• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN WARNA JARING DAN LAMA PENYINARAN MATAHARI TERHADAP KEKUATAN PUTUS (BREAKING STRENGTH) JARING PA MONOFILAMEN ERNY HERNAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN WARNA JARING DAN LAMA PENYINARAN MATAHARI TERHADAP KEKUATAN PUTUS (BREAKING STRENGTH) JARING PA MONOFILAMEN ERNY HERNAWATI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN WARNA JARING DAN LAMA

PENYINARAN MATAHARI TERHADAP KEKUATAN PUTUS

(BREAKING STRENGTH) JARING PA MONOFILAMEN

ERNY HERNAWATI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran Matahari terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014 Erny Hernawati NIM C44100024

(4)

ABSTRAK

ERNY HERNAWATI, C44100024, Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran Matahari Terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen. Dibimbing oleh Ir. MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR, M.Si dan Dr. Ir. RONNY IRAWAN WAHJU, M.Phil.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan putus jaring yang menggunakan warna yang berbeda, menentukan pengaruh lama penyinaran terhadap kekuatan putus jaring, dan menentukan pengaruh lokasi penyimpanan terhadap kekuatan putus jaring. Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Kruskall-Wallis dan Mann-Whitney untuk menganalisis kekuatan putus jaring pada perlakuan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna jaring, lama penjemuran dan lokasi penyimpanan di ruang terbuka dan tertutup secara statistik signifikan berbeda nyata. Nilai kekuatan putus jaring di ruang terbuka untuk warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye masing-masing sebesar 20%, 22%, 11%, dan 24%, sedangkan nilai kekuatan putus jaring di ruang tertutup untuk warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye masing-masing sebesar 94%, 93%, 87%, dan 89% dari nilai kekuatan putus jaring pada awal pengamatan.

Kata kunci: kekuatan putus, jaring PA, penyimpanan, warna, sinar matahari

ABSTRACT

ERNY HERNAWATI. C44100024. Effect of Color Net and Solar Radiation on Breaking Strength of Monofilament PA. Supervised by MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR and RONNY IRAWAN WAHJU.

The objective of this study are to determine the breaking strength nets that use a different color, determine the effect of solar radiation breaking strength of nets, and determine the influence of the storage location of the breaking strength of nets. This study used a non-parametric test of Kruskall-Wallis and Mann-Whitney to analyze different breaking strength of nets on different treatment. Result showed the color of nets, observed length period and storage location at exposed area and closed area indicated significantly different statistically. Breaking strength of net value at exposed area for gray, blue, pink, and orange respectively 20%, 22%, 11%, and 24%, while the net value of the breaking strength of closed area for gray, blue, pink, and orange respectively 94%, 93%, 87%, and 89% of the net breaking strength in the first observation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PENGARUH PENGGUNAAN WARNA JARING DAN LAMA

PENYINARAN MATAHARI TERHADAP KEKUATAN PUTUS

(BREAKING STRENGTH) JARING PA MONOFILAMEN

ERNY HERNAWATI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran

Matahari Terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen

Nama : Erny Hernawati NIM : C44100024

Disetujui oleh

Ir Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si Pembimbing I

Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, M.Sc Ketua Departemen

(8)

Judu] Skripsi : Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran

Matahari terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen

Nama : Erny Hernawati

NIM : C44100024

Disetuj ui oleh

1

7) _

-?J

Ir Mokhamad Dahfi Iskandar, MSi Dr If Ronny Irawan W1thju, MPhil

Pembimbing I Pembimbing II

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah kekuatan putus jaring, dengan judul Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran Matahari terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Ronny Irawan Wahju, M.Phil selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hendra Gunawan dan Bapak Rizal Ansori dari PT. Indoneptune yang telah membantu dalam mempersiapkan material penelitian, Bapak Nuryadi beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Muhamad Irvan dari laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK), yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Fathurohim yang telah membantu dan memberikan semangat serta dukungan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dewi, Ryan, Hani, Wahyu, Sandy, Andikha, teman-teman PSP 47 serta seluruh civitas PSP yang telah membantu dan memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR LAMPIRAN ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan Alat 3

Kerangka Penelitian 4

Prosedur 5

Rancangan Percobaan 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 17

KESIMPULAN DAN SARAN 21

Kesimpulan 21 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 33 i

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai kekuatan putus jaring antar warna pada ruangan terbuka 11 2 Hasil uji Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda pada

ruangan terbuka 12

3 Nilai kekuatan putus jaring antar warna pada ruang tertutup 13 4 Hasil uji Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda pada ruang

tertutup 14

5 Persamaan regresi antara lama pengamatan dengan kekuatan putus

jaring pada ruang tertutup 15

6 Hasil uji Mann-Whitney antara lokasi penyimpanan yang berbeda 16

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka penelitian 4

2 Pemasangan jaring pada panel 5

3 Posisi jaring pada panel 5

4 Mesin Universal Testing Machine (UTM) Instron 6

5 Grafik rata-rata intensitas radiasi matahari periode Juli 2013 – Januari

2014 9

6 Grafik rata-rata suhu periode Juli 2013 – Januari 2014 9 7 Grafik kelembaban periode Juli 2013 – Januari 2014 10 8 Grafik nilai kekuatan putus antara warna pada ruang terbuka 11 9 Grafik nilai kekuatan putus pada lama pengamatan yang berbeda pada

ruang terbuka 13

10 Grafik nilai kekuatan putus antara warna di ruang tertutup 14 11 Grafik nilai kekuatan putus pada lama pengamatan yang berbeda pada

ruang tertutup 16

12 Perubahan kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka dan

tertutup 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto peralatan pengukur cuaca 23

2 Dokumentasi penelitian 24

3 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap warna yang

berbeda pada penyimpanan ruang terbuka 25

4 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap warna yang

berbeda pada penyimpanan ruang tertutup 26

5 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap lama pengamatan

yang berbeda pada penyimpanan ruang terbuka 27

6 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap lama pengamatan

yang berbeda pada penyimpanan ruang tertutup 28

7 Hasil uji Mann-Whitney jaring polyamide terhadap lokasi penyimpanan

yang berbeda 29

8 Data pengamatan cuaca 32

(12)
(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jaring merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. Jaring yang digunakan untuk menangkap ikan pada umumnya terbuat dari serabut sintesis. Serabut sintesis adalah serabut buatan dari bahan sintesis yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan sederhana seperti phenol, benzena, acetylene, dan chlorine. Serabut yang termasuk sintesis adalah Polyamide (PA), Polyester (PES), Polyprophylene (PP), Polyvinyl Alchohol (PVA), dan lain-lain (Klust, 1987).

Serabut sintesis banyak dipakai oleh nelayan sebagai bahan jaring untuk menangkap ikan dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan serabut alami. Menurut Klust (1983) kelebihan serabut sintesis dibandingkan dengan serabut alami adalah:

1. Memiliki ketahanan dalam air dan ketahanan terhadap cuaca sehingga tidak mudah membusuk;

2. Memiliki kekuatan putus (breaking strength) yang jauh lebih besar dibanding dengan serabut alami;

3. Sedikit menyerap air;

4. Densitas lebih rendah sehingga dapat mengurangi penggunaan pelampung; dan

5. Ukuran diameter serat sintesis dapat diatur pada cakupan produksi sesuai kebutuhan.

Jaring yang menggunakan bahan sintesis secara faktual lebih memiliki keunggulan dibandingkan dengan jaring yang menggunakan bahan serat alami. Hal ini karena jaring yang menggunakan serat sintetis relatif lebih tahan terhadap pembusukan. Namun demikian, nelayan belum memiliki kesadaran yang baik bahwa jaring dengan serat sintesis dapat mengalami penurunan kekuatan akibat penyinaran oleh matahari secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Penurunan kekuatan jaring yang lebih dikenal dengan penurunan kekuatan putus jaring (breaking strength) akan berakibat pada penurunan umur teknis jaring. Penurunan kekuatan putus jaring bisa berakibat pada berkurangnya daya tangkap jaring sebagai pendapatan nelayan juga menurun. Selain itu akibat dari umur teknis jaring menurun nelayan juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengganti kerusakan jaring sehingga biaya operasional meningkat. Jaring yang terbuat dari bahan sintesis ada yang dibuat menjadi jaring monofilamen dan jaring multifilamen. Jaring PA monofilamen memiliki keunggulan yakni lebih kecil, halus dan transparan, sehingga dalam pemakaiannya akan memberikan hasil tangkapan yang lebih baik. Keunggulan jaring PA multifilamen lebih tahan dan mudah ditangani, sehingga dalam jangka panjang harganya relatif lebih rendah. Tetapi sekarang nelayan lebih banyak memilih jaring PA monofilamen karena jaring PA multifilamen lebih berat dan mahal dan lebih sesuai untuk kapal-kapal kecil.

