput (Grass/herbaceous) G > 50% rumput berupa padang rumput, savana, dan tundra Tutupan semak (Shrub cover) S > 50% semak belukar atau kanopi menjalar berupa arbei, tanaman obat, anggur, dan semak lainnya Tutupan pohon (Tree cover) T > 25% berkanopi pohon kayu berupa tanaman berdaun jarum, tanaman rawa, manggrove, dan kelapa Perairan (Water) W Air pada permukaan tanah termasuk air yang membeku secara musiman Sumber: Schoeneberger et. al. (1998) 8. Vegetasi
Vegetasi atau jenis tanaman dapat menggambarkan keadaan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan faktor‐faktor lain seperti suhu rata‐rata, curah hujan, erosi, ketinggian tempat dan sebagainya. Vegetasi juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses perkembangan tanah, sehingga mempunyai peranan yang penting. Hal yang perlu dicatat adalah jenis tanaman dan persentase jumlah tanaman atau penutupan terhadap lahannya. Pencatatan jenis tanaman diutamakan yang merupakan tanaman dominan dan tanaman spesifik yang tumbuh di linkungan sekitar lokasi pengamatan.
9. Geologi
Geologi merupakan penyusun dari bahan induk tanah. Bahan induk mempengaruhi proses serta sifat dan karakteristik dari tanah. Penentuan geologi atau bahan induk dapat didasarkan pada peta geologi.
10. Erosi
Erosi adalah proses pemecahan dan pengikisan lapisan permukaan tanah oleh media (air, angin, dan es) kemudian diangkut dan diendapkan pada suatu tempat. Erosi meliputi empat kelas.
Tabel 7. Tingkat erosi yang terjadi
Jenis Erosi Kode Uraian
Erosi pemukaan/lembar (Sheet erosion)
S Sedikit tanah yang hilang, tidak terbentuk saluran air Erosi alur (Riil erosion) R Saluran air kecil‐kecil terbentuk Erosi parit (Gully erosion) G Terbentuk saluran air yang sangat jelas Erosi tebing/terowongan (Stream bank/tunnel erosion)
T Terjadi penerobosan air melalui rekahan, pori besar, atau lubang fauna secara berangsungsehingga terbentuk terowongan Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004) Tingkat bahaya erosi dibagi menjadi 3, yaitu: a. Besar (B) b. Sedang (S) c. Rendah (R) 11. Batuan di Permukaan
Fragmen batuan yang ada di permukaan, dalam tanah, serta tersingkap di permukaan, akan mempengaruhi penggunaan dan pengelolaan lahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah, ukuran dan jarak sebaran batuan tersebut.
Tabel 8. Kelas sebaran batuan Kelas Uraian 1 Jumlah < 0,1% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil > 8 m dan antar batuan besar sekitar 20 m 2 Jumlah 0,1‐3% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil sekitar 1 m dan antara batuan besar sekitar 3 m 3 Jumlah 3‐15% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil sekitar 0,5 m dan antar batu‐batu besar sekitar 1 m 4 Jumlah 15‐50% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil sekitar 0,3 m dan antara batu‐batu besar kira‐kira 0,5 m 5 Jumlah 50‐90% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil sekitar 0,01 m dan antara batu‐batu besar kira‐kira 0,03 m 6 Jumlah > 90% dari luas permukaan; sedikit sekali tanah yang terlihat dan sedikit tanaman yang dapat tumbuh pada lahan ini Sumber: Anonim (2004) B. Deskripsi Tanah
Pada kedalaman tanah, dapat terbagi menjadi horsion‐horison sesuai dengan jenis tanahnya. Penamaan horison utama dinotasikan dengan huruf kapital, yaitu O, A, E, B, C, dan R. Pembagian horison secara umum adalah sebagai berikut:
1. Horison O
Merupakan lapisan atau horison paling atas yang berupa seresah atau bahan organik segar yang belum atau sebagian telah terdekomposisi. Horison ini dicirikan dengan warna yang gelap dan kandungan bahan organiknya tinggi (dibuktikan dengan terjadinya reaksi yang tinggi atau membuih apabila diberikan larutan H2O2 10%). Terkadang juga ditemukan bahan organik yang masih tampak
seperti ranting pohong atau daun‐daunan. Horison biasanya ditemui pada tanah yang jarang diolah atau belum terusik.
2. Horison A
Adalah lapisan atau horison terbentuk pada permukaan tanah atau di bawah horison O yang berupa tanah mineral tetapi masih banyak dipengaruhi oleh kadar bahan organik walaupun kadar bahan organiknya rendah. Horison ini dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian struktur asli batuan. Struktur tanah pada horison ini adalah remah (crumb) sampai gumpal membulat (sub angular blocky).
3. Horison E
Yaitu horison tanah mineral yang telah mengalami proses pelindian (leaching) sehingga telah terjadi kehilangan lempung silikat, besi, alumunium, atau kombinasinya dan meninggalkan akumulasi debu serta pasir. Horison ini disebut juga horison eluviasi (pelindian) yang dicirikan dengan warnanya lebih terang atau pucat dibandingkan horison di atas maupun di bawahnya. Horison ini ditemukan pada tanah yang lanjut, sehingga tidak semua tanah ditemukan horison ini.
4. Horison B
Yakni horison pengendapan (illuviasi) yang terbentuk akibat proses pengendapan hasil pelindian horison di atasnya. Biasanya horison ini mengandung lempung yang lebih tinggi dari horison‐horison di atasnya. Struktur tanah yang umumnya dijumpai pada harison ini adalah gumpal menyudut (angular blocky) meskipun pada tingkatan lemah.
5. Horison C
Merupakan horison tanah yang masih kompak dan padu atau tersementasi lemah sampai sedang. Horison ini bisa berupa sedimen dan saprolit. Mudah dirusak dan tergores dengan besi.