Penurunan efek radiasi matahari dapat dilakukan dengan memberikan zat penyerap radiasi matahari. Salah satu teknik memberikan penyerap radiasi matahari adalah dengan memberikan zat pewarna jaring (Al-Oufi et al., 2004).

(15)

2

Beberapa jaring yang digunakan oleh nelayan di Indonesia telah menggunakan beberapa pewarna jaring. Namun demikian warna jaring yang digunakan oleh nelayan lebih dikarenakan untuk menyamarkan jaring sesuai dengan kondisi lingkungan sehingga diharapkan jaring tidak terlihat oleh ikan. Kondisi tersebut terjadi akibat nelayan maupun pabrikan pembuat jaring belum memiliki kesadaran bahwa pewarnaan yang baik dapat meningkatkan umur teknis jaring karena adanya zat yang dapat menyerap radiasi matahari. Namun demikian pewarnaan yang tidak tepat justru dapat semakin menurunkan umur teknis jaring karena adanya penurunan kekuatan putus jaring.

Klust (1983) melakukan pengamatan bahwa jaring dengan bahan Polyprophylene (PP) dengan pewarna hitam ketika dijemur selama 1500 jam dibawah sinar matahari mengalami penurunan kekuatan putus hanya sebesar 5%. Namun benang jaring Polyprophylene (PP) dengan menggunakan zat pewarna oranye ketika dijemur selama 1500 jam dibawah sinar matahari mengalami penurunan breaking strength sebesar 80%.

Indoneptune merupakan perusahaan yang memproduksi jaring dengan menggunakan banyak variasi warna. Produk yang diproduksi Indoneptune banyak diekspor ke luar negeri dibandingkan dipasarkan di Indonesia. Akibat adanya efek pewarnaan yang berbeda terhadap kekuatan putus (breaking strength) maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh lama penyinaran matahari pada beberapa jenis warna jaring terhadap kekuatan putusnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain adalah :

1) Menentukan kekuatan putus jaring yang menggunakan warna berbeda;

2) Menentukan pengaruh lama penyinaran terhadap kekuatan putus (breaking strength) jaring;

3) Menentukan pengaruh lokasi penyimpanan terhadap kekuatan putus (breaking strength) jaring.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi nelayan untuk memilih warna jaring yang sesuai untuk melindungi jaring dari radiasi ultra violet.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan berlangsung selama 6 bulan mulai dari bulan Agustus 2013 sampai Januari 2014. Penelitian dilakukan di Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Adapun pengujian kekuatan putus dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Rekayasa

(16)

3 dan Desain Bangunan Kayu Departemen Teknik Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1) Jaring dengan warna biru, merah muda, orange dan abu-abu sebagai bahan uji;

2) Breaking strength tester merk Universal Testing Machine (UTM) Instron untuk mengukur kekuatan putus jaring;

3) Panel penjemuran untuk meletakkan jaring agar mendapatkan sinar matahari; 4) Kamera untuk dokumentasi setiap pengambilan sampel;

5) Plastik penutup panel untuk menutupi panel dari pengaruh lain selain matahari;

6) Peralatan untuk mengukur unsur-unsur cuaca, yakni:

a) Psychrometer, instrumentasi untuk mengatur unsur suhu, suhu max/min, dan kelembaban udara (satuan: suhu ºC, kelembaban %);

b) Towering Climatology, instrumentasi untuk mengukur dan mencatat unsur cuaca mikro;

c) Lisimeter, instrumentasi untuk mengukur evapotranspirasi sebidang tanah bervegetasi secara langsung (satuan:mm);

d) Gun Bellani, instrumentasi untuk mengukur intensitas matahari (satuan: Calori/cm2/menit);

e) Kessner & Piche Evaporimeter, intrumentasi untuk mengukur penguapan pada ruangan (satuan:mm);

(17)

4

Kerangka Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan kerangka penelitian sebagai berikut (Gambar 1):

Keterangan: M= Material, P1= Penyimpanan di ruang Terbuka, P2= Penyimpanan di ruang

Tertutup, W1= Warna Abu-abu, W2= Warna Biru, W3= Warna Merah Muda, W4=

Warna Oranye, L0-L6= Lama Pengamatan Bulan ke-0 – ke-6, Wt= Kekuatan putus

jaring

Gambar 1 Bagan kerangka penelitian

Penelitian ini adalah experimental laboratory (penelitian pada skala laboratorium) untuk mengetahui kekuatan putus jaring pada beberapa kondisi atau perlakuan. Kondisi yang dimaksud adalah:

1) Perlakuan penjemuran jaring di bawah sinar matahari

Jaring yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat warna yang berbeda yakni jaring berwarna biru, merah muda, abu-abu, dan orange. Masing-masing jaring berukuran 3 x 3 mata dan dipasang pada panel yang terbuat dari kayu yang berukuran P=700cm dan L=100cm. Panel diletakkan di ruang terbuka kemudian jaring dipasang pada panel. Panel diletakkan di ruang terbuka dengan tujuan agar jaring terkena sinar matahari langsung secara terus menerus. Panel tersebut ditutup dengan plastik sehingga jaring pada panel tidak terkontaminasi oleh unsur lain kecuali sinar matahari langsung. Jaring yang terpasang pada panel tidak boleh tegang (tension). Kekuatan putus jaring diamati dengan rentang pengamatan 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan.

M P1 P2 W1 W2 W3 W4 L0 – L6 Wt W1 W2 W3 W4 L0 – L6

(18)

5

Gambar 2 Pemasangan jaring pada panel

Gambar 3 Posisi jaring pada panel 2) Perlakuan kontrol

Jaring yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 4 warna yaitu merah, putih, hijau, dan oranye. Jaring tersebut disimpan di ruang tertutup dengan suhu kamar (25oC) dan tidak terkena sinar matahari. Jaring yang disimpan di ruang tertutup merupakan jaring kontrol. Pada penelitian ini jaring warna biru merupakan jaring yang digunakan sebagai kontrol karena jaring warna biru merupakan jaring yang banyak digunakan oleh nelayan Indonesia.

Prosedur

1) Perlakuan penjemuran jaring dibawah sinar matahari

Jaring yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring jenis PA monofilamen dengan mesh opening 3/4 inchi. Jaring PA monofilamen dengan mesh opening 3/4 inci berwarna biru, merah muda, abu-abu, dan oranye yang dipotong dengan ukuran 3 x 3 mata. Keempat jaring yang sudah dipotong kemudian dipasang pada panel dengan kondisi tidak tegang. Sebagai kontrol adalah jaring yang tidak mengalami perlakuan penjemuran dan diletakkan di ruang tertutup sehingga tidak terkena sinar matahari.

(19)

6

2) Metode pengujian kekuatan putus jaring

Pengujian kekuatan putus jaring masing-masing dilakukan dengan rentang waktu 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan ,5 bulan, dan 6 bulan setelah diletakkan di ruang terbuka dan terkena sinar matahari secara terus menerus. Pengujian kekuatan putus jaring menggunakan Universal Testing Machine (UTM) Instron. Adapun teknik pemasangan jaring pada grib adalah mengaitkan jaring diantara kedua grib. Grib atas pada mesin Universal Testing Machine (UTM) Instron disambungkan dengan sensor tegangan lewat engsel/joint. Mesin penguji kekuatan putus dan load fixtures disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Mesin Universal Testing Machine (UTM) Instron

Sebelum melakukan pengujian penarikan jaring dengan mesin UTM Instron, mesin dan komputer dinyalakan terlebih dahulu. Kemudian memasang grib bagian atas dan bawah untuk meletakkan jaring yang akan ditarik untuk mengetahui kekuatan putus. Selanjutnya pada komputer diatur load cell sebesar 50 kgf dan jumlah ulangan serta nama sample yang akan diuji. Memasang jaring pada grib dengan kondisi jaring harus kendur sehingga tidak terjadi bias karena tension. Tahap berikutnya adalah melakukan penarikan jaring hingga putus, dengan cara mengklik load cell dan depleksi agar keduanya berada dalam kondisi nol kemudian klik start. Setelah jaring putus klik stop untuk mendapatkan angka kekuatan putus jaring dan untuk mendapatkan grafik kekuatan putus jaring.

Nilai kekuatan putus jaring PA yang diuji diperoleh dari perhitungan rumus sebagai berikut (Aninomous, -):

BS = x 0,5 kg ; dalam kgf Keterangan:

BS : Kekuatan putus ( breaking strength) (dalam kgf);

AB’ : Nilai rentang kalibrasi antara nilai saat grib lepas dan load fixture diberi beban 5 kg (dalam kgf);

C : Nilai saat jaring terpasang pada grib (dalam kgf); D : Nilai saat jaring terputus (dalam kgf).

D - C AB’

(20)

7

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga (3) faktor, yakni:

a. Faktor A : warna jaring;

b. Faktor B : lama pengamatan ; serta c. Faktor C : lokasi penjemuran jaring

Menurut Steel dan Torrie (1980), model rancangan Acak Kelompok Lengkap (RKAL) dijabarkan sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk

Keterangan:

Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor b level ke-j, dan faktor C level ke-k;

µ : Nilai tengah populasi;

αi : Pengaruh faktor warna jaring pada level ke-i; βj : Pengaruh faktor lama pengamatan pada level ke-j;

(αβ)ij : Pengaruh interaksi faktor warna jaring dan faktor lama pengamatan pada level a ke-i dan level b ke-j;

ρk : Pengaruh faktor lokasi penjemuran jaring pada level ke-k;

εijk : sisaan pada percobaan untuk level a ke-i, level b ke-j, dan level c ke-k. Hipotesis yang digunakan dalam percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) adalah:

Pengaruh utama faktor A: H0 : 𝛼1 = ... = 𝛼𝑎 = 0

H2 : paling sedikit ada satu i dimana 𝛼𝑖 ≠ 0 Pengaruh utama faktor B:

H0 : 𝛽1 = ... = 𝛽𝑎 = 0

H2 : paling sedikit ada satu i dimana 𝛽𝑗 ≠ 0

Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B: H0 : (𝛼𝛽)11 = ... = (𝛼𝛽)12 = (𝛼𝛽)𝑎𝑏 = 0

H2 : paling sedikit ada satu i dimana (𝛼𝛽)𝑖𝑗 ≠ 0 Pengaruh pengelompokan:

H0 : 𝜌1 = ... = 𝜌𝑟 = 0

H2 : paling sedikit ada satu i dimana 𝜌𝑘 ≠ 0

Analisis Data

Faktor perlakuan terhadap kekuatan putus jaring dapat diketahui dengan menggunakan uji non-parametrik. Uji non-parametrik dilakukan karena data hasil penelitian yang diperoleh tidak menyebar secara normal. Uji non-parametrik yang digunakan untuk mengolah data kekuatan putus jaring adalah uji Kruskall-Wallis. Setelah melakukan uji Krukall-Wallis untuk mengetahui perbandingan antar faktor digunakan uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menguji perlakuan yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan

(21)

8

putus jaring. Proses pengolahan data hasil penelitian untuk uji Kruskall-Wallis dan uji lanjutan Mann-Whitney menggunakan software SPSS 17.0.

Selanjutnya untuk menentukan hubungan antara lama penyimpanan terhadap kekuatan putus jaring digunakan regresi. Setelah diketahui persamaan regresinya maka dapat diketahui hubungan antara lama pengamatan dan kekuatan putusnya. Nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r) perlu diketahui untuk mengetahui seberapa besar model regresi yang diperoleh mampu untuk mewakili perubahan kekuatan putus jaring dan keeratan hubungan antara X dan Y.

Interval koefisien korelasi dan determinasi menurut Nugroho (2005) dapat dijabarkan sebagai berikut:

 0,00 sampai dengan 0,20 berarti (korelasi/determinasi)-nya sangat lemah;

 0,21 sampai dengan 0,40 berarti (korelasi/determinasi)-nya lemah;

 0,41 sampai dengan 0,70 berarti (korelasi/determinasi)-nya kuat;

 0,71 sampai dengan 0,90 berarti (korelasi/determinasi)-nya sangat kuat;

 0,91 sampai dengan 0,99 berarti (korelasi/determinasi)-nya sangat kuat sekali;

 1,00 berarti korelasinya sempurna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan umum cuaca saat penelitian

Cuaca terdiri dari beberapa unsur cuaca antara lain intensitas matahari, curah hujan, kelembaban, evaporasi, dan angin. Unsur cuaca yang digunakan untuk melihat pengaruh kondisi cuaca yang berpengaruh terhadap kekuatan putus jaring adalah intensitas matahari, suhu, dan kelembaban. Ketiga unsur cuaca tersebut dicatat oleh Stasiun Klimatologi Dramaga untuk periode bulan Juli 2013 - Januari 2014 sesuai dengan periode penelitian yang dilakukan.

a. Intensitas radiasi matahari

Intensitas radiasi matahari adalah kerataan aliran energi cahaya yang dipancarkan oleh suatu benda atau permukaan (Turyanti et al., 2006). Nilai intensitas matahari pada awal penelitian yaitu bulan Juli 2013 sebesar 337 cal/cm2 yang berarti terjadi penyinaran matahari sebanyak 337 cal pada setiap 1 cm2. Nilai intensitas matahari tertinggi terjadi pada bulan Juli sampai bulan September 2013 yaitu sebesar 356 cal/cm2 yang berarti terjadi penyinaran matahari sebanyak 356 cal pada setiap 1 cm2. Hal ini diakibatkan pada bulan September 2013 merupakan puncak musim kemarau. Nilai intensitas terendah terjadi pada bulan Januari 2014. Hal ini terjadi karena pada bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 merupakan periode musim hujan (Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, 2014) . Secara detail data hasil pengukuran intensitas matahari periode bulan Juli 2013-Januari 2014 dapat dilihat pada Gambar 5. Data pengamatan intensitas radiasi matahari periode Juli 2013 – Januari 2014 dapat dilihat pada Lampiran 8.

(22)

9

Gambar 5 Grafik rata-rata intensitas radiasi matahari periode Juli 2013 – Januari 2014

b. Suhu

Suhu adalah ukuran relatif dari kondisi termal yang dimiliki oleh suatu benda (Buck, 1970). Nilai suhu pada awal penelitian yaitu bulan Juli 2013 sebesar 25,80C. Nilai suhu tertinggi terjadi pada bulan November 2013 yaitu sebesar 26,2oC. Nilai suhu terendah terjadi pada bulan Januari 2014 sebesar 25,1oC. Hal ini terjadi akibat dari bulan Januari 2014 merupakan musim hujan (Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, 2014). Secara detail data hasil pengukuran intensitas matahari periode bulan Juli 2013-Januari 2014 dapat dilihat pada pada Gambar 6. Data pengamatan suhu periode Juli 2013 – Januari 2014 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 6 Grafik rata-rata suhu periode Juli 2013 – Januari 2014

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jul-13 Agus-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14

In te n si ta s R a d ia s Mt a h a r i (c a l/ cm 2 ) Bulan 24 24,5 25 25,5 26 26,5

Jul-13 Agus-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14

S u h u ( oC ) Bulan

(23)

10

c. Kelembaban

Kelembaban adalah jumlah air yang terkandung dalam udara (Buck, 1970). Nilai kelembaban yang terjadi pada periode Juli 2013 sampai Januari 2014 berkisar antara 80% - 88%. Nilai tersebut didapatkan dari rata-rata kelembaban selama satu bulan. Nilai kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari 2014 sebesar 88%, sedangkan nilai kelembaban terendah terjadi pada bulan Oktober 2013 sebesar 80% (Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, 2014). Secara detail data hasil pengukuran intensitas matahari periode bulan Juli 2013-Januari 2014 dapat dilihat pada Gambar 7. Data pengamatan kelembaban periode Juli 2013 – Januari 2014 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 7 Grafik kelembaban periode Juli 2013 – Januari 2014

Kekuatan putus (breaking strength) jaring pada warna yang berbeda pada ruangan terbuka

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai kekuatan putus jaring warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye sebelum dijemur (0 bulan) masing-masing adalah sebesar 7436,4 gf, 7884 gf, 7944 gf, dan 7199 gf. Setelah satu bulan dijemur dibawah sinar matahari maka jaring abu-abu, biru, merah muda, dan oranye mengalami penurunan kekuatan putus masing-masing sebesar 17%, 15%, 19%, dan 11%. Penurunan kekuatan putus terbesar dialami oleh jaring berwarna merah muda yakni sebesar 19%. Adapun penurunan kekuatan putus jaring terkecil dialami oleh jaring berwarna oranye yakni sebesar 11%. Setelah mengalami penjemuran selama enam bulan masing-masing jaring yang berwarna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye memiliki sisa kekuatan putus sebesar 20%, 22%, 11%, dan 24%. Jaring yang berwarna oranye setelah mengalami penjemuran selama enam bulan memiliki sisa kekuatan putus yang lebih besar dibandingkan jaring yang berwarna abu-abu, biru, dan merah muda. Secara rinci nilai kekuatan putus jaring antar warna disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 8.