6. Horison R
Adalah horison batuan induk yang masih keras atau tersementasi kuat sampai mengeras. Untuk menggali atau membongkarnya dibutuhkan usaha yang sangat tinggi seperti menggunakan peralatan berat. Apabila dibenturkan dengan besi dapat menciptakan bunga api. Ada yang menyebutnya sebagai horison D.
(a) (b) (c)
Gambar 1. Profil dan batas horison pada tanah Vertisol (a), tanah Alfisol (b), dan tanah litic (c)
Pencandraan profil tanah diawali dengan membedakan horison‐horison yang terlihat. Setiap horison utama bisa terdiri dari beberapa lapisan atau horison peralihan. Untuk menotasikan harison peralihan digunakan angka atau nomor yang dituliskan mengikuti abjad horison atau dituliskan kedua abjad tersebut dengan abjad horison yang di depan menandakan karakteristiknya lebih dominan. Hal‐hal yang diperlu diperhatikan dalam pencandraan profil tanah meliputi:
1. Metode pengamatan
Metode yang dimaksud adalah cara tanah dicandra atau diamati. Metode bisa berupa profil melintang ataupun dengan pengeboran atau pembuatan lubang pedon. Selain itu juga ukuran tanah yang diamati sebagai satu kesatuan profil pengamatan, yaitu ukuran lebar atau diameter dan kedalaman.
Tabel 9. Metode pengamatan untuk memperoleh profil tanah
Jenis Kode Uraian
Contoh terganggu (Disturbed samples)
Bor tabung pengeruk (Bucket auger) BA Biasanya untuk tanah pasiran, lumpur atau gambut, dan mineral lainnya
Bor sekrup (Screw auger) SA Berupa bor tangan yang didukung kekuatan lain untuk tanah keras
Contoh tak terganggu (Undisturbed samples)
Tabung dorong (Push tube) PT Bisa berupa tabung sederhana ataupun hidrolik (diameter 2‐10 cm) Irisan sekop (Slice shovel) SS Berupa blok yang diambil dari hasil
sekop (ukuran 20 x 40 cm)
Dinding (Wall/floor undisturbed area or exposure)
Lubang kecil (Small pit) SP Dibuat dengan ukuran < 1 x 2 m Parit (Trench) TR Dibuat dengan ukuran > 1 x 2 m Irisan lereng (Beveled cut) BC Dibuat pada kemiringan < 60%
Irisan (Cut) CU Cuplikan irisan pada kemiringan > 60% dengan ukuran > 4 m, < 33 m Lubang besar terbuka atau galian (Large open pit or quarry) LP Cuplikan irisan lebar atau dinding tak beraturan dengan ukuran > 33 m Sumber: Schoeneberger et. al. (1998) 2. Jeluk
Atau lebih umum disebut sebagai kedalaman atau ketebalan horison atau lapisan. Diukur mulai permukaan tanah sebagai nilai awal (nol) ke arah bawah yang dicatat dalam satuan centimeter (cm).
3. Batas horison
Batas horison atau lapisan dilihat dari kenampakannya, meliputi ketegasan batas horison dan bentuk batas horison.
Tabel 10. Ketegasan batas horison
Kelas ketegasan Kode Ketebalan peralihan
Sangat tajam (Very abrupt) V < 0,5 cm
Tajam (Abrupt) A 0,5 sampai < 2 cm Jelas (Clear) C 2 sampai < 5 cm Berangsur (Gradual) G 5 sampai < 15 cm Baur (Diffuse) D > 15 cm Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004)
Tabel 11. Bentuk/topografi batas horison
Topografi Kode Ketebalan peralihan
Rata (Smooth) S Rata dengan sedikit atau beraturan Berombak (Wavy) W Berbentuk kantung, lebar > kedalaman Tak beraturan (Irregular) I Berbentuk kantung, kedalaman > lebar
Terputus (Broken) B Batas horison tidak dapat disambungkan dalam satu bidang datar Sumber: Schoeneberger et. al. (1998) Gambar 2. Topografi batas horison tanah 4. Perakaran
Pengamatan yang sangat perlu diperhatikan meliputi jumlah, dan ukuran perakaran pada setiap horison.