72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

Jul-13 Agus-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14

K e le m b a b a n ( % ) Bulan

(24)

11 Tabel 1 Nilai kekuatan putus jaring antar warna pada ruangan terbuka

Bulan ke- Abu-abu (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Biru (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Merah muda (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Oranye (gf) Penurunan kekuatan putus (%) 0 7436,43 100 7883,71 100 7944,26 100 7199,12 100 1 6193,00 83 6676,00 85 6406,00 81 6401,00 89 2 6735,24 91 6793,92 86 4767,84 60 6337,01 88 3 6027,84 81 6010,89 76 3861,14 49 5878,95 82 4 3427,61 46 4200,00 53 1892,12 24 4233,13 59 5 3314,01 45 3757,48 38 2297,00 29 2934,79 41 6 1515,03 20 1732,24 22 909.77 11 1750,24 24 Rata-rata 4950,88 79,6 5293,46 78,1 4011,16 88,5 4962,03 75,6

Gambar 8 Grafik nilai kekuatan putus antara warna pada ruang terbuka. Hasil Uji Kruskall-Wallis yang dilakukan terhadap warna jaring yang berbeda pada lama penjemuran yang berbeda diperoleh nilai chi-square sebesar 11,223 dengan nilai Pvalue sebesar 0,01. Hal ini berarti bahwa setiap warna

memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan putus jaring. Hasil uji Kruskall-Wallis jaring terhadap warna yang berbeda pada penyimpanan ruang terbuka dapat dlihat pada Lampiran 3.

Selanjutnya untuk menentukan warna jaring yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan putus jaring pada lama penjemuran yang berbeda dilakukan uji lanjut Mann-Whitney. Berdasarkan uji Mann-Whitney antara jaring berwarna abu-abu dengan jaring berwarna biru diperoleh nilai chi-square sebesar 2268,50 dengan nilai Pvalue 0,44. Hal ini berarti bahwa perbedaan antara warna

jaring abu-abu dengan warna jaring biru tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan putus jaring. Sebaliknya uji lanjut Mann-Whitney antara jaring berwarna abu-abu dengan jaring berwarna merah muda diperoleh nilai chi-square sebesar 1871,50 dengan nilai Pvalue 0,01. Hal ini berarti bahwa perbedaan antara

warna jaring abu-abu dengan warna jaring merah muda memberikan pengaruh

4950,88 ± 2193,52 5293,46 ± 2145,69 4011,16 ± 2544,50 4962,03 ± 2031,54 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

Abu Biru Merah Muda Oranye

K e k u a ta n P u tu s J a r in g ( g f) Warna

(25)

12

yang nyata terhadap kekuatan putus jaring. Secara rinci hasil uji lanjut Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda pada ruangan terbuka

Perlakuan Nilai chi-square hitung

Pvalue Indikasi

Abu-abu vs Biru 2268,50 0,44 Tidak Berbdeda nyata Abu-abu vs Oranye 2418,00 0,89 Tidak Berbeda nyata Abu-abu vs Merah Muda 1871,50 0,01 Berbeda nyata

Biru vs Oranye 2235,00 0,37 Tidak Berbeda nyata

Biru vs Merah Muda 1715,00 0,00 Berbeda nyata Oranye vs Merah Muda 1865,00 0,01 Berbeda yata

Kekuatan putus (breaking strength) jaring pada lama penyinaran yang berbeda pada ruangan terbuka

Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna abu-abu dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -958,2x + 8782. Nilai korelasi regresinya adalah 0,94 dan koefisien determinasinya adalah 89,05%. Hal ini berarti bahwa penambahan lama pengamatan sebesar 1 bulan akan berakibat penurunan kekuatan putus jaring sebesar 958,2 gf. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna biru dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -960,1x + 9134. Nilai korelasi regresinya adalah 0,97 dan koefisien determinasinya adalah 93,45%. Hal ini berarti bahwa penambahan lama pengamatan sebesar 1 bulan akan berakibat penurunan kekuatan putus jaring sebesar 960,1 gf. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna merah muda dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -1149x + 8610. Nilai korelasi regresinya adalah 0,98 dan koefisien determinasinya adalah 95,31%. Hal ini berarti bahwa penambahan lama pengamatan sebesar 1 bulan akan berakibat penurunan kekuatan putus jaring sebesar 1149 gf. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna oranye dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -906,5x + 8588. Nilai korelasi regresinya adalah 0,96 dan koefisien determinasinya adalah 92,92%. Hal ini berarti bahwa penambahan lama pengamatan sebesar 1 bulan akan berakibat penurunan kekuatan putus jaring sebesar 906,5 gf.

Hasil uji Kruskall-Wallis yang dilakukan terhadap lama pengamatan jaring yang berbeda maka diperoleh nilai chi-square untuk jaring warna abu-abu sebesar 63,93 dengan nilai Pvalue sebesar 0,00, jaring warna biru sebesar 63,01 dengan

nilai Pvalue sebesar 0,00, jaring warna merah muda sebesar 64,03 dengan nilai

Pvalue sebesar 0,00, dan jaring warna oranye sebesar 63,17 dengan nilai Pvalue

sebesar 0.00. Hal ini berarti bahwa setiap lama pengamatan jaring memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kekuatan putus jaring. Secara rinci untuk mengetahui nilai kekuatan putus pada lama pengamatan yang berbeda pada ruangan terbuka disajikan pada Gambar 9. Hasil uji Kruskall-Wallis jaring terhadap lama pengamatan yang berbeda pada penyimpanan ruang terbuka dapat dilihat pada Lampiran 5.

(26)

13

Gambar 9 Grafik nilai kekuatan putus pada lama pengamatan yang berbeda pada ruang terbuka

Kekuatan putus (breaking strength) jaring pada warna yang berbeda pada ruangan tertutup

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai kekuatan putus jaring warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye pada awal penelitian (bulan 0) masing-masing adalah sebesar 7509,5 gf, 7928,5 gf, 7941,5 gf, dan 7223,8 gf. Setelah satu bulan disimpan di ruang tertutup jaring abu-abu, biru, merah muda, dan oranye mengalami penurunan kekuatan putus masing-masing sebesar 4%, 9%, 12%, dan 19%. Penurunan kekuatan putus terbesar dialami oleh jaring berwarna oranye yakni sebesar 19%. Adapun penurunan jaring terkecil dialami jaring berwarna abu-abu yakni sebesar 4%. Setelah disimpan di ruang tertutup selama enam bulan masing-masing jaring yang berwarna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye tersisa 94%, 93%, 87%, dan 89%. Jaring yang berwarna abu-abu setelah mengalami penyimpanan di ruang tertutup selama enam bulan memiliki sisa kekuatan putus yang lebih besar dibandingkan jaring yang berwarna biru, merah muda dan oranye. Secara rinci nilai kekuatan putus jaring antar warna disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 10.

Tabel 3 Nilai kekuatan putus jaring antar warna pada ruang tertutup

Bulan ke- Abu-abu (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Biru (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Merah muda (gf) Penurunan kekuatan putus (%) Oranye (gf) Penurunan kekuatan putus (%) 0 7509,49 100 7928,55 100 7941,50 100 7223,82 100 1 7176,00 96 7207,00 91 6970,00 88 5883,00 81 2 7130,72 95 7566,44 95 7387,02 93 6786,87 94 3 7448,90 99 7767,57 98 6878,36 87 6268,69 87 4 6804,12 91 7221,31 91 7037,96 89 6121,74 85 5 6787,34 90 7421,48 94 6848,55 86 6257,47 87 6 7028,61 94 7359,02 93 6943,28 87 6458,98 89 Rata-rata 7126,45 6,4 7495,91 7,18 7143,81 12,5 6428,65 10,5 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 1 2 3 4 5 6 K e k u a ta n P u tu s J a r in g ( g f)

Lama Pegamatan (bulan)

Abu-abu Biru

Merah Muda Oranye

(27)

14

Gambar 10 Grafik nilai kekuatan putus antara warna di ruang tertutup Hasil uji Kruskall-Wallis yang dilakukan terhadap warna jaring yang berbeda diperoleh nilai chi-square sebesar 90,609 dengan nilai Pvalue sebesar 0.00,

hal ini berarti bahwa lama pengamatan jaring memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan putus jaring. Hasil uji Kruskall-Wallis terhadap warna yang berbeda pada penyimpanan ruang tertutup secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selanjutnya untuk menentukan warna jaring yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan putus jaring pada lama penyimpanan yang berbeda dilakukan uji lanjut Mann-Whitney. Berdasarkan uji Mann-Whitney antara jaring berwarna abu-abu dengan jaring berwarna merah muda diperoleh nilai chi-square sebesar 2308,50 dengan nilai Pvalue 0,55. Hal ini berarti bahwa perbedaan antara

jaring warna abu-abu dengan jaring warna merah muda tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kekuatan putus jaring. Sebaliknya uji lanjut Mann-Whitney antara jaring warna abu-abu dengan jaring warna biru diperoleh nilai chi-square sebesar 1458,500 dengan nilai Pvalue 0,00. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan yang nyata pada kekuatan putus jaring. Secara rinci hasil uji lanjut Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji Mann-Whitney antara warna jaring yang berbeda pada ruang tertutup

Perlakuan Nilai chi-square hitung

Pvalue Indikasi

Abu-abu vs Biru 1458,50 0,00 Berbeda nyata

Abu-abu vs Oranye 860,00 0,00 Berbeda nyata

Abu-abu vs Merah Muda 2308,50 0,55 Tidak berbeda nyata

Biru vs Oranye 382,00 0,00 Berbeda nyata

Biru vs Merah Muda 1559,00 0,00 Berbeda nyata Oranye vs Merah Muda 1076,00 0,00 Berbeda yata

7126,45 ± 283,32 7495,91 ± 273,58 7143,81 ± 394,70 6428,65 ± 448,76 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

Abu-abu Biru Merah Muda Oranye

K e k u a ta n P u tu s J a r in g ( g f) Warna

(28)

15

Kekuatan putus (breaking strength) jaring pada lama pengamatan yang berbeda pada ruangan tertutup

Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna abu-abu dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -90,94x + 7,490. Nilai korelasi regresinya adalah 0,69 dan koefisien determinasinya adalah 48,00%. Nilai koefisien determinasi model regresi tersebut sangat kecil karena nilai R2=0,48 lebih kecil dari 0,70. Hal ini berarti bahwa model tersebut tidak dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y. Transformasi log dan ln telah dilakukan untuk mendapatkan nilai R2 yang mampu menjelaskan hubungan X dan Y. Tetapi nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0,70. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna biru dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -58,02x + 7728. Nilai korelasi regresinya adalah 0,46 dan koefisien determinasinya adalah 20,90%. Nilai koefisien determinasi model regresi tersebut sangat kecil karena nilai R2=0,20 lebih kecil dari 0,70. Hal ini berarti bahwa model tersebut tidak dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y. Transformasi log dan ln telah dilakukan untuk mendapatkan nilai R2 yang mampu menjelaskan hubungan X dan Y. Tetapi nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0,70. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna merah muda dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -128,0x + 7656. Nilai korelasi regresinya adalah 0,70 dan koefisien determinasinya adalah 49,10%. Nilai koefisien determinasi model regresi tersebut sangat kecil karena nilai R2=0,49 lebih kecil dari 0,70. Hal ini berarti bahwa model tersebut tidak dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y. Selanjutnya transformasi log dan ln telah dilakukan untuk mendapatkan nilai R2 yang mampu menjelaskan hubungan X dan Y. Tetapi nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0,70. Hasil persamaan regresi antara kekuatan putus jaring warna oranye dengan lama pengamatan diperoleh hasil Y = -78,95x + 6744. Nilai korelasi regresinya adalah 0,38 dan koefisien determinasinya adalah 14,40%. Nilai koefisien determinasi model regresi tersebut sangat kecil karena nilai R2=0,14 lebih kecil dari 0,41. Hal ini berarti bahwa model tersebut tidak dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y. Transformasi log dan ln telah dilakukan untuk mendapatkan nilai R2 yang mampu menjelaskan hubungan X dan Y. Tetapi nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0,41. Secara rinci hasil persamaan regresi anatar lama pengamatan dengan kekuatan putus jaring pada ruang tertutup disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Persamaan regresi antara lama pengamatan dengan kekuatan putus jaring pada ruang tertutup

Warna Persamaan regresi tanpa transformasi Persamaan regresi dengan transformasi log Persamaan regresi dengan transformasi ln Abu-abu Y=-90,94x+7490 R2=0,48; r=0,69 Y=-0,01x+3,87 R2=0,48; r=0,69 Y=-0,00x+8,92 R2=0,48; r=0,69 Biru Y=-128,00x+7656 R2=0,20; r=0,45 Y=-0,00x+8,85 R2=0,20; r=0,45 Y=-0,00x+8,95 R2=0,20; r=0,45 Merah muda Y=-78,95x+6744

R2=0,49; r=0,70 Y=-0,00x+3,88 R2=0,49; r=0,70 Y=-0.01x+8,94 R2=0,49; r=0,70 Oranye Y=-78,95x+6744 R2=0,14; r=0,37 Y=-0,00x+8,82 R2=0,12; r=0,35 Y=-0,01x+8,81 R2=0,12; r=0,35

(29)

16

Hasil uji Kruskall-Wallis yang dilakukan terhadap lama pengamatan jaring yang berbeda diperoleh nilai chi-square untuk warna abu-abu sebesar 27,288 dengan nilai Pvalue sebesar 0,00, warna biru sebesar 29,136 dengan nilai Pvalue

sebesar 0,00, warna merah muda sebesar 25,228 dengan nilai Pvalue sebesar 0,00,

dan warna oranye sebesar 32,098 dengan nilai Pvalue sebesar 0,00. Hal ini berarti

bahwa setiap lama pengamatan jaring memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kekuatan putus jaring. Hasil uji Kruskall-Wallis jaring terhadap lama pengamatan yang berbeda pada penyimpanan ruang tertutup dapat dilihat pada Lampiran 6. Secara detail nilai kekuatan putus lama pengamatan pada ruangan tertutup yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Grafik nilai kekuatan putus pada lama pengamatan yang berbeda pada ruang tertutup

Kekuatan putus (breaking strength) jaring pada lokasi penyimpanan yang berbeda

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney terhadap warna jaring yang berbeda disimpan dibawah sinar matahari dan disimpan pada ruang tertutup diperoleh nilai yang berbeda nyata untuk semua warna jaring. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi penyimpanan mempunyai pengaruh nyata terhadap kekuatan putus jaring. Secara rinci hasil uji Mann-Whitney untuk warna yang berbeda yang diletakkan pada lokasi penyimpanan berbeda disajikan pada Tabel 6. Hasil uji Mann-Whitney jaring polyamide terhadap lokasi penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 6 Hasil uji Mann-Whitney antara lokasi penyimpanan yang berbeda

Perlakuan Nilai

chi-square Pvalue Indikasi Abu-abu terbuka vs Abu-abu tertutup 692,00 0,00 Berbeda nyata Biru terbuka vs Biru tertutup 588,00 0,00 Berbeda nyata Merah muda terbuka vs Merah muda

tertutup 709,00 0,00 Berbeda nyata

Oranye terbuka vs Onanye tertutup 1400,50 0,00 Berbeda nyata

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 1 2 3 4 5 6 K e k u a ta n P u tu s J a r in g ( g f)

Lama Pengamatan (bulan)

Abu-abu Biru

Merah Muda Orange

(30)

17 Nilai kekuatan putus jaring yang diletakkan pada tempat terbuka mengalami penurunan yang sangat signifikan dibanding jaring yang disimpan di ruang tertutup. Jaring abu-abu yang disimpan di ruangan terbuka mengalami penurunan sebesar 17% sedangkan apabila disimpan di ruang tertutup hanya mengalami penurunan kekuatan putus sebesar 4%. Setelah dijemur selama 6 bulan, jaring berwarna abu-abu telah mengalami penurunan kekuatan putus sebesar 80%. Adapun jaring abu-abu yang disimpan di ruangan tertutup kekuatan putus relatif stabil karena hanya mengalami penurunan kekuatan putus sebesar 6%. Secara rinci perubahan kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka dan tertutup disajikan pada Gambar 12.