Tabel 12. Klasifikasi ukuran akar
Ukuran Kode Kriteria
Sangat halus (Very fine) VF < 1 mm Halus (Fine) F 1 sampai < 2 mm Sedang (Medium) M 2 sampai < 5 mm Kasar (Coarse) C 5 sampai < 10 mm Sangat kasar (Very coarse) VC > 10 mm Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004) Tabel 13. Klasifikasi jumlah akar
Ukuran Kode Kriteria*
Sedikit (Few) 1 0,2 sampai < 1 per satuan luas Biasa (Common) 2 1 sampai < 5 per satuan luas Banyak (Many) 3 > 5 per satuan luas
Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004) 5. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan lempung (clay). Dalam penentuan di lapangan digunakan cara kualitatif yaitu dengan merasakan tingkat kasar, licin, dan lengketnya tanah. Pembagian kelas tekstur serta tata cara sistematis dalam penentuan kelas tekstur seperti berikut:
Tabel 14. Kelas tekstur tanah
Kelas tekstur Kode Kriteria
Pasir (Sandy) S Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan serta tidak melekat Pasir geluhan (Loamy sand) LS Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur serta agak melekat Geluh pasiran (Sandy loam) SL Agak kasar, membentuk bola agak keras tetapi mudah hancur, serta melekat
Geluh debuan (Silty loam) SiL Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta melekat
Geluh (Loam) L Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta melekat
Debu (Silt) Si Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat,serta agak melekat Geluh lempung pasiran (Sandy clay loam) SCL Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan jika dipirid tetapi mudah hancur, serta melekat Geluh lempung debuan (Silty clay loam) SiCL Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat Geluh lempungan (Clay loam) CL Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan jika dipirid tetapi mudah hancur, serta melekat sedang Lempung pasiran (Sandy clay) SC Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, serta melekat sekali
Lempung debuan (Silty clay) SiC Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, serta melekat sekali
Lempung (Clay) C Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, sangat melekat
Gambar 3. Mekanisme penentuan kelas tekstur tanah secara kualitatif 6. Struktur
Struktur tanah adalah bentukan yang terjadi secara alami yang tersusun oleh partikel‐partikel tanah menjadi agregat tanah hasil dari proses pedogenesis. Hal yang perlu dicatat dalam penentuan struktur meliputi tipe, ukuran dan derajad struktur. Gambar 4. Contoh tipe‐tipe struktur tanah alami Seimbang Licin Kasar Tanah diremas‐remas dan dibentuk bola Tanah dibentuk pita dengan ditekan‐tekan antara ibu jari dan jari telunjuk Pasir (Sand) Ambil contoh tanah sekitar 25 g dan dibasahi hingga berbentuk pasta tetapi tidak sampai menjadi bubur Tidak bisa Bisa Pasir Geluhan (Loamy Sand) Bisa lalu patah sepanjang 2,5 – 5 cm > 5 cm Geluh pasiran (Sandy loam) Geluh lempung pasiran (Sandy clay loam) Lempung pasiran (Sandy clay) < 2,5 cm Tidak bisa Dibuat bubur dan dirasakan antara telujuk & telapak tangan Bisa Bisa Geluh debuan (Silty loam) Geluh lempung debuan (Silty clay loam) Lempung debuan (Silty clay) Lempung (Clay) Geluh lempungan (Clay loam) Geluh (Loam)
(a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 5. Foto struktur tanah bertipe kersai/granular (a), gumpal membulat (b), gumpal menyudut (c), prisma (d), kolumner (e), dan lempeng (f) Tabel 15. Tipe struktur tanah
Tipe Kode Kriteria
Struktur alami Kersai (Granular) GR Berbidang banyak, tidak beraturan, tidak membentuk permukaan sekeliling ped Gumpal menyudut (Angular blocky) ABK Berbidang banyak, bidang muka saling berpotongan membentuk sudut lancip Gumpal membulat (Sub angular blocky) SBK Berbidang banyak, bidang muka saling berpotongan membentuk sudut membulat Lempeng (Platy) PL Rata dan seperti plat horisontal Prisma (Prismatic) PR Panjang vertikal dengan bagian atas rata Tiang (Columnar) COR Panjang vertikal dengan bagian atas membulat, bagian atas dan bawah sama besar Baji (Wedge) WEG Lonjong, ujungnya membenttk sudut tajam Tidak berstruktur Butiran tunggal (Single grain) Tidak berstruktur, seluruhnya tidak padu (contoh pasir lepas)
Pejal (Massive) MA Tidak berstruktur, materi berupa satu kesatuan padu (tidak selalu tersementasi)
Struktur bukan alami
Bongkah (Cloddy) CDY Balok tak beraturan terbentuk akibat pengolahan tanah
Tabel 16. Ukuran struktur tanah menurut bentuknya Tipe Kode Kriteria Kersai, Lempeng Tiang, Prisma, Baji Gumplal Sangat halus (Very fine) VF < 1 < 10 < 5 Halus (Fine) F 1 – < 2 10 – < 20 5 – < 10 Sedang (Medium) M 2 – < 5 20 – < 50 10 – < 20 Kasar (Coarse) C 5 – < 10 50 – <100 20 – < 50 Sangat kasar (Very coarse) VC > 10 100 – < 500 > 50 Ekstrim kasar (Extrime coarse) EC > 500 Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004) Tabel 17. Derajad kekerasan struktur tanah
Tipe Kode Kriteria
Tak berstruktur 0 Tampak tidak berbentuk ketika di atas tanah Lemah (Weak) 1 Terbentuk jika diletakkan pad tanah tetapi mudah hancur ketika diremas Sedang (Medium) 2 Tampak jelas strukturnya, sebagian masih utuh ketika diremas Kuat (Strong) 3 Kemantapan cukup kuat, masih utuh ketika diremas Sumber: Schoeneberger et. al. (1998); Anonim (2004) 7. Konsistensi Pengamatan konsistensi dimungkinkan untuk dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu pada kondisi tanah kering, lembab, dan atau basah. Konsistensi merupakan derajad ketahanan tanah dari perubahan bentuk atau perpecahan oleh tekanan yang dipengaruhi kohesi dan adhesi. Tekanan yang dilakukan dengan cara memeras, memijit, dan atau memirit tanah dalam keadaan yang sebenarnya di lapangan.