Keterangan : ; Ruang Tertutup; : Ruangan Terbuka

Gambar 12 Perubahan kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka dan tertutup

Pembahasan

Pengaruh warna terhadap kekuatan putus (breaking strength) jaring

Berdasarkan uji Kruskall-Wallis terbukti bahwa warna jaring yang berbeda mengakibatkan perbedaan yang nyata pada kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa warna jaring merah muda mengalami penurunan kekuatan putus paling besar dibandingkan dengan ketiga warna jaring lainnya. Kekuatan putus jaring warna merah muda yakni sebesar 4011,16 gf. Adapun jaring yang mengalami penurunan kekuatan putus terkecil yaitu jaring dengan warna oranye. Kekuatan putus jaring warna

(31)

18

oranye yakni sebesar 4962,03 gf. Jaring dengan warna merah muda mengalami penurunan kekuatan putus terbesar dan memiliki nilai kekuatan putus terendah diduga karena jaring dengan warna merah muda memiliki kemampuan menyerap sinar matahari yang lebih besar dibandingkan dengan warna yang lainnya.

Penyerapan warna cahaya oleh sebuah material benda tergantung dari panjang gelombang cahaya yang dimiliki oleh spektrum warna cahaya tersebut. Semakin panjang gelombang cahaya sebuah spektrum warna maka daya serap benda terhadap warna cahaya tersebut semakin besar. Spektrum warna cahaya merah memiliki panjang gelombang antara 630-700 nm (Olimpus, 2010). Panjang gelombang cahaya merah lebih besar dibandingkan spektrum cahaya biru yang hanya memiliki panjang gelombang sebesar 440-480 nm. Selain disebabkan karena penyerapan sinar matahari penurunan kekuatan putus jaring juga disebabkan oleh radiasi matahari yang terjadi secara terus menerus pada periode bulan Agustus 2013 sampai Jnuari 2014. Hasil uji Krukall-Wallis menunjukkan bahwa warna jaring berpengaruh nyata terhadap kekuatan putus jaring. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penurunan kekuatan putus pada keempat warna jaring yang berbeda. Adapun hasil uji lanjut Mann-Whitney didapatkan hasil bahwa perbandingan antar warna memiliki pengaruh yang berbeda.

Klust (1983) juga berpendapat bahwa warna jaring memiliki pengaruh yang besar terhadap kekuatan putus jaring sintesis. Pada penelitian yang menggunakan beberapa warna jaring yang diletakkan dibawah sinar matahari selama 1500 jam. Jaring berwarna hijau memiliki sisa kekuatan putus terbesar yakni sebesar 91%, kemudian jaring berwarna hitam sebesar 90%, jaring berwarna oranye sebesar 88%. Adapun jaring berwarna biru memiliki kekuatan putus terendah yakni sebesar 22%. Saly (2006) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa jaring PA monofilament yang disimpan dibawah sinar matahari selama 180 hari akan mengalami penurunan kekuatan putus dan pnurunan elongasi yakni sebesar 64,6%.

Pewarnaan pada jaring merupakan modifikasi struktur yang terjadi selama proses pencelupan yang dilakukan dalam kisaran suhu 45-98oC. Jaring yang diberi pewarna memiliki kekuatan putus atau nilai elstisitas yang berbeda dengan jaring yang tidak diberi warna, yakni jaring yang diberi pewarna memiliki kekuatan putus yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaring yang tidak diberi pewarna (Nedkova et.al, 2005). Menurut Saravanan (2007) radiasi ultraviolet merupakan penyebab utama dalam degradasi. Penurunan kekuatan putus tertinggi terjadi pada bahan nilon yakni bisa sampai 100% yang telah terkena paparan sinar ultraviolet selama 30 hari.

Pengaruh lama penyinaran terhadap kekuatan putus (breaking strength) jaring

Lama penyinaran matahari mengakibatkan penurunan kekuatan putus pada jaring. Jaring yang berwarna abu-abu sebelum disimpan di ruangan terbuka memiliki kekuatan putus sebesar 7436,4 gf. Setelah dijemur selama 6 bulan jaring abu-abu mengalami penurunan kekuatan putus sebesar 80%. Hal ini terjadi karena efek radiasi ultraviolet terhadap benang sintetis. Al-Oufi et.al (2004) melakukan penelitian bahwa jaring yang terkena paparan sinar matahari secara terus menerus selama 780 jam mengakibatkan penurunan kekuatan putus jaring sebesar 1,3 kgf. Faktor cuaca seperti sinar matahari, kelembaban, dan suhu juga memiliki dampak

(32)

19 negatif yang besar terhadap kekuatan putus. Faktor cuaca yang paling dominan dapat menurunkan kekuatan putus adalah radiasi ultar violet. Jaring harus selalu dilindungi dari paparan sinar matahari langsung. Hal ini akan mengurangi penurunan kekuatan putus jaring dan akan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan nelayan untuk biaya perbaikan jaring. Radiasi ultraviolet merupakan unsur cuaca yang paling mempengaruhi penurunan kekuatan putus jaring. karena sinar ultraviolet dapat menyebabkan degradasi polimer yang merupakan struktur penyusun dari jaring tersebut. Kelembaban merupakan salah satu faktor cuaca yang mempengaruhi kekuatan putus jaring. Semakin tinggi kelembaban maka akan semakin tinggi penurunan kekuatan putus jaring. Hal ini disebabkan karena kelembaban dapat menyebabkan terbentuknya pori-pori pada permukaan serat sintetis karena adanya kondensasi air (Zugle et.al, 2012).

Berdasarkan hasil regresi diperoleh bahwa nilai kekuatan putus jaring mengalami penurunan yang signifikan disimpan di tempat terbuka selama 6 bulan. Jaring dengan warna merah muda memiliki nilai kekuatan putus paling rendah dibandingkan dengan warna abu-abu, biru, dan oranye. Penurunan nilai kekuatan putus jaring warna merah muda yakni sebesar 1149 gf setiap pertambahan waktu selama satu bulan. Adapun jaring yang mengalami penurunan kekuatan putus terkecil yakni jaring warna oranye yakni sebesar 906 gf setiap pertambahan waktu selama satu bulan. Hasil uji Kruskall-Wallis diketahui bahwa lama pengamatan mengakibatkan pengaruh yang nyata pada kekuatan putus jaring. Semakin lama pengamatan maka penurunan kekuatan putus jaring akan semakin besar.

Perubahan kekuatan putus jaring yang terjadi bisa sangat kompleks, seperti perubahan struktur molekul dari material serat yang tergantung pada waktu dan kondisi lingkungan (Klust, 1983). Kerusakan akibat faktor cuaca menyebabkan kerusakan struktur molekul dari polimer, yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan kekuatan putus. Salah satu kekurangan pada jaring PA yang digunakan untuk penangkapan adalah sensitifitasnya yang relatif tinggi terhadap sinar ultraviolet (Saly, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Saly (2005) diperoleh hasil bahwa jaring yang diletakkan di tempat terbuka mengalami penurunan kekuatan putus sebesar 64,6%. Panas dan cahaya mempengaruhi kekuatan putus jaring yakni menurunkan kekuatan putus dan elongasi jaring setelah terkena paparan sinar matahari selama 20 jam pada suhu 120oC (Houston, 1936). Menurut Prasetyo (2009) semakin lama penyimpanan, maka kekuatan putus akan semakin berkurang demikian pula jaring dengan perlakuan tanpa perendaman memiliki presentase perubahan kekuatan putus jaring sebesar 45,69%. Jaring dengan perlakuan perendaman cairan solar memiliki presentase perubahan kekuatan putus jaring sebesar 58,37%. Jaring dengan perlakuan perendaman cairan oli mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu pengamatan yakni presentase perubahan kekuatan putus sebesar 48,88%. Adapun untuk jaring dengan perlakuan perendaman cairan aspal mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu yakni perubahan presentasenya sebesar 13,81%. Tingkat pendidikan nelayan yang umumnya rendah membuat pengetahuan nelayan mengenai ketahanan serat sintesis terhadap pelapukan terbatas, sehingga nelayan berpikir bahwa penjemuran akan meningkatkan umur pemakaian alat tangkap.

Jaring dengan bahan polyamide merupakan bahan yang paling mudah rusak yang diakibatkan oleh sinar matahari, suhu dan kelembaban. Selain karena pengaruh lingkungan penurunan kekuatan putus juga disebabkan oleh polusi yang

(33)

20

ada di lingkungan. Setelah melalukan pengamatan selama 14 hari diperoleh hasil bahwa semakin tinggi suhu maka akan mengakibatkan kerusakan jaring yang lebih besar (Atayeter et.al, 2013).

Pengaruh lokasi penyimpanan terhadap kekuatan putus (breaking strength) jaring

Hasil uji Mann-Whitney yang menggunakan lokasi penyimpanan yang berbeda mengakibatkan perbedaan yang nyata pada kekuatan putus jaring. Nilai kekuatan putus jaring yang diletakkan di ruang terbuka memiliki nilai penurunan kekuatan putus yang lebih besar dibandingkan dengan jaring yang disimpan di ruang tertutup. Hal ini disebabkan karena jaring yang diletakkan di ruang terbuka mengalami pengaruh cuaca yang terjadi secara terus menerus yang dapat mengakibatkan penurunan kekuatan putus jaring. Adapun jaring yang diletakkan di ruang tertutup tidak terkena unsur cuaca. Menurut Prasetyo (2009) penyimpanan jaring di ruang tertutup pada periode tertentu dapat menghambat laju penurunan kekuatan putus jaring, adapun penyimpanan jaring pada ruang terbuka akan meningkatkan laju penurunan kekuatan putus jaring. Penyimpanan pada ruang terbuka mengakibatkan jaring akan terpengaruh oleh pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan putus. Pengaruh lingkungan yang paling dominan mempengaruhi kekuatan putus jaring yakni adalah radiasi sinar matahari. Namun perlu diketahui bahwa kerusakan akibat pengaruh cuaca terhadap serat sintesis berbeda untuk setiap musim dan lokasi pengamatan yang berbeda (Klust, 1987).

Lokasi dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi, maka jaring yang disimpan di ruang terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung akan mengalami tingkat kerusakan berupa penurunan kekuatan putus yang lebih tinggi. Demikian pula berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Oufi (2004) memperoleh hasil bahwa penyimpanan jaring dibawah sinar matahari akan mengakibatkan penurunan kekuatan putus sebesar 1,5 kgf. Penurunan kekuatan putus jaring diantaranya diakibatkan oleh perilaku nelayan menjemur alat tangkap dibawah sinar matahari langsung. Penjemuran alat tangkap dilakukan tidak hanya setelah alat tangkap digunakan tetapi pada saat alat tangkap tidak digunakan. Penanganan yang tepat diperlukan untuk mengurangi penurunan kekuatan putus jaring seperti menyimpan alat tangkap di ruangan yang terlindung dari sinar matahari. Sala et.al (2004) melakukan penelitian terhadap jaring yang telah digunakan dan belum digunakan dan memperoleh hasil bahwa jaring yang telah digunakan memiliki kekuatan putus yang lebih besar dibandingkan dengan kekuatan putus jaring yang belum digunakan. Hal ini sebabkan karena jaring yang telah digunakan telah terpapar sinar matahari dan berbagai polusi yang ada pada air laut saat dioperasikan. Sehingga pemakaian dan penyimpanan jaring di ruang terbuka menyebabkan peningkatan penurunan kekuatan putus jaring. Menurut Andrady et.al (1998) bahan polimer menyerap radiasi matahari dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan degradasi bahan polimer tersebut. Bahan polimer yang terpapar sinar matahari selama 24 bulan mengakibatkan penuruanan kekuatan putus sebesar 43%.

(34)

21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(1) Warna jaring yang berbeda berpengaruh terhadap kekuatan putus jaring, baik jaring yang diletakkan di ruang terbuka maupun di ruang tertutup memiliki kekuatan putus yang berbeda.

(2) Lama penjemuran jaring di bawah sinar matahari langsung akan berpengaruh secara nyata terhadap kekuatan putus jaring.

(3) Jaring yang disimpan di ruang terbuka mengalami penurunan kekuatan putus yang lebih besar dibandingkan jaring yang disimpan di ruang tertutup. Nilai kekuatan putus jaring setelah penyimpanan selama 6 bulan di ruang terbuka untuk warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye masing-masing sebesar 20%, 22%, 11%, 24% dari nilai kekuatan putus jaring pada awal pengamatan. Nilai kekuatan putus jaring setelah penyimpanan selama 6 bulan di ruang tertutup untuk warna abu-abu, biru, merah muda, dan oranye masing-masing sebesar 94%, 93%, 87%, 89% dari nilai kekuatan putus jaring pada awal pengamatan.

Saran

1. Penelitian lanjutan mengenai pengaruh bahan pengawet jaring terhadap kekuatan jaring.

2. Penelitian lanjutan mengenai variasi warna jaring terhadap kekuatan putus jaring.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Oufi H, McLean E,Kumar ES, Claereboudt M, Al-Habsi M. 2004. The effects of solar radiation upon breaking strength and elongation of fishing nets. Fish. Res. 66, 115–119.

Andrady AL, Hamid SH, Hu X, Torikai A. 1998. Effects of Increased Solar Ultraviolet Radiation on Material. USA: Research Triangle Institute, 3040 Cornwallis Road, Research Triangle Park.

Atayeter S, Atar HH, Oren O, Meric I. 2013. Determination of Mesh Breaking Strength of Polyamide Fishing Mets Under the Exposure of Different Heavy Metal Concentration and Temperatur. Turkey: Ankara University, Faculty of Agriculture, Department of Fisheris and Aquaculture Engineering, Ankara.

Anynomous. -.

Buck CC. 1970. Fire Weather: A Guide for Application of Meteorologica Information to Forest Fire Control Operation. US: Departement of Agriculture.

Houston, Miriam Hill. 1936. The Effect Of Heat On The Breaking Strength and Color Changes Of Viscose and Cellulose Acetate Rayon Fabrics [Thesis].

(35)

22

Kansas: Departement of Clothing and Textile, Kansas State College of Agriculture and Applied Science.

Klust, G., 1983. Fibre Ropes for Fishing Gear. FAOFishing Manuals. Farnham, Fishing New Books Ltd. (200 pp.).

Klust G. 1987. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan. Edisi ke-2. (penerjemah Team BPPI Semarang). Terjemahan dari Netting Materials for Fishing Gear. Semarang: BPPI Semarang.

Nedkova, S. Pavlov, P. Pishev, D. 2005. The Influence of Acid Dyes Upon Some Structural and Physico-Mechanical Indices of Polyamide Fibres. Vol 5 no3. Nugroho, BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan

SPSS. Yogyakarta: Andi.

Olimpus. 2010. Spektrum Warna [internet]. [diacu 2014 Maret 12]. Tersedia dari: Olimpusmicro.com/primer/photomicrography/ccfilters/ccgreen.html.

Prasetyo AP. 2009. Kekuatan Putus (Breaking Streangth) Benang dan Jaring PA Multifilamen pada Penyimpanan di Ruang Terbuka dan Tertutup [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6-7 hal.

Sala A, Luchetti A, Buglioni G. 2004. The Change in Physical Properties of Some Nylon (PA) Netting Samples Before and After Use. Italy: Istituto di Scienze Marine (ISMAR, CNR) – Sezione Pesca Marittima, Largo Fiera Della Pesca. Saly N. Thomas. 2006. The Effect of Natural Sunlight On The Strength of

Polyamide 6 Multifilament and Monofilament Fishing Net Materials. India: School of Industrial Fisheries, Cochin University of Science and Technology.

Saravanan D. 2007. UV Protection Textile Materials. Vol 7 no 1

Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. 2014. Data Pengamatan Cuaca. Pusat Data Statistik dan Informasi. Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Bogor.

Steel RGD dan Torrie JH. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. (Penterjemahan: Sumantri, Bambang). Terjemahan dari Principles dan procedures af Statistics. Jakarta: PT> gramedia. 772 hal. Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung:CV.Alfabeta.306 hal. Turyanti A, Sobri E. 2006. Modul Kuliah: Mata Kuliah Metereologi. Bogor:

Depertemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Zugle R, Goethals A, Westbroek P, Kienkes P, Nyokong T, Clerk KD. 2012. Effect of the Relative humidity on the Fibre Morphology of Polyamide 4.6 and Polyamide 6.9 Nanofibres. New York: Springer Science Business Media.