Tabel 18. Tingkat konsistensi tanah pada berbagai kondisi
Kondisi Ketegori Kriteria
Kering Lepas Butir tanah terlepas, satu dengan lainnya tidak terikat Lunak Dengan sedikit tekanan antara ibu jari dan telunjuk tanah mudah hancur menjadi butir, kohesi kecil Agak keras Tanah hancur dengan tekanan agak sedang antara ibu jari dan telunjuk Keras Tanah hancur dengan tekanan yang sedang sampai kuat Sangat keras Tanah tahan terhadap tekanan, massa tanah sukar dihancurkan dengan jari tangan. Sangat keras sekali Sangat tahan terhadap tekanan, massa tidak dapat dihancurkan dengan tangan
Lembab Lepas Butir‐butir tanah terlepas, satu dengan lainnya tidak terikat Sangat gembur Dengan sangat sedikit tekanan mudah hancur Gembur Dengan sedikit tekanan antara ibu jari dan telunjuk dapat hancur Teguh Massa tanah hancur dengan tekanan yang sedang Sangat teguh Massa tanah hancur dengan tekanan yang kuat antara ibu jari dan telunjuk Sangat teguh sekali Massa tanah sangat tahan terhadap remasan kecuali dengan tekanan yang sangat kuat (dengan diinjak pakai kaki)
Basah Tidak lekat Setelah ditekan dengan jari, tidak ada massa tanah tertinggal di ibu jari atau telunjuk Agak lekat Setelah ditekan, massa tanah ada yang tertinggal pada kedua jari Lekat Setelah ditekan kembali pada massa tanah, hanya salah satu jari yang masih membawa massa tanah dengan tidak secara nyata Sangat lekat Setelah ditekan, massa tanah melekat pada kedua jari dan kalau ditarik massa tanah tersebut seperti elastis antara jari dan massa tanah Sangat lekat sekali Setelah ditekan, tanah sangat melekat pada kedua jari dan sukar dilepaskan Sumber: Anonim (2004) 8. Ketahanan Penetrasi/Uji Penetrometer Ketahanan penetrasi atau sering disebut sebagai uji penetrometer merupakan uji mengenai kekuatan mekanik tanah khususnya daya topang statika. Pengukuran menggunakan penetrometer dengan kg/cm atau dengan cara manual menggunakan tusukan ibu jari. Penggunaan penetrometer yaitu:
a. Cincin geser pembaca ditarik ke belakang sampai angka 0 (nol)
b. Penetrometer ditusukkan ke dalam tanah secara tegak lurus bidang yang sudah dibersihkan/disingkapkan terlebih dahulu hingga ujung penetrometer masuk sedalam tanda batas
c. Penetrometer dicabut tanpa menyentuh cincin geser pembaca yang terdorong ke depan
Tabel 19. Tafsiran kekuatan mekanik tanah Pembacaan Kriteria 2 kg/cm2 Tanah cukup kuat untuk menahan beban seberat traktor 1 kg/cm2 Tanah cukup kuat untuk menahan beban seberat orang 0,5 kg/cm2 Tanah lembek Sumber: Notohadiprawiro (1985) 9. Warna Tanah
Penentuan warna tanah menggunakan Buku Standar Warna Tanah Munsell (Munsell Soil Color Chart atau MSCC) yang terdiri dari nilai hue, value, dan chroma. Pengamatan dimungkinkan pada kondisi lembab dan kering, terlindungi dari sinar matahari langsung, tanah diletakkan di bawah lubang kertas Munsell. Gambar 6. Cara pembacaan warna tanah pada MSCC 10. Aerasi dan Drainase Tanah (Reduksi Oksidasi) Pengukuran tingkat aerasi dan drainase dilakukan dengan metode reaksi reduksi dan oksidasi yang teradi pada tanah. Tata cara analisis redksi oksidasi adalah:
a. Memberikan larutan HCl 1,2 N pada dua bongkah tanah yang diletakkan dalam kertas saring
b. Selanjutnya kertas saring dilipat dan ditekan hingga cairan dalam bongkah tanah terperas oleh kertas saring
c. Kemudian salah satu bongkah diberi larutan KCNS 10% dan bongkah lainnya diberi larutan K4Fe(CN)6 0,5%.
d. Masing‐masing bongkah tanah ditekan sekali lagi menggunakan jari yang masih bersih dan diamati warna yang timbul
Tabel 20. Tafsiran reaksi reduksi dan oksidasi (aerasi dan drainasi)
Hasil
Pengamatan Kode Kriteria
Sangat baik O3 Hanya timbul warna merah nyata (oksidatif mutlak) Baik O2 Merah nyata disertai hijau (oksidatif kuat)
Sedang O1 atau R1 Merah nyata disertai biru nyata (oksidatif reduksi sedang atau seimbang)
Buruk R2 Biru nyata disertai merah jambu (reduksi kuat) Sangat buruk R3 Hanya timbuk warna biru nyata (reduksi mutlak) Sumber: Notohadiprawiro (1985)
11. Reaksi Tanah
pH tanah merupakan indikator reaksi yang terjadi di dalam tanah. Nilai pH merupakan pembacaan logaritma ion H+ atau OH‐ yang ditangkap oleh alat pengukur dari hasil pelepasan fraksi‐fraksi tanah ketika diberikan larutan tertentu. Dalam pengamatan ini menggunakan dua larutan yaitu larutan air bebas ion atau aquades (H2O) dan larutan KCl 1 N. Dalam hal ini digunakan
metode kalorimetri yaitu menggunakan kertas pH atau pH stick yang dicelupkan pada larutan tanah. Terlebih dahulu contoh tanah dicampurkan dengan larutan H2O dengan perbandingan tanah dengan air sekitar 1:2,5. Kemudian digojog
hingga homogen dan didiamkan beberapa saat (sekitar 10 sampai 30 menit). pH stick dimasukkan ke dalam larutan tetapi jangan sampai terkena endapan dari tanah (hanya dibasahi dengan airnya). Hal yang sama juga dilakukan pada larutan KCl 1 N.
Pengamatan pH tanah dengan air (pH H2O) merupakan pengukuran pH aktual,
sedangkan pH KCl merupakan pH potensial. Apabila nilai pH KCl dikurangi pH H2O adalah ‐0,5 atau lebih besar (negatif 0,5 atau negatif lebih kecil, nol, atau
bernilai positif), dimungkinkan tanah tersebut mempunyai lempung bermuatan aneka (variable charge clay).