(36)

23 Lampiran 1 Foto peralatan pengukur unsur cuaca

(1) Gun bellani (2) Lisimeter

(3) Psychrometer (4) Penakar hujan otomatis

(37)

24

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian

(1) Jaring polyamide (2) Pemasangan panel diruang terbuka

(3) Pemasangan jaring pada panel

(5) Universal Testing Machine (UTM) Instron dan Load fixtures pada mesin Universal Testing Machine (UTM) Instron

(38)

25 Lampiran 3 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap warna yang

berbeda pada penyimpanan ruang terbuka Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 280 4.7867 2.18106 .22 8.65 Warna 280 2.50 1.120 1 4

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Warna N Mean Rank Kekuatan_putus_pad a_ruang terbuka Abu-abu 70 146.69 Biru 70 156.45 Merah muda 70 113.41 Oranye 70 145.46 Total 280

Test Statisticsa,b

Kekuatan_putus Chi-Square 11.223 df 3 Asymp. Sig. .011 a. Kruskal Wallis Test

(39)

26

Lampiran 4 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap warna yang berbeda pada penyimpanan ruang tertutup

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 280 7.0495 .72272 2.57 8.41 Warna 280 2.50 1.120 1 4

Kruskal-Wallis Test Ranks

Warna N Mean Rank Kekuatan_putus_pad a_ruang_tertutup Abu-abu 70 151.07 Biru 70 196.94 Merah muda 70 145.37 Oranye 70 68.62 Total 280

Test Statisticsa,b

Kekuatan_ putus Chi-Square 90.609 df 3 Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test

(40)

27 Lampiran 5 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap lama pengamatan

yang berbeda pada penyimpanan ruang terbuka Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 280 4788.0680 2182.6203 3 216.7 9 8646. 62 Lama_pengamatan 280 4.00 2.004 1 7 Kruskal-Wallis Test Ranks

Lama_pengamatan N Mean Rank Kekuatan_putus_ruan g_terbuka Juli 40 259.65 Agustus 40 197.79 September 40 184.59 Oktober 40 151.03 November 40 87.43 Desember 40 74.73 Januari 40 28.30 Total 280

Test Statisticsa,b

Kekuatan_putus

Chi-Square 239.544 df 6 Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test

(41)

28

Lampiran 6 Hasil uji Kruskall-Wallis jaring polyamide terhadap lama pengamatan yang berbeda pada penyimpanan ruang tertutup

Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Mini mum Maxi mum Kekuatan_putus 280 7049.4883 722.72334 2574. 18 8412. 04 Lama_pengamatan 280 4.00 2.004 1 7 Kruskal-Wallis Test Ranks Lama_ pengamatan N Mean Rank Kekuatan_putus_ruan g_tertutup Juli 40 216.53 Agustus 40 111.33 September 40 158.20 Oktober 40 152.53 November 40 102.33 Desember 40 122.88 Januari 40 119.73 Total 280 Lanjutan

Test Statisticsa,b

Kekuatan_putus

Chi-Square 56.666 df 6 Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test

(42)

29 Lampiran 7 Hasil uji Mann-Whitney jaring polyamide terhadap lokasi

penyimpanan yang berbeda

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 140 6038.1666 1901.95984 444.92 8251.70 Lama_pengamatan 140 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test

Ranks

Lama_pengamatan N Mean Rank Sum of Ranks Kekuatan_putus Abu-abu Terbuka 70 45.39 3177.00

Abu-abu Tertutup 70 95.61 6693.00 Total 140 Test Statisticsa Kekuatan_putus Mann-Whitney U 692.000 Wilcoxon W 3177.000 Z -7.327 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Lama_pengamatan

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 140 6368.4224 1849.23140 1151.85 8441.41 Lama_pengamatan 140 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test

Ranks

Lama_pengamatan N Mean Rank Sum of Ranks Kekuatan_putus Biru Terbuka 70 43.90 3073.00

Biru Tertutup 70 97.10 6797.00 Total 140 Test Statisticsa Kekuatan_putus Mann-Whitney U 588.000 Wilcoxon W 3073.000 Z -7.760 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Lama_pengamatan

(43)

30 Lanjutan

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 140 6368.4224 1849.23140 1151.85 8441.41 Warna 140 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test

Ranks

Warna N Mean Rank Sum of Ranks Kekuatan_putus Biru Terbuka 70 43.90 3073.00

Biru Tertutup 70 97.10 6797.00 Total 140 Test Statisticsa Kekuatan_putus Mann-Whitney U 588.000 Wilcoxon W 3073.000 Z -7.760 Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Warna

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 140 5573.1803 2372.05983 216.79 8646.62 Warna 140 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test

Ranks

Warna N Mean Rank Sum of Ranks Kekuatan_putus Merah muda Terbuka 70 45.63 3194.00

Merah muda Tertutup 70 95.37 6676.00 Total 140 Test Statisticsa Kekuatan_putus Mann-Whitney U 709.000 Wilcoxon W 3194.000 Z -7.256

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Warna

(44)

31 Lanjutan

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kekuatan_putus 140 5695.3432 1645.84889 538.42 7846.85 Warna 140 1.50 .502 1 2

Mann-Whitney Test

Ranks

Warna N Mean Rank Sum of Ranks Kekuatan_putus Oranye Terbuka 70 55.51 3885.50

Oranye Tertutup 70 85.49 5984.50 Total 140 Test Statisticsa Kekuatan_putus Mann-Whitney U 1400.500 Wilcoxon W 3885.500 Z -4.374 Asymp. Sig. (2-tailed) .000

(45)

32

Lampiran 8 Data pengamatan cuaca

Bulan Rata-rata Temperatur o C Curah hujan (mm) Kelembaban (%) Intensitas radiasi matahari (Cal/Cm2) Juli 25.8 381,8 84 337 Agustus 25.7 258.3 85 343 September 26.0 503.2 81 356 Oktober 26.1 434.7 80 335 November 26.2 186.9 81 301 Desember 25.5 382.5 86 279 Januari 25.1 579.7 88 228

(46)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 04 Februari 1992. Penulis adalah anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Surjo Sutarjo dan Yuyum Haryani.

Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 4 Karangbenda, tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Parigi, dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Parigi Kabupaten Pangandaran dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Alat Penangkapan Ikan pada tahun 2012-2013 dan pada tahun 2013-2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2011–2012 dan anggota Departemen Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) Himpunan Mahasiwa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan tahun 2012–2013.

Pada tahun 2013, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh Penggunaan Warna Jaring dan Lama Penyinaran Matahari terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Jaring PA Monofilamen” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka penelitian
Gambar 2 Pemasangan jaring pada panel
Gambar 4 Mesin Universal Testing Machine (UTM) Instron
Gambar 5 Grafik rata-rata intensitas radiasi matahari periode Juli 2013  – Januari  2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasak fabricated FRC dengan restorasi resin komposit kavitas kelas IV merupakan pilihan yang tepat pada kasus ini untuk menangani gigi insisivus sentral maksila yang memiliki

Penelitian bertujuan untuk: 1) mempelajari spesies tumbuhan Angiospermae yang dapat digunakan untuk penyusunan bahan ajar dalam bentuk modul dari kawasan Kebun Buah

hipotesis nol (Ho) ditolak maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara fasilitas belajar dan kedisiplinan terhadap prestasi belajar pada

Semua zat ini dicirikan oleh rantai samping poliisoprenoid.di dalam mitokondria, Q terdapat dalam jumlah stoikiometrik berlebihan yang jauhlebuh besar dibandingkan

- Bahwa setahu saksi sejak pisah rumah Tergugat tidak lagi memberikan nafkah kepada Penggugat dan anaknya;. Bahwa atas keterangan saksi tersebut, Penggugat tidak

demik dari PGI yang nantinya akan menjadi masukan bagi Kemenag dalam merancang RUU PUB tahun 2016 nanti. Tidak hanya membahas mengenai ma­ sukan akademik, SAA juga membuat pernyataan

• Bagaimana untuk menjalankan sistem pengelolaan (management) untuk sebuah perusahaan yang bergerak di bidang interior. • Bagaimana cara berkomunikasi, berinteraksi, dan memahami

Kami Menyembelih kambing aqiqah, mendokumentasikanya dan mengirim ketempat Anda berupa potongan kambing ( Daging, tulang dan jerohanya lengkap ) beserta bumbu khas solo.. Untuk