Tabel 21. Klasifikasi nilai reaksi tanah (pH tanah) Nilai pH Kelas reaksi tanah < 3,5 Ultra masam 3,5 sampai 4,4 Ekstrim masam 4,5 sampai 5,0 Masam sangat kuat 5,1 sampai 5,5 Masam kuat 5,6 sampai 6,0 Masam 6,1 sampai 6,5 Agak masam 6,6 sampai 7,3 Netral 7,4 sampai 7,8 Agak alkalis 7,9 sampai 8,4 Alkalis 8,5 sampai 9,0 Alkalis kuat > 9,0 Alkalis sangat kuat Sumber: Anonim (2004) 12. Bahan Organik Tanah
Bahan organik merupakan salah satu komponen pokok dalam tanah karena bahan organik merupakan sumber sekaligus sebagai penyangga dari kesuburan tanah. Kadar bahan organik dalam tanah yang seimbang paling tidak secara kuantitatif sebesar 5%. Sedangkan dalam analisis kualitatif ditunjukan dengan adaya reaksi (proses pembuihan) pada tanah pada saat diberikan larutan H2O2
10% atau lebih. Proses reaksi yang terjadi secara kimia adalah sebagai berikut: C + 2 H2O2 Æ CO2 + 2 H2O
Bahan organik yang disimbolkan sebagai unsur karbon (C) bereaksi dengan asam hidroksida (H2O2) sehingga menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dan molekul
air (H2O).
Dalam pemberian larutan ke contoh tanah, apabila semakin besar/hebat reaksi yang terjadi maka kadar bahan organik dalam tanah semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya apabila tidak terjadi reaksi apa‐apa maka kadar organik dalam tanah bisa dikatakan tidak ada.
Tabel 22. Klasifikasi reaksi bahan organik tanah
Kandungan bahan organik Kode Kriteria
Tidak ada 0 Tidak ada reaksi Sangat sedikit + Beberapa buih kelihatan sedikit ++ Buih‐buih nampak banyak +++ Buih membentuk busa tipis Sangat banyak ++++ Buih membentuk busa tebal Sumber: Anonim (2004)
13. Kadar Kapur Dalam Tanah
Selain kadar bahan organik tanah yang dapat diindikasikan sebagai tingkat kesuburan tanah, kadar kapur dalam tanah juga dianalisis sebagai indikasi tingkat kandungan kapur yang bisa mempengaruhi reaksi kimia dalam tanah. Pengaruh kapur terhadap tanah dapat meliputi proses pembentukan agregat tanah, pengikatan hara oleh tanah, dan parameter tanah lain yang berhubungan dengan kegiatan biologi dalam tanah.
Analisis kadar kapur tanah secara kaulitatif atau yang biasa dilakukan di lapangan yaitu meneteskan contoh tanah dengan larutan HCl 10%. Apabila tanah mengandung kapur maka akan terjadi reaksi atau pembuihan. Semakin banyak kandungan kapur dalam tanah maka reaksi yang tejadi semakin besar/hebat. Persamaan rekasi kimia yang terjadi pada tanah yag mengandung kapur adalah sebagai berikut:
CaCO3 + 2 HCl Æ CaCl2 + CO2 + H2O
Kapur dalam tanah dinotasikan sebagai kalsium karbonat (CaCO3) ditambahkan
dengan HCl 10% sehingga menghasilkan garam CaCl2, air (H2O), dan gas
karbondioksida (CO2). Tabel 23. Klasifikasi kandungan kapur secara kualitatif Kandungan kapur Kode Kriteria Tidak ada 0 Tidak ada reaksi Sangat sedikit + Beberapa buih kelihatan Sedikit ++ Buih‐buih nampak Banyak +++ Buih membentuk busa tipis Sangat banyak ++++ Buih membentuk busa tebal Sumber: Anonim (2004) 14. Konsentrasi Di dalam tanah biasanya ditemukan adanya sekumpulan bahan tanah baik yang berbentuk tertentu maupun yang tidak beraturan. Biasanya bahan tanah tersebut mempunyai warna yang kontras dengan warna tanah di sekitarnya. Bahan ini merupakan akumulasi bahan‐bahan tertentu baik yang baru terbentuk maupun yang sudah lama terbentuk dan mengeras. Tingkatan akumulasi bahan‐ bahan secara berurutan adalah (Anonim, 2004):
a. Massa
Akumulasi atau konsentrasi bahan yang tidak tersementasi dan biasanya tidak dapat dipisahkan dengan tanah sekitarnya. Bahan‐bahan yang terkonsentrasi biasanya mengandung kalsium karbonat, kristal gipsum halus atau garam‐garam mudah larut, atau oksida‐oksida besi dan mangan.
b. Nodul
Konsentrasi bahan yang tersementasi dan dapat dipisahkan dari tanah di sekitarnya.
c. Konkresi
Konkresi hampir sama dengan nodul hanya saja pada bagian dalamnya mempunyai bentuk simetris menyeliputi suatu titik, garis, atau dataran. d. Kristal
Kristal terbentuk di tempatnya berada, bisa dengan individu maupun kluster/kelompok.
e. Plintit
Konsentrasi ini biasanya berwarna kemerahan, kaya besi, dan miskin bahan organik dengan sementasi yang kuat serta mempunyai derajad teguh sampai sangat teguh atau keras sampai sangat keras. Biasanya dengan ujung pisau cukup tahan untuk ditembus. Ukuran antara 5 sampai 20 mm. Pada kondisi basah atau lembab, warnanya tidak luntur di tangan dan terasa kering ketika diusap walaupun dalam kondisi basah.
f. Batubesi (ironstone)
Batubesi merupakan konsentrasi bahan yang tersementasi kuat, tetapi warna tanah dapat luntur dan terasa basah ketika diusap pada kondisi basah. Hanya saja pada bagian inti/dalam tidak mengalami kelunturan. (a) (b) (c) Gambar 7. Contoh bentuk massa atau becak (a), nodul (b), dan konkresi (c)
Ukuran konsentrasi dibedakan seperti pada tabel di bawah. Tabel 24. Klasifikasi ukuran konsentrasi unsur dalam tanah
Klasifikasi Kode Kriteria
Halus (fine) F Ukuran < 2 mm Sedang (medium) M Ukuran 2 ‐ < 5 mm Kasar (coarse) C Ukuran 5 ‐ < 20 mm Sangat kasar (very coarse) VC Ukuran 20 ‐ 76 mm. Sangat amat kasar (extreme coarse) EC Ukuran > 76 Sumber: Anonim (2004) Macam dari konsentrasi dibedakan seperti pada tabel di bawah. Tabel 25. Macam konsentrasi unsur dalam tanah
Kandungan Kode Kriteria
Berkapur K Kapur, atau apabila berupa campuran Berlempung C Liat, atau apabila berupa campuran Bergipsum G Gipsum, atau apabila berupa campuran Bersilikat Si Silikat, atau apabila berupa campuran Berbesi Ir Besi, atau apabila berupa campuran Bermangan Mn Mangan, atau apabila berupa campuran Bergaram Sa Garam, atau apabila berupa campuran Sumber: Anonim (2004)
III. ANALISIS LENGAS TANAH
Tanah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, didefinisikan sebagai bagian komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Di dalam tanah terkandung mineral, bahan organik, dan pori‐pori yang berisi udara dan air.
Fase cair dalam tanah berupa air yang mengisi di dalam rongga‐rongga tanah atau yang disebut sebagai pori‐pori tanah, mempunyai peranan penting. Peran air dalam tanah atau yang disebut sebagai lengas tanah mempunyai hubungan dengan kation, dekomposisi bahan organik, serta kegiatan mikoorganisme di dalam tanah. Umumnya air tanah yang terikat atau ditahan oleh tanah berada dalam pori‐pori mikro, yaitu pori‐pori yang berukuran kurang dari 8,6 µm. Tetapi, air yang bisa digunakan oleh tanaman adalah yang berada pada pori‐pori berukuran dari 0,2‐8,6 µm atau yang disebut air kapiler, karena air yang berada pada pori‐pori berukuran kurang dari 0,2 µm merupakan air higroskopis atau air yang tidak bisa diserap oleh akar tanaman. Pada kondisi tanah hanya mengandung air higroskopis biasa disebut sebagai keadaan titik layu permanen. Air yang mengisi pori‐pori tanah dengan ukuran lebih dari 8,6 µm disebut sebagai air gravitasi. Air ini tidak dapat ditahan oleh tanah dan akan bergerak karena adanya gaya gravitasi.
Di dalam pertumbuhan tanaman juga perlu diketahui keadaan air tanah atau lengas tanah sehingga perlu ditetapkan kadar air tanah pada beberapa keadaan, antara lain kadar air total, kapasitas lapang (KL), dan titik layu permanen (TLP). Kadar air total diperoleh dengan cara pengeringan tanah dalam oven pada suhu 105‐110 oC hingga beratnya konstan. Untuk mengetahui kapasitas air total dalam tanah atau kapasitas air maksimum dicari dengan mengoven tanah yang jenuh air. Pada kondisi ini energi potensial bebas air atau yang diukur sebagai tegangan air dalam suatu tinggi kolom air (pF) senilai 0 (nol). Pada kondisi lengas kapasitas lapang diukur pada saat tanah menahan air setelah kelebihan air gravitas meresap ke bawah karena adanya gaya gravitasi. Besarnya nilai energi potensial bebas (pF) sebesar 2,54. Sedangkan titik layu permanen diperoleh pada saat nilai pF sebesar 4,2 (Hanafiah, 2005).
Gambar 8. Kurva hubungan antara tegangan air – kadar air tanah – ketersediaan lengas dalam pori‐pori tanah (Schroeder, 1984 dalam Saidi, 2006) A. Lengas Tanah Kering Angin 1. Alat a. Botol timbang b. Oven c. Eksikator d. Penimbang 2. Bahan a. Bongkahan b. Contoh tanah kering angin (ctka) Ø 0,5 mm dan Ø 2 mm 3. Cara Kerja
a. Botol penimbang dan tutupnya ke dalam oven selama 30 menit kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan menimbang botol penimbang dengan tutupnya (a g)
b. Memasukkan ctka kurang lebih 2/3 tinggi botol penimbang lalu menimbangnya (b g) dan masing‐masing ctka dilakukan 2 kali ulangan
c. Memasukkan ke dalam oven dengan keadaan terbuka bersuhu 1050C selama 4 jam
d. Mendinginkan botol penimbang dan isinya pada eksikator dalam keadaan tertutup, kemudian melakukan penimbangan setelah dingin (c g) e. Melakukan perhitungan kadar lengas Nilai c –a adalah berat contoh tanah kering mutlak (ctkm) 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 0 10 20 30 40 50 60 Kadar air (% volume) pF Ø pori ((µm) 10 pasir debu lempung 0,2 50 Air higroskopis PAM Air gravitasi/ perkolasi Air terikat Pori drainase lambat Pori drainase cepat
B. Kapasitas Lapangan 1. Alat a. Botol semprong b. Kain kassa c. Statif d. Gelas piala 2. Bahan • Ctka Ø 2 mm 3. Cara Kerja a. Membungkus atau menyumbat salah satu ujung botol dengan kain kassa b. Memasukkan ctka ke dalam botol semprong dengan bagian yang tertutup
kain kassa sebagai dasarnya c. Memasang botol semprong pada statif dan diatur seperlunya. d. Merendam selama kurang lebih 48 jam e. Mengangkat semprong dan membiarkan air menetes sampai tetes terakhir f. Mengambil contoh tanahnya yang berada pada 1/3 bagian tengah semprong, mengukur kadar lengasnya sebanyak 2 kali ulangan C. Lengas Maksimum (Kapasitas Air Maksimum) 1. Alat a. Cawan tembaga yang dasarnya berlubang b. Mortir porselin c. Saringan Ø 2 mm d. Timbangan analitik e. Spatel f. Oven g. Eksikator h. Gelas arloji i. Kertas saring j. Petridish 2. Bahan a. Ctka Ø 2 mm b. Aquades 3. Cara Kerja a. Menggerus ctka menjadi butir primer dan menyaringnya menjadi Ø 2 mm b. Mengambil cawan berlubang yang dasarnya diberi kertas saring yang sudah
dibasahi.
c. Menimbang dengan gelas arloji sebagai alasnya (a g)
d. Memasukkan ctka yang telah digerus dalam cawan tembaga kurang lebih 1/3 nya lalu diketuk‐ketukan, menambahkan lagi ctka sampai 2/3 lalu diketuk‐
ketukkan lagi, kemudian menambahkan lagi ctka sampai penuh, mengetuknya lagi dan meratakannya
e. Memasukkan cawan tersebut ke dalam perendam kemudian diisi air sampai permukaan air mencapai kurang lebih ½ tinggi dinding cawan, perendaman 12 jam (setelah direndam permukaan tanah akan cembung minimal rata/mendatar)
f. Mengangkat cawan dan membersihkan sisi luarnya lalu meratakan tanah setinggi cawan dengan diperes secara hati‐hati dan menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (b g)
g. Memasukkan ke dalam oven bersuhu 105° C selama 4 jam, lubang pembuangan air pada oven harus terbuka
h. Memasukkan ke dalam eksikator kemudian menimbang dengan diberi gelas arloji (c g)
i. Membuang tanah, membersihkan cawan dan kertas saring kemudian menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (d g) j. Menghitung kadar lengasnya D. Batas Berubah Warna (BBW) 1. Alat a. Botol timbang b. Colet c. Botol pemancar d. Cawan penguap e. Oven f. Eksikator g. Spatel h. Lempeng kaca i. Papan Kayu j. Timbangan analitik 2. Bahan a. Ctka Ø 0,5 mm b. Aquadest 3. Cara Kerja
a. Membuat pasta tanah dengan cara mencampur ctka ∅ 0,5 mm dengan air pada cawan penguap b. Meratakan pasta tanah pada kayu membentuk elips dengan ketinggian pada bagian tengah kurang lebih 3 mm dan makin ke tepi makin tipis c. Membiarkan semalam dan setelah ada beda warna diambil tanahnya selebar 1 cm (warna terang dan gelap) untuk dianalisis KL‐nya
Tabel 26. Pengharkatan batas berubah warna BBW (%) Harkat 1 – 3 4 – 10 11 – 18 19 – 30 31 – 45 > 45 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Amat sangat tinggi
IV. ANALISIS pH TANAH
Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat penting, karena terdapat beberapa hubungan pH tanah dengan ketersediaan unsur hara, juga beberapa hubungan antara pH dan semua sift – sifat tanah.
Ada dua metode yang digunakan dalam pengukuran pH, yaitu secara elektrometrik dengan menggunakan pH meter dan secara volumetrik dengan menggunakan indikator warna, kertas pH, pH stick indikator dan kertas pH universal. Metode elektrometrik lebih akurat dibandingkan dengan metode volumetrik, karena dengan metode elektrometrik konsentrasi ion H+ larut dalam tanah diimbangi dengan elektroda hidrogen beku atau elektroda yang mempunyai fungsi yang sama (Buckman, 1982).
Ion – ion H+ yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial ini dapat ditentukan dengan titrasi tanah. Ion – ion H+ bebas menciptakan kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
A. Bahan
1. Ctka Ø 0,5 mm sebanyak 10 gram
2. Reagen H2O (pH actual), KCl (pH potensial), dan NaF (analisis alofan), dengan
perbandingan 1:2,5 B. Alat 1. Flakon 2. Pengaduk kaca 3. pH meter 4. Timbangan C. Cara Kerja 1. Menimbang ctka sebanyak 5 gram dan memasukkan kedalam dua buah flakon
2. Menambahkan aquadest 12,5 cc untuk analisis pH H2O, 12,5 cc KCl untuk pH KCl, dan
12,5 cc NaF untuk pH NaF 3. Mengaduk masing‐masing hingga homogen selama 5 menit. 4. Mendiamkannya selama 30 menit 5. Mengukur masing‐masing pH
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1993. Soil Survey Manual. Soil Survey Division Staff, United States Department of Agriculture Handbook No. 18.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. (ed) Hidayat, Djaenudin, Suhardjo, dan Subardja. Balittanah, Balitbang Deptan. Bogor. 117 hal.
Foth, HD. 1994. Dasar‐dasar Ilmu Tanah. ITB Press. Bandung.
Notohadiprawiro, T. 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan. Ghalia Indonesia, Jakarta. 94 hal.
Schoeneberger, P.J., Wysocki, D.A., Benham, E.C., and Broderson, W.D., 1998. Field book for describing and sampling soil, Natural Resources Conservation Service. USDA, National Soil Survey Centre, Lincoln, NE.
PENGUMUMAN PRAKTIKUM ILMU TANAH 2011
Jadwal rangkaian praktikum Ilmu Tanah 2011Seluruh mahasiswa Agroteknologi dan Agribisnis 2011 DIWAJIBKAN mengikuti seluruh rangkaian agenda praktikum Ilmu Tanah 2011 untuk melengkapi nilai praktikum mata kuliah Ilmu Tanah.
Ket * : Pembagian Shift pelaksanaan praktikum dan Co‐Ass lihat di pengumuman tersendiri ** : ‐ Harap membawa papan ujian
- Laporan akhir jadi sebagai tiket mengikuti responsi tertulis, tanpa tiket tidak boleh mengikuti responsi tertulis
No Agenda Tempat, Tanggal & Waktu Keterangan 1 Asistensi Tempat : R. Aula FP Tanggal : Rabu, 2 November 2011 Waktu : 11.00‐16.00 WIB AGT A & B (11.00‐12.00); AGT C& D (13.00‐14.00) AGB A & B (14.00‐15.00); AGB C & D (15.00‐16.00) 2 Pretest Tempat : R. Aula FP Tanggal : Rabu, 9 November 2011 Waktu : 13.00‐15.00 WIB 3 Praktikum * Tempat : FP, Jatikuwung & Jumantono Tanggal : Sabtu‐Minggu, 12‐13 November 2011 Waktu : 07.00‐17.00 WIB Shift 1 (07.00‐09.00 WIB); Shift 2 (09.00‐11.00 WIB) Shift 3 (13.00‐15.00 WIB); Shift 4 (15.00‐17.00 WIB) 4 Persiapan Tanah Tempat : Rumah Tanah Tanggal : 14‐20 November 2011 5 Analisis Laboatorium Tempat : Lab. KimKesTan Tanggal : 21‐30 November 2011 Analisis di lab dilakukan setelah tanah kering angin
6 Draft Tergantung Co‐Ass masing‐masing kelompok Draft I: 12 s.d. 17 Desember 2011 Draft II: 22 Desember 2011 7 Responsi wawancara + Pengumpulan Draft II Tergantung Co‐Ass masing‐masing kelompok Paling lambat 19‐22 Desember 2011 8 Responsi Tertulis + Laporan akhir jadi ** Tanggal : Jumat, 23 Desember 2011 Waktu : 13.00‐15.00 WIB 30 Ilmu Tanah: Pe d o m a n Praktis Id en tifika si Tan a h
PEMBAGIAN SHIFT PRAKTIKUM ILMU TANAH 2010
Sabtu, 12 November 2011
Shift_Lokasi Kampus FP UNS Jumantono Jatikuwung
Shift 1
(07.00‐09.00 WIB)
Kelompok 1‐5 Kelompok 21‐25 Kelompok 11‐15
Shift 2
(09.00‐11.00 WIB)
Kelompok 6‐10 Kelompok 26‐30 Kelompok 16‐20
Shift 3
(13.00‐15.00 WIB)
Kelompok 11‐15 Kelompok 31‐35 Kelompok 1‐5
Shift 4
(15.00‐17.00 WIB)
Kelompok 16‐20 Kelompok 36‐40 Kelompok 6‐10
Minggu, 13 November 2011
Shift_Lokasi Kampus FP UNS Jumantono Jatikuwung
Shift 1
(07.00‐09.00 WIB)
Kelompok 26‐30 Kelompok 16‐20 Kelompok 36‐40
Shift 2
(09.00‐11.00 WIB)
Kelompok 21‐25 Kelompok 11‐15 Kelompok 31‐35
Shift 3
(13.00‐15.00 WIB)
Kelompok 36‐40 Kelompok 6‐10 Kelompok 26‐30
Shift 4
(15.00‐17.00 WIB)
Kelompok 31‐35 Kelompok 1‐5 Kelompok 21‐25
• Praktikan diharapkan datang paling lambat 10 menit sebelum shift dimulai • Praktikan wajib membawa alat‐alat yang harus dibawa
PEMBAGIAN CO‐ASS ILMU TANAH 2011
No Nama Co‐Ass NIM CP KELOMPOK
1. Ganis Perdana AP H0207041 085655347137 21,22,23 2 Burhan M Q H0207004 085642011732 1,2,3 3 Andika Heni W H0207002 085643456862 6,7,8 4 Tegar Herindra P H0207067 085728222007 29,30 5 Fendha A D F S H0207039 085331587544 34,35 6 Tri Widodo H0207068 085723528258 11,12,13 7 Diah Ayu Ardiantika H0708012 085735913528 16,17 8 Nukhak Nufita Sari H0708034 085640834613 26,27,28 9 Arief Noor R H0708056 085725085925 39,40 10 Ali As’ad H0708071 085642381525 36,37,38 11 Barata Dwi Aditya H0709020 085729272270 14,15 12 Weni Yuniarti H0709124 085641017515 18,19,20 13 Septi Sulistyaning U H0709110 085328022241 31,32,33 14 Lilis Christina W. H0710068 087733267044 4,5 15 Rizky Rajabillah P H0710097 085643599259 9,10 16 Teuku Zulqaenain F H0710111 085741673305 24,25
Pembagian Lokasi Co‐Ass Ilmu Tanah 2011
Sabtu, 12 November 2011
No Lokasi Nama Asisten
1 Kampus FP UNS Burhan* , Tri Widodo, Nukhak, Arief, Septi
2 Jumantono Ganis *, Tegar, Barata, Dyah Ayu, Weny, Zulqarnain
3 Jatikuwung Andhika *, Fendha, Ali, Rizky, Lilis
Minggu, 13 November 2011
No Lokasi Nama Asisten
1 Kampus FP UNS Andhika *, Fendha, Ali, Rizky, Lilis 2 Jumantono Burhan* , Tri Widodo, Nukhak, Arief, Septi 3 Jatikuwung Ganis *, Tegar, Barata, Dyah Ayu, Weny, Zulqarnain • Nama asisten yang dicetak tebal adalah koordinator lokasi. • Seluruh Asisten diharapkan datang 30 menit sebelum praktikum dimulai, dan dilakukan briefing oleh masing‐masing koordinator lokasi. • Seluruh peralatan dan bahan kimia harap dperiksa kelengkapanya untuk setiap lokasi baik sebelum dan sesudah pelaksanaan pada hari itu, jika terdapat kekurangan segera koordinasi dengan bagian perlengkapan. • Asisten diharapkan melakukan penilaian keaktifan praktikan saat praktikum pada lembar absen yang dikumpulkan tiap kelompok praktikan.